sedang tumbuh dan akan menghasilkan ikatan silang (cross linking) sebagai berikut:
terminal RPMnM + MMnPR RPMnM :MMnPR
Dengan adanya perubahan rantai seperti di atas, Florydan Mayomengajukan fenomena chain
tranfer untuk menyelesaikan tahap terminasi pertumbuhan rantai, yaitu suatu pertumbuhan individu
molekul polimer diterminasi dengan pusat aktif yang jumlahnya tetap. Dengan adanya chain transfer
agent, produk cross linked dapat diminimalkan. Reaksi yang terjadi pada cabang polimer adalah
sebagai berikut:
M + RH MH + R
radikal cabang monometer chain transfer agent cabang monomer radikal
Hasil samping reaksi ini adalah terbentuknya homopolimer, karena monomer berlebihan akan
turut serta teradisi atau bereaksi sehingga terjadi proses polimerisasi antar monomer. Seperti reaksi
berikut:
M M
M + nM MM n
MM n + nMM MM n:nMM
Dengan adanya pelarut, persamaan dapat disederhanakan dengan menggunakan hubungan
timbal balik 1/DP dengan asumsi bahwa di bawah kondisi ini tranfer ke seluruh molekul selain pelarut
(S) diabaikan. Pertanyaan ini direduksi menjadi persamaan Mayo+:
1 1 []
= + []
(16.15)
Akan tetapi, chain transfer (Cs) adalah perbandingan laju penghentian dan laju propagasi,
dihubungkan ke ikatan relatif dalam molekul pelarut tidak stabil dan kestabilan pelarut. Dari
persamaan di atas, Cs didapat dari slope garis lurus yang diperoleh dengan memplotkan 1/DP dengan
[S]/[M] dan perpotongannya adalah 1/DPo.
Harga tetapan chain tranfer untuk pelarut CCI4 terhadap stirena dapat digunakan untuk
memperkirakan range jumlah pelarut yang dipakai untuk mengatur percabangan stirena pada
polimernya. Bahan aditif CCI4 yang dalam hal ini berfungsi sebagai pelarut mempunyai pengaruh
cukup besar terhadap reduksi cabang stirena pada polimer induk dalam proses kopolimerisasi. Tabel
16.3 memperlihatkan harga Cs pelarut terhadap monomer dan monomer terseleksi.
Tabel 16.3 Harga Cs pelarut terhadap monomer stirena dan monomer terseleksi
Pelarut Monomer
Cs x 10-4 mol/g
Benzena Akrilonitril
2,50
Metil akrilat
0,10
Metil metakrilat
0,04
Stirena
0,02
Vinil asetat
1,10
Etil bensena Akrilonitril
36,00
Metil akrilat
1,50
Metil metakrilat
0,77
Stirena
0,67
Vinil asetat
55,20
Karbon tetraklorida Akrilonitril
500,00
Metil akrilat
1,30
Metil metakrilat
0,90
Stirena
90,00
Vinil asetat
7300,00
Karbon tetrabromida Akrilonitril 500,00
Metil akrilat 1,30
Metil metakrilat 0,90
Stirena 90,00
Vinil asetat 7300,00
Jadi untuk banyak reaksi, ternyata grafik antaran In k terhadap 1/T menghasilkan garis lurus.
Persamaan Arrhenius sering dituliskan sebagai:
= 1 (16.18)
Dengan A adalah faktor pre-eksponensial dan Ea adalah energi pengaktifan. Energi pengaktifan
merupakan energi minimum yang harus dimiliki reaktan untuk membentuk produk. Dalam beberapa
hal, ketergantungan pada suhu tidak sesuai dengan persamaan Arrhenius. Akan tetapi, masih mungkin
menyatakan kekuatan ketergantungan itu dengan menyatakan energi pengaktifan sebagai:
= 2 ( /) (16.19)
Persamaan 16.19 menunjukkan bahwa semakin tinggi energi pengaktifan, semakin kuat pula
ketergantungan konstanta laju pada suhu, jadi, energi pengaktifan yang tinggi mempunyai arti bahwa
konstanta laju berubah dengan cepat terhadap suhu. Semakin tinggi energi pengaktifan, semakin
lambat reaksi berlangsung pada suhu tertentu.