PENDAHULUAN
Status konvulsi adalah keadaan darurat medis yang mengancam jiwa yang
memerlukan pengenalan dan pengobatan yang tepat. Status konvulsi bukan merupakan
penyakit khusus, tetapi merupakan gangguan susunan saraf pusa (SSP) atau gangguan
sistemik yang menyebabkan gangguan SSP. Tata laksana yang tepat adalah identifikasi
dan pengobatan penyebab yang mendasarinya sehingga kejang akan terkontrol dan
autoregulasi serebral dan kerusakan neuron dimulai setelah 30 menit aktivitas kejang
diberikan terapi adekuat namun kejang masih terus berlangsung). Prognosis penyakit
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Status konvulsi mengacu pada apa yang disebut dengan status epilepticus
kembalinya kesadaran yang kontinyu, termasuk suatu keadaan gawat darurat dan
2.2. Etiologi
Epilepsi (9,5-27%)4,5
Kelainan susunan saraf pusat (SSP) kronik (39%) seperti ensefalopati hipoksik
2.3. Patofisiologi
peningkatan aliran darah ke otak untuk mencegah kerusakan otak. Status konvulsi yang
2
dengan penurunan tekanan oksigen otak. Ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen dan glukosa tinggi menyebabkan penurunan aliran darah ke otak dan
penurunan glukosa dan oksigen otak. Kompensasi otak membutuhkan aliran udara,
napas, sirkulasi dan aliran darah otak yang cukup dan kompensasi ini terjadi pada
stadium awal. Kematian dan kesakitan terjadi akibat gagalnya mekanisme kompensasi.
Hipoksia terjadi karena gangguan ventilasi, air liur yang berlebihan, sekresi
lama dan asidosis menyebabkan fungsi ventrikel jantung menurun, menurunkan curah
jantung, hipotensi, yang mengganggu fungsi sel jaringan dan neuron. Selain itu sering
saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan
tekanan vena sentral. Edema otak yang terjadi akibat adanya hipoksia, asidosis, dan
hipotensi dapat menyebabkan herniasi. Serum glukosa pun dapat menurun. Kejang
ginjal, dan gagal napas. mioglobinuria, dan peningkatan kreatinin fosfokinase akibat
rabdomiolisis.5,6
Pada status konvulsi yang berlangsung lama terjadi kehilangan inhibisi reseptor
GABA dan perubahan fungsi reseptor GABA. Pada kerusakan jaringan otak, kematian
3
Kejang terjadi karena adanya peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada
neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara
b. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau
c. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui
2.4. Diagnosis
a. Anamnesis6,7
Deskripsi kejang (bentuk, fokal atau umum, lama, frekuensi, kesadaran saat
Anamnesis untuk mencari etiologi kejang: demam, trauma kepala, sesak napas,
diare, muntah, riwayat ada tidaknya kejang/epilepsi. Jika ada epilepsi, apakah
4
b. Pemeriksaan Fisik6,7
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pungsi lumbal
kesadaran atau gangguan status mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama,
gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau pada kasus yang tidak
didapatkan faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam
48-72 jam setelah pungsi lumbal yang pertama untuk memastikan adanya infeksi
5
pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia < 12
bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.7,9
pemeriksaan klinis
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG dilakukan hanya jika terdapat indikasi, yaitu : apabila ada
interiktal EEG. Beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan
4. Imaging
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan
pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila
6
terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya
2.5. Penatalaksanaan
Umumnya kejang tonik klonik berhenti spontan dalam 5 menit. Bila kejang
tidak berhenti dalam 5 menit, maka kejang cenderung berlangsung lama. Status
konvulsivus adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau
kejang berulang selama lebih dari 30 menit; selama kejang pasien tidak sadar. Status
konvulsivus pada anak merupakan kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko
0-5 menit:
jaringan.
5-10 menit:
7
Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah perifer lengkap, glukosa,
dan elektrolit.
berat bedan < 10 kg diberikan 5 mg, bila berat badan > 10 kg diberikan
diulang 1-2 kali setelah 5-10 menit, lorazepam 0,1 mg/kgBB dapat
10-15 menit:
8
Fenobarbital 10 mg/kgBB intravena bolus perlahan-lahan dengan
depresi pernapasan.
mg/kgBB/jam
pasien. Pada kejang lama dapat terjadi hipoksia terjadi akibat gangguan
ventilasi, sekresi air liur dan sekret trakeobronkial yang berlebihan, serta
mengganggu fungsi sel dan neuron. Edema otak terjadi akibat adanya
hipoksia, asidosis, atau hipotensi. Pada kejang yang tidak dapat teratasi, dapat
9
terjadi hiperpireksia sehingga dapat terjadi mioglobinuria dan peningkatan
Maksimum 10 mg 4 mg - - -
dosis awal
10
diencerkan mg/menit, drip 0,4-0,6
dengan atau IM ug/kgBB/ menit
NaCl 0,9%
11
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Status Konvulsi
(Sumber : UKK Neurologi. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Konvulsi. Jakarta : IDAI.2015)
1. Tergantung Etiologi6,7
2. Terapi Rumatan6,8
fenobarbital/fenitoin.
12
Jika kejang akut berhenti dengan fenobarbital, terapi rumatan dengan
Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah
dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.7,8
Jangan panik
13
Gambar 2. Cara Pemberian Diazepam Rektal
(Sumber : UKK Neurologi. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Konvulsi. Jakarta :
IDAI.2015
Amati kejang : bentuk dan lama kejang, frekuensi, interval diantara kejang, apa
Dampingi anak sampai betul-betul sadar, pastikan jalan napas tidak tersumbat
14
2.7. Prognosis8,10
Prognosis pasien tergantung dari etiologi, usia, lamanya kejang dan talaksana
kejang teratasi.
15