Anda di halaman 1dari 7

Tugas IKM

Ni Luh Pt Dian A.P / H1A007044

Polio

Penyakit polio atau yang disebut Poliomielitis, penyebabnya adalah virus polio yang
termasuk genus enterovirus famili Picornavirus, yang terdiri dari tiga strain yaitu strain I
(Beunhilde), strain 2 (Lansing) dan strain 3 (Leon). Ketiga jenis polio tersebut berbeda satu sama
lain. Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau paling ganas dan seringkali menimbulkan
wabah.
Infeksi berulang dapat terjadi oleh strain virus polio yang berbeda. Virus polio tahan
terhadap pengaruh fisik dan bahan kimia, dan dapat hidup dalam tinja penderita penyakit polio
sekitar 90-100 hari. Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan
dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meskipun penularan terutama akibat
tercemarnya lingkungan oleh virus polio, namun virus ini hidup dalam lingkungan terbatas.
Salah satu induk atau makhluk hidup perantara yang dapat dibuktikan sampai sekarang adalah
manusia. Virus ini dapat dihancurkan oleh bahan yang bersifat oksidatif seperti formaldehid,
cairan klorin 1%, sinar ultraviolet dan pemanasan pada suhu 550O C selama 30 menit.

Penyebaran
Penyebaran penyakit polio terutama melalui kontaminasi tinja penderita polio terutama
di daerah dengan sanitasi lingkungan yang jelek secara fekal-oral (kotoran-mulut) dan melalui
percikan dari mulut ke mulut atau oral-oral (daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik).
Penularan fekal-oral artinya makanan/minuman yang tercemar virus polio yang berasal dari
tinja penderita masuk ke mulut orang sehat lainnya. Sedangkan oral-oral adalah penyebaran
dari air liur penderita yang masuk ke dalam mulut manusia sehat lainnya.
Kira-kira 10% kasus polio dapat terjadi pada anak usia di bawah dua tahun dan 70% di bawah 10
tahun. Dilaporkan juga bahwa 90% kejadian polio paralitik pada usia 5 tahun, kemudian terjadi
pergeseran ke usia lebih tua dan puncak kejadian ditemukan pada usia 5-14 tahun.
Manifestasi Klinis

Secara mendasar, kerusakan saraf merupakan ciri khas pada poliomielitis. Masa inkubasi
berkisar antara 5-35 hari (dari mulai virus masuk ke tubuh sampai dengan timbulnya gejala).
Virus akan berkembang pertama kali dalam dinding faring (leher dalam) atau saluran cerna
bagian bawah, menyebar ke jaringan getah bening lokal atau regional, dan menyebar masuk ke
dalam aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf.
Poliomielitis mempunyai tendensi lebih merusak sel saraf motorik pada medulla spinalis dan
batang otak. Kerusakan lebih sering pada segmen lumbal (daerah pinggang) dan servikal
(daerah leher) dibandingkan torakal (daerah punggung), dan kerusakan yang terjadi secara
asimetris (tidak sama sisi kiri & kanan) sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk
tubuh yang umumnya menetap bahkan bertambah berat. Sekitar 78,6 % kelumpuhan pada
tungkai, dan 41,4 % mengenai lengan. Kelumpuhan berjalan secara bertahap sekitar 2 hari
sampai 2 bulan. Gambaran klinis penyakit polio pada manusia sangat bervariasi, dari gejala
yang sangat ringan sampai terjadi paralisis (kelumpuhan).

Gejala klinis dimulai dengan demam, merasa lemah, nyeri kepala dan muntah. Dalam 24
jam terlihat kekakuan pada leher dan punggung. Penderita terlihat mengantuk, iritabel, dan
cemas. Adakalanya disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Bila terjadi paralisis (lumpuh)
biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai lima hari sesudah nyeri kepala. Kelumpuhan
anggota gerak yang layuh dan biasanya pada salah satu tungkai.

Jenis Polio

1. Polio non paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi
kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio Paralisis

Kurang dari 1 persen orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi polio
paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima
sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda-tanda lain, seperti sakit
kepala, kram otot leher dan punggung, sembelit / konstipasi, sensitif terhadap rasa dan
raba.

Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya, yaitu:

a. Polio Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari
satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan
paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus,
virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke
seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron
yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu.
Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi,
virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang
dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembangbiaknya virus
dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan motorneuron.
Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan
dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut
acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut,
disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita
kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering
kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai.

b. Bulbar polio

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur
pernapasan dan saraf otak, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang
mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses
menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan
saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang
mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat
menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita
polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang
bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam'
dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam
paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah
menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang
lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung.
Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa
keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat
menyebabkan koma dan kematian. Tingkat kematian karena polio bulbar
berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang
bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat
bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan
merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen.
Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

Faktor Resiko

Beresiko tinggi terkena polio jika belum diimunisasi polio

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terinfeksi polio:

Bepergian ke daerah yang endemik polio atau baru saja terjadi KLB polio.
Tinggal dengan orang yang terkena virus polio
Kontak dengan orang yang baru saja divaksinasi polio jika Anda tidak divaksinasi.
Bersentuhan dengan spesimen laboratorium yang mengandung virus polio
Menderita penurunan sistem imun, seperti pada HIV
Trauma pada mulut, hidung, operasi gigi, atau tonsil
Aktivitas fisik dan stress ekstrim yang bisa menyebabkan turunnya sistem imun
Sanitasi umum dan kebersihan individual yang kurang baik

Pencegahan

Dari penjelasan mengenai penyakit polio, dapat disusn strategi pencegahan sebagai berikut :

1. Pencegahan Primordial

memberikan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya vaksinasi polio pada


bayi / anak
memberikan edukasi pada masyarakat untuk selalu menjaga sanitasi umum dan
kebersihan individual
pemberian vaksin polio 1 pada setiap bayi yang dilahirkan
terdapat dua macam vaksin yaitu virus yang in-aktif Salk (virus mati) dan virus
hidup Sabin (live attenuated virus) yang dilemahkan. Vaksin virus mati diberikan
secara suntikan sedangkan yang hidup melalui mulut dengan tetesan. Virus
hidup yang dilemahkan lebih efektif dibandingkan dengan virus yang mati.
Di Indonesia vaksin yang dipergunakan sampai saat ini adalah vaksin polio Sabin
(melalui mulut). Pemberian imunisasi polio pada anak di bawah usia 5 tahun
sebaiknya sudah mendapat lima kali, yaitu saat pulang dari rumah sakit setelah
lahir, kemudian pada usia 2, 3, 4 bulan lalu pada usia 1 tahun, kemudian pada
usia 5-6 tahun dan pada usia 15 tahun.

memberikan edukasi pada masyarakat agar tidak tinggal di daerah yang


overcrowded dan terlalu kumuh

2. Pencegahan Primer

Pemberian vaksin polio pada setiap bayi yang baru dilahirkan di daerah endemic
polio
Memberikan asupan gizi yang baik dan mencukupi pada balita yang tinggal di
daerah endemic polio untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tak terkena
virus polio
pemberian vitamin pada balita yang tinggal di daerah endemic polio
memberikan edukasi pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan polio agar
menjaga sanitasi dan kebersihan diri

3. Pencegahan sekunder

screening dengan melihat tanda dan gejala awal penyakit polio


memberikan edukasi pada para orang tua agar segera membawa anaknya ke
tempat-tempat pelayanan kesehatan jika terlihat tanda dan gejala awal polio
screening dengan melihat tanda dan gejala awal polio pada penderita HIV/AIDS
4. Pencegahan tersier

Memberikan tindakan pergejala, misalnya menurunkan suhu badan ketika


demam tinggi dan mengobati pilek/flu yang diderita penderita.
Meminimalkan efek samping serangan poliovirus.
Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan memberikan vitamin yang
tepat.
Memberikan terapi pada penderita yang di duga akan mengalami kelumpuhan
parah, seperti dengan menjalani fisioterapi sehingga pasien yang ototnya lemah
tidak sampai lumpuh total, walau jalannya sedikit pincang. Terapi tersebut dapat
berupa latihan jalan, pemanasan, pijat dan beraneka ragam latihan dengan
menggunakan alat.

Daftar Pustaka

Kasper, et al. Harissons Principles of Internal Medicine Vol. 1, 16th edition. McGraw-Hill, 2005
Lange. Current Medical Diagnosis & Treatment revised annually 2002. McGraw-Hill, 2002
Sidharta, Priguna & Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-10. Jakarta: Dian
Rakyat, 2004

The Global Polio Eradication Initiative, Centers of Disease Control and Prevention, WHO.

Anda mungkin juga menyukai