Anda di halaman 1dari 6

BRONKOPNEUMONIA

BRONKOPNEUMONIA

PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Bronkopneumonia.

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak
kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian
terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh
dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru
yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang
sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab
non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

DEFENISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus
yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari
seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)

ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi
Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon
seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia.
Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas
yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian
pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Pembagian secara etiologi :
Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia,
Haemofilus influenzae.
Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,
Adenovirus
Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
Corpus alienum
Aspirasi
Pneumonia hipostatik
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
:
Inhalasi langsung dari udara
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
Susunan anatomis rongga hidung
Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan
oleh sel epitel tersebut.
Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba
yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli
yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
C. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa
sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.
Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam
yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus
sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada
perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang
meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan
dapat terjadi antara 2-3 minggu.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran
ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan
juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis metabolik.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala
dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia,
bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan
adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis.
Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit
dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit
menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan
mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat
ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit
dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi
antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri

DIAGNOSA BANDING
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari
pemeriksaan sputum,yang mencakup:
Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)
Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat
selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampicilin.

KOMPLIKASI
Otitis media
Bronkiektase
Abses paru
Empiema

PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek
keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya
malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.

PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
Diposkan oleh HSI MD di 3/01/2008 07:09:00 PM

Anda mungkin juga menyukai