Anda di halaman 1dari 3

Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia menyerang 10 juta orang dan menyebabkan 3 juta kematian setiap

tahun. Dinegara maju, TB jarang terjadi, yang menyerang 1 per 10.000 populasi. TB paru paling
sering menyerang masyarakat di Asia, Cina, dan India Barat. Transmisi melalui udara dan kontak
dekat menyebarkan penyakit. Orang usia lanjut, orang yang malnutrisi, atau orang dengan penekanan
sistem imun (infeksi HIV, diabetes melitus, terapi kortikosteroid, alkoholisme, limfoma intercurrent)
lebih mudah terkena. Perbaikan keadaan rumah dan nutrisi mengurangi insidensi.
Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik. (Andra, dkk, 2013)
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalamjumlah
sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan, gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi :
Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malem, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbulnya menyerupai gejala pneumonia.
Tuberkulosis Paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah,
keletihan, anorexia, penurunan BB, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada
awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen
dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tiada biasa dan
perubahan status mental, demam, anorexia dan penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman.

.
.
Pemeriksaan penunjang

tes darah, dapat mendeteksi anemia, penurunan natrium dan peningkatan kalsium.
Tes mantoux : sangat positif pada TB paru pascaprimer (indurasi kulit >5 mm dengan 10 unit
tuberkulin intradermal; dibaca pada hari ketiga). Sering negatif pada TB milier (penurunan
respons pejamu) dan HIV (penurunan imunitas seluler)
Tes heaf ( tes skrining; sekarang jarang digunakan ) : suatu cincin dengan enam cocokan
peniti yang dibuat melalui larutan tuberkulin pada lengan bawah. Tidak adanya respons pada
hari ke 4-7 (derajat 0) memperlihatkan kurangnya imunitas : 4-6 nodul diskret (derajat 1) atau
suatu cincin yang terbentuk melalui koalisi semua cocokan peniti (derajat 2) menunjukkan
imunitas. Satu nodul yang dibentuk dengan mengisi cincin (derajat 3) menggambarkan baru
saja terjadi kontak atau infeksi tuberkulosis dini, dan suatu nodul >5-7 mm dengan vesikel
atau ulserasi permukaan (derajat 4) menunjukkan infeksi.
Mikrobiologi : basil tahan asam dapat dideteksi pada sputum atau bilasan paru yang
menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Namun, basil tumbuh lambat, dan kultur serta
sensitivitas obat memerlukan waktu 4-6 minggu. Kultur dari sumsum tulang atau cairan
serebrospinal (CSS) dapat mengkonfirmasi diagnosis TB milier.
Hispatologi : aspirasi pleura dengan biopsi mengkonfirmasi TB pada 90% pasien dengan
efusi pleura. Biopsi hati akan menemukan TB milier pada 60 % kasus.
Radiografi dada : pembentukan bayangan di lobus bawah sangat menunjang. Kavitas di
apeks, efusi pleura, dan pneumotoraks dapat terjadi. Pada TB milier, nodul kecil yang terbesar
luas (diameter 2-3mm) secara difus menyebar ke seluruh paru (bayangan milier), dan mudah
luput dari penglihatan. (jeremy, dkk, 2006)
Pengobatan
Prognosis baik jika pasien tidak mengalami gangguan imun, nutrisi yang baik, pengurangan konsumsi
alkohol,dan kepatuhan pada terapi obat merupakan faktor-faktor penting. TB paru nonkomplikata
diobati selama 6 bulan. Pada awalnya, sekurang-kurangnya digunakan tiga oba, untuk mencegah
perkembangan strain yang resisten. Regimen yang dianjurkan adalah rifampisin, pirazinamid, dan
isoniazid selama 2 bulan, diikuti rifampisin dan isoniazid selama 4 bulan. Tambahan piridoksin
mencegah neuropati perifer akibat isozianid. Fungsi hati sebaiknya dipantau, karena rifampisin dan
pirazinamid dapat menyebabkan disfungsi hati. Jika dicurigai terjadi resistensi obat (rekurensi TB
pada pasien yang tidak patuh), maka regimen empat obat (tambahkan etambutol) dapat dimulai. Bila
ada hasil kultur, obat alternatif akan menggantikan obat yang tidak sensitif untuk mikobakterium.
Etambutol (pantaulah penglihatan warna untuk neuritis optikus), streptomisin (pantaulah kadar plasma
untuk menghindari gangguan pendengaran) atau siprofloksasin dapat digunakan. Pada TB paru berat,
kortikosteroid kadamg-kadang memperbaiki hasil.
Dibeberapa organ (misalnya tulang), TB diobati lebih lama, sering dengan obat-obat tambahan. Pada
TB meningeal atau serebral, regimen empat obat selama 12 bulan dengan tambahan steroid
dianjurkan, untuk memastikan penetrasi otak yang adekuat dan mencegah kompresi nervus kranialis
akibat pembentukan parut meningeal. (jeremy, dkk, 2006)
Komplikasi
Reaktivasi parut tuberkulosis lama dapat terjadi bila seorang pasien mengalami ganggguan imun.
Kemoprofilaksis dengan isoniazid sering diberikan sebelum pengobatan imunosupresif (kemoterapi,
transplantasi organ). Bronkiektasis dan kavitas paru dengan infeksi jamur sekunder (misetoma), lesi
nervus kranialis, dan obstruksi saluran ginjal dapat terjadi akibat pembentukan parut yang disertai
penyembuhan setelah TB. Pengobatan yang tidak adekuat atau tidak patuh menyebabkan munculnya
strain mikobakteri multiresisten yang dapat sulit dieradikasi. Supervisi kompulsif dan isolasi pasien
tersebut mungkin diperlukan. (jeremy, dkk, 2006)

Anda mungkin juga menyukai