PEMBAHASAN
Preposisi I : nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari
perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan
pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah
pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah
seratus persen hutang.
Dividend Payout Ratio juga dapat dihitung dengan rumus per lembar
saham kembali berdasarkan per saham. Jika dividen per saham dan laba per
saham diketahui, rasio pembayaran dividen dapat dihitung dengan menggunakan
konsep dividen yang sama yang dibayarkan dibagi dengan pendapatan, atau laba
bersih.
= 24,1
Dividen Payout Ratio (DPR) = DPS x 100%
EPS
= 12,04 x 100%
24,1
= 49,96%
Cara 3:
Saldo Laba Ditahan = Net Profit Dividen
= Rp 635.271.036.798 Rp 317.388.336.709
= Rp 317.882.700.089
Retention Ratio (RR) = Retention
Net Profit (Laba Bersih)
= Rp 317.882.700.089
Rp 635.271.036.798
= 50,04%
Dividen Payout Ratio = 100% - Retention Ratio
= 100% - 50,04%
= 49,96%
F. Agency cost
Permasalahan yang merupakan akibat dari perbedaan kepentingan antara
pihak manajemen dengan pemegang saham yang disebut agency problem. Masalah
keagenan menimbulkan pengeluaran perusahaan untuk mencegah pihak manajemen
perusahaan melakukan penyalahgunaan wewenangnya untuk mengutamakan
kepentingannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme pengawasan atau
pemantauan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham. Dimana biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk mengawasi
dan memonitor kinerja manajemen sehingga mereka bekerja untuk kepentingan
perusahaan disebut sebagai agency cost. Pengurangan agency cost dapat dilakukan
dengan berbagai alternative diantaranya dengan meningkatkan proporsi kepemilikan
manajerial (insider ownership). Dimana perusahaan akan meningkatkan kepemilikan
manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajemen dengan pemegang saham
sehingga terjadi persamaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Hal
ini menyebabkan manajemen bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham,
maka peningkatan tersebut membuat manajemen termotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham, dimana
keputusan yang diambil akan menimbulkan manfaat bagi dirinya,sebaliknya manajer
akan menanggung konsekuensi dari keputusan yang salah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa struktur kepemilikan
manajerial sebagai sebuah instrument atau alat untuk mengurangi konflik keagenan
diantara berbagai klaim (claim holder) terhadap perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan
manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan
pemegang saham. Kepemilikan manajerial dapat diukur sebagai prosentase saham
biasa atau opsi saham yang dimiliki direktur atau officer. Dengan adanya peningkatan
prosentase kepemilikan akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham, maka manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Sementara itu fama (1980) dalam Widana (2007) mengatakan bahwa ada nya
pemisahan kepemilikan dan pengawasan atas suatu sekuritas kedalam suatu set
perspektif perjanjian diantara gen dan prinsipal merupakan suatu bentuk organisasi
yang efisien. Pernyataan tersebut menekankan bagaimana pentingnya hubungan
keagenan ini. Dalam manajemen keunggulan memaksimalkan kemakmuran
stockholders telah menjadi tujuan perusahaan, kemakmuran stockholders akan
tercermindari nilai perusahan. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit
manager atau insiderini bukan atas nama stackholdermanajemen perusahaan
cenderung lebih mengutamakan pemenuhan kepentingannya melalui asset perusahaan
yang mereka kuasai, perilaku seperti ini biasanya sering disebut dengan keterbatasan
rasional (bouded rational) dan terkait dengan sifat keengganan mennggung resiko
(risk averse).
Menurut Jensen dan Meckling (1976) yang dikutip (Aida, 2004) dalam
perusahaan, agency cost dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Pertama, the monitoring
cost berarti biaya yang harus dikeluarkan dan ditanggung oleh prinsipal (pemilik)
untuk memonitoring perilaku agen. Kedua, the bonding cost merupakan biaya yang
harus ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang
menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Ketiga, the
residual cost merupakan pengorbanan sebagai akibat berkurangnya kemakmuran
prinsipal dari perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen. Dari ketiga biaya
tersebut, biaya yang sering dipakai untuk mengukur agency cost adalah monitoring
cost. Adapun rumus monitoring cost adalah:
Monitoring Cost = Operation Expenses
Net Sales
G. Signalling theory
Signalling merupakan kegiatan pendanaan manajer yang dapat dipercaya
dapat merefleksikan nilai dari saham perusahaan. Pada umumnya pendanaan dengan
hutang dianggap sebagai signal positif sehingga manajer percaya bahwa saham
undervalued. Sebagai contoh anggap manajer menemukan adanya kesempatan
investasi yang menguntungkan memerlukan adanya tambahan pendanaan. Manajer
percaya bahwa prospek perusahaan ke depannya sangat bagus yang diindikasikan
dengan harga saham perusahaan sekarang. Dalam hal ini akan menguntungkan bagi
para stockholder untuk menggunakan hutang ini dianggap sebagai signal positif.
Sedangkan adanya penerbitan saham dianggap sebagai signal negatif sehingga
manajemen percaya bahwa saham overvalued. Hal ini mengakibatkan harga saham
akan menurun, underwriting cost (menerbitkan saham) tinggi sehingga pendanaan
dengan penerbitan saham baru sanat mahal dibandingkan dengan penggunaan hutang.
Teori ini dikembangkan oleh Ross (1979). Menyarankan perusahaan dengan
leverage yang besar dapat dipakai manajer sebagai signal yang optimis akan masa
depan perusahaan. Teori signaling ini muncul karena adanya permasalahan asimetris
informasi. Karena kondisi asimetris informasi ada dari waktu ke waktu, perusahaan
harus menjaga kapasitas cadangan ini memungkinkan manajer untuk mengambil
keuntungan dari kesempatan investasi tanpa harus menjual saham pada harga rendah.
Dengan demikian akan mengirimkan signal yang sangat mempengaruhi harga saham.
Adanya asumsi bahwa pasar keuangan tidak merefleksikan semua informasi
khususnya informasi yang belum tersedia di publik, maka memungkinkan bagi
manajer untuk memilih dalam penggunaan kebijakan pendanaan untuk
menyampaikan informasi ke pasar. Manajer sebagai pihak dalam yang memiliki akses
informasi tentang ekspektasi aliran kas perusahaan, akan memilih signal yang tidak
terlalu ambigu tentang masa depan perusahaan jika mereka memiliki insentif yang
tepat. Untuk melihat bagaimana proses bekerja insentif ini, maka kita asumsikan
manajer dilarang untuk memperdagangkan sekuritas dari perusahaan mereka. Hal ini
menjaga mereka dari keuntungan dengan mengeluarkan signal yang salah, seperti
mengumumkan berita buruk dan menjual singkat (short sale) walaupun mereka tahu
perusahaan bagus.
Myers dan Majluf (1984) juga membuat model signaling yang merupakan
kombinasi dari keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Manajer lebih baik dari
siapapun, diasumsikan mengetahui nilai sebenarnya perusahaan dimasa depan.
Disamping itu, manajer juga diasumsikan bertindak sesuai dengan perusahaan ketika
keputusan diambil. Pemegang saham lama ini juga diasumsikan pasif atau tidak
melakukan apapun untuk mengubah portofolio mereka. Untuk lebih mudah, maka
kita asumsikan tingkat Bungan adalah nol, dan tidak ada pajak, biaya transaksi, atau
pasar tidak sempurna.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MM membuktikan, dengan menggunakan sekumpulan asumsi bahwa nilai
perusahaan seharusnya tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Atau dengan kata
lain, hasil yang diperoleh MM menunjukkan bahwa bagaimana cara perusahaan
mendanai operasinya tidak memiliki pengaruh, sehingga struktur modal adalah
sesuatu yang tidak relevan. Teori Pecking Order (Pecking Order Theory) dalam
analisis struktur modal dikembangkan oleh Myers dan Majlut (1984). Berdasarkan
teori ini, sumber utama modal perusahaan yang pertama kali harus berasal dari hasil
usaha perusahaan yang berupa keuntungan bersih setelah pajak yang tidak dibagikan
kepada para pemilik perusahaan atau pemegang saham (laba ditahan).
Trade off theory adalah teori struktur modal yang menyatakan bahwa
perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang
ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan (brigham dan Houston,2011).
DAFTAR PUSTAKA