Anda di halaman 1dari 3

Muhajjir Ummu Qais di Tubuh Pendakwah Kampus

Pada zaman Rasulullah dulu, ada seorang pria yang jatuh hati pada wanita bernama Ummu
Qais. Selayaknya pria dalam mencintai, ia pun meminang Ummu Qais di Makkah. Namun
malang, pinangan pria tersebut ditolak oleh Ummu Qais. Namun hal ini masih belum
mematahkan semangat pria tersebut untuk mendapatkan Ummu Qais. Setelah mendengar
kabar bahwa Ummu Qais ikut berhijrah bersama kaum muslimin ke Madinah, maka pria
yang mulanya tidak berkeinginan turut serta dalam hijrah tersebut memutuskan untuk
menyusul Ummu Qais ke Madinah, dengan harapan agar ia dapat memikat Ummu Qais.
Maka Muhajjir Ummu Qais adalah julukan yang tepat untuk pria yang ikut-ikutan berhijrah
ke madinah dengan niatnya berhijrah bukan untuk berhijrah tersebut.

Waktu itu tahun 622 M, tepatnya Kamis 22 September yang bertepatan dengan 26 Safar SH
Rasulullah SAW berhijrah dari Mekkah ke madinah. Awalnya Beliau hanya bersama Abu
Bakar yang kemudian diikuti oleh para pengikutnya dan tak terkecuali pria yang kemudian
dijuluki Muhajir Ummu Qais tadi. Hijrah ini dilakukan karena kondisi Islam di Mekkah pada
waktu itu sudah sangat terdesak, diboikot dan berujung pada rencana pembunuhan
Rasulullah. Proses hijrah ini berakhir pada tanggal 4 Oktober 622 M bertepatan dengan
tanggal 22 Rabiul Awal hari senin.

Ketika peristiwa hijrah ini Rasulullah dikabari tentang ada seorang pria yang sebenarnya tak
ingin ikut berhijrah dalam rombongan. Tentang si Muhajjir Ummu Qais yang hijrah bukan
untuk mendapatkan ridha Allah dan menyelamatkan keimanannya tapi karena ia ingin si
Dia, si Ummu Qais yang ia idam-idamkan. Bersusah payah menempuh jarak 320 km (200
mil) berjalan kaki ke utara kota Mekkah. Di tengah gurun gersang dan di bawah terik
matahari paling panas sebumi.

Hal ini melatarbelakangi sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

Dari Umar radhiyallahuanhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya
mendapatkan sesuai niatnya. Siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena
wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah. (H.r. Bukhari,
Muslim, dan empat Imam ahli hadits)

Di sana tersirat bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena Allah, adalah sia-sia. Tidak
ada nilainya sama sekali, baik di dunia maupun di akhirat. Ibarat sebuah perjalanan, niat
menjadi alamatnya dan akan menjadi penentu di mana kita tiba. Dengannya, seseorang bisa
naik ke derajat shiddiqin. Atau justru terperosok ke derajat paling bawah.

Peristiwa ini sangat mirip dengan fenomena yang terjadi di tubuh pendakwah kampus.
Tentu kita tahu, tujuan dakwah kampus adalah untuk mendakwahkan agama Allah sebagai
jalan kita menuju surga dan ridha-Nya. Namun fenomena yang terjadi adalah disorientasi
tujuan ini. Jika kita usut punya usut, maka kita akan menemukan ada dari mereka (mungkin
sebagian kecil, mudah-mudahan) yang dalam konteks ini mirip dengan Muhajir Ummu Qois
dalam sejarah hijrah tadi.

Walaupun kita tidak tahu persis niat orang tapi paling tidak itulah yang bisa kita simpulkan
dari beberapa kasus. Atau paling tidak pada waktu-waktu tertentu (mungkin saat mereka
futur) mereka menjadi si Muhajir Ummu Qais. Contohnya begini. Dia nggak mau datang
syura atau acara tertentu kalau nggak ada si fulan/ah atau minimal mereka kurang
semangat atau sebaliknya dia semangat gara-gara ada si fulan/ah. Dia ngomongin rekan
kerja lawan jenis melulu. Kalau nggak ada si fulan/ah dia nggak datang atau kurang
semangat untuk hadir kajian, daurah, training, rihlah dan agenda lainnya. Atau sebaliknya
dia ngebet sekali kalau ada si fulan/ah. Intinya mereka sudah tidak lagi mampu
memurnikan niatnya. Ia sudah ternoda dengan tujuan lain, mendapatkan atau paling tidak
mendapatkan perhatian si fulan/ah. Astaghfirullah.

Jangan sampai pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga kita yang banyak ini terbuang
percuma karena niat kita yang salah. Kerja kita salah orientasi atau ia terdistorsi. Mari kita
ingat kembali. Bukankah kita hanya mencita-citakan surga dan ridha-Nya? Bukan malah
mendapat hal yang secuil pun tak sebanding dengan surga dan ridha itu, si dia.
Naudzubillah. Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain.

Semoga Allah membimbing kita untuk tetap ikhlas dan taat dalam beribadah kepada-Nya.
Mari fokus! Cita-cita kita besar. Surga, surga firdaus yang nikmatnya tidak pernah bisa
digambarkan di dunia ini. Bukan si dia, sekali lagi bukan! Bukan si dia yang tak secuil pun
berharga jika dibandingkan dengan surga firdaus-Nya Allah. Sekali lagi, mari luruskan niat.
Fokuskan! Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubanaa alaa diinik.

Untuk diriku sendiri dan sahabat-sahabatku dijalan dakwah ini serta untuk yang sedang
memulai hijrahnya :) :)

Sumber:
https://www.dakwatuna.com/2013/09/30/39994/ada-muhajir-ummu-qais-di-tubuh-dakwah-
kampus/#ixzz4tnulwNCL
http://dakwahpembangunan.com/jangan-seperti-muhajir-ummu-qais/
http://muhammadumaralfarouq.blogspot.co.id/2010/12/kisah-cinta-hatib-dan-ummu-qais.html
https://endricahyo2safi3.wordpress.com/2012/05/08/tentang-muhajir-ummu-qais/

Anda mungkin juga menyukai