Anda di halaman 1dari 2

Gonggong-an GONG ditanyakan Galih padaku tadi.

suara
horor di dusun Tengahtiga.
Oleh : D.S
Saya mendengar suara horor itu di dusun
Seperti Senin biasanya, pagi itu Tengahtiga Bu. Kata seorang di ruang itu.
aku melenggang menuju tempat kerjaku.
Saya juga sama, suara itu berada persis di
Ku kayuh perlahan si merpati, sepeda
belakang gong raksasa di perbatasan antara
biruku itu. dusun Tengahdua, dan Tengahtiga jawab
Dua hari seminggu, Senin dan seorang lagi.
Selasa, aku menuju desa tempat ku
Saya pun mendengar, tapi yang saya
mengajar. Sebenarnya, dengan sukses heran, kenapa suara horor anjing
berwirausaha bersama suami tercinta, menggonggong itu hanya ada pada hari
agaknya aku tak perlu bersusah payah
Senin, dan Selasa? Hari dimana Bu Azza
menempuh jarak tiga dusun dari rumahku
mengajar?
dengan jalan berkerikil tajam hanya untuk
mendapat upah entah dalam tiap Merasa memang hanya akulah guru bantu
presensiku. Tapi ini kulakukan dengan niat yang mengajar pada hari Senin dan Selasa,
berbakti pada masyarakat pun atas saran aku sedikit gemetar.
suamiku.
Apa mungkin Si Penunggu gong itu tidak
Wajah-wajah lugu itu mulai rela ya Bu Azza mengajar di sini? cletuk
tampak. Seorang dari mereka berteriak, guru lain.
Bu Azza rawuuuuuuuuuh..... Aku
tersenyum. Tanpa sepintaku empat belas Aku pulang mengkayuh si merpati. Degup
anak kelas VI SD itu duduk rapi dan jantungku semakin keras. Tepat di
memberi salam hormat padaku. perbatasan dusun Tengahtiga dan dusun
Tengahdua, percakapan di kantor guru tadi
Bu, kala wau lewat dusun terbukti. Lagi, karena ini adalah ke sekian
Tengahtiga plipun? Taseh klungu suolo kali aku mendengar suara mistis itu,
holol ten gong laksasa...? tanya Galih, gonggongan anjing. Tepat di belakang
salah seorang siswa kelas itu yang cadel. gong berdiameter empat meter di
perbatasan dusun. Bulu kudukku
Wiwit kae nganti saiki, Bu Guru
merinding.
mboten nate krungu suoro horor kok
Nang jawab bohongku pada Galih, pun Ku kayuh si merpati semakin cepat, ingin
padaku sendiri. aku segera sampai di rumahku.

Pukul 13.00. Jam pulang sekolah. Aku bercerita dari A sampai Z kepada
Aku bergegas menutup ceramahku di kelas suamiku. Kali kedua aku bercerita hal
dan mempersilakan anak-anak untuk yang sama setelah pertama kalinya yaitu
berkemas. Sebelum pulang, aku srawung pada minggu pertama aku mengajar di
dengan para guru lain di kantor guru. SDN Tengahawal. Ia merespon, Selasa
esok, ia berjanji akan mengantar jemputku
Tanpa ku duga, ternyata mereka
mengajar.
pun sedang membahas mengenai apa yang
Pukul 06.15. Paham betul kami akan suamiku, menahannya agar menghentikan
menempuh jarak selama 30 menit, ternyata langkah mendekati gong.
ia sudah bersiap mengantarku. Aku segera
mengambil posisi paling nyaman di Gonggongan itu semakin keras, dan kami
boncengannya. Aku berpegang erat di terbata melihat ada apa di belakang gong
pinggang suamiku, tak ingin aku jatuh di itu. Bukan hantu, setan, atau
jalan berkerikil tajam itu. semacamnya.
Mungkin inilah hikmah dari jalan menuju
SDN Tengahawal yang tak bisa di lewati Di sana duduk termenung anak laki-laki
kendaraan lain selain sepeda. Bernostalgia berusia sekitar sepuluh tahun, dengan
dengan suamiku, berboncengan sepeda menggenggam sebuah buku usang, di
dengan tenangnya seperti masa pacaran sampingnya seekor anjing hitam yang
dulu. garang menggonggong begitu keras saat
kami mendekati mereka. Namun si anjing
Sampai di perbatasan dusun, Aku
menghentikan gonggongan seketika,
mendengarnya. ucapnya pelan. Apa?
begitu anak itu membelai lembut kepala si
tanyaku. Suara yang kau ceritakan itu.
anjing.
Kami berdua mendengarnya. Ya,
Asmane sinten Nang. . .? tanya
gonggongan anjing di balik gong .
suamiku.
Kalo suara itu masih ada sore nanti
Kali ketiga pertanyan itu diulang, sang
sepulangmu mengajar, kita cek sama-sama
anak baru menjawab. Falah.
langsung ke gong itu. ajak suamiku
dengan tenangnya. Lama berbincang, ternyata anak kecil itu
sengaja bersama anjingnya bersembunyi di
Njenengan wantun. . .? tanyaku sedikit
belakang gong tiap Senin dan Selasa, hari
ragu. Pripun nak ten mriku suoro setan?
di mana aku mengajar, ingin ia
Walah, kemungkinan paling buruk kalo mengenalku, karena ia mendengar teman-
itu memang setan ya kita sama-sama mati, teman sebayanya yang bersekolah di SDN
hehehe. jawabnya dengan nada guyon. Tengahawal bahwa aku adalah guru yang
menyenangkan. Sedang orangtuanya tak
Saat pulang, aku membonceng kembali mampu untuk menyekolahkan anak
seperti saat berangkat dari rumah tadi. malang itu. Hingga tak ada kesempatan
Begitu lewat perbatasan dusun, ternyata untuknya merasakan bagaimana aku
gonggongan itu justru terdengar semakin mengajar secara langsung.
keras dan jelas, dikayuhlah si merpati lebih
cepat oleh suamiku. Dan perkataannya ia Namamu Falah, dan kamu adalah anak
turutkan, si merpati dibelokkan ke arah yang beruntung. Bersekolahlah kamu
persawahan, dan di parkirnya sepeda mulai esok hari, kami akan menanggung
lawasku itu persis di belakang gong. semua biaya sekolahmu. Ucap suamiku
sambil mengoyak-oyak lembut rambut
Aku takut, kalau-kalau si penunggu gong anak kecil itu, dan akupun hanya
itu tak rela kami memarkirkan sepeda kami tersenyum menahan haru.
di belakang gong. Aku memegangi tangan

Anda mungkin juga menyukai