Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM PH METRI

PENENTUAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL


Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu nilai Mata Kuliah Praktikum
Instrumentasi Analitik oleh Ibu Dewi Widiabudiningsih, MT.

Kelompok VI :

1. Rizqi Amaliyah (161411086)


2. Sani Kartika (161411087)
3. Saraswati Ayu Kamadheni (161411088)
4. Shania Aqmarina (161411089)

Kelas : 1C

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang
didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Sedangkan peralatan yang
digunakan dalam spektrofometri disebut spektrofotometer.

Para kimiawan telah lama menggunakan bantuan warna sebagai bantuan dalam
mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai suatu perluasan
pemeriksaan visual yang dengan studi lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi
oleh macam-macam zat kimia memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-ciri
serta kuantitatifnya dengan ketelitian lebih besar.

1.2 Tujuan
1. Membuat larutan induk
2. Membuat larutan standar dari larutan induk.
3. Menentukan maksimum
4. Membuat kurva kalibrasi dari larutan standar dengan maksimum
5. Menentukan absorbansi larutan cuplikan dengan menggunakan maksimum
6. Menentukan konsentrasi larutan dengan menginterpolasikan absorbansi ke
dalam kurva kalibrasi, sehingga dihasilkan konsentrasi yang tidak diketahui.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Spektrofotometri adalah metode pengukuran konsentrasi suatu zat berdasarkan


besarnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari
panjang gelombang radiasi zat tersebut. Benda bercahaya seperti matahari atau suatu
bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar yang terdiri dari panjang
gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu
mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan
subjektif yang diterjemahkan oleh otak sebagai sebuah warna tampak. Namun banyak
radiasi yang dipancarkan oleh benda panas terletak diluar daerah kepekaan mata yaitu
daerah ultraviolet dan inframerah, dari spektrum yang terleak di kiri dan di kanan
daerah tampak spektrum elektromagnetik. Dalam daerah tampak spektrum itu dapat
mengkorelasikan panjang gelombang cahaya yang mengenai mata dengan indera
subjektif mengenai warna seperti diuraikan.

Dalam analisis dengan spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasipada daerah


ultraviolet-tampak, yaitu daerah ultra violet dengan panjang gelombang 180-380 nm,
sedangkan daerah sinar tampak pada panjang gelombang antara 380-750 nm.
Spektrum yang diperoleh akan lebih ideal, yaitu dengan lebar pita kurang 1nm. Hal
ini dikarenakan instrumen yang digunakan (spektrofotometer) dilengkapi dengan
sistem optik (yang dapat menghasilkan sebaran/dispers radiasi elektromagnetik yang
masuk) dan alat untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan.

Tabel 1. Hubungan antara Warna dengan Wasrna Komplementer

Panjang Gelombang
Warna Warna Komplementer
(nm)

400-435 Ungu Hijau kekuningan

435-480 Biru Kuning

480-490 Biru kehijauan Jingga

490-500 Hijau kebiruan Merah

3
500-560 Hijau Ungu kemerahan

560-580 Hijau kekuningan Ungu

595-610 Jingga Biru kehijauan

610-680 Merah Hijau kebiruan

680-700 Ungu kemerahan Hijau

Hukum dasr dari spektrofotometri dan Kalorimeter, diterangkan oleh Lambert dan
Beer, sehingga hukum atau persamaan yang digunakan dikenal dengan Hukum
Lambert-Beer.

Bila cahaya jatuh pada suatau medium homogen, maka sebagian cahaya tersebut akan
dipantulkan, sebagai diserap dalam medium dan sisanya diteruskan. Jika intensitas
cahaya yang masuk dinyatakan dengan Io intensitas cahaya yang dipantulkan Ir,
intensitas cahaya yang diserap Ia dan intensitas cahaya yang diteruskan It, maka :

IO = Ia + Ir + It

Untuk anatara muka udara-kaca sebagai akibat penggunaan sel kaca, cahaya
yang dipantulkan hanya sekitar 4% sehingga Ir biasanya terhapus dengan penggunaan
suatu control (misalnya dengan sel pembanding atau blanko), jadi :

IO = Ia + It

Lambert menjelaskan bahwa serapan cahaya merupakan fungsi ketebalan medium,


sedangkan Beer menjelaskan bahwa serapan cahaya sebagai fungsi konsentrasi
larutan yang bersangkutan.

A=kbc

Dengan, A adalah absorbansi, b adalah ketebalan medium, c adalah konsentrasi


larutan dan k adalah tetapan atau koefisien absorpsi yang tergantung pada satuan
konsentrasi yang digunakan. k dinyatakan sebagai absorptivitas serapan (=a) jika

4
konsentrasi larutan dalam satuan gram / liter dan k dinyatakan sebagai absorptivitas
molar atau ekstingsi molar (=E), jika konsentrasi larutan dalam satuan mol/liter.

A = a b c (gram/liter)

A = E b c (mol/liter)

Log l0/lt = A

T = lt/l0 (T adalah cahaya yang diteruskan atau transmitansi)

Jadi, A = log 1/T

Dari persamaan Lambert-Beer diatas menunjukan bahwa absorbansi (A) berbanding


lurus dengan konsentrasi larutan (c). Jika dibuat suatu kurva antara absorbansi (A)
lawan konsentrasi (c), maka akan diperoleh suatu kurva garis lurus (linear). Kurva
linear tersebut biasa dikenal dengan kurva kalibrasi atau kurva standar, yang dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan uji (sampel) setelah absorbansi dari
larutan uji tersebut diukur.

Kurva Kalibrasi
1
0.8
Absorbansi

0.6
0.4
Kurva Kalibrasi
0.2
0
0 2 4 6
Konsentrasi (ppm)

5
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Spektrofotometer labo 1 buah


2. Pipet tetes 1 buah
3. Pipet ukur 5 mL; 10 mL 2 buah ; 1 buah
4. Labu takar 50 mL 7 buah
5. Botol semprot 1 buah
6. Gelas kimia 30 mL; 500 mL 3 buah ; 1 buah
7. Bola hisap 2 buah
8. Kuvet 2 buah

3.1.2 Bahan

1. Larutan induk Fe3+ 100 ppm


2. Hidroksilamin hidroklorida 10%
3. Na-asetat 10%
4. Orto fenantrolin 0,1%
5. Aquades

3.2 Proedur Kerja

3.2.1 Persiapan Larutan

1. Siapkan 7 buah labu takar 50 ml.


2. Ke dalam maisng masing labu ditambahkan larutan standar Fe3+
sebanyak 0 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, dan 7 ppm.
3. Tambahkan larutan Natrium asetat 5 ml, ortophenontralin 0,5 ml dan
hydroksylamin.
4. Encerkan hingga tanda batas dengan aquades.
5. Lalu gojok.

3.2.2 SOP Spektometri Labo

1. Sambungkan alat dengan arus listrik.


2. Hidupkan alat, panaskan selama 15 menit.

6
3. Atur panjang gelombang yang diinginkan dengan memutar wavelength
control knob.
4. Pilih mode display nilai yang diinginkan, % Transmitan (T) atau
absorbansi (A) dengan menekan tombol A atau T.
5. Isi satu kuvet dengan larutan blanko (larutan dengan 0 ppm larutan
standar), masukkan ke sample compartment sejajar dengan celah.
6. Tutup compartment cell, set blanko dengan menekan 100 untuk mode
% transmitasi atau 0 untuk mode absorbance sampai tertera nilai 100
atau 0 di display.
7. Isi satu kuvet lain dengan larutan standar atau sampel, masukkan ke
sample compartment.
8. Geser sample compartment hingga larutan standar atau larutan sampel
berada sejajar dengan celah, baca nilai % tranmitan atau absorbansi.
9. Ulangi langkah 3 sampai 8 untuk semua larutan standar atau sampel.

3.2.3 Instruksi Kerja Mencari Panjang Gelombang Maksimum

1. Sambungkan alat dengan arus listrik.


2. Hidupkan alat, panaskan selama 15 menit.
3. Atur panjang gelombang yang diinginkan dengan memutar wavelength
control knob.
4. Pilih mode display nilai yang diinginkan, % Transmitan (T) atau
absorbansi (A) dengan menekan tombol A atau T.
5. Isi satu kuvet dengan larutan blanko (larutan dengan 0 ppm larutan
standar), masukkan ke sample compartment sejajar dengan celah.
6. Tutup compartment cell, set blanko dengan menekan 100 untuk mode
% transmitasi atau 0 untuk mode absorbance sampai tertera nilai 100
atau 0 di display.
7. Isi satu kuvet lain dengan larutan standar yang berkonsentrasi berada di
tengah tengah deret standar.
8. Geser sample compartment hingga sel yang berisi larutan standar
berada sejajar dengan celah, baca nilai absorbansinya.
9. Ulangi langkah 3 sampai 8 sampai didapat panjang gelombang 2 atau 3
absorban atau transmitan melewati serapan maksimum.

3.2.4 Instruksi Kerja Pembuatan Kurva Kalibrasidan Pengukuran Cuplikan

1. Sambungkan alat dengan arus listrik.


2. Hidupkan alat, panaskan selama 15 menit.

7
3. Atur panjang gelombang yang diinginkan dengan memutar wavelength
control knob.
4. Pilih mode display nilai yang diinginkan, % Transmitan (T) atau
absorbansi (A) dengan menekan tombol A atau T.
5. Isi satu kuvet dengan larutan blanko (larutan dengan 0 ppm larutan
standar), masukkan ke sample compartment sejajar dengan celah.
6. Tutup compartment cell, set blanko dengan menekan 100 untuk mode
% transmitasi atau 0 untuk mode absorbance sampai tertera nilai 100
atau 0 di display.
7. Isi satu kuvet lain dengan larutan standar terendah, masukkan ke
sampel compartment.
8. Geser sample compartment hingga larutan standar atau sample berada
sejajar dengan celah, baca nilai absorbansinya.
9. Ulangi langkah 5 sampai 8 untuk semua larutan standar mulai dengan
konsentrasi terendah dari sampel.

8
BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dengan Spektrofotometri Laboo

Tabel 4.1 hasil pengukuran dengan spektrofotometri Laboo

Panjang Gelombang Nilai


No. %T
() Absorbansi (A)

1 400 nm 0.294 50.9

2 410 nm 0.411 38.8

3 420 nm 0.488 32.6

4 430 nm 0.548 28.3

5 440 nm 0.595 25.4

6 450 nm 0.628 23.6

7 460 nm 0.649 22.4

8 470 nm 0.651 22.3

9 480 nm 0.723 18.9

10 490 nm 0.753 17.7

11 500 nm 0.774 16.8

12 510 nm 0.798 15.9

13 520 nm 0.859 13.9

14 530 nm 0.606 21.3

15 540 nm 0.382 41.5

9
4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dengan Spektronic-20.

Tabel 4.2 hasil pengukuran dengan Specctronic-20

Panjang Gelombang Nilai


No. %T
() Absorbansi (A)

1 400 nm 0.42 38

2 410 nm 0.449 35.5

3 420 nm 0.495 32

4 430 nm 0.678 21

5 440 nm 0.733 18.5

6 450 nm 0.796 15

7 460 nm 0.854 14

8 470 nm 0.921 12

9 480 nm 0.958 11

10 490 nm 1 10 Panjang
11 500 nm 1 10 gelombang
maksimum
12 510 nm 1 10 adalah 500 nm.

13 520 nm 0.939 11.5

14 530 nm 0.795 16

15 540 nm 0.576 26.5

16 550 nm 0.403 39.5

10
Grafik 4.1 hasil pengukuran dengan Specctronic-20

1.2

1
Nilai Absorbansi (A)

0.8

0.6

Nilai Absorbansi (A)


0.4

0.2
Panjang
Gelombang
0 Maksimum
420 nm

460 nm

500 nm
400 nm
410 nm

430 nm
440 nm
450 nm

470 nm
480 nm
490 nm

510 nm
520 nm
530 nm
540 nm
550 nm

Panjang Gelombang ()

4.3 Kalibrasi Spektofotometri Spektronic-20

Tabel 4.3 tabel kalibrasi spektronik-20

No. Konsentrasi Nilai A %T

1 1 ppm 0.046 90

2 2 ppm 0.502 31.5

3 3 ppm 0.745 18

4 4 ppm 1 10

5 6 ppm 1.397 4

6 8 ppm 1.824 1.5

7 Sampel 1 0.284 52

8 Sampel 2 0.444 36

11
Grafik 4.2 Kurva Kalibrasi

1.8

1.6

1.4
y = 0.338x - 0.264
1.2 R = 0.989

1
A

Nilai A
0.8 Linear (Nilai A)

0.6
Sampel 1
0.4 Sampel 2
0.2

0
0 2 4 6 8
Konsentrasi (ppm)

4.4 Penentuan Konsentasi Sampel

Persamaan Regresi Linier


y = 0.338x - 0.264
R = 0.989

Mencari Nilai ppm Sampel 1 lewat persamaan garis.


y = 0.338x - 0.264
0,284 = 0.38x 0,026
0,38x = 0,284 + 0,026
0,31
x = 0,38
x = 0,816 ppm

12
Mencari Nilai ppm Sampel 2 lewat persamaan garis.
y = 0.338x - 0.264
0,444 = 0.38x 0,026
0,38x = 0,444 + 0,026
0,47
x = 0,38
x = 1,237 ppm

13
BAB V

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

5.1 Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pengukuran besi dimana besi yang terukur adalah
besi total. Besi dalam suasana asam ini akan bereaksi dengan orto-fenantrolin yang
berwarna merah yang diukur pada panjang gelombang maksimum Fe yaitu pada
500 nm. Alat yang digunakan untuk menganalisis besi ini yaitu spektrofotometer
labo. Spektrofotometer ini menggunakan sinar visible atau tampak (380nm
780nm) sehingga larutan yang diukur harus berwarna. Langkah-langkah utama
dalam analisis dengan sinar tampak adalah :
1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar tampak.
2. Pemilihan panjang gelombang maksimum.
3. Pembuatan kurva kalibrasi.

Pada analisis besi ini, larutan dibuat berwarna dengan mengoksidasi Fe2+ menjadi
Fe3+ ini membentuk senyawa kompleks dengan orto-fenantronin, sehingga
konsentrasi Fe total dapat terukur. Penentuan konsentrasi besi dari sampel dapat
ditentukan dengan menginterpolasikan kedalam kurva kalibrasi besi.

Pada pengerjaan awal, dibuat terlebih dahulu membuat larutan deret standar besi.
Dari larutan induk 100 ppm ini dibuat dengan deret standar 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 3, 4, 5
ml. Setelah pemipetan larutan induk, kemudian larutan ditambahkan larutan
CH3COONa. Penambahan CH3COONa ini adalah untuk mengoksidasi Fe2+
menjadi Fe3+ sehingga Fe total dapat dihitung.

Penambahan CH3COONa juga untuk membuat suasana asam, karena dalam


suasana asam Fe3+ dapat membentuk senyawa kompleks dengan orto fenantronin.
Kemudian setelah penambahan CH3COONa di tambahkan, kemudian
ditambahkan orto fenantronin, fungsi dari penambahan lautan ini adalah untuk
membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah, dimana larutan yang
berwarna ini merupakan persyaratan untuk diukur menggunakan spektrofotometer
laboo karena menggunakan sinar tampak.

Suatu larutan dijadikan sebagai pereaksi harus memenuhi beberapa persyaratan.


Orto fenantronin merupakan pereaksi warna, sebab:
Reaksinya dengan zat yang dianalisis yaitu besi(Fe) selektif dan sensitif
yaitu membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah bata.

14
Warna yang ditimbulkan yaitu merah bata, stabil untuk jangka waktu
yang lama, sehingga serapannya tidak berubah-ubah hingga akhir
analisis.
Tidak membentuk warna dengan zat-zat lain yaitu ion H+, Cl- dan
CH3COO- yang ada dalam larutan.

Pada spektrofotometer ini terdapat 4 kotak tempat penyimpanan kuvet yang dapat
diisi lebih dari satu kuvet. Dimana, pengukuran setiap kuvetnya dapat digeser ke
depan atau ke belakang. Kuvet yang akan diukur digeser hingga ke tengah-tengah,
sedangkan kuvet yang ada di depannya maupun dibelakangnya tidak akan ikut
terukur. Larutan yang terukur adalah yang berada pada kuvet yang digeser hingga
ketengah tepat melewati sinar monokromatis. Pada percobaan ini kotak yang terisi
adalah sebanyak 2 kotak yang diisi oleh 2 kuvet.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan percobaan dengan mengukur panjang


gelombang pada larutan standar Fe 2 ml. Semakin besar panjang gelombang maka
akan semakin besar absorbansinya. Tapi dalam kondisi tertentu, absorbansi akan
kembali turun saat bertambahnya panjang gelombang. Setiap pergantian
pengukuran panjang gelombang selalu diukur terlebih dahulu larutan blanko,
dimana larutan blanko % transmitansinya harus 100. Larutan blanko yang
digunakan adalah pereaksi yang digunakan (tanpa sampel atau larutan Fe). Fungsi
dari blanko sendiri adalah mengukur serapan pereaksi yang digunakan untuk
analisis kadar Fe sehingga jumlah serapan Fe sendiri adalah nilai absorbansi
larutan standar atau sampel (mengandung pereaksi dan Fe) dikurangi serapan
pereaksinya. Sehingga absorbansi yang didapat pada pengukuran ini adalah
serapan untuk Fe dalam sampel, fungsi kalibrasi juga untuk menghilangkan efek
refleksi akibat pancaran sinar radiasi menuju larutan.

Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu


panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi
besar terletak pada konsentrasi ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi.
Panjang gelombang yang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi
perubahan absorbansi yang paling besar serta pada panjang gelombang maksimum
bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Pada panjang
gelombang maksimum pun apabila dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan
yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali,
ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

15
Dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa campuran
larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquades.
Larutan kompleks yang terbentuk berwarna orange.

Langkah selanjutnya adalah penentuan panjang gelombang maksimum. Rentang


panjang gelombang yang diuji adalah 400-550 nm. Dari hasil percobaan pada
panjang gelombang yang berbeda zat sampel menyerap cahaya dengan absorbansi
yang berbeda pula. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan semakin
besar pula absorbansinya, namun pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali
menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Jika dilihat dari data
percobaan, pada panjang gelombang 400 nm molekul-molekul dalam larutan
standar hanya mampu memperoleh absorbansi sebesar 0,42 atau hanya 42%
cahaya yang diserap pada panjang gelombang tersebut. Nilai absorbansi ini terus
meningkat hingga pada panjang gelombang 500 nm dengan absorbansi 1 atau
100% cahaya diserap. Kemudian absorbansi kembali menurun dengan
meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang
tersebut kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari
hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap
cahaya secara maksimal terjadi pada panjang gelombang 500 nm.

Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pengukuran deret standar pada


panjang gelombang maksimum 500 nm. Sesuai hukum Lambert-Beer, A = E b c,
dimana absorbansi sebanding dengan konsentrasi larutan. Semakin besar
konsentrasi larutan, maka absorbansi yang diperoleh juga akan semakin besar.
Dari data absorbansi deret standar ini diperoleh nilai kalibrasi dengan persamaan
garis y = 0.338x - 0.264.

Selanjutnya dilakukaan pengukuran absorbansi sampel. Dari percobaan, diperoleh


absorbansi sampel pertama yaitu 0,284 dan sampel kedua memiliki absorbansi
sebesar 0.444. Dari data ini diketahui bahwa sampel pertama memiliki konsentrasi
sebesar 0,816 ppm dan sampel kedua memliki konsentrasi sebesar 1,237 ppm.

16
5.1 Kesimpulan

Dari data hasil percobaan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Nilai absorbansi dan konsentrasi sampel yang diperoleh sebagai berikut.

No. Konsentrasi Nilai A %T

1 1 ppm 0.046 90

2 2 ppm 0.502 31.5

3 3 ppm 0.745 18

4 4 ppm 1 10

5 6 ppm 1.397 4

6 8 ppm 1.824 1.5

7 Sampel 1 0.284 52

8 Sampel 2 0.444 36

*Konsentrasi sampel 1 dan 2 diperoleh dari persamaan y = 0.338x - 0.264 yang


diperoleh dari grafik percobaan.
2. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 500 nm dengan nilai
absorbansi sebesar 1. Hal ini menandakan bahwa pada panjang gelombang 500
nm, larutan standar menyerap warna secara maksimal.
3. Semakin pekat warna suatu larutan maka jumlah cahaya yang diserap semakin
banyak.
4. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula
absorbansinya

17
Lampiran
1. Perhitungan Larutan
a. Pembuatan larutan O-fenantrolin 0,1% dalam 250 mL
Massa fenantrolin = 0,1 % x 100 mL = 0,1 gram

b. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 10% dalam 100 mL


Massa hidroksilamin-HCl 10% = 10 % x 100 mL = 10 gram

c. Pembuatan larutan Natrium asetat 10%. dalam 250 mL


massa CH3COONa = 10% x 250 mL = 25 gram

2. Pengenceran larutan standar Fe 1000 ppm mnjadi 100 ppm dalam 100 mL
Untuk menentukan V1 yang akan digunakan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus pengenceran, yaitu :
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x 10 ml = 100 ppm x V2
V2 = 100 ml
3. Pembuatan Larutan Uji Coba
Pembuatan larutan blanko
Larutan yang dicampurkan yaitu hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat,
dan orto-fenantrolin masing-masing 5 ml dan dilarutkan dengan aquades
hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 0 ml = 50 ml x N2
N2 = 0 ppm
Pembuatan larutan Fe 0,5 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu rutan induk Fe 0,5 ml, hidroksilamin-HCl 5
ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 0,5 ml = 50 ml x N2
N2 = 1 ppm

Pembuatan larutan Fe 1 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu larutan induk Fe 1 ml, hidroksilamin-HCl 5
ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 1 ml = 50 ml x N2
N2 = 2 ppm

18
Pembuatan larutan Fe 1,5 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu larutan induk Fe 1,5 ml hidroksilamin-HCl
5 ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 1,5 ml = 50 ml x N2
N2 = 3 ppm

Pembuatan larutan Fe 2 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu larutan induk Fe 2 ml hidroksilamin-HCl 5
ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 2 ml = 50 ml x N2
N2 = 4 ppm
Pembuatan larutan Fe 3 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu larutan induk Fe 3 ml hidroksilamin-HCl 5
ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 3 ml = 50 ml x N2
N2 = 6 ppm
Pembuatan larutan Fe 4 ml
Larutan yang dicampurkan yaitu larutan induk Fe 4 ml hidroksilamin-HCl 5
ml, larutan natrium asetat 5 ml, dan orto-fenantrolin 5 ml, dan dilarutkan
dengan aquades hingga 50 ml.
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x 4 ml = 50 ml x N2
N2 = 8 ppm

4. Perhitungan Konsentrasi Sampel


a. Sampel 1
Mencari Nilai ppm Sampel 1 menggunakan persamaan garis.
y = 0.338x - 0.264
0,284 = 0.38x 0,026
0,38x = 0,284 + 0,026
0,31
x = 0,38
x = 0,816 ppm

19
b. Sampel 2
Mencari Nilai ppm Sampel 1 menggunakan persamaan garis.

y = 0.338x - 0.264
0,444 = 0.38x 0,026
0,38x = 0,444 + 0,026
0,47
x = 0,38
x = 1,237 ppm

5. Dokumentasi

20
Daftar Pustaka

Purnama, Yaktiva Dwi. 2010. Penentuan Kadar Besi (Fe) Dalam Sampel Dengan
Teknik Spektrofotometer UV- Vis.
http://tivachemchem.blogspot.co.id/2010/10/penentuan-kadar-besi-fe-dalam-
sampel.html diakses pada 5 Maret 2017 pukul 22.43

Tim. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen KKTK-1073. Bandung :


Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.

21

Anda mungkin juga menyukai