Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PANGAN PEMBUTAN ABON AYAM


Dosen Pembimbing:

Rahmani, S.TP, MP

Zulfiana Dewi, SKM., MP

Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Adelya Rahmah P07131215081

Ashfia Ruhama P07131215085

Binti Maulina P. P07131215089

Rahmat Hidayat P07131215113

Rizka Zalecha R. P07131215117

Rosalina P07131215119

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN GIZI

DIPLOMA IV

2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu
peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi
masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama
daging, dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap
mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging.
Banyak cara yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya
simpan dari dari daging segar seperti diolah menjadi sosis, dendeng dan abon.
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging
(sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau
dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah
suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus
disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama
dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan
bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon
termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah
dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang
diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan
gurih. Agar dapat disimpan dalam waktu yang panjang maka daging ataupun
ikan harus melalui proses pengolahan dengan kandungan air yang sedikit
sehingga akan memperpanjang waktu simpan. (Suryani et al, 2007).

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tujuan dari pengolahan abon yaitu, pengurangan
kadar air.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui metode penggorengan pada pembuatan abon
2. untuk mengetahui proses pembuatan abon
3. untuk mengetahui fungsi dari rempah-rempah campuran abon
4. Memproduksi bahan makanan yang ada agar lebih beragam
mutunya dan bisa meningkatkan konsumsi konsumen terhadap
makanan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Abon

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging
(ayam, sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut
atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu
jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-
sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Sedangkan menurut Direktorat Evaluasi
dan Standardisasi, Departemen Perindustrian (1980), yang dimaksud dengan
abon adalah hasil olahan yang berbentuk gumpalan serat daging yang halus
dan kering yang dibuat melalui proses penggorengan dan penambahan bumbu-
bumbu

Abon yang diolah mempunyai tujuan menambah keanekaragaman


pangan, memperoleh pangan yang berkualitas tinggi, tahan selama
penyimpanan, meningkatkan nilai tukar, dan meningkatkan daya guna bahan
mentahnya. Abon sebagai salah satu bentuk olahan kering yang sudah dikenal
masyarakat luas karena harganya cukup terjangkau dan lezat (Fachruddin,
1997).

Winarno et al. (1982) menyatakan bahwa pembuatan abon merupakan


salah satu cara pengeringan dalam pengolahan bahan pangan yang bertujuan
untuk memperpanjang masa simpan, memperkecil volume dan berat bahan,
sehingga dapat mengurangi biaya pengangkutan dan pengepakan.

Prinsip pembuatan abon adalah perebusan , penyeratan, pencampuran


bumbu, gula merah, garam dan penggorengan minyak sampai kering. (Suryani
et al, 2007).
Bahan pembuatan abon terdiri atas bahan baku dan bahan tambahan.
Bahan baku merupakan bahan pokok untuk abon. Bahan tambahan atau bahan
penolong berfungsi menambah cita rasa produk, mengawetkan, dan
memperbaiki penampakan produk (Fachruddin, 1997).

2.2 Standar Mutu Abon


Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar
mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar
mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang
baik dan aman bagi konsumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon antara lain :
1. Kadar air berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.
2. Kadar abu menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.
3. Kadar protein sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang
digunakan untuk abon.

Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85

Lemak (maksimum) 30%


Gula (maksimum) 30%
Protein 20%
Air (maksimum) 10%
Abu (maksimum) 9%
Aroma, warna dan rasa Khas
Logam berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) Negatif
Jumlah bakteri (maksimum) 3000/g
Bakteri bentuk koli Negatif
Jamur Negatif
2.3 Ciri-ciri Abon yang Baik

Ciri-ciri abon yang baik : (Anonim, 2012)

a. Perhatikan tekstur serat-serat dagingnya. Jika dengan mudah meliha tserat

dagingnya, maka Abon tersebut mengandung banyak daging atau ikan.

Sebaliknya, jika terlihat tekstur yang bubuk dan tidak terlihat serat, maka

terdapat sebagian besar bahan campuran lain di dalamnya yang

menyebabkan abon tidak mempunyai cita rasa daging atau ikan.

b. Lihatlah warnanya. Dengan hanya melihat sekilas saja, akan dapat

diketahui apakah abon ayam tersebut diproses dengan cara yang benar atau

tidak. Warna dari abon ayam berkualitas baik adalah coklat keemasan

mengkilat dan tidak kusam.

c. Cermati apakah ada banyak terlihat cairan atau minyak di dinding atau di

dasar kemasan. Jika, maka artinya proses pengeringannya tidak

menyeluruh. Hal ini dapat mengakibatkan abon lekas basi atau tengik dan

selain itu pun, timbangan abon menjadi lebih berat dengan adanya

kelembaban tersebut.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Prinsip Kerja

Pengurangan Kadar Air

3.2 Alat

1. Pisau

2. Talenan

3. Baskom

4. Tempat untuk mengulek

5. Kompor

6. Panci

7. Spatula

8. Spinner

3.3 Bahan

1. Bahan 700 gram ayam

2. Bumbu :

1. Santan kental 460 ml

2. Gula merah 50 gram

3. Ketumbar sangrai 1 sdm


4. Kemiri 5 gram
5. Bawang merah 50 gram
6. Bawang putih 30 gram
7. Garam halus secukupnya
8. Lengkuas 2 ruas jari
9. Daun salam 2 lembar
Catatan: Bumbu no 3 6 dihaluskan

3.4 Cara Kerja

1. Mencuci daging ayam sampai bersih

2. Mengukus daging ayam sampai empuk, memisahkan bagian tulang

(ayam) dan bagian yang tidak terpakai

3. Melakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir-suwir dengan suwir

abon

4. Memasak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu,

sampai air santan habis

5. menggoreng sampai warna coklat masak dengan api sedang dan terus

dibolak-balikkan agar masak rata dan tidak gosong

6. Dipres/tiriskan sampai dengan benar-benar kering menggunakan spinner

3.5 Diagram Alir

Bawang merah DAGING DIBERSIHKAN/


Bawang putih
DICUCI
Garam
Gula merah
Ketumbar
Lengkuas DAGING DIKUKUS
santan

DISUWIR - SUWIR
MASAK DENGAN BUMBU YANG
TELAH DIHALUSKAN SAMPAI
AIR SANTAN HABIS
PENGGORENGAN

SIAP PENGEPRESAN
DIKONSUMSI
BAB IV

DATA DAN HASIL PRAKTIKUM

4.1 Data Praktikum

Tabel 1. Data Praktikum Pembuatan Abon Ayam

Produk (Abon Ayam)

4.2 Data Praktikum


Hasil percobaan teknologi pengolahan abon dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Abon

Keterangan Hasil
Bahan Utama Ayam (Ras)
Berat sebelum dikukus 700 gr
Berat sesudah dikukus 360 gr

Berat abon
300 gr
Bawang merah, Bawang putih, Lengkuas,
Kunyit, Jahe, Ketumbar, Merica, Sukrosa,
Sereh, Garam, Daun jeruk, Santan Kental.
Bahan Tambahan *ml Santan Kental : (Berat sesudah dikukus + 100
(Bumbu) ml)

= 360 + 100

= 460 mL

= x 100%

% Pengurangan Kadar 300


= 700 x 100%
Air
= 42.85%

Organoleptik:

1. Warna Coklat Kemerahan


2. Rasa Khas abon ayam
3. Aroma Khas abon ayam
4. Tekstur Kasar

Gambar Produk
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil praktikum pengolahan abon ayam dengan berat awal


sebelum dikukus 700 gram, berat setelah dikukus 360 gram dan diperoleh berat
akhir (produk) sebesar 300 gram dan persen produk sebesar 42.85%. Sedangkan
sifat organoleptik berupa coklat kemerahan, rasa khas abon ayam, beraroma khas
abon ayam, bertekstur kasar.
Pada prinsipnya cara membuat berbagai jenis abon adalah sama. Prosedur
umum yang dilakukan dimulai dari penyiangan, pencucian bahan, pengukusan,
pencabikn, penggorengan, penirisan minyak, dan pengemasan.
1. Penyiangan (Pembersihan Bahan Baku Utama)
Penyiangan ini dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang
tidak dapat digunakan dalam pembuatan abon. Ayam disiangi dengan membuang
bagian yang tidak dapat dimakan. Bagian daging ayam yang kami dapatkan
adalah bagian dada ayam. Daging dibuang hanya bagian lemaknya yang
menempel pada bagian kulit saja. Kemudian ditimbang dengan tujuan untuk
mengetahui berat awal bahan baku (Daging ayam) sebelum dikukus. Setelah
ditimbang didapatkan berat awal seberat 700 gram.

2. Pengukusan
Bahan yang telah dicuci, kemudian dikukus untuk mematangkan bahan.
Secara umum, tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan menjadi empuk.
Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang halus.
Daging ayam memiliki tekstur daging yang lunak dan berserat sehingga proses
pengukusan lumayan cepat. Pengukusan dilakukan untuk bahan yang memang
lunak seperti daging ayam ataupun sapi.
Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi
cukup sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan penurunan mutu rupa dan tekstur bahan. Ikan yang berbeda
ukurannya sebaiknya dikukus secara terpisah untuk mempermudah pengontrolan
waktu pemasakannya.
Setelah proses pengukusan bahan ditiriskan untuk menurunkan air yang
masih tersisa pada bahan. Agar bahan cepat dingin, sebaiknya bahan diletakan
pada wadah yang cukup lebar sehingga tidak saling tumpang tindih dan
pendinginan cukup merata.

3. Pencabikan
Pencabikan dilakukan agar bahan terpisah menjadi serat yang
halus.Tekstur berupa serat yang halus merupakan ciri khas dari produk abon.
Untuk skala industri, pencabikan dapat dilakukan dengan mesin. Akan tetapi
untuk skala rumah tangga, pencabikan/ suwir - suwir dilakukan dengan cara
manual (dengan tangan). Kemudian setelah disuwir suwir ditimbang dengan
tujuan untuk mengetahui berat bahan baku (Daging ayam) setelah dikukus.
Setelah ditimbang didapatkan berat setelah dikukus seberat 360 gram.
Hal tersebut karena pada proses pengukusan merupakan proses pemasakan
dimana panas yang diterima bahan dari uap air. Perebusan dapat menyebabkan
kehilangan zat gizi lebih besar pada bahan pangan dibandingkan dengan cara
pengukusan. Faktor yang mempengaruhi kehilangan zat gizi selama proses
perebusan adalah luas permukaan bahan, konsentrasi zat terlarut dalam air
perebusan dan adanya pengadukan air. Sedangkan proses pengukusan dapat
memperkecil kehilangan zat gizi (Harris dan Karmas 1989). Jadi, proses
pemasakan dengan pemanasan yaitu pengukusan dapat mengurangi kadar air
dalam bahan pangan. Karena pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-
molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul
dalam bahan pangan tersebut, karena itu daya kelarutan pada bahan yang
melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu
(Winarno, 2008).

4. Pemberian Bumbu dan Santan


Setelah tekstur bahan menjadi serat halus, bahan dimasak dengan bumbu
yang sebelumnya telah dihaluskan, kemudian ditumis. Agar abon memiliki rasa
yang gurih, saat pemberian bumbu ditambahkan pula santan kental sebanyak 460
ml. Bahan dipanaskan sambil diaduk hingga santan kering dan bumbunya
meresap. Pemasakan untuk pemberian bumbu dan santan, biasanya dilakukan
dengan wajan penggorengan.
Adapun tujuan untuk meningkatkan mutu organoleptik dan cita rasa dalam
pengolahan abon ditambahkan dengan rempah-rempah. Penambahan ini juga
berfungsi sebagai pengawet alami. Beberapa rempah yang sering digunakan
dalam pembuatan abon yakni bawang merah dan bawang putih, garam, gula
merah, ketumbar serta lengkuas.
Bawang
Bawang berfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa pada makanan.
Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang adalah senyawa sulfur yang
akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo,
1997). Selain pemberi aroma bawang merah juga berfungsi sebagai pengawet
alami karena mengandung efek anti bakteri dari senyawa alliin atau alisin yang
akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang
bersifat bakterisidia.
Garam
Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa,
penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air
selama proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada
penambahan 2 g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya
simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organisme pembusuk.
Penambahan garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena
konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein
yang terlarut (Usmiati dan Priyanti, 2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan
bahwa, pemberian garam dapat menjaga keamanan pangan secara mikrobiologi,
selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan daging, memiliki
kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan
besi. Ion-ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-
senyawa ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi
antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion-ion logam
dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk reaksi
lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan.

Gula Merah
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa
serta salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil
akhir produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat
berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu
penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan
menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan
aktivitas air (aw) dari bahan pangan (Winarno, 1994).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu
masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu.
Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari
ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo,
1997). Dalam penggunaan ketumbar harus mengalami penggerusan terlebih
dahulu.
Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan
trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri rimpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses
pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap
bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.

5. Penggorengan
Setelah diberi bumbu dan santan, bahan digoreng dengan minyak
panas.Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.
Dengan menguapnya air, terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yaqng
digoreng. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar bahan tidak gosong.
Selama digoreng, bahan diaduk agar matang secara merata. Penggorengan
dilakukan sampai bahan berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan.
Minyak goreng berfungsi untuk memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan
sebagai penghantar panas sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien
dibanding proses pemanggangan dan perebusan. Proses penggorengan juga dapat
meningkatkan cita rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai
kalori bahan pangan.
Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi
baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu
penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan
menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara
lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat
mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat
menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam
lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik.
Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi
kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-
logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada
mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan fisik, kimia dan sifat sensori. Ketika makanan
digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang tinggi, banyak reaksi
kompleks yang terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak akan mengalami
kerusakan. Kerusakan minyak yang berlanjut dan melebihi angka yang ditetapkan
akan menyebabkan menurunnya efisiensi penggorengan dan kualitas produk
akhir. Komposisi bahan pangan yang digoreng akan menentukan jumlah minyak
yang diserap. Bahan pangan dengan kandungan air yang tinggi, akan lebih banyak
menyerap minyak karena semakin banyak ruang kosong yang ditinggalkan oleh
air yang menguap selama penggorengan. Selain itu semakin luas permukaan
bahan pangan yang digoreng maka semakin banyak minyak yang terserap
(Muchtadi, 2008).

6. Penirisan Minyak
Minyak untuk menggoreng biasanya ada sisanya, maka dari itu perlu
dilakukan penirisan agar minyak pada bahan turun. Apabila sisa minyak cukup
banyak sebaiknya dilakukan pengepresan dengan menggunakan alat
pengepres.Untuk skala rumah tangga, pengepresan dapat dilakukan dengan
membungkus abon dengan kain saring, kemudian dipres hingga minyaknya
keluar. Pengepresan dapat dilakukan juga dengan cara memakai pemberat
(ditekan) agar minyak dapat dikeluarkan. Kemudian dianginkan sampai kering.
Tetapi pada praktikum kali ini kami menggunakan alat (mesin) Spinner yang
berfungsi untuk meniriskan/ mengurangi serapan minyak pada abon ayam.

7. Pengemasan
Pengemasan makanan bertujuan mempertahankan kualitas, menghindari
kerusakan selama penyimpanan, memudahkan transportasi, dan memudahkan
penanganan selanjutnya. Selain itu pengemasan makanan dapat mencegah
penguapan air, masuknya gas oksigen, menghindari makanan dari debu dan
kotoran, mencegah terjadinya penurunan berat, dan melindungi produk dari
kontaminasi serangga dan mikroba. Kondisi kemasan harus tertutup rapat agar
abon tidak mudah teroksidasi yang dapat mengakibatkan ketengikan. Bahan
kemasan harus bersifat tahan air (tidak tembus air), karena mengingat abon
merupakan produk makanan kering.
Selama proses penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan
penyerapan minyak, pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan warna,
aroma dan rasa kemudian diiukuti pengerasan permukaan (crusting). Disamping
itu terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna minyak dan penyerapan minyak.
Setelah dikemas, kemudian ditimbang produk (Abon ayam) dengan tujuan
mengetahui berat akhir (produk). Setelah ditimbang didapatkan beratnya seberat
300 gram. Berat akhir yang didapatkan ini dikarenakan terjadinya pengurangan
kadar air mulai dari proses pengukusan hingga penirisan minyak (menggunakan
spinner).
Sehingga presentase pengurangan kadar air dari Berat awal sebelum
dikukus hingga Berat akhir (produk) sebesar 42.85%. Persentase ini menunjukkan
bahwa dengan proses pemasakan teknik pemanasan baik metode pengukusan,
penggorengan, serta melalui tahap penirisan dapat mengurangi kadar air pada
daging ayam dan menciptakan suatu produk yaitu Abon berbahan dasar (utama)
yaitu daging ayam dengan cita rasa yang khas.

Hal ini karena kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw,
yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Hubungan antara Aw dengan kandungan air per gram suatu
bahan makanan disebut isoterm sorpsi air. Pada bahan pangan isoterm sorpsi air
dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai
keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan. Kandungan air dalam
bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan
itu ( Dikutip dari https://mahardhikapas.wordpress.com/2013/10/26/peranan-air-
dalam-produk-dan-bahan-pangan/ Diakses pada tanggal 19 Maret 22.14 WITA)
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Salah satu teknik pengolahan pangan yaitu adalah abon. Abon merupakan

salah satu jenis produk makanan dengan masa simpan yang cukup panjang sekitar

1 bulan dan berasal dari daging (sapi/ayam, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir

dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya yang melalui proses

pemanasan yaitu pengukusan dan penggorengan dengan cita rasa yang khas.

Prinsip dari pengolahan pangan ini adalah pengurangan kadar air. Persentase

kandungan air abon ayam yang kami dapatkan sebesar 42.85%. Kandungan air

dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap

serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat

digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Kandungan air dalam

bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan

itu. Dan organoleptik dari Abon ayam yang telah kami olah yaitu : memiliki

warna coklat kemerahan, dengan rasa dan aroma khas abon ayam, serta tekstur

yang kasar.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Tips Memilih Abon Sapi Berkualitas.


http://www.optimasi.co.id/web/tips-memilih-abon-sapi-berkualitas.html
(diakses pada tanggal 14 Maret 2017)
Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Abon.
Kanisius, Yogyakarta.
www.academia.edu/20733099/PROPOSAL_PENELITIAN_ABON (diakses pada
tanggal 14 Maret 2017)
Harris, R.S., & E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan
Pangan. Penerbit ITB. https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-
Pembuatan-Abon-Daging-Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret
2017)

Muchtadi, Tien.R., Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut


Pertanian Bogor : Bogor. https://www.scribd.com/doc/156472249/laporan-
aldila-abon (diakses padatanggal 19 Maret 2017)
Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakartra,
Surakarta. https://www.scribd.com/doc/156472249/laporan-aldila-abon
(diakses padatanggal 19 Maret 2017)

Suryani, A, Hambali, E. dan Hidayat, E. 2007. Membuat Aneka Abon. Penerbit


Penebar Swadaya. Jakarta. https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-
Pembuatan-Abon-Daging-Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Sianturi, R. 2000. Kandungan gizi dan palatabilitas abon daging sapi dengan
kacang tanah (Arachis hypogeal linn) sebagai bahan pencampur. Skripsi.
Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-Pembuatan-Abon-Daging-
Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selam
penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang. https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-
Pembuatan-Abon-Daging-Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Poulane, E. J., M.H. Rusunen and J. I. Vainionpaa.2001. Combined effects of
NaCl and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and
without added phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.
https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-Pembuatan-Abon-Daging-
Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Usmiati , S, dan A. priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso daging
kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
https://www.scribd.com/doc/190704355/Tugas-Pembuatan-Abon-Daging-
Autosaved (diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. https://fuadramadan.wordpress.com/2014/04/29/contoh-proposal/
(diakses padatanggal 14 Maret 2017)
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brioo Press, Bogor.
https://fuadramadan.wordpress.com/2014/04/29/contoh-proposal/ diakses
padatanggal 14 Maret 2017)

Anda mungkin juga menyukai