Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perawatan

Salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu industri manufaktur


ditentukan oleh kelancaran sistem produksi. Sehingga bila produksi lancar
akan menghasilkan produk yang berkualitas, waktu penyelesaian pembuatan
yang tepat, dan ongkos produksi yang murah. Proses tersebut tergantung dari
kondisi sumber daya yang dimiliki seperti manusia, mesin ataupun sarana
penunjang lainnya, di mana kondisi yang dimaksud adalah kondisi siap pakai
untuk menjalankan operasi produksinya, baik ketelitian, kemampuan ataupun
kepastiannya. Kondisi siap pakai dari mesin dan peralatan dapat dijaga dan
ditingkatkan kemampuannya dengan menerapkan program perawatan yang
terencana, teratur, dan terkontrol.

Perawatan atau maintenance merupakan salah satu fungsi utama


usaha, di mana fungsi-fungsi lainnya seperti pemasaran, produksi, keuangan,
dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu dijalankan secara baik,
karena dengan dijalankannya fungsi tersebut fasilitas-fasilitas produksi akan
terjaga kondisinya. Perawtan memang demikian besar pengaruhnya bagi
kesinambungan operasi suatu industri, sehingga perlu mendapatkan perhatian
yang cukup besar. Oleh karena itu, aktivitas perawatan merupakan bagian
integral dari suatu industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Beberapa pengertian perawatan antara lain:

1. Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata maintenance dapat


didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan untuk menjaga
atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar
fasilitas tersebut tetap dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap
pakai (Sudradjat, 2011: 2).
2. Perawatan atau pemeliharaan (maintenance) adalah konsepsi dari
semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan

8
9

kualitas fasilitas/mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti


kondisi awalnya (Ansori dan Mustajib, 2013: 2).
3. Perawtan atau pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai
tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau
memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima (Corder,
1976: 1).
4. Perawatan adalah aktivitas pemeliharaan, perbaikan, penggantian,
pembersihan, penyetelan, dan pemerikasaan terhadap objek yang
dirawat (Kurniawan, 2013: 2).

2.2. Peranan Perawatan Dalam Sistem Produksi

MASUKAN TRANSFORMASI KELUARAN

MAINTENANCE

Gambar 2.5 Peran perawatan dalam sistem produksi (Sudradjat, 2011: 5)

Di industri dikenal dengan suatu produk yang merupakan hasil dari


suatu proses baik secara terputus-putus ataupun secara berkesinambungan.
Proses tersebut membentuk suatu sistem yang terkait satu sama lain. Hal ini
disebut sebagai sistem produksi, lebih luas lagi sistem produksi merupakan
wahana atau sarana yang dipergunakan dalam mengubah masukan-masukan
seperti sumber daya manusia, mesin atau peralatan, dan yang lainnya guna
menciptakan barang atau jasa yang bermanfaat.

Dalam usaha untuk memenuhi keluaran yang diinginkan, pada


umumnya selalu diusahakan agar fasilitas dapat dipergunakan secara optimal,
sehingga kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar. Dan untuk menjaga
kelancaran kontinuitas kegiatan produksi tersebut dibutuhkan kegiatan
perawatan.

Dalam sistem produksi, peranan kegiatan perawtan tidak hanya untuk


menjaga agar semua sistem tetap bekerja, juga produk dapat dihasilkan untuk
10

kemudian diserahkan kepada konsumen secara tepat waktu dengan kualitas


sesuai yang diharapkan. Dengan cara mengurangi kemacetan-kemacetan
sekecil mungkin, sehingga sistem dapat bekerja secara efisien. Jadi peranan
perawatan dalam sistem produksi sangat menentukan, yakni menyangkut
kelancaran produksi, kelambatan, kualitas, volume produksi serta efisiensi
produksi.

Berdaarkan uraian di atas menunjukkan bahwa:

1) Fungsi perawatan berhubungan dengan proses produksi.


2) Kedudukan perawatan sebagai supporting atau pendukung.
3) Peralatan produksi dapat digunakan secara terus-menerus, hal ini
merupakan hasil dari perawatan.
4) Aktivitas perawatan akan selalu berhubungan dengan peralatan,
mesin, dan fasilitas-fasilitas lain.
5) Aktivitas perawatan harus selalu terkontrol.
6) Pekerjaan perawatan umumnya diperlukan pada saat dimana:
a) Batas kualitas fasilitas terendah dari yang diizinkan,
b) Lamanya pemakaian fasilitas atau disebut sebagai umur pakai.

2.3. Tujuan Perawatan

Ansori dan Mustajib (2013) menjelaskan bahwa proses perawatan


secara umum bertujuan untuk memfokuskan dalam langkah pencegahan
untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari peralatan dengan
memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan biaya
perawatan. Proses perawatan atau sistem perawatan merupakan sub sistem
dari sistem produksi, dimana tujuan sistem produksi tersebut adalah:

a) Memaksimasi profit dari peluang pasar yang tersedia.


b) Memperhatikan aspek teknis dan ekonomis pada proses konversi
material menjadi produk.

Sehingga sistem perawatan dapat membantu tercapainya tujuan


tersebut dengan adanya peningkatan profit dan kepuasan pelanggan, hal
11

tersebut dilakukan dengan pendekatan nilai fungsi (function) dari fasilitas


atau peralatan produksi yang ada dengan cara:

1) Meminimasi downtime.
2) Memperbaiki kualitas.
3) Meningkatkan produktivitas.
4) Menyerahkan pesanan tepat waktu

Secara umum perawatan bertujuan untuk: (Sudradjat, 2011: 16)

1) Menjamin ketersediaan, keandalan fasilitas (mesin dan peralatan)


secara ekonomis maupun teknis, sehingga dalam penggunaannya
dapat dilaksanakan seoptimal mungkin.
2) Memperpanjang usia kegunaan fasilitas.
3) Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan
dalam keadaan darurat.
4) Menjamin keselamatan kerja, keamanan dalam penggunaannya.

2.4. Terminologi
1) Perawatan (Maintenance)

Merupakan suatu rangkaian setiap tindakan atau kegiatan yang


dilakukan unuk menjaga suatu fasilitas atau memperbaikinya sampai
kondisi yang dapat diterima.

2) Perawatan darurat (Emergency Maintenance)


Suatu tindakan perawatan yang perlu segera dilakukan untuk
mencegah akibat yang lebih fatal.
3) Perawatan yang terencana (Planed Maintenance)
Cara perawatan yang diorganisir dan dilakukan dengan didasarkan
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
4) Perencanaan perawatan (Maintenance Planning)
Penentuan yang dilakukan sebelum pekerjaan perawatan terutama
pada pekerjaan/tugas, metode kerja, material, alat dan peralatannya,
mesin, tenaga kerja serta waktu yang diperlukan dalam pekerjaan
12

perawatan yang akan datang berikut pengendalian pencatatan sesuai


dengan rencana.
5) Kerusakan (Break down)
Suatu kondisi di mana suatu fasilitas sudah tidak mempunyai manfaat,
baik secara teknis maupun secara ekonomis. Hal ini merupakan
kegagalan yang mengakibatkan ketidaksediaan alat.
6) Perawatan Perbaikan (Corective Maintenance)
Cara perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan memulihkan
bagian atau komponen/mesin termasuk penyetelan dan reparasi yang
telah terjadi agar kembali pada kondisi yang dapat diterima.
7) Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Cara perawatan yang dilakukan atas dasar rencana yang telah
ditetapkan pada selang waktu yang telah ditentukan, dan bersifat
pencegahan terhadap terjadinya kerusakan yang mungkin terjadi.
8) Perawatan Berjalan (Running Maintenance)
Suatu cara perawatan yang dapat dilakukan dalam keadaan jalan, atau
ketika fasilitas dalam keadaan terpakai.
9) Perawatan Terbatas (Shut Down Maintenance)
Sistem perawatan yang hanya bisa dilakukan pada saat fasilitas
berhenti, atau ketika suatu mesin/alat dalam keadaan tidak dipakai.
10) Inventaris
Daftar inventaris dari bagian fasilitas yang ada di suatu pabrik,
bengkel, gedung, dll.
11) Program Perawatan (Maintenance Program)
Daftar alokasi kegiatan dalam jangka waktu tertentu.
12) Jadwal Perawatan (Maintenance Schedule)
Susunan yang komprehensif tentang kegiatan pekerjaan perawatan
lengkap dengan daftar kejadian serta akibatnya.
13) Laporan Kerja (Job Report)
Pernyataan yang memuat tentang pekerjaan perawatan yang sudah
selesai dilaksanakan dan catatan-catatan tentang kondisi dari suatu
fasilitas.
13

14) Overhoul
Suatu proses perbaikan secara besar dan pemulihan secara
menyeluruh serta pengujiannya dari suatu fasilitas untuk mencapai
kondisi yang diterima.
15) Waktu Kerusakan (Down Time)
Suatu periode waktu di mana suatu fasilitas dalam kondisi yang tidak
dapat digunakan atau tidak berfungsi seperti yang dihaapkan.
16) Spesifikasi Pekerjaan (Job Specification)
Dokumen tentang uraian pekerjaan perawatan yang harus
dilaksanakan.
17) Kartu Riwayat (History Card)
Catatan tentang penggunaan atau kejadian serta kegiatan yang terjadi
terhadap fasilitas.

2.5. Kebijakan Perawatan

Dalam penerapannya, perawatan diperlukan teknik yang merupakan


penerapan dari ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip dasar perawatan yang
bertujuan untuk menjaga kondisi suatu mesin dan peralatan dalam kondisi
mendekati sempurna atau kondisi awal.

Dalam pelaksanaannya industri mengenal dua bentuk kebijakan dasar


dari program perawatan yang umum dikenal, yaitu perawatan kerusakan
(corrective maintenance) dan perawatan pencegahan (preventive
maintenance). (Sudradjat, 2011: 17)
14

MAINTENANCE

PLANNED UNPLANNED
MAINTENANCE MAINTENANCE

PREVENTIVE EMERGENCY

MAINTENANCE MAINTENANCE

CORRECTIVE
SCHEDULED PREDICTIVE MAINTENANCE
MAINTENANCE MAINTENANCE
BREAKDOWN
MAINTENANCE

Gambar 2.6 Bentuk Kebijakan Perawatan (Sudradjat, 2011: 17)

2.6. Bentuk Kebijakan Perawatan

Sudradjat (2011) menjelaskan berbagai bentuk kebijakan perawaan


antara lain:

2.6.1. Perawatan Kerusakan (Breakdown Maintenance)

Perawatan kerusakan dapat diartikan sebagai kebijakan perawatan


dengan cara mesin/peralatan dioperasikan hingga rusak, kemudian baru
diperbaiki atau diganti. Kebijakan ini merupakan strategi yang sangat kasar
dan kurang baik karena dapat menimbulkan biaya tinggi, kehilangan
kesempatan untuk mengambil keuntungan bagi perusahaan karena
diakibatkan terhentinya mesin, keselamatan kerja tidak terjamin, kondisi
mesin tidak diketahui, dan tidak ada perencanaan waktu, tenaga kerja maupun
biaya yang baik.

Metode ini dikenal juga sebagai perawatan yang didasarkan pada


kerusakan (failure based maintenance). Kebijakan perawatan ini kurang
sesuai untuk mesin-mesin dengan tingkat kritis yang tinggi atau mempunyai
15

harga yang mahal, dan hanya sesuai untuk mesin-mesin yang sederhana di
mana tidak memerlukan perawatan secara intensif.

Keuntungan dari kebijakan perawatan kerusakan:

1) Murah dan tidak perlu melakukan perawatan.


2) Cocok untuk mesin/peralatan yang murah dan sederhana, dan atau
modular.

Adapun kerugiannya adalah;

1) Kasar dan berbahaya.


2) Menimbulkan kerugian yang besar bila ditetapkan pada mesin yang
mahal, kompleks, dan dituntut tingkat keselamatan tinggi.
3) Tidak bisa menyiapkan sumber daya manusia.

2.6.2. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Perawatan pencegahan adalah merupakan perawatan yang dilakukan


sebelum terjadi kerusakan mesin. Kebijakan ini cukup baik dapat mencegah
berhentinya mesin yang tidak direncanakan.

Bila suatu sistem manufaktur menggunakan mesin-mesin yang


bersifat kritis dan tidak mempunyai cadangan, serta jadwal produksi yang
ketat sehingga berhentinya sistem akan mengakibatkan kerugian yang besar
maka aspek perawatan menjadi sangat kritis, sehingga kebijakan perawatan
pencegahan menjadi pilihan. Teknik perawatan yang digunakan bisa berupa
perawatan pencegahan yang berbasis waktu atau perawatan terprediksi.

Keuntungan kebijakan perawatan pencegahan terutama akan


menjamin keandalan dari sistem tersebut, menjamin keselamatan bagi
pemakai, umur pakai mesin menjadi lebih panjang, down time proses
produksi dapat diperendah. Sedangkan kerugian yang terjadi diantaranya
waktu opearsi akan banyak terbuang, kemungkinan akan terjadi human error
dalam proses assembling atau lainnya.
16

Kebijakan perawatan pencegahan umumnya dilakukan sebelum


terjadi kerusakan mesin. Ciri kebijakan ini terlihat dari dilakukannya inspeksi
secara periodik dan adanya perencanaan yang sistematis. Adapun aktivitas
utama dari kebijakan ini lebih menitikberatkan pada inspeksi secara periodik
dan pemulihan mesin secara terencana akibat adanya kemunduran fungsi.
Dengan demikian, pengertian perawatan pencegahan merupakan kegiatan
pendeteksian atau penanganan secara cepat terhadap mesin/peralatan yang
tidak normal sebelum terjadi kerusakan atau merugikan.

Pelaksanaan kegiatan perawatan pencegahan bisa dilakukan secara


on-line, artinya sistem dalam kondisi jalan da nada pula beberapa kegiatan
perawatan pencegahan yang harus dilakukan dalam kondisi berhenti (off-
line). Program perawatan pencegahan harus dimulai dengan melakukan
sosialisasi ke semua bagian terkait (produksi, maintenance, manajeman, dll)
untuk memperkenalkan program dan meyakinkan manfaatnya. Seangkan
parameter keberhasilan program diukur dari ongkos-ongkos yang terjadi,
persentase down time dan bisa pula diukur dari ratio antara Planned Work
Order dan Emergency Work Order.

Tujuan perawatan pencegahan diarahkan untuk memaksimalkan


availability, dan meminimasikan ongkos melalui peningkatan reliability.
Dengan lingkup kegiatan bisa hanya mencakup area proses (operation, utility,
main process, dll.) atau bisa diperluas ke area lain seperti building office dan
fasilitas umum.

Kriteria penentuan fasilitas yang masuk dalam program perawatan


pencegahan dilihat dari:

1) Apakah kerusakan alat berdampak pada safety?


2) Apakah kerusakan alat dapat menyebabkan system down?
3) Apakah repair cost-nya tinggi dan lama?
4) Ketersediaan spare part dari fasilitas tersebut.
5) Kondisi kerja dari fasilitas tersebut.
17

2.6.3. Perawatan Terjadwal (Scheduled Maintenance)

Perawatan terjadwal merupakan bagian dari perawatan pencegahan.


Perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadi kerusakan dan perawatannya
dilakukan secara periodik dalam rentang waktu tertentu. Stretegi perawatan
ini disebut juga sebagai perawatan berdasarkan waktu (time bassed
maintenance).

Kebujakan perawatan ini cukup baik dalam mencegah terhentinya


mesin yang tidak direncanakan. Rentang waktu perawatan ditentukan
berdasarkan pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik
pembuat mesin yang bersangkutan. Kekurangannya, jika rentang waktu
perawatan terlalu pendek akan mengganggu aktivitas produksi dan dapat
meningkatkan kesalahan yang timbul karena kekurang cermatan teknisi
dalam memasang kembali komponen yang diperbaiki serta kemungkinan
adanya kontaminan yang masuk ke dalam sistem. Jika rentang waktu
perawatan terlalu panjangkemungkinan mesin akan mengalami kerusakan
sebelum tiba waktu perawatan. Selain itu, jika kondisi mesin atau komponen
mesin/peralatan masih baik dan menurut jadwal harus sudah diganti atau
diperbaiki akan menimbulkan kerugian.

2.6.4. Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance)

Perawatan prediktif ini pun merupakan bagian perawatan pencegahan.


Perawatan prediktif ini dapat diartikan sebagai strategi perawatan di mana
pelaksanaannya didasarkan kondisi mesin itu sendiri. Untuk menentukan
kondisi mesin dilakukan tindakan pemeriksaan atau monitoring secara rutin,
jiga terdapat tanda atau gejala kerusakan segera diambil tindakan perbaikan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, jika tidak terdapat gejala kerusakan
segera pula dapat diketahui.

Perawatan prediktif disebut juga perawatan berdasarkan kondisi


(condition bassed maintenance) atau juga disebut monitoring kondisi mesin
(machinery condition monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi
18

mesin dengan cara memeriksa mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui
keandalan mesin serta keselamatan kerja terjamin.

Secara garis besar ada beberapa metode dalam memantau atau


memonitoring kondisi dari suatu mesin, antara lain:

1) Monitoring minyak pelumas, dimana fungsi minya pelumas sebagai


darahnya mesin di samping berfungsi sebagai pendingin, pencegah
korosi, dan mengurangi getaran, juga sebagai pembawa kontaminan
atau kotoran yang terjadi dalam mesin yang diakibatkan dari dalam
atau luar mesin.
2) Monitoring visual, metode ini menggunakan panca indera yang
meliputi rasa, bau, lihat, dengar, dan sentuh guna mengetahui kondisi
mesin. Agar lebih akurat lagi, gunakan berbagai alat bantu.
3) Monitoring kinerja, merupakan teknik monitoring kondisi mesin
ditentukan dengan cara memeriksa dan mengukur parameter kinerja,
dan kemudian dibandingkan dengan standar.
4) Monitoring geometris, tujuannya adalah untuk mengetahui
penyimpangan geometris yang terjadi pada mesin. Secara operasional
meliputi pengukuran levelling dan pengukuran posisi (alignment).
5) Monitoring getaran (vibration), monitoring ini memeriksa dan
mengukur parameter getaran secara rutin dan terus menerus. Dengan
monitoring getaran yang terjadi, diharapkan kerusakan mesin dapat
dideteksi secara dini dan kerusakan lebih jauh atau fatal dapat segera
dicegah.
6) Monitoring kebisingan/suara.
7) Monitoring korosi.
8) Deteksi kebocoran.
9) Thermal method.

Kegiatan monitoring yang harus dipenuhi, pertama menetapkan


langkah-lagkah inspeksi/pemeriksaan, merencanakan prosedur inspeksi
sehingga dapat menghemat waktu, dan melakukan pemeriksaan secara rutin
terhadap kelengkapan mesin dan peralatan agar dapat:
19

a) Memastikan sistem beroperasi sesuai rencana.


b) Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi sistem.
c) Melakukan evaluasi potensi yang akan menimbulkan gangguan dan
kerusakan.
d) Melakukan penaksiran terjadinya kerusakan.
e) Melakukan identifikasi komponen-komponen pengganti.
f) Membuat jadwal perbaikan berdasarkan kebutuhan, dan lain-lain.

Dengan inspeksi kondisi sistem/mesin dapat diketahui secara pasti


dan gejala kerusakan dapat terdeteksi secara dini. Ada beberapa pertimbangan
dalam menentukan frekuensi untuk melakukan inspeksi, yaitu beban kerja,
umur, pengalaman, dan kritisnya fasilitas. Kegiatan dilakukan bisa berupa:

1) Perawatan, yang merupakan langkah pemeliharaan secara routin yang


didasarkan pada cara perawatan harian, mingguan, bulanan, dan
seterusnya. Atau bisa juga didasarkan pada jumlah jam pemakaian
tertentu, atau satuan output/produksi.
2) Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan di sini adalah perbaikan
kecil yang mungkin timbul dari hasil pemeriksaan.

Tujuan perawatn prediktif ini terutama untuk:

1) Mendeteksi breakdown dan kecelakaan yang disebabkan oleh


kerusakan alat.
2) Meningkatkan waktu operasi dan produksi.
3) Mereduksi waktu dan cost of maintenance.
4) Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan.

Tahapan perkembangan perawatan prediktif dimulai dari


berkembangnya perawatan yang didasarkan pada kerusakan yang kemudian
berkembang seperti pada gambar 2.7 berikut:

Breakdown Preventive Predictive


Maintenance Maintenance Maintenance

Gambar 2.7 Evolusi perawatan prediksi (Sudradjat, 2011: 23)


20

2.7. Lingkup Kegiatan Perawatan

Pada berebrapa industri, ruang lingkup kegiatan perawatan


sistem/mesin cukup luas, ruang lingkup ini dapat digolongkan ke dalam
beberapa kategori diantaranya berdasarkan: (Sudradjat, 2011: 24)

1) Kebijakan perawatan yang diterapkan, kegiatan yang dilakukan


diantaranya meliputi:
a) Perawatan terjadwal.
b) Perawatan breakdown.
c) Perawatan prediktif.
2) Urutan kegiatan, berdasarkan langkah kegiatan perawatan maka ruang
lingkupnya meliputi:
a) Pemeriksaan/evaluasi awal.
b) Pembongkaran/disassembling.
c) Pencucian.
d) Inspeksi.
e) Pemulihan/perbaikan.
f) Perakitan/assembling.
g) Inspeksi akhir.
3) Penggolongan kegiatan, berdasarkan jenis kegiatan didapat:
a) Instalasi.
b) Operasi mesin.
c) Inspeksi.
d) Trouble shooting.
e) Monitoring.
f) Pelumasan.
g) Perawatan dan perbaikan.
h) Semi overhaule.
i) Overhaule.
j) Pengujian/kalibrasi.
21

2.8. Prosedur Perawatan

Sudradjat (2011) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan prosedur


perawatan adalah urutan dari aktivitas-aktivitas perawatan yang perlu
dilaksanakan untuk pemeliharaan terencana maupun tidak terencana,
terutama pada perawatan yang terencana prosedur ini biasanya ditampilkan
dalam bentuk-bentuk diagram alir, sehingga proses dari semua aktivitas akan
terlihat dengan jelas urutan dan langkah-langkahnya.

Secara umum prosedur yang dibuat menggunakan diagram alir


biasanya menggunakan simbol-simbol standar seperti berikut: (Sudradjat,
2011: 25)

Tabel 2.6 Simbol yang digunakan dalam prosedur perawatan

SIMBOL KETERANGAN

Mulai atau Selesai

Kegiatan

Keputusan

Prosedur

2.9. Tugas dan Aktivitas Perawatan

Tugas dan aktivitas perawatan dalam perusahaan meliputi kegiatan


sebagai berikut: (Ansori dan Mustajib, 2013: 12)
22

2.9.1. Kegiatan Inspeksi

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan


secara berkala (routine schedule ceck) pada fasilitas produksi sesuai dengan
rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dan membuat laporan dari hasil pengecekan atau
pemeriksaan tersebut.

Bilamana terdapat kerusakan, maka dapat diadakan perbaikan yang


diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi. Oleh karena itu laporan hasil
inspeksi harus memuat keadaan peralatan yang diinspeksi, sebab-sebab
terjadinya kerusakan bila ada, usaha penyesuaian atau perbaikan kecil yang
telah dilakukan dan saran/usulan perbaikan/penggantian yang dilakukan.

2.9.2. Kegiatan Teknik

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan peralatan yang harus


dibeli dan kegiatan pengembangan peralatan/komponen peralatan dalam
perbaikan mesin yang rusak di mana tidak diperoleh komponen yang sama
dengan yang dibutuhkan. Dalam hal ini perlu diadakan perubahan/perbaikan
tertentu terhadap komponen dan mesin-mesin yang bersangkutan agar mesin
tersebut dapat bekerja kembali.

Dalam kegiatan teknik ini termasuk pula kegiatan penyelidikan, sebab


terjadinya kerusakan peralatan dan cara untuk mengatasi/memperbaikinya
yang sangat diperlukan dalam kegiatan produksi. Dengan mengetahui sebab
tersebut, maka dengan kegiatan teknik dapat diusahaka/dibuat alat
pencegahan terjadinya kerusakan kedepan. Kegiatan ini juga mempelajari
spesifikasi mesin dan usaha agar dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

2.9.3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan perawatan di mana secara


fisik melaksanakan pekerjaan yang disarankan/diusulkan dalam kegiatan
inspeksi. Dengan melaksanakan kegiatan ini maka maka pengolahan produk
dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang telah ditetapkan.
23

2.9.4. Kegiatan Administrasi

Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan


pencatatan mengenai biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan
perawatan. Biaya ini berhubungan dengan komponen/spare part yang
dibutuhkan dan tentang apa yang direncanakan, waktu pelaksanaan inspeksi
dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut dan komponen/spare part
yang tersedia di bagian gudang. Kegiatan pencatatan dimaksudkan pula untuk
penyusunan perencanaan (planning) dan penjadwalan (scheduling), yaitu
kapan suatu mesin harus dicek, diperiksa, diminyaki/diservice, dan
direparasi.

2.10. Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu aktivitas


perawatan yang menikutsertakan semua elemen dari perusahaan, yang
bertujuan untuk menciptakan suasana kritis (critical mass) dalam lingkungan
industry guna mencapai zero breakdown, zero defect, dan zero accident. TPM
adalah sistem manajerial unik yang pertama kali dikembangkan di Jepang
pada tahun 1971, dengan berdasarkan pada konsep perawatan preventif
(Preventive Maintenance) atau perawatan produktif yang digunakan di
Amerika Serikat sejak tahun 1950. Pada era tahun 1950 Jepang mempelajari
Perawatan Produktif (Productive Maintenance), Perawatan Korektif
(Corrective Maintenance), Reliability Engineering, dan Maintanability
Engineering dari Amerika Serikat. Jepang mengembangkan konsep tersebut
menjadi Total Productive Maintenance (TPM).

2.10.1. Definisi TPM

Beberapa pengertian tentang TPM antara lain:

1) TPM adalah suatu metode yang bertujuan untuk memaksimalkan


efisiensi penggunaan peralatan, dan memantapkan sistem perawatan
24

preventif yang dirancang untuk keseluruhan peralatan dengan


mengimplementasikan suatu aturan dan memberikan motivasi kepada
seluruh bagian yang berada dalam suatu perusahaan tersebut, melalui
peningkatan komponenisipasi dari seluruh anggota yang terlibat mulai
dari manajemen puncak sampai kepada level terendah (Kurniawan,
2013: 11).
2) Total Productive Maintenance (TPM) adalah suatu konsep program
tentang pemeliharaan yang melibatkan seluruh pekerja melalui
aktivitas grup kecil (Nakajima dikutip Ansori dan Mustajib, 1988).
3) TPM adalah suatu program pemeliharaan yang melibatkan suatu
gambaran konsep untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik dengan
tujuan untuk meningkatkan produktivitas serta pada waktu yang sama
dapat meningkatkan kepuasan kerja dan moril karyawan (Roberts
dikutip Ansori dan Mustajib, 1997).

2.10.2. Tujuan Total Productive Maintenance

Output yang diharapkan dari TPM bukan supervisi yang bersifat


monitoring otoriter, melainkan pembentukan karakter dari setiap individu
dalam organisasi tersebut, sehingga supervisi timbul dari dalam diri individu
tersebut. Dengan kata lain TPM berupaya untuk memunculkan Budaya
Merawat. Budaya ini dapat dilanjutkan dengan pembentukan Kaizen
karakter, yaitu pengembangan secara terus menerus.

Perawtan ini membutuhkan komitmen dari seluruh pihak yang terkait,


mulai dari low management sampai top management. Sasaran yang ingin
diperoleh pada TPM, antara lain: (Kurniawan, 2013: 12)

1) Memaksimalkan unjuk kreja pemanfaatan fasilitas industry, dan


meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.
2) Autonomous Maintenance oleh operator produksi, sehingga dapat
meminimasi jumlah tenaga kerja yang harus disediakan oleh
perusahaan.
25

3) Menjalankan program perawatan yang terencana, oleh Komponen


Perawatan.
4) Melakukan peningkatan kemampuan dalam melakukan perawatan
terhadap fasilitas industri, melalui pelatihan.
5) Mempunyai program manajemen penanggulangan dini.

TPM juga bertujuan untuk menghilangkan kerugian proses yang


dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (Ansori dan Mustajib, 2013: 102)

1) Kerugian Karena Downtime

Kerugian sistem produksi yang masuk dalam kelompok ini adalah


akibat dari peralatan yang tidak bisa digunakan pada proses produksi untuk
sementara waktu. Kerugian ini bisa dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu:
Breakdown setup dan Penyesuaian. Kerugian downtime atau breakdown
disebabkan karena kegagalan sporadis ataupun kronis. Kegagalan sporadic
terjadi ketika terjadi perubahan dalam beberapa kondisi (metode kerja dan
kondisi peralatan), sedangkan kegagalan kronis terjadi ketika ada beberapa
kerusakan tersembunyi dalam mesin dan peralatan.

Kerugian selama setup dan penyesuaian terjadi ketika produksi satu


item berakhir dan peralatannya dimodifikasi atau disesuaikan untuk
memenuhi kebutuhan item lainnya.

2) Kerugian Karena Kinerja Buruk

Kategori ini memfokuskan pada penggunaan peralatan yang hilang


sebagai akibat dari hasil peralatan yang dijalankan pada kecepatan yang
kurang dari maksimum. Kapabilitas produksi yang hilang ini masuk dalam
subkategori: Reduksi Kecepatan serta Penghentian Minor. Kerugian reduksi
kecepatan terjadi ketika ada perbedaan antara kecepatan yang diinginkan
dengan kecepatan actual, serta kecepatan desain yang lebih rendah dari pada
standar teknologi yang ada atau kondisi yang diinginkan. Ini bisa terjadi
karena kurangnya konfidensi operator dalam proses manufaktur.

Kerugian penghentian minor terjadi ketika produksi terganggu oleh


malfungsi sementara ketika mesin dalam kondisi beroperasi. Penghentian ini
26

berasal dari kebutuhan akan beberapa penyesuaian sedikit (seperti


pengencangan baut) ataupun karena kesalahan sensor.

3) Kerugian Karena Kualitas Buruk

Kerugian yang muncul dari produk kualitas buruk dibagi menjadi dua
klasifikasi: Kerusakan Proses dan Kerugian Startup. Kerusakan dalam output
seringkali disebabkan oleh kerusakan dalam proses yang terkait dengan
kinerja peralatan. Kerusakan proses bisa meliputi masalah produksi kronis
dan sporadis yang menghasilkan produk yang tidak bisa diterima (cacat) atau
harus dikerjakan kembali (rework).

Kerugian startup didefinisikan sebagai kerugian waktu (penurunan


output) selama tahap awal produksi, dari startup mesin sampai stabilisasi.

2.10.3. Komponen Total Productive Maintenance

Aktivitas TPM dapat secara efektif dikelompokkan sebagai berikut:


(Ansori dan Mustajib, 2013: 102-103)

1) Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Otonom)

Pemeliharaan otonom (Autonomous maintenance) membutuhkan


keterlibatan proaktif dari operator peralatan untuk menghilangkan percepatan
kerusakan peralatan, yaitu lewat pembersihan, pengawasan, pengumpulan
data, dan melaporkan kondisi serta masalah peralatan kepada staff
maintenance. Lebih jauh, operator harus berupaya untuk mengembangkan
sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang peralatan sehingga akan
meningkatkan keahlian operasionalnya. Autonomous maintenance, yang
dijalankan oleh seorang operator, atau anggota tim bagian kerja manufaktur,
bisa membantu mempertahankan reliabilitas mesin dalam kadar tinggi, biaya
operasional rendah, dan kualitas komponen produksi yang tinggi. Informasi
yang dikumpulkan oleh operator peralatan bisa membantu pengukuran
efektivitas peralatan keseluruhan.
27

2) Kaizen

Pada dasarnya kaizen adalah perbaikan kecil (small improvements),


tetapi dilaksanakan pada suatu basis berkesinambungan dan melibatkan
semua orang di dalam organisasi dengan tujuan untuk kepuasan pelanggan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kaizen lebih
menitik beratkan pada proses (process oriented) dan melibatkan seluruh
pihak di dalam organisasi. Jika titik berat pada hasil akhir, maka perbaikan
atau pembaharuan yang dilakukan hanyalah sesaat dan hanya melibatkan
pihak-pihak yang erat kaitannya dengan pengendalian kerja. Filosofi dasar
yang dianut kaizen adalah dengan proses yang baik, maka kinerja yang
diperoleh pun akan lebih baik pula. Pengendalian kinerja dilakukan kaizen
secara tidak lagsung, yaitu melalui pengendalian proses. Pengendalian proses
dapat mencegah terjadinya pengerjaan ulang dan dengan demikian dapat
lebih menghemat biaya.

2.11. Keuntungan Total Productive Maintenance

Implementasi program Total Productive Maintenance (TPM)


memiliki keuntungan tambahan dalam memperbaiki kualitas produk, yang
mengurangi biaya pengerjaan kembali dan meningkatkan kepuasan
konsumen (karena kualitas unggul dan konsisten) (Ansori dan Mustajib,
2013: 104).

Adapun keuntungan yang bisa dirasakan ketika perusahaan secara


sukses mengimplementasikan program TPM antara lain: (Hamacher dikutip
Ansori dan Mustajib, 1996)

1) Peningkatan Produktivitas

Penghapusan downtime yang tidak terjadwal dan pengerjaan kembali


membuat organisasi menghabiskan waktu yang lebih banyak pada tugas nilai-
nilai tambah, seperti menghasilkan komponen yang bagus. Peningkatan
dalam produktivitas bisa berlaku bukan hanya untuk peralatan, tapi untuk
orang yang bekerja dalam sistem manufaktur. Pekerja produksi tidak lagi
harus diminta untuk menunggu ketika peralatan sedang diperbaiki, dan staff
28

maintenance tidak lagi perlu menghentikan analisis maintenance dan


peralatan ketika harus berkumpul untuk memperbaiki peralatan yang rusak.

Sebuah program TPM yang efektif juga menghasilkan pendekatan


yang memfokuskan pada pengurangan setup peralatan dan perubahannya
setiap waktu. TPM bisa memudahkan perubahan proses setup peralatan yang
nantinya bisa memudahkan setup konfigurasi produk selanjutnya ketika
peralatan masih dijalankan pada produk yang ada.

2) Reduksi Biaya Maintenance

Perubahan peran maintenance dari perbaikan breakdown sampai


perbaikan proaktif memudahkan organisasi untuk mengurangi biaya
maintenance keseluruhan. Implementasi autonomous maintenance dari TPM
dapat memudahkan staff maintenance untuk memfokuskan pada perbaikan
peralatan secara proaktif, analisis kinerja peralatan, penyederhanaan praktek
maintenance yang ada. Transisi tanggung jawab ini membutuhkan sebuah tim
manajemen yang memfokuskan pada hasil potensial dari peningkatan
maintenance, dari pada memfokuskan pada penghematan biaya dengan cara
mengurangi staff maintenance. Beberapa keuntungan tambahan dari
penggunaan peralatan secara lebih efisien, yaitu reduksi biaya energi.

3) Reduksi Persediaan

Berbagai organisasi manufaktur yang menggunakan peralatan yang


tidak handal (reliabel) harus memiliki sebuah stok besar barang jadi yang
sebenarnya tidak perlu dan ini digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan
konsumen ketika peralatan tidak beroperasi. Semakin tidak reliabel peralatan,
semakin besar stok barang jadi tersebut. Jika lini produksi tertentu
berisiperalatan yang tidak reliabel, persediaan work in process harus lebih
tinggi daripada yang diinginkan untuk menampung ketidakpastian kinerja
peralatan.

Mengimplementasikan sebuah program TPM akan menghilangkan


banyak ketidakpastian dan waktu siklus sistem produksi. Ketidakpastian
dalam kinerja peralatan bisa membutuhkan persediaan ekstra. Lewat rencana
29

reliabilitas, pengumpulan data dan analisisnya, staff maintenance dapat


mengembangkan sebuah estimasi akurat dari komponen yang dibutuhkan dan
frekuensi penggunaannya. Dengan menjalankan TPM memudahkan teknisi
maintenance untuk menjalankan analisis yang dibutuhkan untuk
mengoptimalkan kebijakan persediaan komponen.

4) Peningkatan Keamanan

Langkah awal dalam menjalankan aktivitas autonomous maintenance


dari TPM bisa menciptakan sebuah lingkungan yang dapat meningkatkan
kadar kecelakaan. Ini adalah hasil tindakan operator peralatan dalam tugas
maintenance tambahan yang tidak dipahaminya, yang mana karena mereka
tidak dilatih secara efektif. Karena tugas ini bersifat baru bagi operator dan
seringkali melibatkan aktivitas berbahaya, ancaman baru muncul terhadap
keselamatan operator. Karena itu, memastikan keselamatan operator harus
menjadi sebuah fungsi primer dari rencana implementasi TPM. Ini
membutuhkan pelatihan yang ektensif dimana hal ini membantu operator
untuk memiliki kemampuan yang lebih banyak dalam mengurangi bahaya
potensial dari peralatan. Keselamatan semua individu yang terlibat dengan
peralatan ini harus menjadi prioritas utama dari berbagai program TPM yang
ada.

5) Peningkatan Moral

TPM menggunakan tim pegawai untuk membentuk rencana


implementasi dan untuk menyebarkan rencana tersebut dengan didukung oleh
manajemen dan peningkatan level kontrol serta rasa kepemilikan seputar
peralatan. Kepemilikan ini memudahkan operator untuk lebih bangga dengan
peralatannya dan membuat keputusan penting tentang bagaimana cara terbaik
untuk menjalankan peralatan ini.

2.12. Pilar TPM (Total Productive Maintenance)

Nakajima (1989) berpendapat bahwa delapan pilar yang mendukung


keberhasilan TPM adalah sebagai berikut:
30

1. 5 S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)


Seiri berarti pemilihan, Seiton berarti penataan, Seiso berarti
pembersihan, Seiketsu berarti pemantapan, dan Shitsuke berarti
pembiasaan. 5S menjadi langkah awal untuk implementasi TPM
karena meruapakan cerminan kepedulian dan kesadaran terhadap
lingkungan sekitar.
2. Jishu Hozen (Autonomous Maintenance)
Fokus pada pilar ini adalah pengembangan operator untuk dapat
bertanggung jawab dalam pegoperasian mesin yang ditunjukkan
dengan aktifitas maintenance yang bersifat ringan.
3. Kaizen
Makna dari kaizen disini merupakan perubahan yang lebih baik.
Dalam penerapannya biasanya menggunakan metode pengukuran
tertentu untuk mengeveluasi kondisi mesin dari waktu ke waktu.
4. Planned Maintenance
Pilar ini lebih difokuskan kepada mesin agar terhindar dari kerusakan
sehingga kinerja mesin menjadi optimal. Elemen-elemen yang perlu
diperhatikan di dalam pilar ini antara lain:
Preventive Maintenance
Breakdown Maintenance
Corrective Maintenance

Dengan planned maintenance diharapkan akan merubah sistem


perawatan dari reaktif menjadi proaktif dan sistem kontrolnya berjalan
sehingga kondisi nyata dari mesin dapat diketahui oleh semua lini
yang terkait didalamnya.

5. Quality Maintenance
Definisi dari Quality Maintenance adalah proses untuk mengontrol
kondisi dari suatu peralatan yang mempunyai pengaruh variabilitas di
dalam kualitas dan kuanitas hasil produksinya.

Tujuan dari langkah ini adalah untuk merencanakan sistem perawatan


yang mengarah kepada Zero Defect. Kualitas ini mempunyai
31

hubungan antara kondisi material, kepresisian peralatan atau mesin,


metode produksi dan parameter proses.

6. Training
Pilar ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan operator.
Terdapat dua komponen training yaitu:
a. Soft skill training, meliputi bagaimana cara bekerja secara tim
dan cara berkomunikasi.
b. Technical training, meliputi meningkatan kemampuan dalam
memecahkan masalah dan kemampuan menguasai peralatan
atau mesin.
7. Office TPM
Selain penerapan dilapangan, implementasi TPM juga dilakukan pada
sistem administrasi perkantoran sehingga dapat berjalan secara
sinergis dengan di lapangan.
8. HSE (Health, Safety, Environtment)
Di dalam pilar ini terdapat 3 target yang akan dicapai, yaitu:
Zero accident
Zero health damage
Zero fire

2.13. Jishu Hozen (Autonomous Maintenance)

Jishu Hozen adalah bentuk-bentuk aktivitas dari operator dalam hal


perawatan kegiatan permesinan/peralatan, termasuk pembersihan,
pelumasan, pengencangan, inspeksi untuk meningkatkan produktivitas
(Ansori dan Mustajib, 2013: 96).

Jishu Hozen merupakan suatu bentuk sikap/perilaku seorang operator


dalam melakukan kegiatan perawatan sehingga peralatan yang mereka
operasikan mempunyai standar performansi yang tinggi.

Konsep Jishu Hozen terbagi menjadi tujuh tahapan, antara lain:


(Ansori dan Mustajib, 2013: 97-100)
32

1. Melakukan pembersihan dan inspeksi


Operator meningkatkan kepekaan terhadap peralatan melalui tindakan
pembersihan. Pembersihan dan pengecekan merupakan tindakan awal
yang krusial pada aktivitas Jishu Hozen. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam pembersihan dan pengecekan:
Pembersihan hakikatnya dalah pengecekan
Pengecekan merupakan upaya identifikasi masalah
Masalah untuk dicarikan solusi dan melakukan upaya
peningkatan inspeksi
2. Mengurangi/memilah sumber daya yang tidak terpakai dan area kerja
yang tidak digunakan
Langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan tahapan ini adalah:
Mengeliminasi sumber kotoran, debu, dan minyak
Menyediakan tempat untuk barang kotor
Menyediakan tempat tersendiri sebagai akses pembersihan,
lubrikasi, pengencangan, dan inspeksi
3. Mengembangkan standarisasi pembersihan, inspeksi, dan pelumasan
Standar yang dibuat seharusnya mengikuti tiga kriteria yang akan
diobservasi:
Orang/operator melakukan pembersihan dan pelumasan serta
memahami tentang tugas-tugas tersebut
Peralatan yang dilakukan pemeliharaan diharapkan lebih
bersih, lebih mudah dilakukan inspeksi dan lubrikasi
Waktu yang diperlukan untuk pembersihan dan pelumasan
termasuk di dalamnya adalah jadwal harian

Operator harus mampu mengukur waktu untuk tiap-tiap


pekerjaan/aktivitas berikut dengan peralatan pemeliharaannya untuk
melakukan CLRI (Cleaning, Lubrication, Retightening, and
Inspection).
33

4. Melakukan pelatihan inspeksi umum dan mengembangkan prosedur


inspeksi
Tiga tahapan pertama dari Jishu Hozen diharapkan membuat operator
menjadi lebih familiar terhadap peralatan mereka masing-masing.
Dengan langkah ini pencegahan terhadap kerusakan dan control pada
peralatan bisa secara efektif dilakukan. Pada tahap inspeksi umum,
operator belajar mengenai hal teknis dalam trouble shooting
peralatan. Langkah ini sangat membantu dalam memahami peralatan
untuk menghasilkan performansi peralatan yang tinggi.
Aktivitas kunci pada tahap 4 adalah:
Mempelajari struktur, fungsi dan mekanisme peralatan
Pemahaman dan pengaktualisasian inspeksi peralatan
Mengkoreksi masalah baru hasil temuan
Menghasilkan hasil yang memuaskan
5. Melakukan inspeksi umum secara bersamaan
Pada tahapan tersebut seluruh proses inspeksi diformalkan dengan
menggabungkan stanndar sementara yang sebelumnya sudah
dilakukan dengan item pada peralatan yang akan dilakukan
pengecekan pada inspeksi rutin. Seluruh item inspeksi masing-masing
area dibuatkan dalam bentuk list. Salah satu dari item tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan inspeksi otomatis sedangkan yang
lainnya dibutuhkan inspeksi melalui kegiatan perawatan.
Pada tahap ini aktifitas yang dilakukan adalah:
Mereview item, metode dan waktu standar untuk kegiatan
pembersihan, inspeksi dan pelumasan
Mengkonsultasikan kepada bagian pemeliharaan tentang hal
yang bersifat fatal/spesifik
Melakukan pengecekan apakah kegiatan inspeksi dapat
dilakukan dengan bentuk penjadwalan dan minimasi alokasi
waktu
34

6. Mendsain standar dan mengelola tempat kerja


Tahap ini standar dan tata kelola tempat kerja dibuat termasuk di
dalamnya adalah area untuk melakukan kegiatan pembersihan,
inspeksi, lubrikasi sudah dipertimbangkan.
7. Melakukan kegiatan perawatan secara berkelanjutan dan
meningkatkan kualitas kegiatan perawatan
Implementasi Jishu Hozen mulai tahap satu sampai enam, masing-
masing tahapan memiliki penekanan aktivitas dan tujuan yang
berbeda, hal ini dimaksudkan agar mampu mengembangkan
pemahaman yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi hasil
yang baik pada perubahan perbaikan peralatan, operator dan tempat
kerja.
Sehingga diharapkan melalui program Jishu Hozen, seorang operator
akan mendapatkan kompetensi dalam:
Kemampuan mendeteksi, korektif dan preventif peralatan
yang tidak normal agar dapat diperbaiki
Kemampuan dalam memahami fungsi peralatan dan
mekanismenya
Kemampuan mendeteksi penyebab ketidaknormalan
Kemampuan memahami hubungan antara peralatan dan
kualitas
Kemampuan memprediksi masalah kualitas dan mendeteksi
penyebabkualitas
2.14. Abnormalitas Menurut TPM

Tujuh anomali menurut Suzuki (1994) diharapkan mesin bisa kembali


ke kondisi semula.

1. Cacat/kerusakan kecil
Cacat atau kerusakan kecil ini dapat berupa:
a. Kontaminasi: debu, kotoran, bubuk, minyak, grease, cat
b. Kerusakan: retakan, hancuran, berubah bentuk, terpotong, bengkok
35

c. Bermain-main : berguncang, hamper terjatuh, miring/curam,


keanehan, aus, distorsi/penyimpangan, korosi
d. Kendor: ban berjalan, rantai bergerak
e. Fenomena abnormal: bunyi tidak biasa, panas berlebihan, begetar,
bau yang aneh, perubahan warna, tekanan/arus yang tidak benar
f. Lengket: menghalangi, mengeras, akumulasi serpihan-serpihan,
mengelupas, tidak berfungsi
2. Kondisi dasar yang tidak terpenuhi
a. Lubrikasi: tidak cukup, kotor, tidak dapat teridentifikasi, tidak
cocok, bocor
b. Titik lubrikasi: kotor, inlet lubrikasi rusak atau berubah bentuk,
kegagalan akibat pipa lubrikasi
c. Alat pengukur oil level: kotor, inlet lubrikasi rusak atau berubah
bentuk, kegagalan akibat pipa lubrikasi
d. Pengencangan: mur dan baut kendor, hilang, ulir rusak, terlalu
panjang, hancur, berkarat, washer/ring yang tidak tepat, sayap mur
terbalik
3. Area-area yang tidak bisa diakses
a. Pembersihan (cleaning): konstruksi mesin, pelindung, layout,
tempat berpijak, ruang (space)
b. Pemerikasaan: konstruksi, pelindung, layout, tempat berpijak,
posisi dan orientasi perlengkapan, tampilan range pengoprasian
c. Lubrikasi: posisi inlet lubrikasi, kontruksi, tinggi, tempat berpijak,
outlet lubrikasi, ruang/area
d. Pengencangan: pelindung, konstruksi, ukuran layout, ruang/area
e. Operasional: layout mesin, posisi valve, saklar (switches), tempat
berpijak
f. Penyesuaian: posisi pressure gauges, thermometer, flowmeter,
meteran kelembaban
4. Sumber-sumber kontaminasi
a. Produk: bocor, ceceran, semburan, berceceran, kebanjiran
b. Bahan baku: bocor, ceceran, semburan, berceceran, kebanjiran
36

c. Material lubrikasi: bocor, ceceran, minyak merembes, cairan


hidrolik, minyak bahan bakar
d. Gas: kebocoran angina bertekanan, gas, steam, uap air, asap
e. Scrap: kilasan-kilasan, potongan-potongan, kemasan-kemasan,
material-material, produk-produk tidak sesuai
f. Lain-lain: kontaminasi oleh manusia dan forklift, perembesan
karena dinding retak, jendela rusak
5. Sumber-sumber kecacatan kualitas
a. Pengaruh asing: debu, karat, bubuk, potongan-potongan,
kelembaban, scrap kawat, serpihan kayu, serpihan kertas, batu
b. Goncangan: tetesan, berguncang-guncang, tubrukan, getaran
c. Kelembaban: terlalu sedikit atau terlalu banyak rembesan
d. Ukuran: abnormalitas pada penyaring, penyekat, pemisah angina
bertekanan, pemisah sentrifugal
e. Kekentalan: ketidakcukupan adanya peringatan, pemanasan,
pencampuran, penambahan, evaporasi, pergerakan
6. Barang-barang yang tidak perlu dan tidak mendesak
a. Machinery: pompa, kipas, kompresor, tanki, dll
b. Pemipaan: pipa, selang, ducting, valve, dll
c. Alat ukur: thermometer, meteran tekanan, meteran vakum, dll
d. Perlengkapan listrik: kondisi kabel, pipa kabel, on/off power,
saklar, colokan listrik
e. Alat bantu: peralatan umum, alat-alat potong jigs, molds, dies,
penahan, rangka
f. Spare part: perlengkapan yang standby, cadangan, stok permanen,
material tambahan
g. Perbaikan sementara: selotip, string, kawat, pelat metal, dll
7. Tempat-tempat yang tidak aman
a. Lantai: tidak rata, retak, berlubang, tonjolan, terkelupas, aus pada
lantai logam, licin
b. Anak tangga: terlalu curam, tidak beraturan, licin, pegangan
tangga
37

c. Pencahayaan: redup, tidak pada tempatnya, cover rusak dan kotor,


dll
d. Mesin berputar: diabaikan, minyak yang jatuh dan cover yang
rusak tidak aman jika keadaan darurat, tidak adanya perankat
pemberhentian darurat
e. Mesin pengangkat: kawat, gantungan, rem dan bagian lain alat
pengangkut dan kerekan
f. Lain-lain: bahan kimia, cairan pelarut, gas beracun, material
penyekat, tanda-tanda bahaya, pelindung proaktif (APD)

Anda mungkin juga menyukai