Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian


anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebra). Karena letaknya paling luar itulah sehingga konjungtiva sering
terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu.
Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.1,2
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.4
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau
panas, sensasi penuh disekitar mata, gatal, dan fotofobia. Tanda penting konjungtivitis
adalah hiperemia, air mata berlebih, eksudasi, pseudoptosis, hipertropi papiler, kemosis,
folikel, pseudomembran, granuloma, dan adenopati preaurikuler. Penyebanya umumnya
eksogen, namun dapat endogen. Ada tiga tipe utama, yakni konjungtivitis infeksi, alergi,
dan kimia.1,2
Berdasarkan agen penyebabnya maka konjungtivitis dapat dibedakan konjungtivitis
bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis rickettsia,
konjungtivitis fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika, konjungtivitis kimia
atau iritatif, konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta konjungtivitis yang
berhubungan dengan penyakit sistemik. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri
merupakan konjungtivitis yang sering dijumpai kedua setelah konjungtivitis viral apabila
dibandingkan dengan konjungtivitis tipe lainnya. Berdasarkan atas lamanya penyakit
maka konjungtivitis dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.1,3,4
Konjungtivitis dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Di Negara maju
seperti Amerika, telah diperhitungkan bahwa 6 juta penduduknya telah terkena
konjungtivitis akut5 dan diketahui insiden konjungtivitis bakteri sebesar 135 per 10.000
penderita, baik pada anak-anak maupun pada dewasa dan juga lansia.6 Insidensi
konjungtivitis di Indonesia saat ini menduduki tempat kedua (9,7%) dari 10 penyakit
mata utama.3 Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan laki-laki dengan
insidens yang sama. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi

1
merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata
bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis bisa diberikan tablet, suntikan maupun
tetes mata yang mengandung antibiotik.7 Di Indonesia penyakit ini masih banyak
terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak hygiene.8
Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha
kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.9

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva mengandung epitel squamous non keratinosit
dengan sejumlah sel goblet dan subtansia propria yang tipis, kaya pembuluh darah, dan
mengandung pembuluh limfe, sel plasma, makrofag, dan sel mast. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (mucocutaneus junction) dan dengan
epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh
sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.10,11

Gambar 1.Struktur anatomi dari conjungtiva 4

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu: konjungtiva palpebralis, konjungtiva bulbi,


dan konjungtiva forniks. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva

3
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan menutupi jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan
konjungtiva palpebralis dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks
berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah
bergerak.3,10,11
Konjungtiva bulbi, melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-
kali.Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal
superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3
mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya.
Konjungtiva bulbaris yang lunak, mudah bergerak dan tebal (plika semiulnaris) terletak
di kantus medial. Struktur epidermoid yang kecil semacam daging (karunkula)
menempel superfisial ke bagian dalam plika semiulnaris dan merupakan zona transisi
yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.10
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringan-jaringan vaskuler
konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan
superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata
hingga membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama nervus V (nervus oftalmikus). Saraf ini hanya sedikit mempunyai
serat nyeri.10

B. Etiologi
Bentuk konjungtivitis bakterial di kelompokkan menjadi konjungtivitis hiperakut
dan subakut, akut catarrhal, dan menahun.12 Penyebab paling sering dari konjungtivitis
hiperakut adalah N. Gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis. Konjungtivitis subakut
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, sedangkan konjungtivitis kataralis akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Haemophilus aegyptus.13 Konjungtivitis bakterial kronik disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata, Pseudomonas, Enterobacteriaceae dan
Proteus spp. Dari kesemuanya, tiga patogen yang paling umum menyebabkan

4
konjungtivitis bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus.14

C. Patofisiologi
Mata mempunyai mekanisme pertahanan terhadap invasi bakteri. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi berupa lapisan epitel yang menutupi konjungtiva dan
pertahanan sekunder melibatkan mekanisme imun hematologik yang dibawa oleh
pembuluh darah konjungtiva, lisozim bakteriostatik, immunoglobulin pada tear film,
kedipan mata, dan bakteri non patogenik yang berkolonisasi pada mata dan berkompetisi
dengan organisme yang mencoba menginvasi. Apabila salah satu dari mekanisme
pertahanan ini terganggu, maka infeksi bakteri patogen dapat terjadi.15,16
Infeksi bakteri dan eksotoksin yang mereka produksi akan dikenali sebagai antigen.
Hal ini akan menginduksi reaksi antigen-antibodi dan menyebabkan terjadinya inflamasi.
Pada orang yang sehat, mata akan berusaha untuk kembali ke kondisi homeostasis, dan
bakterinya akan dieradikasi. Namun, invasi bakteri yang berat bisa menjadi sangat sulit
untuk di lawan, dan menyebabkan terjadinya infeksi konjungtiva dan yang selanjutnya
dapat meluas ke kornea dan bagian mata lainnya.16
Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan dan infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang pada substansia propria. Sumber
infeksinya adalah kontak langsung dengan sekret individu yang terinfeksi, biasanya
melalui kontak mata-tangan (eye-hand contact) atau penyebaran infeksi dari organisme
yang berkoloni pada mukosa nasal dan sinus pasien sendiri. Pada orang dewasa dengan
konjungtivitis bakteri unilateral, sistem nasolakrimal sebaiknya diperiksa karena
obstruksi duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat menyebabkan
konjungtivitis bakteri unilateral.13

5
D. Gejala Klinik
Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara lain:
- Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
- Injeksi konjungtiva
- Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
- Edema kelopak mata
- Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
- Nyeri tidak ada atau minimal
- Epifora (air mata berlebih)
- Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
- Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain karena
adanya sekret (glue eye)
- Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya discharge
(sekret) atau debris pada tear film.
- Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar dengan mudah
ke mata sebelah.11,12,16

1. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut)


Konjungtivitis bakteri hiperakut merupakan suatu keadaan infeksi yang berat
dan membutuhkan penanganan optalmik yang cepat. Onsetnya tiba-tiba (12-24 jam)
dan ditandai dengan adanya sekret purulen kuning kehijauan yang berlebihan
disertai edema kelopak mata, hiperemia, kemosis (utamanya di limbus), dan sering
terdapat limfadenopati preaurikuler. Dapat juga terjadi perkembangan menjadi
keratitis yang ditandai dengan fotofobia, penurunan visus, dan fluorescein uptake.
Penyebabnya adalah N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis, dimana causa oleh N.
Gonorrhoeae lebih sering terjadi. Infeksi dari kedua jenis ini mempunyai gejala
yang mirip, dan hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikrobiologi.12,17
Infeksi okuler gonokokkal biasanya dialami oleh neonatus (ophtalmia
neonatorum) dan pada dewasa muda. Pada bayi, penyakit ini umunya ditandai
dengan adanya discharge bilateral tiga sampai empat hari setelah di lahirkan.
Penularannya biasanya terjadi dari ibu ke bayi saat persalinan. Pada dewasa,

6
penularannya biasanya dari genitalia ke tangan kemudian ke mata (berkaitan dengan
penyakit menular seksual).17
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H. Influenzae
ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.17

2. Konjungtivitis Bakterial Kataralis Akut


Konjungtivitis ini sering terdapat dalam bentuk epidemik atau disebut mata
merah oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemia
konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Gejala lainnya
adalah rasa terbakar, iritasi, dan air mata keluar. Pasien sering mengeluhkan kedua
kelopak matanya melengket saat bangun dari tidur. Pembengkakan konjungtiva dan
edema kelopak mata ringan dapat timbul. Gejala dari konjungtivitis akut ini lebih
ringan, dan progresifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan konjungtivitis
hiperakut.12,17

3. Konjungtivitis Bakterial Kronik


Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga
dapat menyertai blefaritis bakterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pada
beberapa kasus, konjungtivitis bakterial kronik juga berhubungan dengan seboroik
facial.12,17

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain, pekerjaan,
riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit, riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik:
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret yang
muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama lain terutama
saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus preaurikuler jarang ditemukan
pada konjungtivitis bakteri, namun biasanya ditemukan pada konjungtivitis

7
bakteri yang berat. Dapat terjadi pembengkakan kelopak mata yang ringan,
refleks pupil normal.15,17
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat terlihat
berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh darahnya tampak
disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana hal ini biasanya nampak pada
infeksi viral. Pada infeksi bakteri, polanya adalah papilar dimana pembuluh
darah berada pada pusat lesi kecil yang timbul.15
- Pemeriksaan laboratorium: Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme
dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa. Pemeriksaan ini menampilkan
banyak neutrophil polimorfonuklear.

F. Diagnosis Differensial
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:3,11,17
- Konjungtivitis Virus
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma

8
G. Terapi
- Terapi antibakterial broad-spectrum yang diberikan secara topikal, yaitu
chloramphenicol (1%), gentamycin (0,3%) atau flamycetin eye drops setiap 3-4
tetes per hari. Penggunaan salep mata sebelum tidur dapat mengurangi
perlengketan kelopak mata pada pagi hari. Jika penggunaan antibiotik tersebut
tidak menimbulkan kesembuhan, dapat digunakan antibiotik topikal lain seperti
ciprofloxacin, ofloxacin, dan gatifloxacin.
- Terapi antibiotik sistemik, yang digunakan pada konjungtivitis yang
disebabkan N gonorrhoeae dan N meningitidis. Beberapa obat tersebut yaitu
norfloxacin, cefoxitim, ceftriaxon, dan spectinomycin.

- Pada konjungtivitis purulen akut dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi pada
kantung konjungtiva dengan cairan salin untuk membersihkan sekret pada
konjungtiva. Namun, irigasi mata ini tidak boleh dilakukan secara rutin karena
dapat merusak kandungan lisozim air mata.

- Pemberian atropin topikal, jika konjungtivitis tersebut melibatkan kornea


sehingga terjadi ulkus kornea.

- Pemberian tetes mata astringen seperti tetes mata asam zins-boric pada
konjungtivitis bakteri kronik, yang dapat meringankan gejala-gejalanya.

- Edukasi terhadap kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar untuk mencegah


penularan penyakit.

- Penggunaan kacamata hitam, yang dapat mengurangi fotofobia

- Pada konjungtivitis mukopurulen, tidak boleh digunakan balut mata karena dapat
menyebabkan pertumbuhan bakteri

- Terapi antiinflamasi dan analgesik, yang dapat digunakan untuk menyembuhkan


gejala nyeri

9
H. Komplikasi
- Blefaritis marginal kronik
- Ulserasi kornea dan perforasi

I. Perjalanan dan Prognosis


Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis Staphylococcus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokkus (yang bila tidak diobati
berakibat ulkus kornea, abses kornea, perforasi kornea, dan endoftalmitis).
Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.12

10
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : TnJ. B
Umur : 30 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Bangsa/Suku : Indonesia/Minahasa
Alamat : Manembo-nembo
No.CM : 486649

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :Merah pada kedua mata

Riwayat penyakit sekarang


Merah pada kedua mata dialami sejak 3hari yang lalu sebelum datang ke poliklinik
mata RSUP Prof. Kandou Malalayang. Awalnya pasien mengeluh kedua matanya
terasa mengganjal dan gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua mata.
Pasien mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak
berwarna kekuningan yang membuat pasien sulit membuka kedua mata. Pasien juga
mengeluhkan rasa terbakar pada kedua mata dan air mata sering keluar. Sebelum
berobat ke polimata, pasien sudah memberikan tetes mata tapi keluhan tidak
berkurang sehingga pasien berobat ke poliklinik mata RSUP Prof. Kandou
Malalayang. Tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya, riwayat pemakaian lensa
kontak tidak ada.

Riwayat Pemakaian Obat


Tetes mata insto

Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun
bahan-bahan alergen lainnya.

11
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita penyakit kronis dan penyakit sistemik disangkal oleh
pasien.Riwayat bersin pagi hari, kemerahan pada pipi dan asma juga disangkal
pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Status Generalis : Dalam Batas Normal
Tanda Vital TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,50C

Status Oftalmologi :
OD OS

Visus 6/6 6/6

TIO 12,2 12,2

Sekret (+) (+)

Pergerakan Ke segala arah Ke segala arah

Palpebra Bentuk normal, Bentuk normal,

oedem (-) oedem (-)

Konjungtiva Inj. Konjungtiva (+) Inj. Konjungtiva (+)

Inj. Silier (-) Inj. Silier (-)

12
Kornea Jernih Jernih

Sklera Putih Putih

COA Dalam Dalam

Iris Sinekia (-) Sinekia (-)

Pupil Bulat, 3 mm, refleks Bulat, 3 mm, refleks


cahaya (+) cahaya (+)

Lensa Jernih Jernih

Pemeriksaan
Seg.Posterior

R. Fundus (+) Uniform (+) Uniform

Papil N.II Bulat,batas tegas,warna Bulat,batas tegas,warna


vital,CDR 0,3 vital,CDR 0,3

Retina Perdarahan (-), Eksudat Perdarahan (-), Eksudat


(-) (-)

Makula R.Fovea (+) R.Fovea (+)

RESUME
Seorang laki-laki umur 30 tahun, datang ke poliklinik mata RSUP Prof. R.D
Kandou Malalayang dengan keluhan utama mata merah di kedua mata dialami sejak
3hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh kedua mata terasa mengganjal dan gatal
sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua matanya. Dari hasil anamnesis
didapati sekret kekuningan (+), Glue eye (+), Rasa terbakar (+), keluar air mata (+).
Pada pemeriksaan didapati Injeksi konjungtiva (+) ODS.

13
Foto Mata Pasien (Oculi Dextra et Sinistra)

DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis kerja
Konjungtivitis Bakterial akut ODS

PENATALAKSANAAN
1. Ofloxacin 0,3% ED 6x1 gtt ODS
2. Gentamicin 0,3% EO 2x1 app ODS
3. Artificial tears ED 8 x 1 gtt ODS
4. Vitamin C tablet 2 x 50 mg

PROGNOSIS
Que ad vitam : Bonam
Que ad functionam : Bonam
Que ad sanationam : Dubia

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Konjungtivitis bakteri ditandai dengan injeksi konjungtiva, sering dikaitkan


dengan cairan mukopurulen ataupun purulen. Gejala biasanya dimulai pada satu mata,
tetapi dapat menyebar ke mata yang lain.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis menderita
konjungtivitis bakterial, kedua mata merah yang berlangsung selama +3 hari.
Awalnya pasien mengeluh kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien sering
menggosok-gosok kedua matanya dan keluar kotoran mata yang berwarna bening
kekuningan yang bertambah banyak pada bangun saat bangun tidur dan membuat
kedua mata sulit dibuka. Gejala-gejala yang dialami sesaui dengan gejala dan tanda
dari konjungtivitis bakterial akut yang oleh orang awam disebut mata merah,
dimana didapatkan hiperemi konjungtiva secara akut dan berwarna merah terang,
eksudat mukopurulen sedang, dan kedua mata mengalami glue eye saat bangun
tidur.
Pada kasus ini didiagnosis banding dengan konjungtivitis virus, pada
konjungtivitis virus kotoran mata didapati cair bening sedangkan pada kasus kotoran
mata didapati mukopurulen. Pada konjungtivitis virus juga tidak didapati glue eye
pada saat bangun tidur. Konjungtivitis Alergi juga dapat dijadikan diagnosis banding,
melihat gejalanya yang hampir sama dengan konjungtivitas bakterial, yang
membedakan adalah kotoran matanya, pada konjungtivitis alergi didapati kotoran
mata cair mukoid.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Pada kasus ini pasien diterapi dengan antibiotik ofloxacin 0,5%
6x1 tetes ODS dan Gentamicin Zalf 2x1 app ODS. Pemberian antibiotik spektrum
luas diberikan jika tidak diketahui bakteri spesifik. Gentamycin merupakan antibiotik
topikal dengan spektrum antibakteri yang luas, aktif terhadap bakteri Gram positif dan
Gram negatif, termasuk bakteri anaerob. Diberikan juga Artificial tears 8 x 1 tetes
ODS sebagai air mata buatan dan berguna untuk irigasi mata. Irigasi mata penting
untuk membantu menghilangkan debris. Pada pasien ini juga diberikan vitamin C
2x50 mg untuk mempercepat proses penyembuhan

15
BAB V
PENUTUP

Pada kasus ini didiagnosa konjungtivitis bakteri okuli dekstra et sinistra yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
oftalmikus.
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus berjudul Konjungtiviis Bakteri Okuli
Dekstra et Sinistra dari seorang pasien wanita, 30 tahun yang datang berobat ke
Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R.D. Kandou pada tanggal 21 Desember 2016.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata.Surabaya: RSUD Dokter
Soetomo.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2008. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
hal.109-28.

4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Oftalmologi. Edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga
5. Udeh BL, Schneider JE, Ohsfeldt RL. 2008. Cost effectiveness of a point-ofcare test
for adenoviral conjunctivitis. Am J Med Sci.336(3):254264
6. Smith AF, Waycaster C.2009.Estimate of the direct and indirect annual cost of
bacterial conjunctivitis in the United States. BMC Ophthalmol. 9:13
7. Khurana AK. 2007. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
Publishers.
8. Erwin. 2012. Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Methodist Pematang Siantar
Terhadap Konjungtivitis. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan
9. Widyati, Retno dan Yuliars.2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Restoran. Jakarta:
Grasindo.
10. Riordan-Eva, Paul. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva, Paul;
Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition.
2004. London: McGraw-Hill; p.3-7.
11. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang, Ed.
Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New York: Thieme;
p.67-83.
12. Garcia-Ferrer, Francisco J.; Schwab, Ivan R.; Shetlar, Debra J. Conjunctiva. In:
Riordan-Eva, Paul; Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology, 16th Edition. 2004. London: McGraw-Hill; p.101-5.

17
13. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal Science
Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009. 2008. Singapore :
American Academy of Ophthalmology; p.169-71.
14. Wood, Mark. Conjunctivitis: Diagnosis and Management. In: Journal of Community
Eye Health, Vol.12 (30), 1999. Available in:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/ . Accessed on October26,
2011
15. Marlin, David S. Bacterial Conjunctivitis. Hampton Roy Sr, ed. Available in:
http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#showall. Updated: Jun 7,
2011. Accessed on October26, 2011.
16. Anonymous. AcuteBacterial Conjungtivitis. Available in:
www.cms.revoptom.com/handbook/sect2c.htm. Accessed on October26, 2011.
17. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family Physician.
February 15, 1998. Published by American Academy of Family Physicians. Available
in: www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on October 26, 2011.

18

Anda mungkin juga menyukai