BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2
aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
Menurut Anderson, konsep kebijakan publik ini kemudian mempunayai beberapa
implikasi, yakni Pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan
publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara
serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan
sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang
terlibat dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan
yang dilakukan oleh Pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan
tersendiri. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan Pemerintah
dalam mengatur Negaranya. Keempat, kebijakan publik memiliki sifat yang
memaksa, hal ini berarti kebijakan publik menuntut ketaan yang luas dari
masyarakat.
Jelas bahwa Kebijakan Publik adalah suatu proses atau tahapan yang
dilakukan pemerintah dalam bertindak sesuai dengan kebijakan yang telah
disusun secara legal untuk menghadapi persoalan dan permasalahan yang ada di
lingkungan masyarakat. Pada dasarnya kebijakan publik merupakan hubungan
antara Negara, Pemerintah, serta masyarakat. Kebijakan publik sangat erat
kaitannya dengan peraturan yang disusun oleh Pemerintah sebagai aktor pembuat
kebijakan, kebijakan tidak terlepas dari Bagaimana kinerja Pemerintah.
Pemerintah berkewajiban dalam menangani segala persoalan yang terjadi pada
kehidupan masyarakatnya. Masyarakat sendiri merupakan pihak yang dianggap
penting dari proses berjalannya suatu kebijakan publik. Suatu proses kebijakan
dapat terlaksana jika ada dukungan dari masyarakat untuk menyetujui dan
mengendaki munculnya kebijakan publik yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah.
Namun sebaliknya, kebijakan publik tidak dapat terlaksana jika masyarakat
menolak adanya kebijakan tersebut atau bisa dikatakan masyarakat tidak
menghendaki adanya proses kebijakan yang telah diatur oleh aktor-aktor pembuat
kebijakan.
penanganan yang harus segera dilakukan? Masalah publik yang telah masuk
ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh perumus kebijakan. Widodo
(2007) (dalam Eko Handoyo, 2013:34-37) dengan mengutip pendapat
Anderson menyebutkan lima langkah dalam penyusunan agenda, yaitu (1)
private problems, masalah yang mempunyai akibat yang terbatas,atau hanya
menyangkut satu atau sejumlah kecil orang yang terlibat secara langsung. (2)
publik problems, masalah-masalah yang mempunyai akibat lebih luas
termasuk akibat-akibat yang mengenai orang-orang yang secara tidak
langsung terlibat. (3) issues, ruang lingkup dan kemungkinan dukungan
terhadap masalah publik. (4) systemic agenda, isu dirasakan oleh semua
warga masyarakat politik yang patut mendapat perhatian publik dan isu
tersebut berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah dan (5) institusional
agenda, serangkaian isu yang secara tegas membutuhkan pertimbangan yang
aktif dan serius dari pembuat keputusan yang sah/otoritatif.
1. Penyusunan Agenda;
Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan
yakni; (1) membangun persepsi di kalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena
benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh
sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagian
masyarakat dianggapp yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai
masalah; (2) membuat batasan masalah; dan (3) memobilisasi dukungan agar
batasan masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Memobilisasi
dukungan ini dapat dilakukan dengan cara mengorganisir kelompok-kelompok
yang ada dalam masyarakat, dan kekuatan-kekuatan politik, publikasi melalui
media masa dan sebagainya. Menurut Michael Howlet dan M. Ramesh (dalam
Subarsono, 2015:13) apa yang dimaksud dengan penyusunan agenda (agenda
setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapatkan perhatian dari
pemerintah.
3. Implementasi Kebijakan;
Pada tahap ini perlu dukungan sumberdaya, dan penyusunan organisasi
pelaksana kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme intensif
dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan mampu berjalan dengan baik.
Implementasi kebijakan sendiriri menurut James Anderson (dalam
Subarsono,2015:13) merupakan Siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? dan Apa dampak dari isi kebijakan?
Sedangkan Howlet dan Ramesh (dalam Subarsono, 2015:13) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan merupakan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya
mencapai hasil.
menjelaskan bahwa ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis
kebijakan publik, yakni: Pertama, fokus utamanya adalah mengenai penjelasan
kebijakan publik bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas. Kedua,
sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik
diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga,
analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat
diandalkan tentang kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga
dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang
berbeda.
Pada garis besarnya siklus kebijakan tersebut terdiri dari tiga kegiatan
pokok, yaitu : (1) perumusan kebijakan, (2) implementasi kebijakan, dan (3)
pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan (Mustopadidjaja, 1988
: 25 dalam Tachjan,2006:21). Jadi dilihat dari prosesnya, efektivitas kebijakan
publik akan ditentukan/dipengaruhi oleh pertama, proses perumusan
kebijakannya; kedua oleh proses implementasinya atau pelaksanaannya; dan
ketiga, oleh proses evaluasinya. Ketiga tahapan kebijakan tersebut mempunyai
hubungan kausal dan siklikal.Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan
analisis kebijakan dengan maksud untuk memperoleh informasi sebagai bahan
dalam pembuatan kebijakan. Analisis implementasi kebijakan dimaksudkan
untuk memperoleh informasi mengenai sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan
kebijakan publik melalui pembahasan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Tabel 1.1
Tahap Karakteristik
Ripley dan Franklin dalam buku Kebijakan Publik yang ditulis oleh Budi
Winarno (2013:148) juga berpendapat bahwa, implementasi adalah apa yang
terjadi setelahundang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas
programkebijakan,keuntungan(benefit),atau suatu jenis keluaran yang nyata
(tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang
mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang
diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-
tindakan oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk
13
proses implementasi tersebut; dan (4) faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya dan
politik).Model implementasi kebijakan publik itu tidak hanya satu, ada berbagai
macam sesuai dengan kerangka berfikir pembuat model tersebut (Tachjan,
2006:37)
b. Sumberdaya.
15
f. Disposisi implementor.
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: (a) respon
implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap
kebijakan; (c) intensitas disposisi implementator, yakni prefrensi nilai yang
dimiliki oleh implementor.
sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas
implementasi mencakup terbentuknya a policy delivery system, dimana
sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada
tujuan-tujuan yang diinginkan. Menurut Grindle (dalam Subarsono, 2015:93)
keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi
kebijakan (conten of policy) dan lingkungan implementasi (context of
implementation. Variabel isi kebijakan ini mencakup: (1) sejauh mana
kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi
kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups; (3) sejauh
mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) apakah letak
sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan
implementornya secara rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh
sumberdaya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan
mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan,kepentingan, dan strategi yang
dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2)
karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan
dan responsivitas kelompok sasaran.
a. Komunikasi.
Berkaitan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi
atau publik, ketersediaan sumber daya kebijakan, sikap dan respon dari
pihak yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Menurut Edward (dalam Subarsono, 2015:90) keberhasilan implementasi
kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditrasnsmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu
kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari
kelompok sasaran.
19
b. Sumber daya.
Berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung utamanya sumber
daya manusia. Aspek sumber daya yang terpenting dalam hal ini adalah
kecakapan pelaksana kebijakan yang akan mengimplementasikan
kebijakan secara efektif. Pendapat Edward (dalam Subarsono, 2015:91)
mengenai variabel sumber daya yakni, walaupun isi kebijakan sudah
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya
manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial.
Sumber daya adalah faktor terpenting untuk implementasi kebijakan agar
efektif.
c. Komitmen (disposisi).
Berkenaan dengan ketersediaan dan komitmen dari para implementator
untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Menurut Edward
(dalam Subarsono, 2015:91) disposisi adalah watak dan karakteristik yang
dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat
demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia
akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka prose
implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d. Struktur birokrasi.
Berkaitan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi pelaksana
implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini yang perlu dijaga adalah
bagaimana agar dalam implementasinya tidak terjadi fragmentasi
birokrasi, karena struktur demikian akan menghambat pelaksanaan
kebijakan publik. Menurut pandangan Edward (dalam Subarsono,
2015:92) bahwa struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
20
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah dengan adanya prosedur operasi yang standar (standard
operating procedures) atau SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementor yang bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni
prosedure birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya akan
menimbulkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
1. Hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga daerah dan hal-hal yang
berkaitan dengan organisasi pemerintah daerah.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pembantuan (Mendebewindl dengan
demikian Perda merupakan produk hukum dari pemerintah daerah dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah, yaitu melaksanakan hak dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendiri
sekaligus juga Perda merupakan legilitas untuk mendukung Pemerintah
Provinsi sebagai daerah otonom).
Ketiga: Hukum dapat melindungi berbagai kepentingan yang lebih luas yang
bersifat jangka panjang dan mendukung konsep kepariwisataan yang
berbasis prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
23
berbeda. Oleh sebab itu berbagai definisi dari muncul untuk menjelaskan arti
dari kedua istilah pariwisata dankepariwisataan. Tentunya istilah
pariwisata dan kepariwisataan bukan hanya diperuntukan bagi induvidu
maupun kelompok yang terlibat langsung dalam penanganan industri pariwisata,
namun penjelasan tersebut dimungkinkan untuk menghindari perbedaan
pemahaman yang terjadi pada masyarakat awam. Berikut adalah beberapa
definisi dari pariwisata dan kepariwisataan.
Definisi pariwisata secara umum merupakan perjalanan yang dilakukan
seseorang untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke
tempat yang lain dengan meninggalkan tempat semula melalui sebuah
perencanaan dan bukan maksud untuk mencari nafkah ditempat tersebut, namun
semata-mata hanya untuk menikmati kegiatan bertamsya sesuai dengan
keinginan perjalanan yang beraneka ragam. Kemudian definisi lain yang termuat
dalam Undang-Undang Kepariwisataan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 bahwa Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Pariwisata sendiri tidak terlepas dari adanya istilah wisata. Istilah
wisata sendiri merupakan padanan dari kata tour (dalam bahasa Inggris). Secara
etimologi tour berasal dari kata torah (dalam bahasa Ibrani). Berikut adalah
pengertian mengenai wisata dari beberapa sumber yang dirangkum dalam
Hand Out-Perusahaan Perjalanan Wisata (Sebuah Pengantar) yang ditulis
oleh Mengku Mahendri dosen STEPARI Semarang Tahun 2009 :
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
27
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara (UU No.10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan.)
2. Wisata merupakan bentuk perjalanan yang direncanakan dan disusun oleh
perusahaan perjalanan dengan waktu seefektif mungkin dengan
menggunakan fasilitas-fasilitas pendukung wisata lain, guna membuat
peserta tour merasa senang dan puas. (Kesrul)
3. Wisata adalah perjalanan dan persinggahan yang dilakukan oleh manusia
diluar tempat tinggalnya untuk berbagai maksud dan tujuan, tetapi bukan
untuk tinggal menetap atau melakukan pekerjaan di tempat tersebut untuk
mendapatkan upah. (Kodhyat)
4. Wisata merupakan sebuah perjalanan yang dilakukan seseorang, yang dalam
perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali
lagi ke tempat asal ia mulai melakukan perjalanannya. (Hornby As)
biasanya untuk sementara waktu mengunjungi tempat lain yaitu dengan adanya
wisatawan. Industri pariwisata memiliki karakteristik yang unik karena dilihat
bukan berdasarkan dari produk pariwisata itu sendiri, melainkan adanya
konsumen atau biasa disebut dengan wisatawan. Wisatawan merupakan orang
yang melakukan perjalanan pariwisata. Ada dua kategori wisatawan,yaitu
wisatawan luar negeri dan wisatawan dalam negeri. Tidak hanya dengan adanya
wisatawan, dalam melakukan perjalanan wisata, wisatawan sendiri memerlukan
berbagai kebutuhan mulai dari saat keberangkatan hingga kepulangan wisatawan
dari aktivitas pariwisata. Berbagai komponen perjalanan wisata merupakan
sebuah upaya untuk memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan yang terus
diperhatikan oleh para penggerak sektor pariwisata. Persiapan atas jasa dan
produk wisata harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan wisatawan. Menurut
Gamal Suwantoro (2004), sarana wisata dapat dibagi dalam tiga unsur pokok
yaitu:
1. Sarana pokok kepariwisataan (main tourism superstructure), terdiri dari:
a. Biro perjalanan umum dan agen perjalanan.
b. Transportasi wisata baik darat, laut, maupun udara.
c. Restoran (catering trades).
d. Objek wisata, antara lain: keindahan alam dan ciptaan manusia.
e. Atraksi wisata (tourist attraction)berupa: kesenian, festival, upacara
tradisional, dan lain-lain.
2. Sarana pelengkap kepariwisataan (suplementing tourism superstructure):
a. Fasilitas rekreasi dan olahraga seperti, gold course, tennis court,
pemandian, photography, dan sebagainya.
b. Prasarana umum seperti, jalan raya, jembatan, listrik, lapangan udara,
telekomunikasi, air bersih, pelabuhan, dan lain sebagainya.
3. Sarana penunjang kepariwisataan (supporting tourism superstructure):
a. Nightclub dan steambath.
b. Casino dan Entertaiment.
c. Souvenir shop, mailing service, dan sebagainya.
29
netral sampai ada campur tangan manusia dari luar untuk mengubahnya agar
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan manusia. Sumber daya yang terkait
dengan pengembangan pariwisata umunya beruba sumber daya alam, sumber
daya budaya, sumber daya minat khusus, di samping sumber daya manusia.
1. Mengevaluasi pasar.
2. Pilih lokasi yang cocok.
3. Identifikasi pemain kunci (stakeholders).
4. Lakukan studi fisibilitas pasar dan keuangan.
5. Rencanakan dan buat desain konsep.
6. Buat dan dokumentasikan proposal.
7. Konsultasi dengan masyarakat.
8. Ikuti proses perjanjian.
9. Lengkapi proses investasi.
10. Persiapkan dokumentasi bangunan oleh arsitek.
11. Fase kontruksi dan pembangunan.
12. Sediakan rencana operasional.
hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan di daerah tujuan wisata telah
disusun sesuai standar wisata yang baku, baik secara nasional maupun
internasional.
3. Tata laksana/infrastruktur.
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana
wisata, baik berupa sistem pengaturan maupun bangunan secara fisik seperti:
a. Sistem pengairan.
b. Sumber listrik dan jaringan energi.
c. Sistem jalur transportasi.
d. Sistem komunikasi.
e. Sistem keamanan.
4. Masyarakat/lingkungan.
Daerah tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata
tentunya akan mengundang kehadiran wisatawan.
a. Masyarakat
Masyarakat disekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan
kualitas layanan yang dibutuhkan oleh wisatawan. Dalam hal ini, pemerintah
melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan
kepada masyarakat. Salah satunya adalah membentuk bina masyarakat sadar
wisata.
b. Lingkungan.
Lingkungan alam disekitar objek wisata perlu diperhatikan secara seksama
agar tak rusak dan tercemar. Oleh sebab itu, maka diperlukan upaya menjaga
kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan
dalam pengelolaan suatu objek wisata.
c. Budaya.
Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam disuatu objek wisata
merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan
hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya inipun
kelestariannya tak boleh tercemar oleh budaya asing, namun harus lebih
44
Taman Budaya Raden Saleh yang nantinya dapat tercapai tujuan yang
diinginkan.
c. Disposisi (Sikap Pelaksana): Keberhasilan pelaksanaan kebijakan dalam
mengembangkan Taman Budaya Raden Saleh dipengaruhi oleh sikap
pelaksana dalam menjalankan tugas.
d. Struktur Birokrasi: Struktur Birokrasi yang tidak kondusif pada kebijakan
yang tersedia, akan menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektik dan
dapat menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan. Maka, diperlukan
kejelasan standar prosedur operasional dan kejelasan pembagian tanggung
jawab terhadap pihak terkait.