PENDAHULUAN
1
merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata
bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis bisa diberikan tablet, suntikan maupun
tetes mata yang mengandung antibiotik.7 Di Indonesia penyakit ini masih banyak
terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak hygiene.8
Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha
kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.9
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva mengandung epitel squamous non keratinosit
dengan sejumlah sel goblet dan subtansia propria yang tipis, kaya pembuluh darah, dan
mengandung pembuluh limfe, sel plasma, makrofag, dan sel mast. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (mucocutaneus junction) dan dengan
epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh
sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.10,11
3
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan menutupi jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan
konjungtiva palpebralis dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks
berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah
bergerak.3,10,11
Konjungtiva bulbi, melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-
kali.Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal
superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3
mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya.
Konjungtiva bulbaris yang lunak, mudah bergerak dan tebal (plika semiulnaris) terletak
di kantus medial. Struktur epidermoid yang kecil semacam daging (karunkula)
menempel superfisial ke bagian dalam plika semiulnaris dan merupakan zona transisi
yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.10
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringan-jaringan vaskuler
konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan
superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata
hingga membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama nervus V (nervus oftalmikus). Saraf ini hanya sedikit mempunyai
serat nyeri.10
B. Etiologi
Bentuk konjungtivitis bakterial di kelompokkan menjadi konjungtivitis hiperakut
dan subakut, akut catarrhal, dan menahun.12 Penyebab paling sering dari konjungtivitis
hiperakut adalah N. Gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis. Konjungtivitis subakut
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, sedangkan konjungtivitis kataralis akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Haemophilus aegyptus.13 Konjungtivitis bakterial kronik disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata, Pseudomonas, Enterobacteriaceae dan
Proteus spp. Dari kesemuanya, tiga patogen yang paling umum menyebabkan
4
konjungtivitis bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus.14
C. Patofisiologi
Mata mempunyai mekanisme pertahanan terhadap invasi bakteri. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi berupa lapisan epitel yang menutupi konjungtiva dan
pertahanan sekunder melibatkan mekanisme imun hematologik yang dibawa oleh
pembuluh darah konjungtiva, lisozim bakteriostatik, immunoglobulin pada tear film,
kedipan mata, dan bakteri non patogenik yang berkolonisasi pada mata dan berkompetisi
dengan organisme yang mencoba menginvasi. Apabila salah satu dari mekanisme
pertahanan ini terganggu, maka infeksi bakteri patogen dapat terjadi.15,16
Infeksi bakteri dan eksotoksin yang mereka produksi akan dikenali sebagai antigen.
Hal ini akan menginduksi reaksi antigen-antibodi dan menyebabkan terjadinya inflamasi.
Pada orang yang sehat, mata akan berusaha untuk kembali ke kondisi homeostasis, dan
bakterinya akan dieradikasi. Namun, invasi bakteri yang berat bisa menjadi sangat sulit
untuk di lawan, dan menyebabkan terjadinya infeksi konjungtiva dan yang selanjutnya
dapat meluas ke kornea dan bagian mata lainnya.16
Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan dan infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang pada substansia propria. Sumber
infeksinya adalah kontak langsung dengan sekret individu yang terinfeksi, biasanya
melalui kontak mata-tangan (eye-hand contact) atau penyebaran infeksi dari organisme
yang berkoloni pada mukosa nasal dan sinus pasien sendiri. Pada orang dewasa dengan
konjungtivitis bakteri unilateral, sistem nasolakrimal sebaiknya diperiksa karena
obstruksi duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat menyebabkan
konjungtivitis bakteri unilateral.13
5
D. Gejala Klinik
Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara lain:
- Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
- Injeksi konjungtiva
- Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
- Edema kelopak mata
- Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
- Nyeri tidak ada atau minimal
- Epifora (air mata berlebih)
- Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
- Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain karena
adanya sekret (glue eye)
- Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya discharge
(sekret) atau debris pada tear film.
- Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar dengan mudah
ke mata sebelah.11,12,16
6
penularannya biasanya dari genitalia ke tangan kemudian ke mata (berkaitan dengan
penyakit menular seksual).17
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H. Influenzae
ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.17
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain, pekerjaan,
riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit, riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik:
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret yang
muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama lain terutama
saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus preaurikuler jarang ditemukan
pada konjungtivitis bakteri, namun biasanya ditemukan pada konjungtivitis
7
bakteri yang berat. Dapat terjadi pembengkakan kelopak mata yang ringan,
refleks pupil normal.15,17
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat terlihat
berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh darahnya tampak
disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana hal ini biasanya nampak pada
infeksi viral. Pada infeksi bakteri, polanya adalah papilar dimana pembuluh
darah berada pada pusat lesi kecil yang timbul.15
- Pemeriksaan laboratorium: Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme
dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa. Pemeriksaan ini menampilkan
banyak neutrophil polimorfonuklear.
F. Diagnosis Differensial
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:3,11,17
- Konjungtivitis Virus
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma
8
G. Terapi
- Terapi antibakterial broad-spectrum yang diberikan secara topikal, yaitu
chloramphenicol (1%), gentamycin (0,3%) atau flamycetin eye drops setiap 3-4
tetes per hari. Penggunaan salep mata sebelum tidur dapat mengurangi
perlengketan kelopak mata pada pagi hari. Jika penggunaan antibiotik tersebut
tidak menimbulkan kesembuhan, dapat digunakan antibiotik topikal lain seperti
ciprofloxacin, ofloxacin, dan gatifloxacin.
- Terapi antibiotik sistemik, yang digunakan pada konjungtivitis yang
disebabkan N gonorrhoeae dan N meningitidis. Beberapa obat tersebut yaitu
norfloxacin, cefoxitim, ceftriaxon, dan spectinomycin.
- Pada konjungtivitis purulen akut dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi pada
kantung konjungtiva dengan cairan salin untuk membersihkan sekret pada
konjungtiva. Namun, irigasi mata ini tidak boleh dilakukan secara rutin karena
dapat merusak kandungan lisozim air mata.
- Pemberian tetes mata astringen seperti tetes mata asam zins-boric pada
konjungtivitis bakteri kronik, yang dapat meringankan gejala-gejalanya.
- Pada konjungtivitis mukopurulen, tidak boleh digunakan balut mata karena dapat
menyebabkan pertumbuhan bakteri
9
H. Komplikasi
- Blefaritis marginal kronik
- Ulserasi kornea dan perforasi
10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : TnJ. B
Umur : 30 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Bangsa/Suku : Indonesia/Minahasa
Alamat : Manembo-nembo
No.CM : 486649
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :Merah pada kedua mata
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun
bahan-bahan alergen lainnya.
11
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita penyakit kronis dan penyakit sistemik disangkal oleh
pasien.Riwayat bersin pagi hari, kemerahan pada pipi dan asma juga disangkal
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Status Generalis : Dalam Batas Normal
Tanda Vital TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,50C
Status Oftalmologi :
OD OS
12
Kornea Jernih Jernih
Pemeriksaan
Seg.Posterior
RESUME
Seorang laki-laki umur 30 tahun, datang ke poliklinik mata RSUP Prof. R.D
Kandou Malalayang dengan keluhan utama mata merah di kedua mata dialami sejak
3hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh kedua mata terasa mengganjal dan gatal
sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua matanya. Dari hasil anamnesis
didapati sekret kekuningan (+), Glue eye (+), Rasa terbakar (+), keluar air mata (+).
Pada pemeriksaan didapati Injeksi konjungtiva (+) ODS.
13
Foto Mata Pasien (Oculi Dextra et Sinistra)
DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis kerja
Konjungtivitis Bakterial akut ODS
PENATALAKSANAAN
1. Ofloxacin 0,3% ED 6x1 gtt ODS
2. Gentamicin 0,3% EO 2x1 app ODS
3. Artificial tears ED 8 x 1 gtt ODS
4. Vitamin C tablet 2 x 50 mg
PROGNOSIS
Que ad vitam : Bonam
Que ad functionam : Bonam
Que ad sanationam : Dubia
14
BAB IV
PEMBAHASAN
15
BAB V
PENUTUP
Pada kasus ini didiagnosa konjungtivitis bakteri okuli dekstra et sinistra yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
oftalmikus.
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus berjudul Konjungtiviis Bakteri Okuli
Dekstra et Sinistra dari seorang pasien wanita, 30 tahun yang datang berobat ke
Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R.D. Kandou pada tanggal 21 Desember 2016.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata.Surabaya: RSUD Dokter
Soetomo.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2008. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
hal.109-28.
4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Oftalmologi. Edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga
5. Udeh BL, Schneider JE, Ohsfeldt RL. 2008. Cost effectiveness of a point-ofcare test
for adenoviral conjunctivitis. Am J Med Sci.336(3):254264
6. Smith AF, Waycaster C.2009.Estimate of the direct and indirect annual cost of
bacterial conjunctivitis in the United States. BMC Ophthalmol. 9:13
7. Khurana AK. 2007. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
Publishers.
8. Erwin. 2012. Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Methodist Pematang Siantar
Terhadap Konjungtivitis. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan
9. Widyati, Retno dan Yuliars.2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Restoran. Jakarta:
Grasindo.
10. Riordan-Eva, Paul. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva, Paul;
Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition.
2004. London: McGraw-Hill; p.3-7.
11. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang, Ed.
Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New York: Thieme;
p.67-83.
12. Garcia-Ferrer, Francisco J.; Schwab, Ivan R.; Shetlar, Debra J. Conjunctiva. In:
Riordan-Eva, Paul; Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology, 16th Edition. 2004. London: McGraw-Hill; p.101-5.
17
13. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal Science
Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009. 2008. Singapore :
American Academy of Ophthalmology; p.169-71.
14. Wood, Mark. Conjunctivitis: Diagnosis and Management. In: Journal of Community
Eye Health, Vol.12 (30), 1999. Available in:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/ . Accessed on October26,
2011
15. Marlin, David S. Bacterial Conjunctivitis. Hampton Roy Sr, ed. Available in:
http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#showall. Updated: Jun 7,
2011. Accessed on October26, 2011.
16. Anonymous. AcuteBacterial Conjungtivitis. Available in:
www.cms.revoptom.com/handbook/sect2c.htm. Accessed on October26, 2011.
17. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family Physician.
February 15, 1998. Published by American Academy of Family Physicians. Available
in: www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on October 26, 2011.
18