Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Pertempuran 10 November di Surabaya

Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara


Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November
1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan
Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu
pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi
simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Pertempuran Surabaya melawan pasukan sekutu memang tidak dapat dilepaskan dari
peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perbutan kekuasaan dan senjata dari tangan
Jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945. Kejadian tersebut telah
membangkitkan pergolakan sehingga me-nimbulkan situasi revolusi yang konfrontatif. Para
pemuda berhasil memiliki senjata, dan pemerintah memberikan dukungan terhadap
tindakan yang mereka lakukan. Bahkan keduanya siap menghadapi berbagai ancaman
yang datang baik dari luar maupun dari dalam.

Kedatangan Pasukan Sekutu di Surabaya

Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 di bawah pimpinan
Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Pasukan itu merupakan bagian
dari Divisi ke-23 di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari
Panglima AFNEI untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran
Sekutu. Pemimpin pasukan Sekutu menemui R.M. Suryo (pemegang pemerintahan
Indonesia di Jawa Timur). Namun pemerintah Indonesia di Jawa Timur merasa enggan
menerima kedatangan mereka. Setelah diadakan pertemuan antara wakil pemerintah
Republik Indonesia dengan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, disepakati hal-hal berikut ini.

Inggris berjanji bahwa pada tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda. .
Mereka menyetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman
Mereka segera membentuk kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya
Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Oleh karena itu, pihak Republik Indonesia memperkenankan tentara Inggris memasuki kota
dengan syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki,
seperti kamp-kamp tawanan. Namun dalam perkembangan berikutnya, pihak Inggris
mengingkari janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam hari satu pleton field security
section di bawah pimpinan Kapten Shaw melakukan penyerangan ke Penjara Kalisosok
untuk membebaskan Kolonel Huiyer (seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda) bersama
kawan-kawannya.

Tindakan Inggris dilanjutkan dengan menduduki Pangkalan Udara Morokrembangan,


Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Bank Intemasional, dan objek vital
lainnya. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan
pamflet-pamflet. Pamflet-pamflet itu berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan
senjata yang dirampasnya dari tangan Jepang. Pemerintah Republik Indonesia berusaha
menanyakan hal itu kepada Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, tetapi ia mengakui
mengetahui tentang pamflet tersebut.
Sikap itu menghilangkan kepercayaan pemerintah Republik Indonesia kepadanya.
Pemerintah meminta kepada para pemuda untuk tetap siaga menghadapi segala
kemungkinan. Pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadi kontak senjata yang pertama antara
para pemuda dengan pihak Inggris. Kontak senjata itu meluas, sehingga terjadi
pertempuran antara Indonesia dengan Inggris tanggal 28, 29, dan 30 Oktober 1945. Dalam
pertempuran itu pasukan Sekutu dapat dipukul mundur dan bahkan hampir dapat
dihancurkan oleh pasukan Indonesia.

Beberapa objek vital berhasil direbut kembali oleh para pemuda. Bahkan pemimpin
pasukan Sekutu Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil ditawan oleh para pemuda.
Melihat kenyataan seperti itu, komandan pasukan sekutu hubungi Presiden Soekarno untuk
mendamaikan perselisihan antara pemuda dengan asukan Inggris di sana. Pada tanggal 30
Oktober 1945, Presiden Soekarno, Hatta, dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya untuk
mendamaikan perselisihan itu. Perdamaian berhasil dicapai, tetapi setelah sekembalinya
Soekarno dan rombongan ke Jakarta, pertempuran kembali terjadi dan menewaskan
Jenderal A.W.S. Mallaby. Pasukan Inggris nyaris hancur, kemudian mereka meminta
bantuna dari Devisi V di bawah pimpinan Mayor Jendral Mansergh dengan kekuatan
24.000 orang.

Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman
akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang
Indonesia Surabaya tidak menaati perintah Inggris. Mereka juga mengeluarkan instruksi
yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus
datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat
yang telah ditentukan. Mereka diharuskan datang dengan tangan di atas kepala, dan
kemudian menandatangani dokumen yang tersedia sebagai tanda menyerah tanpa syarat.

Terjadinya Peristiwa 10 November

Para pemuda yang memegang senjata diperintahkan untuk menyerahkan


senjatanya. Ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November
1945 terjadi pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat. Rakyat Surabaya bertekad untuk
bertempur mati-matian.

Karena ultimatum tersebut tidak digubris oleh para pejuang dan rakyat surabaya maka
pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran yang
sangat dahsyat, mereka mengerahkan sekitar 3 Divisi pasukan Infanteri beserta tank dan
senjata berat lainya, 50 pesawat tempur, dan sejumlah kapal perang yang berada disekitar
perairan surabaya.
Hampir seluruh bagian kota Surabaya ditembaki dan dihujani bom secara membabi-buta
oleh moncong moncong meriam pasukan Inggris. Ribuan penduduk menjadi korban,
banyak yang meninggal dan luka-luka. Perlawanan tidak berhenti, Kobaran api semangat
di seluruh kota menyala nyala bak letusan gunung berapi, TKR dan Laskar serta bantuan
yang aktif dari rakyat Surabaya membuat kota Surabaya terbakar bak neraka.
Inggris terkejut mereka mendapatkan badai api di Kota Surabaya, awalnya mereka
menduga perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari
saja, Nyatanya pengerahkan persenjataan modern dan taktik perang yang mumpuni tidak
membuat kota surabaya mudah untuk diduduki.
Pertempuran semakin sengit dengan hadirnya para ulama, kyai dan para santri di
medan peperangan.Nama nama besar seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah
serta kyai-kyai pesantren lainnya ikut ambil bagian dalam perjuangan dengan mengerahkan
santri-santri (ketika itu masyarakat Jawa khususnya tidak begitu patuh kepada
pemerintahan tetapi mereka sangat patuh dan taat kepada para kyai dan ulama mereka).
Tidak ketinggalan juga seorang orator ulung dan pejuang muda kota surabaya Bung
Tomo bersama para tokoh lainnya terus memompa dan mebakar semangat arek arek
surabaya agar terus berjuang hingga titik darah penghabisan.
Tidak terduga sama sekali perlawanan bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari,
minggu ke minggu. Perlawanan yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, semakin hari semakin solid dan teratur. Pertempuran dasyat ini memakan
waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.
Peristiwa berdarah ini benar benar membuat inggris merasa berperang dipasifik, medan
perang Surabaya mendapat julukan neraka bagi mereka karena kerugian yg disebabkan
tidaklah sedikit, sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya serta
puluhan alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.
Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa
Indonesia , semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah
penghabisan demi tegaknya kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan
dengan penuh kegigihan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban
ketika itu serta semangat membara yang membuat Inggris serasa terpanggang di neraka
telah membuat kota Surabaya kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10
nopember diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan.

Kejadian itu merupakan sebuah lambang keberanian dan kebulatan tekad dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa 10 November itu diperingati setiap
tahun sebagai hari Pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia. Merdeka!!!

Iklan

Anda mungkin juga menyukai