Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GASTRITIS KRONIS
1. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-
sel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang
paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Herlan,
2002).
Disebut gastritis Kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi
pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel
kolor rubur(radang) kronik, yaitu limfosit dan neutrofil pada daerah
tersebut menandakan adanya aktifitas yang membuat kerja lambung
(Herlan, 2002)
Tipe gastritis kronis sering tidak memperlihatkan tanda atau gejala.
Namun, gastritis kronis merupakan faktor risiko ulkus peptikum, polip
lambung, serta kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara
terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di
dinding lambung. Menurut data WHO (2005), kanker lambung merupakan
jenis kanker penyebab kematian terbanyak kedua setelah kanker paru yaitu
mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun. Selain itu, gastritis juga
merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas dan bila tidak
ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal.

2. Penyebab Gastritis
Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih.
asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung.
Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai dengan jumlah
makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit
beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang
berlebih (Uripi,2002).
Penyebab asam lambung tinggi adalah aktivitas padat sehingga telat
makan, Stress yang tinggi, yang berimbas pada produksi asam lambung
berlebih, Makanan dan minuman yang memicu tingginya sekresi asam
4
2

lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas, kecut,
berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tinggi, termasuk buah-
buahan (Hipni Rohman, 2011).

Kejadian Gastritis kronis, terutama Gastritis kronis antrium meningkat


sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya
pada dekade ke-6 hampir 80% menderita Gastritis kronis dan menjadi
100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses
imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis
adalah refluks kronis cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin
(Herlan, 2002).

Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan


Gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun
diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan
infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe
B kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory mempengaruhi antrium dan
pilorus (ujung bawah dekat dedenum).Ini dihubungkan dengan bakteri
Helicobacter Pylory (H. Pylory). Faktor lain seperti diet makanan bergas,
penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus ke
dalam lambung (Brunner dan Suddarth, 2002).

Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi


B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati
setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah (Rizqi,
2001).
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil
mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan (Mansjoer, 2001).

3. Gejala gejala Gastritis

Menurut (Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH,MMB,2011) gastritis


pada umumnya merupakan hal yang banyak dijumpai pada masyarakat
3

dari berbagai usia, jenis klamin, maupun profesi. Sebagian besar


masyarakat pernah mendengar dan mengetahui pencetus terjadinya
sakit gastritis seperti terlambat makan, makan tidak teratur, makanan atau
minuman yang merangsang produksi asam lambung, serta stress. Meski
demikian, mungkin banyak dari masyarakat yang belum sepenuhnya
memahami gejala-gejala sakit gastritis. Rasa Perih pada lambung/pada ulu
hati merupakan hal yang sering disebut sebagai sakit gastritis/mag.
Faktanya, gejala sakit gastritis/mag tersebut tidak harus terasa perih, akan
tetapi rasa tidak nyaman pada lambung/ulu hati yang dibarengi dengan
mual atau kembung dan sering sendawa atau cepat merasa kenyang juga
merupakan gejala sakit gastritis/mag. Serta Gejala lainya adalah rasa pahit
yang dirasakan di mulut. Rasa pahit ini timbul karena asam lambung yang
berlebihan mendorong naik ke kerongkongan sehingga kadang kala timbul
rasa asam ataupun pahit pada kerongkongan dan mulut. Berikut penjelasan
lebih dalam tentang gejala2 tersebut :

a.Sendawa
Sendawa (burping/belching) adalah keluarnya gas dari saluran cerna
(kerongkongan dan lambung) ke mulut yang disertai adanya suara dan
kadang-kadang bau.

b.Kembung
Untuk memahami kembung ada 2 hal yang harus diketahui:

1) Gejala/bloating: merupakan perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar


dari normal, jadi merupakan suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan,
merupakan hal yang lebih ringan dari distention.

2) Tanda/distention: merupakan hasil pemeriksaan fisik (obyektif) dimana


didapatkan bahwa perut lebih besar dari normal, bisa didapatkan dari
observasi saat menggunakan baju jadi kesempitan dan lambung jelas lebih
besar dari biasanya.

c. Flatus/Kentut
menurut (Dr Helmin Agustina Silalahi) Flatus merupakan
4

keluarnya gas dalam saluran cerna melalui anus yang bersumber dari udara
yang tertelan atau hasil produksi dari bakteri. Namun terjadinya flatus
lebih sering diakibatkan oleh produksi dari bakteri di saluran cerna atau
usus besar berupa hydrogen atau methan pada keadaan banyak
mengkonsumsi kandungan gula dan polisakarida. Contoh gula adalah
seperti laktosa (gula susu) , sorbitol sebagai pemanis rendah kalori, dan
fruktosa pemanis yang biasanya digunakan pada permen.

B. Faktor Pemicu kekambuhan Gastritits

a. Faktor makan (pola makan)

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran


mengenai jumlah, frekuensi dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi
tiap hari (Persagi, 2006). Ada beberapa definisi mengenai pola makan
menurut beberapa pakar, yaitu Yayuk Farida Baliwati, dkk (2004:69)
mengatakan pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.
Sedangkan Soegeng Santosa dan Anne LiesRanti (2004 : 89)
mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi
yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan
yang dimakan tiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu. Pendapat dua pakar yang berbeda-
beda dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau
perilaku yang ditempuh seseorang dalam memilih dan menggunakan
bahan makanan dalam konsumsi makan setiap hari yang meliputi jenis
makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada
faktor-faktor sosial, budaya dalam kehidupan, dan Kebiasaan makan
sangat dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang.

Faktor-faktor yang merupakan input bagi terbentuknya gaya hidup


keluarga adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan hidup kota atau desa,
susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan agama,
5

pendapat tentang kesehatan, pendidikan gizi, produksi pangan dan


ditribusi, serta sosial politik (Almatsier, 2003).

Pada kasus gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak
teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
Produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan
pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri pada
epigastrum. Gesekan akan lebih parah bila lambung dalam keadaan
kosong akibat makan yang tidak teratur, pada akhirnya akan menyebabkan
perdarahan pada lambung.

Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari
penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam
mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan
pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi
pencernaan (Uripi, 2002).

Menurut Lanywati (2001), gastritis juga dapat timbul setelah


minum alkohol atau kopi serta makanan yang pedas dan sulit dicerna.
Penyakit ini timbul karena makan-makanan yang mengandung serat kasar
dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan bertambah parah bila
penderita menggunakan minuman keras, asam-asaman, bumbu yang
merangsang lambung.

Kekambuhan gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yaitu


frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan. Sedangkan Frekuensi
makan di berikan sedikit tapi sering. Makan dalam porsi besar dapat
menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi jenis makanan yang berserat
dan bergas dapat menyebabkan gastritis, dan juga stres dapat
menyebabkan luka pada saluran pencernaan dan pada akhirnya kekuatan
dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan
luka pada lambung (Uripi, 2002).

a) Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari-


hari baik kualitatif dan kuantitatif (Persagi, 2006). Secara alamiah
6

makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari


mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung
sifat dan jenis makanan.
b) Jumlah makanan adalah berapa banyak makanan yang
dikonsumsi oleh individu setiap harinya (Persagi, 2006).
c) Jenis makana adalah macam bahan makanan yang di
konsumsi oleh individu setiap hari.

b. Faktor obat-obatan
Setelah 45 tahun dipakainya asam salisilat di klinik pertama
kalinya oleh Dreser (1893), dilaporkan timbulnya perdarahan karena asam
silsilat. Lintott (1963), melakukan pemeriksaan gastrokopi secara berturut-
turut pada 16 penderita yang minum tabel aspirin, asam salisilat atau
kalsium asetil salisilat yang dihancurkan. 13 dari 16 penderita yang minum
15 gram aspirin, terlihat mukosa yang sudah hiperemik sampai perdarahan
submukosa. Pada salah seorang dari 5 penderita yang diberi kalsium asetil
salisilat, terlihat reaksi lokal pada daerah mukosa yang terdapat serbuk
salisilat. Ternyata bahwa aspirin yang tidak larut (insolugle aspirin) dapat
menyebabkan timbulnya iritasi lambung secara langsung (Hadi, 2000).
Obat-obatan yang mengandung salisilat (sering digunakan sebagai
obat pereda nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat
menimbulkan gastritis (Uripi, 2002). Efek salisilat terhadap saluran cerna
adalah perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada pemakaian
dalam dosis besar. Salisilat merupakan agen-agen yang sering dikonsumsi
oleh masyarakat yang kurang mengerti tentang penggunaan obat (Prince,
2002). Penyebab paling umum dari gastritis erosive akut adalah pemakaian
obat yang mengandung asam silisilat.

c. Faktor psikologis
Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan
peningkatan produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung.
Stres juga akan mendorong gesekan antar makanan dan dinding lambung
7

menjadi bertambah kuat (Coleman,1995). Hal ini dapat menyebabkan


terjadinya luka dalam lambung. Penyakit maag (gastritis) dapat
ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang pelik sehingga mengaktifkan
rangsangan/iritasi mukosa lambung semakin meningkat pengeluarannya,
terutama pada saat keadaan emosi, ketegangan pikiran dan tidak teraturnya
jam makan.

d. Infeksi bakteri
Gastritis akibat infeksi dari luar tubuh jarang terjadi, sebab bakteri
tersebut akan terbunuh oleh asam lambung. Kuman penyakit/infeksi
bakteri gastritis umumnya berasal dari dalam tubuh penderita yang
bersangkutan.Keadaan ini sebagai wujud komplikasi penyakit yang telah
diderita sebelumnya (Uripi, 2002).

C. Diet Makan Pada Penderita Gastritis Kronis

Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet pada
penyakit lambung bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet lambung
dilaksanakan berdasarkan kehendak pasien dan pasien dianjurkan untuk
makan secara teratur, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak boleh kekurangan
makan. Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein
(TKTP) namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus
dikurangi. Makanan pada diet lambung harus mudah dicerna dan rendah serat,
terutama serat tidak larut dalam air yang ditingkatkan secara bertahap.
Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang, menimbulkan gas,
bersifat asam, dan yang bersifat melekat. Selain itu, makanan tidak boleh
terlalu panas atau dingin menurut (DR.sunita Almatsier 2007)
Sedangkan pengertian dari serat makanan(diatery fiber) merupakan bahan
tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan
manusia. Di dunia tanaman ditemukan berbagai macam serat dengan berbagai
tipe yang berbeda-beda dan jumlah yang berlainan terdapat dalam segala
struktur tanaman. Serat tersebut berada di dalam dinding sel dan di dalam sel-
sel akar, daun, batang, biji serta buah(Mary E.back,1993)
8

Pengaruh serat makanan terhadap saluran pencernaan. Makanan yang kaya


akan serat dan tidak digiling halus akan terasa kasar dan penuh sehingga harus
dikunyah lebih lama daripada makanan yang digiling halus. Sedangkan pada
umumnya makanan yang kasar dan banyak mengandung serat akan tinggal
lebih lama di dalam lambung di bandingkan bentuk halus makanan yang sama.
Perlambatan pengosongan lambung ini menyababkan seseorang merasa
kenyang setelah makan dengan demikian makan lebih sedikit. Ini juga berarti
bahwa makanan masuk lebih lambat ke dalam usus halus sehingga proses
pencernaan dan penyerapan oleh usus halus juga diperlambat (Mary
E.back,19).
Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain upaya
untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur
ini mempunyai hubungan yang erat. Menurut Uripi (2002), pemberian diet
untuk penderita gastritis antara lain bertujuan untuk :
a. Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung
b. Menghilangkan gejala penyakit
c. Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung
d. Mempertahankan keseimbangan cairan
e. Mengurangi gerakan peristaltik lambung
f. Memperbaiki kebiasaan makan pasien
Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara lain :

a. Syarat diet penyakit gastritis


Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang,
tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, jumlah energi pun
harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Hembing, 2004). Sebaliknya,
asupan protein harus cukup tinggi ( 20-25 % dari total jumlah energi
yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein ini
berperan dalam menetralisir asam lambung. Bila dipaksa mengunakan
lemak, pilih jenis lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh.
9

Pemberian lemak dan minyak perlu dipertimbangkan secara teliti. Lemak


berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak diulu hati dan
muntah karena tekanan dalam lambung meningkat. Mengkonsumsi jenis
makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh secara cukup
merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah dicerna.
Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering, hindari makan
secara berlebihan.
Demikian pula jumlah vitamin dan mineral yang diberikan pun harus
dalam jumlah cukup. Akan tetapi, keterbatasan bahan makanan sumber
vitamin dan mineral, biasanya pasien diberikan vitamin, mineral dan
bentuk obat (Uripi, 2002).

b. Jenis makanan

Menurut Persagi (2006), sebaiknya penderita gastritis menghindari


makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan
penghasil gas maupun mengandung banyak bumbu dan rempah. Selain
itu, penderita juga harus menghindari alkohol, kopi dan soda. Dan perlu
juga memperhatikan teknik memasaknya, direbus, dikukus dan
dipanggang adalah teknik memasak yang dianjurkan, sebaliknya
menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan.

Jenis makanan yang tidak dianjurkan antara lain: beras ketan, mie
bihun, jagung, ubi-ubian, cake, dodol, kue-kue lain yang terlalu manis
dari sumber karbohidrat sedangkan dari sumber protein sarden atau
daging yang diawetkan, dari sumber sayaur, mineral dan vitamian adalah
makanan yang merangsang asam lambung diantaranya adalah kol, dan
sayuran yang tidak banyak serat juga tidak menimbulkan gas. Dari buah
yang banyak serat dan menimbulkan gas misalnya nanas, kedondong,
durian, dan nangka. (Sunita Almatsir,2008)

c. Preskripsi Diet
10

Hindari pemakaian cabe, sambal, saus pedas, minyak, cuka yang


bersifat merangsang. Jangan berikan makanan yang melekat seperti dodol,
ketan, makanan yang menimbulkan gas seperti nangka, durian, kembang
kol dan makanan yang banyak mengandung serat kasar seperti
kankung(dr. Andry Hartono,2006).
Pemberian suplemen vitamin C ( yang tidak asam seperti ester C
atau jus jambu) bersama protein diperlukan untuk mempercepat
kesembuhan jaringan lambung yang luka. Karena terapi antasid beresiko
mengurangi penyerapan zat besi, maka pemberian suplemen besi yang
tidak mengiritasi lambung dapat dilakukan untuk mencegah anemia.
Bahkan pada gastritis kronis yang menggangu faktor intrinsik diperlukan
suplemen vitamin B12 untuk mencegah anemia pernisiosa (dr. Andry
Hartono,2006).

D. KERANGKA TEORI

Anda mungkin juga menyukai