Anda di halaman 1dari 96

PLAGIAT

PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

EVALUASI PERESEPAN KASUS PEDIATRI DI BANGSAL ANAK


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA YANG MENERIMA
RESEP RACIKAN PERIODE JULI 2007
(Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :

Amanda Marselin
NIM : 048114022

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup


(Yohanes 14 : 6)

Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan kasih
sayang-Nya

Kedua orang tuaku atas semua kasih sayang, doa, perjuangan,


dan pengorbanannya

Almamaterku

v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Prakata

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode

Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan

Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang

mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi

penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda.

2. Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam

proses penyusunan skripsi.

3. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta

memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan

skripsi ini.

vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen

penguji serta memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan

data untuk penelitian ini.

6. Ibu Wiwin beserta semua perawat yang bertugas di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan selama proses pengambilan data

penelitian ini.

7. Kepala dan staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data

penelitian.

8. Ayahanda Benny Heimbach dan Ibunda Cecilia Linggawati yang telah

membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan kasih sayang,

perhatian, pengorbanan serta doa yang tulus sepanjang hidup penulis.

9. Adikku tersayang Rinaldo yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

10. Mas Agus yang dengan setia menemani penulis, selalu memberikan doa dan

dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

11. Wiwid, Octav, Pipit, Reni, Made, Rina, Atin, Retry, atas persahabatan,

kekompakan dan dukungannya selama ini.

12. Novi atas kebersamaan, bantuan, dan semangat selama menjalani kuliah dan

penyusunan skripsi ini. Kita memang selalu senasib.

13. Wida, Sisca, Anna, Rissa, Nur, Henny, Bosco, Limdra, Rosa, Sisil dan semua

teman-teman kelas FKK 2004 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

14. Tata dan Erline atas kerjasama, dukungan dan semangat kepada penulis

selama proses penyusunan skripsi ini.

vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

15. Mbak Dhian, Mas Yoyok, Mas Rinto, Mas Andri, Amrih, Galuh, Desta, Meta,

Angger, Mbak Dita, Clara, Mas Dita, semua teman-teman Mudika Gonzaga

yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Mas Badrun

terima kasih terjemahannya.

16. Mbak Etty, Mbak Anis, dan Elina atas dukungan dan doa kepada penulis.

Mbak Etty terima kasih jawaban tugasnya.

17. Mbak Tatik yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.

18. Kak Rosa yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima

kasih pinjaman bukunya.

19. Mbak Isye, Mas Ardi, dan si kecil Grace yang selalu memberikan dukungan

dan doa untuk penulis.

20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia

ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini

bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 29 Januari 2008

Penulis

viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

INTISARI

Pasien pediatri merupakan kelompok pasien yang rentan terhadap


terjadinya adverse drug reaction (ADR). Kelompok pasien pediatri sulit
menerima bentuk sediaan obat padat sehingga harus digerus atau diracik. Proses
peracikan dapat mengakibatkan perubahan sifat dan terjadinya interaksi obat.
Gangguan sistem saluran cerna merupakan kasus yang banyak terjadi di bangsal
anak RS Bethesda Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang penggunaan resep
racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien, mengetahui profil
kasus meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama, mengetahui pola
peresepan racikan dan non racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak
terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang
menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran
cerna). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Seluruh kasus yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Kasus
terbanyak berumur 1 bulan-2 tahun (50,5%), jenis kelamin terbanyak laki-laki
(59,6%), jumlah racikan terbanyak yang diterima sebanyak satu jenis racikan
(54,4%). Golongan obat non racikan yang digunakan antara lain obat antiinfeksi,
kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran cerna, obat
gangguan saluran nafas, obat gangguan sistem saraf pusat, serta nutrisi dan darah.
Jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis drug
related problem yang terjadi, yaitu: interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa
indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah
sebanyak 11 kasus. Kasus terbanyak menjalani rawat inap selama 3-5 hari.
Sebagian besar kasus pulang dengan kondisi klinis yang membaik.

Kata kunci : pasien pediatri, resep racikan, saluran cerna, DRP

x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT

Pediatric patient are a group of patient who is susceptible toward adverse


drug reaction (ADR). Group of pediatric patient have difficulty to accept a kind of
solid dosage form then it must be grind or compound. The process of compound
can cause characteristic change and drug interaction. Gastrointestinal system
disorder is a case that often happens at pediatric ward Bethesda Hospital
Yogyakarta.
The objective of this study is to identify the medical doctors,
pharmacists, nurses, and patient parents background for the using of compound
prescription, to identify the case profiles such as age, gender, and main diagnosis,
to identify the prescription pattern of compound and non compound prescription,
and to identify the rationally and the effect of therapy on pediatric cases in
pediatric ward of Bethesda Hospital Yogyakarta that receive compound
prescription on July 2007 period (case studies of gastrointestinal system disorder).
This research includes the kind of non experimental research plan descriptive
evaluative research which have prospective characteristic.
All case which accepts compound prescription is 99 cases. The most
frequency case between 1 month-2 year (50.5%), the most gender is male
(59.6%), the amount of most prescription accepted as many as one prescription
type (54.4%). Group of non prescription medicine that utilize are anti infection,
corticosteroid, antihistamine, analgesic, gastrointestinal system disorder medicine,
respiratory disorder medicine, central nervous system disorder medicine, also
nutrition and blood medicine.
The total of gastrointestinal system disorder case is 32 cases. The type of
drug related problem that happen which is drug interaction 24 cases, unnecessary
drug therapy 31 cases, dosage too high 2 case, and dosage too low 11 cases. The
most cases undergo stay overnight treatment for 3-5 days. Mostly, the cases return
home with good clinical condition.

Key word: pediatric patient, compound prescription, gastrointestinal, DRP

xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
PRAKATA............................................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ ix
INTISARI............................................................................................................... x
ABSTRACT............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ............... xix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1. Permasalahan ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ......................................................... ............... 4
3. Manfaat penelitian.......................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum ................................................................................. 5
2. Tujuan khusus ................................................................................ 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Peresepan Kelompok Anak .................................................................. 6
B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna .................................................. 8
C. Drug Related Problems (DRPs) .......................................................... 9
1. Definisi dan jenis ........................................................................... 9
2. Interaksi obat.................................................................................. 11
D. Diare Akut............................................................................................ 12
1. Definisi........................................................................................... 12
2. Epidemiologi .................................................................................. 12
3. Etiologi........................................................................................... 12

xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

4. Patofisiologi ................................................................................... 13
5. Manifestasi klinik........................................................................... 14
6. Langkah pencegahan ..................................................................... 15
E. Diare Disentri ....................................................................................... 15
1. Definisi........................................................................................... 15
2. Epidemiologi .................................................................................. 16
3. Etiologi........................................................................................... 16
4. Patofisiologi ................................................................................... 16
5. Manifestasi klinik........................................................................... 17
F. Penatalaksanaan Terapi........................................................................ 17
1. Tujuan terapi .................................................................................. 17
2. Sasaran terapi ................................................................................. 17
3. Terapi ............................................................................................. 18
G. Keterangan Empiris.............................................................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 20
B. Definisi Operasional ............................................................................ 20
C. Subyek Penelitian................................................................................. 23
D. Bahan Penelitian................................................................................... 23
E. Lokasi Penelitian.................................................................................. 23
F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 24
1. Tahap orientasi ............................................................................... 24
2. Tahap pengambilan data ................................................................ 24
3. Tahap penyelesaian data ................................................................ 25
G. Tata Cara Analisis Hasil....................................................................... 25
H. Kesulitan penelitian.............................................................................. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan........................................ 28
1. Dokter............................................................................................. 28
2. Apoteker......................................................................................... 29
3. Perawat........................................................................................... 30

xiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

4. Orang tua pasien............................................................................. 31


B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan ......................... 31
1. Berdasarkan kelompok umur ......................................................... 32
2. Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 33
3. Berdasarkan diagnosis utama......................................................... 33
C. Pola Peresepan Kasus yang Menerima Resep Racikan........................ 35
1. Jenis resep racikan ......................................................................... 35
2. Kelas terapi obat non racikan......................................................... 38
a) Antiinfeksi................................................................................ 38
b) Kortikosteroid .......................................................................... 39
c) Antihistamin............................................................................. 40
d) Analgesik ................................................................................. 40
e) Obat gangguan saluran nafas ................................................... 41
f) Obat gangguan saluran cerna ................................................... 42
g) Obat gangguan sistem saraf pusat ............................................ 42
h) Obat nutrisi dan darah .............................................................. 43
D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi ............................. 44
1. Drug related problem (DRP) ......................................................... 44
2. Dampak terapi ................................................................................ 57
E. Rangkuman pembahasan...................................................................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 61
B. Saran..................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 63
LAMPIRAN........................................................................................................... 65
BIOGRAFI............................................................................................................. 106

xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs)............................ 10


Tabel II Tingkat signifikansi interaksi obat ....................................................... 11
Tabel III Terapi cairan untuk pengobatan dehidrasi ........................................... 18
Tabel IV Pengelompokkan umur kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ................................. 32
Tabel V Pengelompokkan jenis kelamin kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 33
Tabel VI Pengelompokkan diagnosis utama kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 34
Tabel VII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima satu jenis racikan periode Juli 2007 ........................... 35
Tabel VIII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima dua jenis racikan periode Juli 2007 ............................ 36
Tabel IX Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima tiga jenis racikan periode Juli 2007............................ 37
Tabel X Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima empat jenis racikan periode Juli 2007 ........................ 38
Tabel XI Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 39
Tabel XII Golongan dan jenis obat kortikosteroid pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 40

xv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XIII Golongan dan jenis obat antihistamin pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .............................. 40
Tabel XIV Golongan dan jenis obat analgesik pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 41
Tabel XV Golongan dan jenis obat gangguan saluran nafas
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 41
Tabel XVI Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 42
Tabel XVII Golongan dan jenis obat gangguan sistem saraf pusat
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 43
Tabel XVIII Golongan dan jenis obat nutrisi dan darah pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 43
Tabel XIX Kelompok kasus DRP dosis terlalu rendah pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 45
Tabel XX Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 46
Tabel XXI Kelompok kasus DRP interaksi obat pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 48

xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXII Kelompok kasus DRP dosis terlalu tinggi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 49
Tabel XXIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 50
Tabel XXIV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 51
Tabel XXV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 52
Tabel XXVI Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli2007 ........................... 53
Tabel XXVII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 54
Tabel XXVIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 55

xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXIX Contoh kasus DRP pada kasus pediatri


di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 56
Tabel XXX Kondisi keluar pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 57

xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi saluran cerna.................................................................... 8


Gambar 2 Persentase jenis resep racikan kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 37
Gambar 3 Jumlah kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007
dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 57
Gambar 4 Lama rawat inap kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007
dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 58

xix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medis kasus pediatri di Bangsal Anak


Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 65
Lampiran 2 Rangkuman hasil wawancara dengan Apoteker Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta................................................ 97
Lampiran 3 Rangkuman hasil wawancara dengan Orang Tua Pasien
Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 98
Lampiran 4 Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat yang bertugas
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 100
Lampiran 5 Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter yang bertugas
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 101
Lampiran 6 Daftar nama obat yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 102
Lampiran 7 Pemeriksaan feses rutin pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 104
Lampiran 8 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima
Resep Racikan Periode Juli 2007................................................... 105

xx
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien pediatri adalah salah satu kelompok populasi yang rentan terhadap

adverse drug reaction (ADR). Suatu penelitian di beberapa rumah sakit di USA

menunjukkan sejumlah pasien pediatri harus menjalani rawat inap karena ADR

penggunaan obat meskipun persentasenya tidak sebesar kejadian pada orang tua

(Mitchell, Lacouture, Sheehan, Kaufman, dan Shapiro, 1988). Penelitian lain

menyebutkan efek samping akibat penggunaan obat pada anak di bawah 2 tahun

menimbulkan tingkat kematian yang cukup besar (Moore, Weiss, Kaplan, dan

Blaidel, 2002).

Pada pasien pediatri umumnya sulit menerima bentuk sediaan obat padat

sehingga bentuk sediaan obat padat tersebut baik dalam sediaan tunggal maupun

campuran digerus menjadi bentuk serbuk (puyer). Sebagian besar obat hasil

racikan yang digunakan di rumah sakit di Indonesia tidak dilakukan pengujian

baik kualitatif maupun kuantitatif, sehingga belum ada jaminan keamanan dan

khasiat penggunaannya. Dari sisi farmasetik obat jadi merupakan produk akhir

yang berarti tidak layak untuk direformulasikan kembali terlebih bila dicampur

dengan obat jadi lainnya.

Dalam proses peracikan juga dapat terjadi interaksi obat yang

mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia dan klinis dari obat tersebut.

Perubahan sifat fisika yang dapat terjadi ialah stabilitas sediaan, sedangkan untuk

1
2
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

mengetahui perubahan sifat kimia dapat dilakukan dengan pengujian

kadar zat aktif dalam sediaan racikan tersebut. Selain itu, juga muncul masalah

dalam hal khasiat dan keamanan obat, misalnya timbulnya efek toksik obat,

berkurangnya dosis obat, dan lainnya.

Gangguan sistem saluran cerna terutama diare merupakan salah satu

penyakit yang banyak diderita oleh pasien pediatri. Di negara berkembang, diare

adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak. Faktor yang

mempengaruhi meliputi sanitasi yang buruk, nutrisi yang buruk dan banyak

terjadi pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 1,3 milyar peristiwa

terjadi setiap tahun dan 4 juta kematian disebabkan diare di negara-negara tersebut

(Spruill dan Wade, 2005).

Pada tahun 2006, jumlah penderita diare di Indonesia mencapai 26.000

jiwa, sedangkan Oktober tahun 2007 sudah mencapai 23.000 jiwa, sebagian besar

penderita diare tersebut adalah anak-anak (Anonim, 2007). Banyak pasien anak

yang mengalami diare dan dirawat di rumah sakit karena keparahan diare yang

dialami juga disertai dengan dehidrasi.

Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit. Rumah Sakit

Bethesda merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000

versi 2001 dan merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini memiliki 8 orang apoteker dan telah

mulai menjalankan kegiatan farmasi klinis.


3
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Sediaan racikan juga banyak digunakan dalam pengobatan gangguan

sistem saluran cerna pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta untuk beberapa indikasi sesuai kondisi pasien. Melihat

fenomena tersebut muncul pertanyaan mengenai kerasionalan terapinya terkait

kemungkinan terjadinya drug related problems (DRPs) dan dampak terapi yang

dialami pasien, untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai evaluasi peresepan obat

racikan pada pasien tersebut.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan sediaan

racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien pada kasus

pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda?

b. Seperti apakah profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin,

dan diagnosis utama?

c. Seperti apakah pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis

obat racikan maupun non racikan?

d. Seperti apakah kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus

pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan

periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan

hasil penelusuran pustaka?


4
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian

Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) belum pernah dilakukan. Penelitian yang

terkait dengan masalah peresepan pada anak telah dilakukan oleh beberapa

peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini:

a. Evaluasi Peresepan Obat Bagi Penderita Gastroenteritis Akut Anak di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada Tahun 1998 (Pati, 2000)

b. Pola Peresepan Diare Akut pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Desember tahun 2002 (Lestari, 2004)

c. Pola Pengobatan Penyakit Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember Tahun 2004 (Adesispanti,

2006)

Penelitian tersebut berbeda pada hal tujuan penelitian, waktu penelitian,

dan sifat pengambilan data. Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin melihat

dan melakukan evaluasi peresepan resep racikan yang dihubungkan dengan

adanya drug related problems (DRPs) berdasarkan hasil penelusuran pustaka

dengan sifat pengambilan data yang prospektif.

3. Manfaat penelitian

Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumber

informasi mengenai penggunaan resep racikan pada pasien pediatri di Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta. Manfaat praktis penelitian ini, diharapkan dapat

digunakan sebagai evaluasi dan bahan pertimbangan dalam pemilihan terapi untuk
5
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pasien pediatri, khususnya dalam penggunaan resep racikan demi meningkatkan

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji peresepan obat pada

kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep

racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna).

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan sediaan

racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

b. Mengetahui profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang

menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin dan

diagnosis utama.

c. Mengetahui pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis

racikan maupun non racikan.

d. Mengetahui kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode

Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil

penelusuran pustaka.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Peresepan Kelompok Anak

Menurut The British Paediatric Association (BPA), kelompok anak

dibagi dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi sebagai

berikut: 1) neonatus adalah awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi

tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam

kandungan), 2) bayi adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun, 3) anak-anak adalah usia

2 tahun sampai 12 tahun, dengan subseksi bahwa anak usia di bawah 6 tahun

memerlukan bentuk sediaan yang sesuai, 4) remaja 12 sampai 18 tahun (Prest,

2003).

Menurut Ridwan (2007), berdasarkan tumbuh kembangnya umur pada

anak-anak dapat dikelompokkan menjadi:

1. masa neonatal (0-4 minggu sesudah lahir)

2. masa bayi (1 bulan-2 tahun)

3. masa pra sekolah (2-6 tahun)

4. masa sekolah (6-12 tahun)

5. masa remaja (12-18 tahun)

Kelompok anak mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian

medication error. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal tersebut termasuk

penentuan regimen dosis obat yang terkait dengan berat badan pasien anak,

ketersediaan obat-obatan dalam bentuk sirup atau yang sesuai untuk anak,

6
7
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

hambatan komunikasi dengan pasien anak, kegagalan pemberian obat sesuai

dengan aturan pakainya, fungsi fisiologi yang belum optimal terkait dengan

adverse drug reaction (ADR) yang kemungkinan muncul dalam proses

farmakokinetikanya seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar (Kaushal, Jaggi, Walsh,

Fortescue, dan Bates 2004).

Dosis pada anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis dewasa karena

anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil. Dosis anak harus ditetapkan

dengan seksama merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan

rumus. Pemilihan bentuk sediaan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu rute

pemberian yang diinginkan, usia anak, ketersediaan bentuk sediaan, pengobatan

lain yang sedang dijalani dan kondisi penyakit. Rute pemberian secara oral cukup

mudah dilakukan dengan bentuk sediaan cair untuk anak yang kurang dari 6

tahun. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan tablet. Pemberian tablet

dengan menggerus harus dipertimbangkan apakah akan merusak tujuan formulasi

bentuk sediaannya, misalnya, sustained release atau tablet salut tidak tepat apabila

digerus untuk dibuat puyer atau racikan (Prest, 2003).

Rute pemberian pada pasien anak dapat melalui oral, rektal, inhalasi,

kulit (topikal), dan intramuskular. Sebagian besar obat pada anak diberikan

melalui rute pemberian oral, meskipun dapat menimbulkan muntah. Bentuk

sediaan oral yang digunakan ialah tablet, kapsul, dan sirup. Sebagian besar anak

yang berusia 4 tahun ke atas dapat menelan tablet yang berukuran kecil, namun

sulit untuk kapsul yang berukuran besar. Tablet dapat dihancurkan menggunakan

dua buah sendok dan serbuknya dicampur dengan minuman atau makanan. Tablet
8
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sustained release tidak boleh dihancurkan, tetapi untuk beberapa kapsul dapat

dikeluarkan isinya dan dicampur dengan cairan tanpa gula seperti tablet yang

dihancurkan (Barnes, Craft, George, Milner, 1987).

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna

Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan

mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari:

mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Seluruh saluran

pencernaan dibatasi oleh selaput lendir (membran mukosa). Dalam proses

pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat yang dapat diserap dan

digunakan oleh sel-sel dalam tubuh (Pearce, 2002).

Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Wakefield, 2005)


9
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Proses pencernaan dimulai dari mulut, dalam mulut makanan dikunyah

untuk dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim

amilase dan ptialin. Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke

lambung melalui esofagus. Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang

terdiri dari asam hidroklorida dan pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pilorus

membuka dan menutup secara refleks.

Makanan yang sudah setengah cair (cimus) melewati pilorus masuk ke

dalam usus dua belas jari. Di dalam usus, cimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari

getah pankreas dan empedu. Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan

lemak dibentuk menjadi suatu emulsi cimus dengan garam kolat untuk

memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus besar bagian air dalam cimus

dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan melalui dubur sebagai tinja

(Heaton dan Lewis, 1997).

C. Drug Related Problems (DRPs)

1. Definisi dan jenis

Drug related problems (DRPs) merupakan masalah-masalah yang tidak

diinginkan yang dialami pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat sehingga

dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi. Identifikasi DRPs merupakan

perhatian dari penilaian dan keputusan akhir yang dibuat dalam tahap proses

patient care. Diketahui ada tujuh jenis DRPs yang dapat disebabkan oleh obat

yang harus dicarikan solusinya dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical

care (Strand, Morley, dan Cipolle, 1998).


10
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel I. Penyebab-penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Strand et al., 1998)


No Jenis DRPs Kemungkinan penyebab DRPs
1. Ada obat tanpa indikasi Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu
(unnecessary drug therapy) Terapi dengan dosis toksik
Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat
menggunakan terapi tunggal
Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat)
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat
digantikan dengan yang lebih aman
Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol,
dan merokok
2. Butuh tambahan obat Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan
(need for additional drug obat baru
therapy) Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terus-
menerus
Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang
baru atau terapi profilaksis
Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi
3. Pemilihan obat yang salah Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif
(wrong drug) Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut
Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman
Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut
Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten
Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang
baru
Kombinasi obat yang salah
4. Dosis terlalu rendah Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon
(dosage too low) pada pasien
Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi
yang diharapkan
Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik
profilaksis untuk operasi
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang
sesuai untuk pasien
5. Efek samping dan interaksi Obat diberikan terlalu cepat
obat Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat
(adverse drug reaction) Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut
Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau
makanan
Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta
pergeseran tempat ikatan
Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat
6. Dosis terlalu tinggi Dosis terlalu tinggi
(dosage too high) Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang
diharapkan
Dosis obat dinaikkan terlalu cepat
Akumulasi obat karena terapi jangka panjang
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang
sesuai untuk pasien
7. Kepatuhan pasien Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error
(compliance) Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan
sengaja maupun karena tidak mengerti
Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya

Jenis DRPs ada obat tanpa indikasi dan butuh obat tambahan merupakan

DRPs yang berhubungan dengan indikasi. Pemilihan obat yang salah dan dosis
11
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pemberian yang terlalu rendah berhubungan dengan masalah keefektifan. Efek

samping dan interaksi obat serta dosis pemberian yang terlalu tinggi berhubungan

dengan masalah keamanan, sedangkan jenis DRPs yang terakhir berhubungan

dengan masalah kepatuhan pasien (Strand et al., 1998).

2. Interaksi obat

Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan pustaka yang digunakan

berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut:

Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2001)


Tingkat Signifikansi Keparahan Laporan
1 Berat (major) Terbukti
2 Sedang (moderate) Terbukti
3 Ringan (minor) Terbukti
4 Berat/Sedang (major/moderate) Mungkin terjadi
Ringan (minor) Mungkin terjadi
5
Tidak ada Tidak mungkin terjadi

Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan

tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat

yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek

interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang

berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2001).

Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai resiko dan

manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat

mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat

(major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat

kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari

tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa

butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya
12
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek

yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara

signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001).

D. Diare Akut

1. Definisi

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan

konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan

karena dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah karena infeksi

rotavirus. Diare menyebabkan gangguan gizi dan kematian (Soenarto et. al.,

2004).

2. Epidemiologi

Diare akut merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah umum

di berbagai negara. Tingkat kematian karena diare pada usia anak masih sangat

tinggi, mencapai 5 juta balita per tahun di dunia. Sebanyak 80% di antara

kematian tersebut, terjadi sebelum menginjak usia 2 tahun. Diare yang disebabkan

virus lebih banyak terjadi dibandingkan diare akibat bakteri. Salah satu virus

penyebab diare, yaitu rotavirus yang sebagian besar dialami bayi usia 6-24 bulan

(Anonim, 2007).

3. Etiologi

Diare akut dapat disebabkan oleh beberapa agen penginfeksi seperti

virus, bakteri, dan parasit (Entamoeba histolytica). Penyebab terbanyak pada

kasus diare ialah rotavirus. Jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare akut
13
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

antara lain Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Clostridium perfingens,

Staphylococcus, dan beberapa jenis bakteri lainnya (Anonim, 1997).

4. Patofisiologi

Diare akut infeksi dapat diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis

menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan

invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri

dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada pemeriksaan feses rutin secara

makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear. Diare non inflamasi disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Pada

pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Zein, Sagala, dan

Ginting, 2004).

Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi menjadi

kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik

terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam

lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah

malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium

(Zein et al., 2004).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transpor elektrolit baik absorbsi

yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat

toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam

empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon
14
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat

menyebabkan diare sekretorik (Zein et al., 2004).

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik

usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory

bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan

motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini

terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus

(Zein et al., 2004).

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Zein et al.,

2004).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus (Zein et al., 2004).

5. Manifestasi klinik

Diare dapat disertai dengan kejang, nyeri perut, kembung, dan mual.

Selain itu, tergantung dari penyebabnya, penderita juga dapat mengalami demam
15
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

atau tinja yang berdarah. Anak-anak harus dibawa ke dokter bila menunjukkan

gejala-gejala sebagai berikut: tinja mengandung nanah dan darah atau tinja

berwarna hitam, suhu badan di atas 38C, setelah 24 jam tidak ada perbaikan, dan

menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (Anonim, 2004).

Gejala umum dehidrasi antara lain: haus, frekuensi buang air kecil

menurun, kulit kering, fatigue, urin berwarna gelap. Gejala dehidrasi pada anak-

anak di antaranya, lidah dan mulut kering, jika menangis tidak mengeluarkan air

mata, popok yang digunakan tidak basah selama 3 jam atau lebih, perut, mata dan

pipi cekung, demam tinggi, lesu atau mudah marah, kulit tidak kembali rata jika

ditekan dan kemudian dilepaskan (Anonim, 2004).

6. Langkah pencegahan

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter

Anak Indonesia (2004), yang termasuk langkah pencegahan antara lain

mengajarkan pola makan yang benar, mengandung cukup serat, pemberian cairan

yang cukup, dan melatih berdefekasi yang benar. Toilet training mulai diajarkan

sejak usia 1 tahun dan dikatakan gagal apabila pada usia 3 tahun anak belum dapat

buang air besar dengan benar.

E. Diare Disentri

1. Definisi

Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak

terbatas di usus yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:

sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, mencret, serta tinja mengandung darah dan

lendir (Simanjuntak, 1991).

2. Epidemiologi
16
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di

Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun (19741984) angka kejadian disentri

berkisar antara 19,3-42%. Di Indonesia dilaporkan dari hasil survei evaluasi tahun

19891990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15%. Proporsi penderita

diare dengan disentri di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5-15 % (Anonim,

2000).

3. Etiologi

Penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonela, Compylobacter

jejui, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat ummunya

disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh

Shigella flexneri, Salmonella, dan EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli). Infeksi ini

menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada

daerah dengan sanitasi dan kondisi lingkungan perorangan yang buruk (Anonim,

2000).

4. Patofisiologi

Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan

shigatoksin (ST) kelompok toksin ini mempunyai 3 efek: neurotoksik, sitotoksik,

dan enterotoksik. Beberapa bakteri enterik lain menghasilkan toksin dengan efek

yang sama, dinamakan shiga like toksin (sit). Toksin ini mempunyai dua unit,

yaitu unit fungsional, yang menimbulkan kerusakan, dan unit pengikat yang

menentukan afinitas toksin terhadap reseptor tertentu. Perbedaan unit inilah yang

menetapkan bentuk komplikasi yang terjadi. Infeksi Shigella dysentery dan

flexneri telah dibuktikan menurunkan imunitas, antara lain disebabkan


17
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

peningkatan aktifitas sel T suppressor dan penekanan kemampuan fagositosis

makrofag (Anonim, 2000).

5. Manifestasi klinik

Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian pada hari

kedua atau ketiga akan muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, kemudian

akan mengalami sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus disertai hilangnya

nafsu makan dan badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, biasanya pada

sebagian besar penderita akan mengalami penurunan volume diarenya dan

mungkin feses hanya berupa darah dan lendir. Disentri dapat menimbulkan

dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun kejadiannya

lebih jarang jika dibandingkan dengan diare akut. Komplikasi disentri dapat

terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik (Anonim, 2000).

F. Penatalaksanaan Terapi

1. Tujuan terapi

a. meringankan gejala

b. mengobati penyebab diare

c. menangani gangguan sekunder yang dapat menyebabkan diare

2. Sasaran terapi

a. gejala

b. penyebab diare

3. Terapi
18
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Menurut Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda (1997), dasar

pengobatan diare terdiri dari:

1) pemberian cairan, baik untuk pencegahan dehidrasi maupun untuk

pengobatan dehidrasi

2) pemberian makanan (refeeding) yang adekuat secepat mungkin

3) pemberian obat-obatan berupa antibiotika sesuai dengan penyebabnya.

Obat-obat antispasmodik (HCl papaverin, loperamid, ekstrak beladona,

dan lain-lain) dapat digunakan untuk pengobatan gejala yang dialami.

Penggunaan obat pengeras tinja serta karbon adsorbent (norit, kaolin,

pektin, dan lainnya) tidak dibenarkan untuk diberikan.

Pemberian terapi cairan dan elektrolit untuk pengobatan dehidrasi dapar

dilihat pada tabel III.

Tabel III. Terapi Cairan untuk Pengobatan Dehidrasi (Standar Pelayanan Medis
Rumah Sakit Bethesda, 1997)
Derajat Umur Jenis cairan Dosis (ml/kg BB) Lama
dehidrasi pemberian
(jam)
Ringan Semua umur Oralit per os 50 4
Sedang Semua umur Oralit per os 100 4
Ringer Laktat 30 (10-12 1
intra vena tetes/kgBB/menit)
kemudian
Bayi (0-1 tahun), Ringer Laktat 10 (3-10 tetes/kgBB/menit) 7
Anak <2 tahun intra vena
kemudian
Berat
Oralit per os ad libitum atau 125 16
ml/kgBB/hari
Ringer Laktat 100 4
intra vena
Anak >2 tahun
kemudian
Oralit per os 100 ml/kgBB/hari 20
19
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter

Anak Indonesia (2004), terapi yang direkomendasikan untuk pengobatan diare

sebagai berikut:

1) tidak boleh diberikan obat antidiare

2) antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Pilihan antibiotik yang dapat

diberikan adalah kotrimoksazol, amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji

sensitivitas

3) antiparasit yang dapat diberikan ialah metronidazol

G. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli

2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dapat meningkatkan

kerasionalan penggunaan resep racikan pada terapi kasus pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli

2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) merupakan jenis penelitian

non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.

Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan

terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature),

tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2007).

Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari

lembar catatan medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan

dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan

dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang

digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengamati keadaan kasus selama

mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan melihat lembar catatan mediknya.

B. Definisi Operasional

1. Kasus adalah kasus pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta dan mendapatkan resep racikan pada periode Juli

2007.

20
21
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang

memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,

diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium,

lama perawatan, dan lembar resume kasus pediatri yang menerima resep

racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli

2007.

3. Resep racikan adalah resep dengan komposisi campuran dua obat atau lebih

yang disiapkan/diproduksi/diracik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda.

4. Alasan pemilihan dan atau penggunaan resep racikan dideskripsikan

berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bertugas di Klinik Anak,

apoteker rawat inap, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien pediatri di

Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep

racikan periode Juli 2007.

5. Jenis obat yang dikaji peresepannya dalam penelitian ini ialah jenis racikan

dan jenis non racikan dengan menggunakan nama generik serta nama dagang

untuk obat kombinasi.

6. Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat racikan yang meliputi jenis

racikan, maupun obat non racikan, yang meliputi kelas terapi, penggolongan

obat, dan jenis obat pada kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007.

7. Evaluasi kerasionalan terapi yang dilihat dalam penelitian ini adalah

kesesuaian terapi yang diberikan dan kemungkinan terjadinya drug related


22
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

problem (DRP) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran

cerna berdasarkan standar terapi dan hasil penelusuran pustaka.

8. Jenis DRP yang dapat diamati dalam penelitian ini, yaitu interaksi obat, terjadi

efek samping, obat tanpa indikasi, butuh obat tambahan, salah obat, dosis

terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, sedangkan kepatuhan pasien dalam

menggunakan obat tidak dapat diamati.

9. Standar terapi yang digunakan ialah Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit

Bethesda dan Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI).

10. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information

Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006).

11. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat

dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non

racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2001).

12. Penggolongan obat berdasarkan golongan obat yang ada pada sumber

referensi British National Formulary 52 (Anonim, 2006).

13. Dampak terapi pada penelitian ini dievaluasi berdasarkan lama perawatan di

bangsal dan kondisi saat keluar dari rumah sakit (mengalami kesembuhan,

efek samping, terjadi komplikasi, bertambah parah atau meninggal) pada

kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna.

14. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada

periode Juli 2007 yang dimulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 4 Agustus

2007.
23
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta dan menerima resep racikan periode Juli 2007. Pada

kajian kerasionalan terapi subyek penelitian dibatasi hanya kasus dengan

diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Berdasarkan data yang

didapatkan, jumlah subyek penelitian untuk permasalahan latar belakang

pemilihan dan atau penggunaan resep racikan, profil kasus, dan pola peresepan

sebanyak 99 kasus. Pada permasalahan kerasionalan dan dampak terapi jumlah

subyek penelitian sebanyak 32 kasus.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik kasus

pediatri yang menerima resep racikan dan dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan

apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker,

perawat, dan orang tua pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar

belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak yang

Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem

Saluran Cerna) dilakukan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.


24
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

F. Tata Cara Penelitian

Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi,

tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap orientasi

Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari informasi mengenai

penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta. Tujuan tahap ini juga untuk mencari teknis pengambilan

data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas yang ada di bangsal anak

tersebut. Orientasi dilakukan selama satu minggu.

2. Tahap pengambilan data

a. Pengumpulan data

Pada proses ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi

secara prospektif selama periode waktu satu bulan. Pengumpulan data ini

dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus melalui lembar catatan medis

kasus. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan,

riwayat penyakit, anamnesis, diagnosis, obat yang diberikan, dan data

laboratorium serta keterangan kesembuhan kasus.

b. Tahap wawancara

Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter yang bertugas di

Klinik Anak, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien. Data hasil

wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk membantu mendeskripsikan

latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.


25
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. Tahap penyelesaian data

a. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa

keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal

pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan

kepada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

menerima resep racikan. Data tersebut digunakan untuk identifikasi drug related

problem (DRP) yang mungkin terjadi.

b. Evaluasi data

Penggolongan jenis obat non racikan yang digunakan pada kasus

berdasarkan referensi dari British National Formulary 52 (2006). Evaluasi

penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda dilakukan dengan mengidentifikasi kasus DRP (drug related problem)

yang terjadi berdasarkan pembanding standar yang bersumber dari Standar

Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, Standar Pelayanan Medis Kesehatan

Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Drug Information Handbook

(Lacy et.al., 2006), dan Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). Evaluasi dilakukan

secara kasus per kasus.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar:

a. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak

masa pra sekolah (>2 tahun- 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-12
26
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun), dihitung dengan cara menghitung

jumlah kasus pada tiap kelompok umur dibagi jumlah keseluruhan kasus yang

dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

b. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis

kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah

kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan

kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

c. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus

setiap jenis penyakit kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang

dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

d. Persentase jenis resep racikan yang digunakan dihitung dengan cara

menjumlahkan berapa kali jenis resep racikan digunakan pada setiap kasus,

dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan

kemudian dikalikan 100%.

e. Golongan obat non racikan yang digunakan dihitung berdasarkan jumlah

kasus yang menggunakan jenis obat tertentu dibagi jumlah seluruh pasien

yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

f. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan

berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus dibagi jumlah

keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian

dikalikan 100%.

g. Evaluasi dampak terapi dilakukan dengan membandingkan persentase dampak

terapi yang terjadi dari penggunaan resep racikan.


27
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

H. Kesulitan Penelitian

Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti menemui

beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman penulis dalam membaca

tulisan dokter maupun perawat yang ada pada lembar catatan medis dan terkadang

peneliti tidak mengerti beberapa istilah atau adanya lokal terminologi yang ditulis

pada lembar catatan medis tersebut. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan

bertanya pada perawat yang bertugas jaga di bangsal anak pada saat itu.

Peneliti juga mengalami kesulitan dalam proses evaluasi data, yaitu

adanya data yang tidak lengkap pada lembar catatan medis. Ada kemungkinan

dokter maupun perawat tidak mencantumkan beberapa catatan klinis kasus ke

dalam lembar catatan medis. Salah satu catatan klinis yang tidak dituliskan secara

lengkap ialah diagnosis pasien, terkadang hanya ada satu diagnosis yang tertulis

pada lembar catatan medis, sedangkan kasus mengalami diagnosis lain yang tidak

dituliskan dalam lembar catatan medis kasus tersebut. Proses evaluasi peresepan

hanya berdasarkan catatan yang terdapat pada lembar catatan medis kasus

tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan

1. Dokter

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada dokter anak yang

bertugas di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ada beberapa hal penting mengenai

penggunaan resep racikan untuk pasien pediatri. Dasar pertimbangan penggunaan

resep racikan, antara lain ketepatan dosis dapat disesuaikan dengan berat badan

dan kondisi pasien, dan lebih efisien untuk pasien yang membutuhkan beberapa

jenis obat sehingga lebih mudah dalam pemberian serta nyaman bagi pasien.

Alasan lain adalah resep racikan lebih murah jika dibandingkan bentuk sediaan

sirup untuk anak-anak.

Prinsip jumlah obat yang diracik dibuat seminimal mungkin dan sesuai

kebutuhan pasien. Penentuan dosis obat dalam resep racikan berdasarkan umur

dan berat badan pasien. Obat yang berbeda aturan dosis dan aturan pakainya tidak

dicampur menjadi satu racikan. Sediaan racikan hanya terdiri dari obat yang

aturan pakainya sama. Dari pihak dokter ketika meresepkan obat untuk diracik

sudah mempertimbangkan interaksi obat yang mungkin terjadi, dan terkadang ada

pemberitahuan dari bagian instalasi farmasi kepada dokter jika ada interaksi obat

maupun penggantian obat.

Pemberian resep racikan oleh dokter ditujukan untuk mendapatkan dosis

yang sesuai dan tepat untuk anak-anak, hal ini dikarenakan masih kurangnya

28
29
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

bentuk sediaan obat yang khusus untuk anak-anak. Menurut penulis, sebaiknya

pemberian resep racikan dilakukan hanya dilakukan pada pasien anak yang benar-

benar membutuhkan sesuai dengan kondisinya, jika pasien sudah mampu

menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik tanpa digerus maka resep

racikan tidak perlu diberikan atau diberikan dalam bentuk sediaan sirup. Jumlah

obat yang diresepkan dalam bentuk racikan juga harus diperhatikan karena

semakin banyak obat yang diracik menjadi satu maka kemungkinan terjadinya

interaksi juga semakin besar.

2. Apoteker

Instalasi Farmasi merupakan bagian yang melakukan proses peracikan

untuk obat racikan yang diresepkan oleh dokter, karena itu apoteker bertanggung

jawab mengawasi semua hal yang berkaitan dengan proses peracikan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker yang bertugas di instalasi rawat

inap, dalam proses peracikan sudah dipertimbangkan adanya interaksi obat dalam

resep racikan, baik interaksi antar komponen dalam satu jenis racikan maupun

interaksi antar obat yang diracik dengan obat non racikan yang ada dalam resep

tersebut. Apoteker akan memberitahu dokter jika terjadi interaksi obat dalam

racikan atau jika ada penggantian obat dengan zat aktif yang sama.

Menurut apoteker, sebaiknya resep racikan tidak ada karena bentuk

sediaan obat yang sudah jadi tidak boleh direformulasi. Hal ini berhubungan

dengan ketepatan dosis dan kebersihan saat proses peracikan. Sebaiknya industri

farmasi dapat menambah jenis produk khusus untuk anak-anak baik untuk bentuk
30
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sediaan oral maupun parenteral untuk memudahkan peresepan obat pada anak-

anak.

Pemberian informasi mengenai penggunaan obat untuk pasien yang

dirawat di bangsal termasuk di Bangsal Anak belum dapat dilakukan langsung

oleh apoteker tetapi disampaikan melalui perawat. Hal ini disebabkan jumlah

apoteker yang ada belum mencukupi untuk berkeliling ke bangsal.

Resep untuk pasien anak harus mendapat perhatian yang lebih karena

kelompok pasien anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap

terjadinya adverse drug reactions (ADR) terutama jika mendapat resep racikan.

Apoteker sebagai penanggungjawab terhadap kegiatan di Instalasi Farmasi harus

dapat menjalin komunikasi yang baik dengan dokter sebagai penulis resep dan

dengan perawat sebagai petugas yang memberikan obat kepada pasien yang

menjalani rawat inap di bangsal agar terapi yang diberikan tepat dan sesuai

dengan kondisi pasien.

3. Perawat

Perawat bertanggung jawab memberikan obat langsung kepada pasien.

Cara meminumkan obat racikan oleh perawat kepada pasien di bangsal anak

biasanya dicampurkan dengan air putih, air teh, gula, madu atau sirup tergantung

kebiasaan pasien sehingga mudah dalam pemberian. Jika saat meminum obat

racikan pasien mengalami muntah maka obat diberikan lagi, tetapi ada juga

perawat yang tidak memberikan lagi karena menganggap sudah ada obat yang

masuk.
31
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

4. Orang Tua Pasien

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pasien, bentuk sediaan

obat yang dapat diterima oleh pasien anak-anak antara lain sirup, racikan dan

tablet. Sirup merupakan bentuk sediaan obat yang paling disukai oleh pasien

anak-anak. Dari tiga belas responden, tujuh orang pasien anak pernah mengalami

muntah saat minum obat racikan, dan enam orang pasien anak tidak pernah

mengalami muntah. Bagi sebagian besar orang tua pasien tidak bermasalah

dengan adanya resep racikan.

Orang tua pasien juga perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai

obat yang diberikan pada anak mereka karena orang tua juga berperan dalam

proses terapi tersebut. Informasi yang diberikan dapat berupa keterangan dosis,

indikasi, aturan dan cara pemakaian, serta keterangan lain dari obat yang

diberikan. Pada pasien anak sering mengalami muntah saat meminum resep

racikan karena rasanya yang pahit, maka orang tua pasien juga perlu diberikan

informasi hal yang boleh dilakukan jika hal tersebut terjadi.

B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan

Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi persentase kasus pasien

pediatri berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan indikasi.


32
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

1. Berdasarkan kelompok umur

Umur kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak dikelompokkan

menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun- 6 tahun), anak

masa sekolah (>6 tahun-12 tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun).

Tabel IV. Pengelompokkan Umur Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Umur Jumlah kasus (n = 99) Persentase (%)
1 bulan 2 tahun 50 50,5
> 2 tahun 6 tahun 36 36,4
> 6 tahun 12 tahun 12 12,1
> 12 tahun 18 tahun 1 1,0

Dari data didapatkan, yang paling banyak menerima resep racikan adalah

adalah kasus dengan kelompok umur 1 bulan2 tahun dan yang kedua adalah

kelompok umur >2-6 tahun. Berdasarkan pustaka yang didapatkan anak usia 4

tahun ke atas sudah dapat menelan tablet yang berukuran kecil. Dalam pustaka

lain juga menyebutkan bentuk sediaan obat cair diberikan untuk anak berumur di

bawah 6 tahun, sedangkan anak dengan umur 6 tahun ke atas dapat diberikan

tablet. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan bahwa kelompok umur kasus

yang banyak menerima resep racikan ialah kelompok umur 1 bulan2 tahun dan

kelompok umur >2-6 tahun, karena pada kelompok umur tersebut masih sulit

menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik. Semakin bertambah umur anak

maka akan semakin mudah untuk menerima bentuk sediaan padat secara oral.

Kelompok umur kasus yang paling sedikit menerima resep racikan ialah

kelompok remaja yang berumur lebih dari 12 tahun, hal ini disebabkan pada

kelompok umur ini sudah dapat menerima atau menelan bentuk sediaan obat padat

dengan baik sehingga dokter jarang meresepkan obat racikan untuk kelompok
33
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

umur tersebut. Rata-rata umur kasus yang menerima resep racikan di Bangsal

Anak Rumah Sakit Bethesda pada periode Juli 2007 ialah 2,92,9 tahun (rata-rata

SD), yaitu rentang umur antara 05,8 tahun.

2. Berdasarkan jenis kelamin

Masing-masing kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep

racikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki

dan kelompok perempuan. Kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak yang

menerima resep racikan paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59,6%,

sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 40,4%. Pada penelitian ini

tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan penggunaan resep racikan.

Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perbedaan penggunaan resep racikan, baik

alasan, jenis racikan maupun dosis yang digunakan pada kelompok laki-laki dan

kelompok perempuan. Jenis kelamin kasus pediatri dalam penelitian ini digunakan

untuk menggambarkan kondisi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007.

Tabel V. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah


Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Jenis Kelamin Jumlah kasus (n = 99) Persentase (%)
Laki-laki 59 59,6
Perempuan 40 40,4

3. Berdasarkan diagnosis utama

Kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dapat dibagi

menjadi lima kelompok besar, yaitu kasus dengan satu diagnosis utama, kasus

dengan dua diagnosis utama, kasus dengan empat diagnosis utama, dan kasus

tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pediatri di Bangsal Anak


34
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 99

kasus. Penggunaan resep racikan paling banyak untuk diagnosis utama gangguan

saluran cerna, dan yang kedua untuk diagnosis utama gangguan saluran nafas.

Kasus dengan satu diagnosis utama yang mengalami gangguan saluran cerna

sebanyak 30 kasus, dan kasus yang mengalami gangguan saluran nafas sebanyak

15 kasus.

Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pediatri di Bangsal Anak


Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli
2007
No. Diagnosis Utama Jumlah kasus Persentase (%)
Dengan satu diagnosis
Gangguan saluran nafas
1. ISPA 1 1,0
2. Tonsilitis kronis 1 1,0
3. Asma 1 1,0
4. Bronkitis 7 7,1
5. Bronkiolitis 1 1,0
6. Pneumonia 4 4,0

Gangguan saluran cerna


7. Diare akut 20 20,0
8. Diare disentriform 9 9,1
9. Stomatitis 1 1,0
Lain-lain
10. Febris 5 5,1
11. Kejang demam 2 2,0
12. Epilepsi 1 1,0
13. Dengue fever 4 4,0
14. Infeksi virus tidak khas 11 11,1
15. Infeksi non spesifik 1 1,0
16. Infeksi Saluran Kencing (ISK) 2 2,0
17. Obs. trauma capitis 1 1,0
Dengan dua diagnosis
18. ISPA + Gastroenteritis akut (GEA) 1 1,0
19. Bronkitis + GEA 1 1,0
20. Bronkitis asmatis + CP 1 1,0
21. Pneumonia + asmatis 1 1,0
22. PKTB + Dengue fever 1 1,0
23. Kejang demam + GEA 1 1,0
24. Sefalgia + GEA 1 1,0
Dengan empat diagnosis
25. Bronkitis + GEA dehidrasi + DHF + kejang 1 1,0
Tanpa diagnosis 19 19,2
JUMLAH 99 100
35
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

C. Pola Peresepan Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan

1. Jenis resep racikan

Resep racikan yang diterima pada kasus pediatri di Bangsal Anak

dikelompokkan menurut jumlah dan jenis resep racikan yang diresepkan. Jumlah

kasus paling banyak menerima satu jenis racikan, yaitu sebanyak 54 kasus,

dengan jenis resep racikan yang paling banyak adalah parasetamol dan

fenobarbital sebanyak 39 kasus. Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata

setiap kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda menerima satu

sampai dua jenis racikan (rata-rata SD = 1,6 0,8).

Tabel VII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Satu Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah Presentase
No. Jenis Racikan
kasus (%)
1. Parasetamol + Fenobarbital 39 39,4
2. Siproheptadin + Vitamin B 3 3,0
3. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
2 2,0
Na-Sulfonat+ Vitamin K
4. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0
5. Parasetamol + Metilprednisolon + Kodein 1 1,0

6. Polimiksin + Strocain + Fenobarbital 1 1,0
7. Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1 1 1,0
8. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan + CTM 1 1,0
9. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan +
1 1,0
Eritromisin
10. Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl +
1 1,0
Salbutamol
11. Aminofilin + Ambroksol 1 1,0
12. Kotrimoksazol + Metronidazol 1 1,0
13. Kanamisin + Tanalbin 1 1,0
JUMLAH 54 54,5
36
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel VIII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Dua Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah Persentase
No. Jenis Racikan
kasus (%)
Parasetamol + Fenobarbital
1. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom- 1 1,0
Na-Sulfonat + Vitamin K
Parasetamol + Fenobarbital
2. 2 2,0
Siproheptadin + Ko-enzim B12
Parasetamol + Fenobarbital
3. 6 6,1
Polimiksin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
4. 1 1,0
Ketotifen + Setirizin + Prokaterol HCl
Parasetamol + Fenobarbital
5. 1 1,0
Ketotifen + Siproheptadin + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
6. 1 1,0
Kotrimoksazol + Ketotifen + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
7. 11 11,1
Ketotifen + Siproheptadin
Parasetamol + Fenobarbital
8. 1 1,0
Parasetamol + Diazepam
Parasetamol + Fenobarbital
9. 1 1,0
Sefiksim + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
10. 1 1,0
Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
11. Eritromisin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin 1 1,0
B1
Parasetamol + Fenobarbital
12. Salbutamol + Metilprednisolon + Pseudoefedrin 1 1,0
+ Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
13. Salbutamol + Metilprednisolon + 1 1,0
Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
14. 1 1,0
Isoniazid + Rifampisin
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
15. Na-Sulfonat + Vitamin K 1 1,0
Kanamisin + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
16. Na-Sulfonat + Vitamin K 1 1,0
Ketotifen + Mebhidrolina Napadisilat
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
17. Na-Sulfonat + Vitamin K 1 1,0
Sefadroksil + Dimenhidrinat
Ketotifen + Setirizin
18. 2 2,0
Siproheptadin + Ko-enzim B12
JUMLAH 35 35,4
37
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel IX. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Tiga Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah Persentase
No. Jenis Racikan
kasus (%)
Parasetamol + Fenobarbital
1. Polimiksin + Vitamin B1 1 1,0
Ranitidin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
Polimiksin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin
2. 1 1,0
B1
Ketotifen + Setirizin + Pseudoefedrin
Parasetamol + Fenoberbital
3. Polimiksin + Vitamin B1 1 1,0
Ketotifen + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
4. Ketotifen + Setirizin 1 1,0
Prokaterol-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
5. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0
Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl
Parasetamol + Diazepam
6. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0
Ketotifen + Siproheptadin
JUMLAH 6 6,1

Persentase Jenis Resep Racikan


1 jenis resep
4.00%
racikan
6.00% 2 jenis resep
racikan
3 jenis resep
35.20% 54.40% racikan
4 jenis resep
racikan

Gambar 2. Persentase Jenis Resep Racikan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
38
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel X. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Empat Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah Persentase
No. Jenis Racikan
kasus (%)
Parasetamol + Fenobarbital
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
Na-Sulfonat + Vitamin K
1. 1 1,0
Aminofilin + Deksametason + Prokaterol-HCl
Sy.Thimii + Mebhidrolina Napadisilat +
Ketotifen + Terbutalin Sulfat
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
Na-Sulfonat + Vitamin K
2. Kotrimoksazol + Metoklopramid 1 1,0
Methicol + Curcuma + Dimenhidrinat
Metronidazol + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
Na-Sulfonat + Vitamin K
3. Sy.Thimii + Deksametason + Salbutamol 1 1,0
Aminofilin + Prokaterol-HCl
Metronidazol + Kotrimoksazol + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-
Na-Sulfonat + Vitamin K
Diphantoin + Fenobarbital
4. Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin 1 1,0
sulfat
Kodein + Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen +
Terbutalin sulfat
JUMLAH 4 4,0

2. Kelas terapi obat non racikan

a. Antiinfeksi

Kelas terapi antiinfeksi digunakan pada kasus yang mengalami infeksi

untuk membasmi mikroba penyebab infeksi. Golongan obat antiinfeksi yang

paling banyak digunakan adalah sefotaksim. Mekanisme kerja sefotaksim dengan

menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan antiinfeksi haruslah hati-

hati dan dengan dosis yang tepat karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi

mikroba terhadap obat antiinfeksi tersebut.


39
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No. Golongan Antiinfeksi Jenis Obat Jumlah Persentase
(%)
Antibakteri
1. Beta Laktam
Penisilin Amoksisilin trihidrat 1 1,0
Amoksisilin & asam 4 4,0
klavulanat
Sefalosporin (generasi 2) Sefaklor 2 2,0
Sefalosporin (generasi 3) Sefotaksim 34 34,3
Seftriakson 4 4,0
Seftazidim 3 3,0
Sefiksim 2 2,0
Kombinasi Sulperason 1 1,0
2. Makrolid Spiramisin 1 1,0
3. Aminoglikosida Gentamisin 1 1,0
Streptomisin 1 1,0
Amikasin sulfat 8 8,1
Kanamisin 1 1,0
4. Derivat Sulfonamid Kotrimoksazol 9 9,1
5. Lain-lain
Polimiksin Kolistin 2 2,0
Antifungi
6. Imidazol Ketokonazol 4 4,0
Polien Nistatin 2 2,0
Mikonazol 1 1,0
Antiprotozoa
7. Amubasid Metronidazol 1 1,0
Anthelmintik
8. Anthelmintik Pirantel pamoat 2 2,0

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid sangat efektif digunakan untuk mengobati inflamasi yang

terjadi pada saluran nafas terutama untuk penyakit asma. Pemberian

kortikosteroid dapat secara oral maupun inhalasi. Selain pada gangguan saluran

nafas, kortikosteroid juga digunakan untuk antiinflamasi pada saluran cerna.

Banyaknya penggunaan kortikosteroid pada kasus pediatri di Bangsal Anak

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dikarenakan sebagian besar kasus yang


40
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

dirawat mengalami gangguan saluran cerna dan gangguan saluran nafas. Jenis

kortikosteroid yang paling banyak digunakan adalah deksametason.

Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Kortikosteroid pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Kortikosteroid Deksametason 60 60,1
Fluktikason propionat 3 3,0
Metil prednisolon 1 1,0

c. Antihistamin

Antihistamin yang digunakan antara lain antihistamin sedatif sebanyak

23,2% dan antihistamin non sedatif sebanyak 3,0%. Jenis obat antihistamin sedatif

yang digunakan ialah difenhidramin dan ketotifen, sedangkan antihistamin non

sedatif yang digunakan adalah setirizin dan desloratadin. Penggunaan obat

antihistamin dengan indikasi untuk mengobati jika pasien mengalami alergi

terutama pada pasien yang mengalami gangguan sistem saluran nafas yang sangat

sensitif terhadap terjadinya alergi.

Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Antihistamin pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Antihistamin non sedatif Setirizin 2 2,0
Desloratadin 1 1,0
2. Antihistamin sedatif Difenhidramin 22 22,2
Ketotifen 1 1,0

d. Analgesik

Analgesik yang digunakan berupa golongan analgesik non opioid karena

juga memiliki indikasi sebagai antipiretik (penurun panas). Penurun panas

digunakan karena sebagian besar kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak

Rumah Sakit Bethesda mengalami demam. Hal ini dikarenakan demam


41
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

merupakan salah satu gejala umum pada berbagai penyakit dan dapat sebagai

tanda adanya infeksi. Jenis analgesik non opioid yang paling banyak digunakan

adalah Xylomidon untuk kasus yang mengalami demam tinggi. Parasetamol

merupakan analgesik antipiretik yang cukup aman digunakan pada anak-anak.

Tabel XIV. Golongan dan Jenis Obat Analgesik pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak RS Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Analgesik non opioid Xylomidon 22 22,2
Parasetamol 7 7,1
Ketoprofen 1 1,0

e. Obat gangguan saluran nafas

Tabel XV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Nafas pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Ekspektoran Noscapin 7 7,1
Allerzin exp 4 4,0
Ventolin exp 4 4,0
2. Mukolitik Bromheksin 2 2,0
3. Antitusif Prokaterol 5 5,1
Kodein 1 1,0
4. Nasal dekongestan Rhinofed 1 1,0
Actifed 1 1,0
5. Agonis adrenoseptor Salbutamol 11 11,1
Fartholin 1 1,0
6. Teofilin Aminofilin 14 14,1
7. Kombinasi Combivent 5 5,1
Comtusi 1 1,0

Kasus pediatri yang menggunakan obat gangguan saluran cerna sebanyak

57 kasus. Obat gangguan saluran nafas digunakan pada kasus pediatri yang

mengalami batuk, pilek, sesak nafas, asthma, dan gangguan sistem saluran nafas

lainnya. Jenis obat gangguan saluran nafas yang paling banyak digunakan ialah

aminofilin.
42
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

f. Obat gangguan saluran cerna

Obat gangguan saluran cerna merupakan obat non racikan yang paling

banyak digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 95 kasus. Jenis obat gangguan

saluran cerna yang paling banyak digunakan ialah Lacto B. Lacto B

merupakan makanan pelengkap berupa serbuk yang mengandung Lactobacillus

dan Bifidobacteria untuk membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan

bayi dan mencegah terjadinya diare. Konsep probiotik seperti pada Lacto B

dapat mempersingkat lama diare dan mengurangi frekuensi diare.

Tabel XVI. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Cerna pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase
(%)
1. Antidiare Dioktahedrol smektil 3 3,0
2. Antasida Polycrol 1 1,0
Strocain 1 1,0
3. Antagonis reseptor H2 Ranitidin 2 2,0
4. Khelator Sukralfat 2 2,0
5. Laksatif Bisakodil 3 3,0
6. Antimual dan vertigo Domperidon 33 33,3
Metoklopramid 5 5,1
7. Antimuskarinik Hiosin butilbromida 1 1,0
8. Lain-lain Lacto B (probiotik) 41 41,4
Tanalbin 2 2,0
Prolacta 1 1,0

g. Obat gangguan sistem saraf pusat

Obat gangguan sistem saraf sebagian besar digunakan untuk pasien yang

mengalami kejang sebagai antikejang juga untuk mengobati gangguan yang

berhubungan dengan sistem saraf pusat yang lain, seperti nyeri kepala dan

migrain. Jenis obat gangguan sistem saraf pusat yang paling banyak digunakan

ialah fenitoin.
43
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XVII. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem Saraf Pusat pada Kasus
Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep
Racikan Periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase
(%)
1. Antiepilepsi Fenobarbital 2 2,0
Fenitoin 7 7,1
Diazepam 1 1,0
Karbamazepin 2 2,0
Klonazepam 2 2,0
Okskarbazepin 1 1,0
Asam Valproat 1 1,0
2. Antipsikotik Klorpromazin 4 4,0
3. Aktivator serebral Co-dergokrina mesilat 1 1,0

h. Obat nutrisi dan darah

Tabel XVIII. Golongan dan Jenis Obat Nutrisi dan Darah pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Antianemia Ferlin 2 2,0
Maltiron 2 2,0
2. Cairan dan elektrolit Kalium klorida 4 4,0
Sodium bikarbonat 2 2,0
Oralit 1 1,0
3. Hepatoprotektor Curliv plus 2 2,0
4. Immunomodulator Imboost 13 13,1
Stimuno 1 1,0
5. Mineral Osteocare syr 1 1,0
6. Multivitamin Lyvit 6 6,1
Divens 3 3,0
Glostrum 1 1,0
MV syr 1 1,0
Supradyn 1 1,0
7. Nutrisi parental Aminofusin 12 12,1
Asam amino 1 1,0
8. Penambah nafsu makan Curmunos 13 13,1
Curvit CL 1 1,0
9. Vitamin Neurobion 5 5,1
Tiamin 4 4,0
Alinamin F 1 1,0
10. Hemostatik Karbamazokrom Na- 8 8,1
sulfonat

Obat nutrisi dan darah yang paling banyak digunakan ialah golongan

immunomodulator dan golongan penambah nafsu makan. Immunomodulator


44
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang mengalami

penurunan karena anak tersebut sedang sakit. Peningkatan sistem kekebalan tubuh

dapat membantu mempercepat terjadinya kesembuhan.

Penambah nafsu makan perlu diberikan karena biasanya pada anak-anak

yang sedang sakit nafsu makannya berkurang sehingga diperlukan nutrisi untuk

membantu meningkatkan nafsu makan. Obat nutrisi dan darah digunakan sebagai

terapi pendukung untuk membantu proses penyembuhan pada pasien.

D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi

1. Drug related problem (DRP)

Proses evaluasi kerasionalan terapi pada kasus di Bangsal Anak Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dilakukan dengan

mengidentifikasi drug related problem (DRP) yang terjadi berdasarkan hasil

penelusuran pustaka. Pada penelitian ini hanya mengkaji DRP yang terjadi pada

kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Dari data

didapatkan ada 32 kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna,

antara lain diare akut sebanyak 20 kasus, diare disentriform sebanyak 9 kasus,

stomatitis sebanyak 1 kasus, kejang demam dan gastroenteritis akut (GEA)

sebanyak 1 kasus, serta sefalgia dan GEA sebanyak 1 kasus.

Dari 32 kasus pediatri dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna

ada yang hanya mengalami satu jenis DRP, namun ada juga yang mengalami lebih

dari satu jenis DRP. Hasil identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat
45
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi

sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus.

Tabel XIX. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
3, 15, 21, Parasetamol Penggunaan parasetamol pada pasien Dosis parasetamol
25, 28, 29, tidak tepat karena dosis yang dinaikkan sesuai
31, 32 diberikan kurang dari dosis yang dengan dosis yang
seharusnya diberikan, yaitu 10-15 seharusnya diberikan
mg/kgBB. Kasus 25 menerima dosis pada kasus.
8 mg/kgBB. Kasus 15 dan 31
menerima dosis 8,5-9 mg/kgBB.
Kasus 3, 21, 28, 29, 31, 32 menerima
dosis 9-9,5 mg/kgBB.
17, 20 Kanamisin Penggunaan kanamisin tidak tepat Dosis kanamisin
karena dosis oral yang diberikan dinaikkan sesuai
kurang dari dosis yang seharusnya dengan dosis yang
diberikan, yaitu 50 mg/kgBB/hari. seharusnya diberikan
Kasus 17 menerima dosis 35 pada kasus.
mg/kgBB/hari, sedangkan kasus 20
hanya menerima dosis 30,6
mg/kgBB/hari.
25 Kotrimoksazol Penggunaan kotrimoksazol tidak Dosis kotrimoksazol
tepat karena dosis yang diberikan dinaikkan sesuai
kurang dari dosis yang seharusnya dengan dosis yang
diberikan, yaitu 8-12 mg/kgBB/hari. seharusnya diberikan
Kasus hanya menerima dosis 3 pada kasus.
mg/kgBB/hari.

Jenis obat yang menjadi penyebab DRP dosis terlalu rendah ialah

kotrimoksazol, kanamisin, dan parasetamol. Dosis obat yang terlalu rendah dapat

mengakibatkan konsentrasi obat dalam darah berkurang sehingga menyebabkan

obat tidak dapat mencapai efek terapi yang diharapkan. Pada antibiotika

kotrimoksazol mengakibatkan obat tidak dapat membunuh bakteri penyebab

infeksi sehingga memiliki resiko terjadinya resistensi. Pemberian kanamisin

secara per oral dengan tujuan untuk mendapatkan efek lokal di saluran

pencernaan.
46
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XX. Kelompok Kasus DRP Obat Tanpa Indikasi pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
1, 3, 4, 5, 6, Fenobarbital Pemberian fenobarbital tidak Fenobarbital tidak perlu
7, 8, 11, 12, tepat karena pada kondisi digunakan karena pasien
13, 14, 15, klinis kasus tidak terjadi tidak membutuhkannya.
16, 18, 19, kejang sehingga tidak
23, 24, 25, membutuhkan obat tersebut.
26, 27, 28,
29, 31, 32
2, 21, 22 Karbazokrom- Pemberian kedua obat tersebut Karbazokrom-Na-sulfonat
Na-sulfonat dan tidak tepat karena kondisi dan Vitamin K tidak perlu
Vitamin K kasus tidak mengalami digunakan.
perdarahan sehingga tidak
membutuhkan obat tersebut.
3, 10, 30 Siproheptadin Pemberian obat tersebut tidak Siproheptadin tidak perlu
tepat karena kondisi kasus digunakan.
tidak membutuhkan obat
tersebut.
9 Setirizin Pemberian setirizin tidak tepat Setirizin tidak perlu
karena kondisi kasus tidak digunakan.
membutuhkan obat tersebut.
16
Rhinofed Pemberian obat Rhinofed Rhinofed tidak perlu
tidak tepat karena kondisi digunakan.
kasus tidak mengalami
keluhan pilek yang
membutuhkan obat tersebut.
20 Klorpromasin Pemberian obat tersebut tidak Klorpromasin tidak perlu
tepat karena kondisi kasus digunakan.
tidak membutuhkan obat
tersebut.
24 Ketotifen, Pemberian racikan obat Ketotifen, siproheptadin,
Siproheptadin, tersebut tidak tepat karena dan setirizin tidak perlu
dan Setirizin kondisi pasien tidak digunakan.
membutuhkan obat tersebut.
30 Noscapin Pemberian obat noscapin tidak Noscapin tidak perlu
tepat karena kondisi kasus digunakan.
tidak mengalami batuk
berdahak yang membutuhkan
obat tersebut.
31 Kotrimoksazol, Pemberian obat antibiotika Hanya perlu diberikan
Polimiksin, dan kotrimoksazol, polimiksin, satu jenis antibiotika saja
Sefotaksim dan sefotaksim tidak tepat yang dipilih dari ketiga
karena ada penggunaan jumlah antibiotika tersebut, atau
antibiotika yang berlebihan. dilakukan pemeriksaan
kultur untuk mengetahui
antibiotika yang sesuai
sehingga tidak terjadi
pemberian antibiotika
yang berlebihan.
47
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi ialah penggunaan obat yang

tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga pasien tidak membutuhkan obat

tersebut. Jenis obat yang termasuk kasus DRP obat tanpa indikasi ialah

fenobarbital, noscapin, Rhinofed, karbazokrom-Na-sulfonat dan vitamin K, serta

siproheptadin, ketotifen, dan setirizin. Pemberian jumlah antibiotika berlebihan

yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme terhadap

antibiotika tersebut juga merupakan kasus DRP obat tanpa indikasi.

Kasus DRP interaksi obat merupakan DRP yang bersifat potensial,

artinya DRP tersebut berpotensi terjadi, namun belum terjadi pada kasus. Obat

yang menjadi penyebab DRP interaksi obat ialah parasetamol dan fenobarbital.

Interaksi antara parasetamol dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4

dengan onset lambat, artinya interaksi kedua obat tersebut terjadi setelah beberapa

hari atau bulan dengan tingkat keparahan yang sedang (moderate). Efek dari

interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan efek hepatotoksik dan penurunan

efek terapi parasetamol akibat adanya terapi fenobarbital secara bersamaan.

Sebagian besar kasus yang dirawat di Bangsal Anak RS Bethesda menerima jenis

racikan parasetamol dan fenobarbital, karena itu perlu diperhatikan penggunaan

jenis racikan tersebut.

Obat lain yang akan terjadi interaksi jika diberikan bersamaan ialah

deksametason dan golongan obat antasida dengan tingkat signifikansi 5 dan onset

lambat serta tingkat keparahan kecil (minor). Efek dari interaksi kedua obat

tersebut akan menurunkan efek terapi deksametason, namun mekanismenya

belum diketahui.
48
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXI. Kelompok Kasus DRP Interaksi Obat pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
1, 3, 4, 6, 7, 8, Parasetamol dan Parasetamol berinteraksi dengan Jenis racikan parasetamol
11, 12, 13, 14, Fenobarbital fenobarbital dengan tingkat dan fenobarbital sebaiknya
15, 16, 18, 19, signifikansi 4. Fenobarbital akan tidak diberikan karena
23, 24, 25, 26, meningkatkan sifat hepatotoksik keduanya mengalami
27, 28, 29, 31, parasetamol. Efek terapi interaksi. Pada kasus yang
32 parasetamol juga akan berkurang mengalami demam cukup
dengan adanya fenobarbital. diberikan parasetamol saja.

2 Deksametason Deksametason akan berinteraksi Deksametason masih dapat


dan antasida dengan antasida mengakibatkan diberikan bersama antasida
menurunnya efek farmakologi dengan cara mengatur selang
deksametason dengan tingkat waktu pemberian dari kedua
signifikansi 5. obat tersebut karena tingkat
signifikansi rendah, yaitu 5.
13 Polimiksin dan Polimiksin dan amikasin sulfat Dilakukan monitoring pada
amikasin sulfat jika diberikan bersama dapat saluran nafas dan
terjadi interaksi dengan tingkat pemeriksaan fungsi ginjal,
signifikansi 4. Interaksi dapat namun sebaiknya antibiotika
meningkatkan resiko terjadinya polimiksin dan amikasin
paralisis saluran nafas dan sulfat tidak diberikan
gangguan ginjal. bersamaan.
15 Fenitoin dan Pemberian obat fenitoin akan Dilakukan monitoring
Fenobarbital meningkatkan konsentrasi plasma terhadap konsentrasi plasma
fenobarbital sehingga dapat fenobarbital. Sebaiknya
menimbulkan peningkatan resiko digunakan salah satu di
terjadinya efek samping. Interaksi antara fenobarbital atau
kedua obat tersebut terjadi dengan fenitoin sebagai antikejang.
tingkat signifikansi 4.
15 Parasetamol dan Pemberian parasetamol dan Parasetamol tidak diberikan
Fenitoin fenitoin secara bersamaan akan bersamaan dengan fenitoin.
meningkatkan potensi terjadinya
hepatotoksik dan menurunkan
efek terapetik parasetamol.
Interaksi ini terjadi dengan tingkat
signifikansi 2.
27 Fenobarbital dan Interaksi antara asam valproat dan Fenobarbital tidak diberikan
Asam valproat fenobarbital memiliki tingkat bersamaan dengan asam
signifikansi 2. Asam valproat valproat.
akan menurunkan metabolisme
hepatik fenobarbital sehingga
konsentrasi plasma fenobarbital
akan meningkat hal ini
mengakibatkan efek farmakologi
dan efek sampingnya juga
meningkat.

Fenobarbital dan asam valproat jika diberikan bersamaan akan terjadi

interaksi dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan

sedang (moderate). Interaksi kedua obat tersebut mengakibatkan peningkatan


49
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

kadar plasma fenobarbital sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan

efek samping fenobarbital.

Obat lain yang mengalami interaksi jika digunakan bersama ialah

parasetamol dan fenitoin dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta

tingkat keparahan sedang (moderate). Efek dari interaksinya adalah peningkatan

potensi hepatotoksik dan penurunan efek terapi dari parasetamol akibat adanya

pemberian fenitoin.

Pemberian antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat yang bersamaan

dapat menyebabkan interaksi obat dengan tingkat signifikansi 4 dan onset cepat

serta tingkat keparahan tinggi (major). Interaksi antara kedua obat tersebut

menimbulkan peningkatan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan

fungsi ginjal.

Interaksi antara fenitoin dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4

dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang (moderate). Efek yang

ditimbulkan dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan kadar serum

fenoarbital dengan adanya terapi fenitoin.

Tabel XXII. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
6, 26 Parasetamol Penggunaan parasetamol pada Menurunkan dosis
pasien tidak tepat dosis karena parasetamol sesuai
dosis yang diberikan melebihi dengan dosis yang
dosis yang seharusnya diberikan, seharusnya diberikan
yaitu 10-15 mg/kgBB. Kasus 6 pada pasien.
mendapat dosis 36 mg/kgBB,
sedangkan kasus 26 mendapat
dosis 16,7 mg/kgBB.
50
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan

kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat terjadi efek samping yang tidak

diinginkan atau dapat menimbulkan ketoksikan. Parasetamol dosis tinggi dapat

menyebabkan efek toksik pada hepar (hepatotoksik).

Tabel XXIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 30*
Subyektif
An. HM, nomor RM 01902995, berat badan 10 kg; umur 1 tahun 4 bulan 18 hari
dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret.
Diagnosis utama : diare cair akut

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


31/07/07
Hb (gr%) 13,20 12,00-18,00
Hct (%) 43,0 36,0-49,0
AL (ribu/mmk) 11,03 4,10-13,00
AT (ribu/mmk) 185,0 140,0-440,0
Basofil (%) 0,9 0,0-0,1
Monosit (%) 12,2 0,0-9,0
Eosinofil (%) 2,5 0,0-8,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36-36,5
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 120-124
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 22-24

Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan siproheptadin tab + ko-enzim vitamin B12 tab
1x1 (oral); Lacto B 2x1 (oral); Imboost force 2x1 cth (oral); noscapin drop 2x1cth
(oral); sefotaksim 3x150 mg (i.v); infus KAEN 3A

Penilaian
Pemberian obat siproheptadin dan noscapin pada pasien kurang tepat karena kondisi
pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat
tanpa indikasi.

Rekomendasi
Siproheptadin dan noscapin tidak perlu diberikan pada pasien.

*DRP yang sama terjadi pada kasus 5, 9, 10, 21, 22


51
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXIV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 1*

Subyektif
An. DH, nomor RM 00806793, berat badan 6,9 kg; umur 4 bulan dirawat di RS selama
5 hari karena keluhan sejak 4 hari mencret, badan lemas, muntah.
Diagnosis utama : GEA (gastroenteritis akut)

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


01/07/2007
Hb (gr%) 12,5 14,50-22,50
Hct (%) 38,7 45,0-67,0
AL (ribu/mmk) 6,85 13,00-38,00
AT (ribu/mmk) 333 100,0-400,0
Basofil (%) 1,0 0,0-4,0
Monosit (%) 6,0 3,0-16,0
Eosinofil (%) 1,2 0,0-3,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36,2-37,7
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 124-130
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 20-24

Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 75 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral);
Lacto B 2x1 (oral); kotrimoksazol 2x1/2cth (oral); dan infus KAEN 3B

Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.

Rekomendasi
Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.

*DRP yang sama terjadi pada kasus 2, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 23, 24, 27
52
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama
Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 16
Subyektif
An. OS, nomor RM 01903004, berat badan 8,7 kg; umur 11 bulan 9 hari dirawat di RS
selama 4 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, badan lemas.
Diagnosis utama : gastroenteritis akut (GEA) dengan dehidrasi
Obyektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal
16/07/2007
Hb (gr%) 12,90 12,00-18,00
Hct (%) 40,5 36,0-49,0
AL (ribu/mmk) 7,11 4,10-13,00
AT (ribu/mmk) 315,0 140,0-440,0
Basofil (%) 6,0 0,0-0,1
Monosit (%) 10,5 0,0-9,0
Eosinofil (%) 5,5 0,0-8,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36,4-37,4
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 112-128
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 20-22

Hasil pemeriksaan kultur:


19/07/07
Biakan: Cedecea netteri
Antibiotika yang sensitif: kloramfenikol, streptomisin, asam nalidiksat, tetrasiklin,
amikasin, sefepim, meropenem, dan sulperason
Antibiotika yang resisten: kotrimoksazol, ampisilin, gentamisin, penisillin G,
eritromisin, kanamisin, sefotiam, seftriakson, cefoperazon, dan ofloksasin.
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 100 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral);
kotrimoksazol 2x1/2 cth (oral); Lacto B 2x1 (oral); KCl 3x125 mg (oral); Glostrum
2x1cth (oral); Rhinofed 3x1/2 cth (oral); mikonazol (oles mulut); infus KAEN 3B
Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital dan Rhinofed pada pasien kurang tepat karena kondisi
pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu:
obat tanpa indikasi.
c. Pemberian antibiotika kotrimoksazol tidak sesuai dengan hasil kultur.
Kotrimoksazol termasuk antibiotika yang resisten untuk jenis bakteri Cedecea
netteri, namun pada kasus ini antibiotika kotrimoksazol tepat diberikan pada pasien
karena merupakan salah satu antibiotika pilihan untuk kasus GEA. Bakteri Cedecea
netteri tersebut kemungkinan merupakan kontaminan di laboratorium mikrobiologi
tempat pemeriksaan kultur dilakukan.
Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Obat Rhinofed tidak perlu diberikan.
53
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXVI. Contoh Kasus DRP Pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 25*
Subyektif
An. DAP, nomor RM 01903363, berat badan 19 kg; umur 4 tahun 4 bulan 15 hari
dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, dan batuk
Diagnosis utama : GEA dehidrasi

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


25/07/07 26/07/07 27/07/07
Hb (gr%) 9,90 10,30 12,00-18,00
Hct (%) 30,0 31,9 36,0 36,0-49,0
AL (ribu/mmk) 5,34 4,10-13,00
AT (ribu/mmk) 182,0 167,0 250,0 140,0-440,0
Basofil (%) 0,4 0,0-0,1
Monosit (%) 5,4 0,0-9,0
Eosinofil (%) 0,4 0,0-8,0
Antidengue Ig G negatif negatif
Antidengue Ig M negatif negatif
Suhu (oC) Berkisar antara 36-38,5
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 120-128
Nafas (kali/menit) 24
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral);
kotrimoksazol 2x1 cth (oral); deksametason 3x0,5cc (inj); infus KAEN 3B

Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.
c. Pemberian obat parasetamol dan antibiotika kotrimoksazol tidak tepat karena dosis
yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis
parasetamol seharusnya 10-15 mg/kgBB, yaitu 190-285 mg; sedangkan dosis
kotrimoksazol seharusnya 8-12 mg/kgBB/hari, yaitu 152-228 mg/hari. Pasien
mendapat dosis parasetamol 150 mg, sedangkan dosis kotrimoksazol 120 mg/hari.
DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah.
Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Menaikkan dosis obat parasetamol menjadi 190-285 mg dan antibiotika
kotrimoksazol menjadi 152-228 mg.

*DRP juga terjadi pada kasus 3, 15, 28, 29, 31, 32


54
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXVII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan
Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 26*

Subyektif
An. JA, nomor RM 01903349, berat badan 9 kg; umur 1 tahun 0 bulan 22 hari dirawat
di RS selama 5 hari karena keluhan muntah dan diare.
Diagnosis utama : diare cair akut

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


26/07/07
Hb (gr%) 12,80 12,00-18,00
Hct (%) 41,1 36,0-49,0
AL (ribu/mmk) 8,12 4,10-13,00
AT (ribu/mmk) 386,0 140,0-440,0
Basofil (%) 0,5 0,0-0,1
Monosit (%) 13,4 0,0-9,0
Eosinofil (%) 0,0 0,0-8,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36,4-37
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 118-124
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 20-24

Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral);
Lacto B 2x1 (oral); domperidon 3x1cth (oral); infus KAEN 3B

Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua
obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.
c. Dosis parasetamol terlalu tinggi, seharusnya dosis yang diberikan 10-15
mg/kgBB, yaitu 90-135 mg. Pada kasus mendapat dosis 150 mg. DRP yang
terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Dosis parasetamol diturunkan menjadi 90-135 mg.

*DRP yang sama terjadi pada kasus 6


55
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXVIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 17

Subyektif
An. RF, nomor RM 00406568, berat badan 6,4 kg; umur 2 bulan 23 hari dirawat di RS
selama 6 hari karena keluhan mencret.
Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


18/07/2007
Hb (gr%) 10,20 14,50-22,50
Hct (%) 31,4 45,0-67,0
AL (ribu/mmk) 8,03 13,00-38,00
AT (ribu/mmk) 310,0 100,0-400,0
Basofil (%) 0,4 0,0-4,0
Monosit (%) 7,5 3,0-16,0
Eosinofil (%) 1,7 0,0-3,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36,8-37,2
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 120-128
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 20-24

Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan metronidazol + kotrimoksazol 3x1 (oral); Tanalbin
3x1 (oral); kanamisin 3x75 mg (oral); amikasin 2x50 mg (inj); infus KAEN 3A

Penilaian
Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari
dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral
seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 320 mg/hari. Pasien mendapat dosis kanamisin
225 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah.

Rekomendasi
Menaikkan dosis kanamisin menjadi 320 mg/hari.
56
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXIX. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 20

Subyektif
An. GL, nomor RM 00806464, berat badan 9,8 kg; umur 1 tahun 2 bulan 18 hari
dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret, muntah dan panas.
Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi

Obyektif

Parameter Tanggal periksa Nilai normal


21/07/2007
Hb (gr%) 12,70 12,00-18,,00
Hct (%) 39,9 36,0-49,0
AL (ribu/mmk) 10,96 4,10-13,00
AT (ribu/mmk) 20,30 140,0-440,0
Basofil (%) 2,3 0,0-0,1
Monosit (%) 13,0 0,0-9,0
Eosinofil (%) 0,3 0,0-8,0
Suhu (oC) Berkisar antara 36,2-37
Nadi (kali/menit) Berkisar antara 120-124
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 20-28

Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan kanamisin 100 mg + Tanalbin 150 mg 3x1 (oral);
Lacto B 2x1 (oral); domperidon 2x1cth (oral); KCl 2x10cc mg (dalam infus);
klorpromasin 5 mg (inj); amikasin 2x75 mg (inj); infus KAEN 3A

Penilaian
a. Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang
dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral
seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 490 mg/hari. Pasien mendapat dosis
kanamisin 300 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu
rendah.
b. Pemberian obat klorpromasin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien
tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat
tanpa indikasi.

Rekomendasi
a. Menaikkan dosis kanamisin menjadi 490 mg/hari.
b. Obat klorpromasin tidak perlu diberikan.
57
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Jumlah DRP pada Kasus Pediatri dengan Diagnosis


Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna

2
11
obat tanpa indikasi
31 interaksi obat
dosis terlalu rendah
dosis terlalu tinggi

24

Gambar 3. Jumlah Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna

2. Dampak terapi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar

kasus pediatri dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna yang

menerima terapi dengan resep racikan pulang dengan kondisi keluar sembuh dan

membaik. Sebagian besar kasus pulang atas persetujuan dari dokter yang

merawatnya, dan harus melakukan kontrol dalam jangka waktu beberapa hari

setelah rawat inap, biasanya 3 hari atau sesuai pesan dokter saat pulang. Kasus

dengan kondisi keluar perbaikan yang terjadi pada 1 kasus, pulang karena

menolak perawatan dilanjutkan. Dampak terapi berdasarkan dari kondisi keluar

dapat dilihat pada tabel XXX.

Tabel XXX. Kondisi Keluar pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama
Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
No. Kondisi Keluar Jumlah (kasus)

1. Sembuh 31

2. Perbaikan 1
58
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan

sistem saluran cerna periode Juli 2007 umumnya menjalani rawat inap antara 3-5

hari sebelum diijinkan pulang, akan tetapi ada yang menjalani rawat inap lebih

dari jangka waktu tersebut. Sebagian besar kasus pediatri dengan diagnosis utama

gangguan saluran cerna menderita diare akut yang biasanya terjadi kurang dari

satu minggu, sehingga kasus akan menjalani dalam jangka waktu tersebut sebelum

diijinkan pulang setelah kondisinya membaik. Rata-rata kasus pediatri di Bangsal

Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan

diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani rawat

inap selama antara 3,3 hari-5,7 hari (rata-rata SD = 4,5 1,2).

Lama Rawat Inap Kas us Pe diatri Gangguan Sis te m


Saluran Ce rna

1 1 3 hari
3 8
4 hari
5 hari
6 hari
10 7 hari
9 8 hari

Gambar 4. Lama Rawat Inap Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna

E. Rangkuman Pembahasan

Dokter memberikan resep racikan dengan pertimbangan untuk

mendapatkan dosis yang tepat dan sesuai untuk kasus pediatri berdasarkan umur

dan berat badan masing-masing pasien pediatri. Apoteker bertanggung jawab


59
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

mengevaluasi resep racikan yang ditulis oleh dokter, dan jika terjadi interaksi obat

atau kesalahan lain harus memberitahu dokter tersebut. Perawat yang bertugas

memberikan resep racikan maupun obat lain langsung kepada pasien sehingga

harus memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai resep racikan dan

obat-obat lain tersebut. Dokter, apoteker, dan perawat perlu menjalin komunikasi

yang baik agar terapi yang diberikan pada pasien dapat berhasil dengan baik.

Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007, berdasarkan data yang diperoleh

ada 99 kasus. Kelompok umur kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 1

bulan-2 tahun. Berdasarkan diagnosis utama, paling banyak penggunaan resep

racikan untuk gangguan saluran cerna, dan yang kedua untuk gangguan saluran

nafas.

Berdasarkan jumlah jenis racikan yang diterima oleh masing-masing

kasus, didapatkan data jumlah kasus yang menerima satu jenis racikan sebanyak

54 kasus, kasus yang menerima dua jenis racikan sebanyak 35 kasus, kasus yang

menerima tiga jenis racikan sebanyak 6 kasus, dan kasus yang menerima empat

jenis racikan sebanyak 4 kasus. Jenis racikan yang paling banyak digunakan ialah

parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat non racikan yang digunakan pada

kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

menerima resep racikan periode Juli 2007 antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid,

antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran

cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta golongan obat nutrisi dan darah.
60
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah kasus dengan gangguan

sistem saluran cerna sebanyak 32 kasus. Kajian kerasionalan terapi pada kasus

dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna berdasarkan analisis DRP yang

terjadi didapatkan hasil, jumlah kasus yang mengalami DRP sebanyak 32 kasus,

baik hanya mengalami satu jenis DRP atau lebih. Hasil identifikasi DRP yang

terjadi berdasarkan hasil penelusuran pustaka meliputi interaksi obat sebanyak 24

kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2

kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus.

Sebagian besar kasus pediatri pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani masa rawat inap antara

3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik. Dampak terapi yang dialami

kasus berdasarkan kondisi keluarnya ialah sembuh sebanyak 31 kasus, dan

perbaikan 1 kasus. Pada kasus dengan kondisi keluar sembuh, kasus pulang atas

persetujuan dokter, namun untuk kasus dengan kondisi keluar perbaikan yang

terjadi pada 1 kasus, pulang karena menolak rawat inap dilanjutkan.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian evaluasi peresepan pada pasien pediatri di

Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan

periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna), maka dapat

diambil beberapa kesimpulan:

1. Dokter memberikan resep racikan dengan pertimbangan untuk mendapatkan

dosis yang sesuai bagi pasien pediatri. Apoteker sudah mempertimbangkan

terjadinya interaksi obat dalam resep racikan. Perawat dan orang tua pasien

tidak bermasalah dengan adanya resep racikan.

2. Kelompok umur kasus paling banyak yaitu kelompok umur 1 bulan-2 tahun

sebanyak 50,5%, jumlah kasus terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 59,6%. Kasus paling banyak mengalami satu diagnosis utama

sebanyak 72 kasus.

3. Kasus paling banyak menerima satu jenis racikan sebanyak 54 kasus, dengan

jenis racikan paling banyak parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat

non racikan yang digunakan antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid,

antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran

cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta obat nutrisi dan darah.

4. Identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat

tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan

61
62
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Sebagian besar kasus menjalani masa

rawat inap antara 3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini :

1. Perlu adanya perhatian dari pihak industri farmasi untuk menambah

pembuatan jenis obat dalam bentuk sediaan obat yang sesuai dengan dosis

untuk anak-anak.

2. Perlu diadakan penelitian mengenai perbandingan farmakoekonomi antara

penggunaan resep racikan dan resep non racikan.

3. Perlu adanya perhatian dan evaluasi mengenai obat antidiare dalam standar

terapi Rumah Sakit Bethesda untuk pasien pediatri.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, 46-49,


Yogyakarta

Anonim, 2000, Tatalaksana Penderita Diare, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, http://www.pppl.depkes.go.id/pedomantatalaksanadiare.pdf,
diakses pada tanggal 03 Januari 2008

Anonim, 2004, Diare, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
http://www.pom-obat.go.id/v2.0/articles.php?id=7, diakses pada tanggal
19 November 2007

Anonim, 2006, British National Formulary 52, BMJ Publishing Group, Great
Britain

Anonim, 2007, Diare Masih Jadi Pembunuh, http://www.pikiranrakyat.com


/cetak/2007/112007/11/0205.htm, diakses pada tanggal 19 November
2007

Barnes, N. D., Craft, A. W., George, P., and Milner, A. D., 1987, The Prescribing
Process, dalam Rylance, G., Drugs for Children, 13-14, WHO,
Copenhagen

Heaton, and Lewis, 1997, Scandinavian Journal of Gastroenterology 32 (9): 920-


924

Kaushal, R., Jaggi, T., Walsh, K., Fortescue, E.B., and Bates, D.W., 2004,
Pediatric Medication Errors: What Do We Know? What Gaps Remain?,
Ambulatory Pediatrics, Vol. 4, number 1, 73-81

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio

Mitchell, A.A., Lacouture, P.G., Sheehan, J.E., Kaufman R.E., and Shapiro S.,
Adverse Drug Reactions in Children Leading to Hospital Admission, J
Pediatr 1988;82:24-29, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal
19 Februari 2007

Moore, T.J., Weiss,SR., Kaplan S., and Blaidel, C.J., Reported Adverse Drug
Events in Infants and Children under 2 Years of Age, J Pediatr
2002;110:53, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal 18
Februari 2007

63
64
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Pearce, E. C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, 176, Gramedia,
Jakarta

Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, 10-11, CV Rajawali, Jakarta

Prest, M., 2003, Penggunaan Obat Pada AnakAnak, dalam: Aslam, M., Tan,
C.K., Prayitno, A. (Eds), Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional
dan Penghargaan Pilihan Pasien, 191 99, Gramedia, Jakarta

Ridwan, A., 2007, Tumbuh Kembang Anak,


http://ridwanamiruddin.wordpress.com/tumbuh-kembang-anak, diakses
pada tanggal 19 November 2007

Simanjuntak, C. H., 1991, Epidemiologi Disentri,


http://www.kalbe.co.id/files/08EpidemiologiDisentri.html, diakses pada
tanggal 03 Januari 2007

Soenarto, S. S., Jufrie, M., Oswari, H., Rosalina, I., Arief, S., Sayuti, Y., et. al.,
2004, Gastroenterologi, dalam Poesponegoro, H. D., Hadinegoro, S. R.
S., (Eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 47-52, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Spruill, W. J., and Wade, W. E., Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel
Syndrome, dalam DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R.,
Wells, B. G., Posey., L. M. (Eds), Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach, 679, McGraw-Hill, USA

Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle R.J., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 82-83, McGraw-Hill Co., New York

Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, 2, 7, 176, 367, 369, 646, 958,
Facts&Comparison, Wolters Kluwer, St. Louis

Wakefield, A., 2005, Health Topics Content,


http://www.healthsystem.virginia.edu, diakses pada tanggal 15 Oktober
2007

Zein, U., Sagala, K. H., dan Ginting, J., 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri,
Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara, http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf,
diakses pada tanggal 19 November 2007
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kasus 17
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Data Pasien Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
Nama Obat Dosis&CP
18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul
Nomor Anamnese obat dari periksa Hasil Laboratorium Nilai Normal
RM: sejak kema- dr.Purnomo tgl 17/07/07 Hb 14,50-22,50 10,20
00406568 rin mencret, terus Hct (%) 45,0-67,0 31,4
cair 4x, pagi AL (ribu/mmk) 13,00-38,00 8,03
Reg: ini 2x Inf.KAEN 3A AT (ribu/mmk) 100,0-400,0 310,0
07071813 Eritrosit (juta/mmk) 4,00-8,60 3,72
Tanda Vital Eosinofil (%) 0,0-3,0 1,7
JK : L Suhu (C) 36,9 Monosit (%) 3,0-16,0 7,5
Nadi (x/menit) Basofil (%) 0,0-4,0 0,4
Umur: 0th Diagnosis Nafas (x/menit)
2bl 23hr D.utama:
BB: diare akut- Obat dibawa pulang :
6,4 kg dehidrasi Tanda Vital
Tgl masuk: Suhu (C) 36,9 37 37,2 37 36,8 37
18/07/07 Pemeriksaan Mikrobiologi: Nadi (x/menit) 120 124 124 128 124 120
pk 07:29 D.sekunder: Tanggal : 21/07/2007 Nafas (x/menit) 20 22 24 24 24 24
Periksa : kultur, sensitifitas, angka kuman
Tgl keluar: Bahan : feses
23/07/07 Biakan : Kluyvera cryocrescens
Kontrol : Komplikasi: Uji kepekaan kuman Tanggal Pemberian
Nama Obat Dosis & CP
Antibiotika sensitif : 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul
asam nalidiksat, gentamisin, kanamisin, amikin, metronidazol+kotrimoksazol 3x1 (oral) - -
D.keluar: cerodolan, rochepin, maxipime, cefoperason tanalbin 3x1 (oral) - -
sembuh meronem, sulperason ketokonazol 1x1 (oral) -
kanamisin 3x75mg (oral) - - - -

mikasin 2x50mg (inj)

Inf.KAEN 3A (infus) 1600 1150 450 1400 1150 BLPL


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Rangkuman Hasil Wawancara dengan Apoteker Rawat Inap Rumah Sakit


Bethesda Yogyakarta

No. Pertanyaan Jawaban


1. Apakah Anda memperhatikan Melihat inkompatibilitas dari efek
adanya : farmasetika. Untuk signa karena
- interaksi sudah terbiasa maka secara
- stabilitas otomatis akan tahu, jika berbeda
- dosis (besar, lama dan frekuensi baru dicari tahu sebabnya.
pemberian, obat harus habis atau Kelemahannya tidak semua bisa
tidak habis) terkontrol.
antar masing-masing komponen dari
obat racikan yang diresepkan oleh
Dokter?
2. Jika dalam resep ada obat racikan Kalau dokter tersebut bisa diajak
dan non racikan yang berkomunikasi maka ditelpon,
penggunaannya tidak rasional, namun jika dokter tersebut sulit
apakah Anda memberitahukannya untuk diajak berkomunikasi
kepada Dokter tersebut? dibiarkan saja.
3. Jika dalam resep ada obat yang tidak Ya, berusaha memakai
tersedia, apakah Anda mengganti formularium yang ada.
obat tersebut dengan obat lain yang
zat aktifnya sama? Apakah Anda
memberitahu Dokter tentang
penggantian obat tersebut?
4. Bagaimana pemberian informasi Apoteker belum keliling ke
tentang penggunaan obat untuk bangsal karena keterbatasan
pasien yang dirawat di bangsal jumlah apoteker. Informasi
anak? Apa saja informasi yang melalui perawat.
diberikan?
5. Masalah-masalah apa saja yang Resep racikan sebaiknya tidak ada.
Anda hadapi yang berhubungan Industri farmasi membuat sediaan
dengan resep racikan di bangsal obat yang khusus untuk anak-anak,
anak? baik sediaan oral maupun
parenteral.

97
98
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Rangkuman Hasil Wawancara dengan Orang Tua Pasien Pediatri di Bangsal


Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007

1. Bentuk sediaan obat apa saja yang dapat diterima dan disukai oleh anak
Ibu/Bapak? (misal tablet, sirup, dll)

Pasien Jawaban
Pasien A Racikan, sirup
Pasien B Tablet
Pasien C Sirup dan tablet seperti vitamin
Pasien D Puyer lebih mudah daripada sirup
Pasien E Tidak ada bentuk sediaan yang disukai
Pasien F Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet
Pasien G Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet
Pasien H Sirup, kalau racikan dicampur dengan sirup
Pasien I Semua bentuk sediaan bisa
Pasien J Sirup
Pasien K Sirup yang manis, kalau racikan diberi madu
Pasien L Semua bentuk sediaan bisa
Pasien M Puyer dan sirup

2. Sediaan racikan memiliki rasa pahit. Pernakah anak Ibu/Bapak mengalami


muntah saat menggunakan sediaan racikan? Bagaimana cara
pengatasannya? (misal memberikan satu lagi sediaan racikan untuk
mengganti obat yang dimuntahkan)

Pasien Jawaban
Pasien A Pernah satu kali dan diberikan lagi
Pasien B Tidak pernah
Pasien C Pernah dan diberikan lagi
Pasien D Tidak pernah
Pasien E Pernah dan diberikan lagi
Pasien F Tidak pernah
Pasien G Tidak pernah
Pasien H Pernah dan diberikan lagi dengan selang beberapa saat
Pasien I Pernah, jika muntahnya banyak diberikan lagi
Pasien J Tidak pernah
Pasien K Pernah dan diberikan lagi
Pasien L Tidak pernah
Pasien M Pernah satu kali dan diberikan lagi
99
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. Apakah bagi Ibu/Bapak bermasalah dengan adanya obat racikan?

Pasien Jawaban
Pasien A Tidak bermasalah
Pasien B Tidak bermasalah
Pasien C Tidak bermasalah
Pasien D Tidak bermasalah tapi cukup membantu
Pasien E Tidak bermasalah
Pasien F Tidak bermasalah, percaya pada dokter
Pasien G Tidak bermasalah karena anak mudah minumnya
Pasien H Tidak bermasalah
Pasien I Tidak bermasalah
Pasien J Tidak bermasalah
Pasien K Tidak bermasalah, namun anak susah minumya
Pasien L Tidak bermasalah
Pasien M Tidak bermasalah
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI 100

Rangkuman Hasil Wawancara dengan Perawat yang Bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Jawaban
No. Pertanyaan
Perawat A Perawat B Perawat C Perawat D Perawat E
1. Informasi apa Yang Tidak diberi informasi. Tidak diberi Obat langsung diberikan, Biasanya tidak diberi
sajakah yang Anda mengambil informasi, sudah tidak diberi informasi. Jika informasi. Obat langsung
dapatkan dari pramurukti ada etiket. tidak tahu baru bertanya dan diberikan.
Apoteker pada saat bukan perawat, diberi informasi.
pengambilan obat? tetapi sudah ada
labelnya.
2. Bagaimana Kalau anak yang Tergantung anaknya, Kalau sulit Anak-anak tidak suka pahit, Sulit karena pahit. Kalau
pengalaman Anda sudah besar yang takut atau nangis minum dipaksa. kebanyakan susah jadi agak orang tua bisa membantu
dalam memberikan mudah pemberian jadi susah. Minumnya dipaksa. lebih mudah. Harus sedikit
obat racikan kepada pemberiannya. Minumnya pakai air dicampur air dipaksa. Minumnya dicampur
pasien anak? Kalau susah putih. putih, kadang air putih, atau dicampur
lewat samping diberi teh, madu, sirup.
(miring) biar gula, tergantung
tidak muntah. kebiasaan pasien
Minumnya di rumah.
pakai air putih
atau air teh.
3. Apabila ada pasien Obat diberikan Obat diberikan lagi tapi Bisa dilihat Kalau muntah waktu itu Langsung diberikan lagi.
yang muntah pada lagi tapi dengan dengan selang waktu rekasinya, misal juga langsung diberikan
saat diberi obat selang waktu beberapa saat. penurun panas, lagi. Kalau muntah selang
racikan, apa yang beberapa saat. saat diberikan beberapa waktu tidak
Anda lakukan dan muntah. Jika diberikan lagi.
bagaimana cara masih panas
mengatasinya? diberikan lagi
tapi kalau
antibiotik tidak
diulang.
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI 101

Rangkuman Hasil Wawancara dengan Dokter yang Bertugas di Klinik Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

No Pertanyaan Jawaban
Dokter A Dokter B Dokter C Dokter D
1. Apa dasar pertimbangan Kalau racikan dokter Dosis tepat (sesuai berat Agar pas dengan dosis Lebih efisien
atau alasan dokter sudah tahu dosisnya badan dan kondisi untuk anak-anak. Racikan
memberikan obat dalam (mg/kgBB) dan penyakit). lebih murah dibanding
bentuk racikan untuk berdasarkan diagnosa. sirup.
pasien anak?
2. Menurut pendapat dokter Tergantung tujuannya, Sesuai kebutuhan Maksimal 3 jenis obat Tergantung kondisi
dalam 1 sediaan racikan tidak ada maksimal dan penyakit
maksimal terdiri dari minimal. Prinsip
berapa jenis obat? seminimal mungkin.
3. Apakah dasar Berat badan Berat badan, kondisi atau Umur dan berat badan Berat badan
pertimbangan dokter keadaan berat ringan
dalam menentukan dosis penyakit, kesulitan
obat dari setiap jenis obat minum obat
dalam sediaan racikan?
4. Jika dalam 1 sediaan Dipisah Dipisah Dipisah Dipisah
racikan terdapat 2 jenis
obat yang berbeda
regimen dosisnya/aturan
pemakaiannya, aturan
pakai manakah yang
digunakan/dipilih umtuk
sediaan racikan tersebut
dan apa alasan dokter
memilih aturan
pemakaian tersebut?
5. Apakah dokter Pasti, kalau ada Ya Kadang. Jika ada interaksi Ya. Ada beberapa
mempertimbangkan interaksi cari yang lain. farmasi lapor lalu obat obat yang tidak bisa
terjadinya interaksi obat diganti. dicampur.
sewaktu meresepkan
sediaan racikan?
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI 102
102
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Daftar Nama Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Antiinfeksi
No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Beta laktam amoksisilin Yekamox
amoksisilin dan asam Clavamox
klavulanat
sefaklor Cloracef
sefiksim Cefspan
sefotaksim Claforan
seftazidim Ceftum
Fortum
02. Makrolid spiramisin Spiradan
03. Aminoglikosida gentamisin Pyogenta
amikasin sulfat Mikasin
04. Derivat Sulfonamid kotrimoksazol Ottoprim
Bactricid
Yekaprim
05. Polimiksin kolistin Colistine
06. Antifungi mkonazol Dactarin oral gel
nistatin Mycostatin
07. Amubasid metronidazol Flagyl
08. Anthelmintik pirantel pamoat Combantrin

Kortikosteroid
No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Kortikosteroid deksametason Kalmetason
Indexon
flutikason propionat Flixotide

Antihistamin
No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Antihistamin sedatif difenhidramin Delladrill
ketotifen Profilas
02. Antihistamin non sedatif desloratadin Aerius

Analgesik
No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Analgesik non-opioid parasetamol Sanmol
ketoprofen Profenid
103
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Obat gangguan saluran nafas


No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Ekspektoran noscapin Mercotin
02. Mukolitik bromheksin Mucosulven
Bisolvon
03. Antitusif prokaterol HCl Meptin
04. Agonis adrenoseptor salbutamol Ventolin exp
Fartholin

Obat gangguan saluran cerna


No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Antidiare dioktahedrol smektil Smecta
02. Antagonis reseptor H2 ranitidin Rantin
03. Khelator sukralfat Inpepsa
04. Laksatif bisakodil Dulcolax
05. Antimual dan vertigo domperidon Vometa
metoklopramid Primperan
06. Antimuskarinik hiosin butilbromida Buscopan plus

Obat gangguan sistem saraf pusat


No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Antiepilepsi Fenitoin Dilantin
Diazepam Stesolid
Klonazepam Rivotril
Okskarbazepin Trileptal
Asam valproat Depakene
02. Antimigrain Co-dergokrina mesilat Xepadergin

Obat darah
No. Golongan obat Jenis obat Nama obat
01. Hemostatik Karbazokrom Na-sulfonat Adona
104
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Pemeriksaan Feses Rutin pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Normal
Ascaris Negatif
Ankilostoma Negatif
Trikhiuris Negatif
Axyuris Negatif
Sel eritrosit Negatif
Sel leukosit Negatif
Sel epitel Negatif
Histolitika Negatif
Amoeba coli Negatif
Kista Negatif
Sisa makanan Negatif
Serat daging Negatif
Granula amilum Negatif
Granul lemak Negatif
Sisa tumbuhan Negatif
105
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah


Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Bahan : feses
Permintaan periksa : kultur, sensitivitas test, angka kuman
Biakan :
Uji kepekaan obat
Kotrimoksazol
Kloramfenikol
Ampisilin
Streptomisin
Asam nalidiksat
Tetrasiklin
Gentamisin
Penisillin G
Eritromisin
Kanamisin
Amikin
Ceradolan
Fortum
Rochepin
Tequin
Tarivid
Maxipime
Ceftum
Cravit
Cefoperason
Meronem
Zyvox
Sulperason
106
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Amanda Marselin merupakan anak pertama dari

pasangan Benny Heimbach dan Cecilia Linggawati,

lahir di Cilacap pada tanggal 02 Mei 1986.

Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak

Maria Immaculata Cilacap pada tahun 1990-1992.

Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar

Xaverius 4 Palembang pada tahun 1992-1996 dan Sekolah Dasar Santo Yoseph I

Denpasar pada tahun 1996-1998. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah

Menengah Pertama Santo Yoseph Denpasar pada tahun 1998-2001. Kemudian

naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menegah Umum Stella Duce 2 Yogyakarta

pada tahun 2001-2004. Selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan ke jenjang

pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan

menyelesaikan masa studi pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi Asisten

Praktikum Bioanalisis (2007).

Anda mungkin juga menyukai