Pengertian strategi pembelajaran. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai satu
garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-
pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan
berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan
suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu
Menurut Sanjaya (2007 : 177-286) ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan
Metode Pembelajaran
Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode pembelajaran adalah, Metode pembelajaran
ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran.
Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, Metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Lalu apa aja nih metode-metode pembelajaran yang bisa kita terapkan? Terdapat beberapa
metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya:
1. ceramah;
2. demonstrasi;
3. diskusi;
4. simulasi;
5. laboratorium;
6. pengalaman lapangan;
7. brainstorming;
8. debat,
9. simposium,
10. dan sebagainya.
Pada saat ini metode pembelajaran yang paling banyak digunakan oleh para guru ada
semacam ceramah atau menerangkan apa yang ada di dalam buku teks. Porsi ini bisa sekitar
80 persen, baru sisanya semacam praktek di laboratorium, diskusi, demonstrasi. Memang untuk
beberapa mata pelajaran porsi-porsi metode pembelajaran berbeda-beda, misal ketika mengajar
pelajaran sejarah tentu saja guru lebih banyak menerangkan dab bercerita, berbeda dengan
pelajaran kesenian, guru akan sedikit menerangkan, siswa lebih banyak langsung praktek.
Metode pembelajaran yang baik adalah bagaimana siswa bisa mengerti, untuk bisa
membuat siswa mengerti yang paling bagus adalah mengajak mereka berpatisipasi dengan cara
praktek di laboratorium, diskusi atau debat. Pokoknya mereka mengerti karena keterlibatan
mereka, biasanya jika mereka paham melalui proses ini akan lebih lengket di kepala mereka
dari pada mereka mengerti hanya dari ceramah guru semata.
Selain itu, saat ini para guru dituntut untuk memberikan metode pembelajaran yang kreatif.
Guru mungkin bisa menggunakan komputer dan proyektor untuk menampilkan dan
mendemonstrasikan pelajaran. Dengan dibantu visualisasi dan audio, biasanya pelajaran yang
didapat oleh para siswa akan lebih lekat di otak mereka. Mereka juga akan dengan senang hati
mendegarkan dan melihat penjelasan dari guru mereka.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pendekatan pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target)
yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik
awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku
dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran
baku keberhasilan.
Teknik Pembelajaran
Teknik Pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan
teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua
orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam
taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan
humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi
kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena
dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan
atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe
kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah
ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut
dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model
pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model
personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali
penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur
umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-
cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi
pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan
tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo,
rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan
pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print)
rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah
konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap
akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai
dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia,
para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran,
yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian
tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon
guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses
(beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada
dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran
tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga
pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang
tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
STRATEGI MENGAJAR DAN BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
ABSTRAK
Perguruan tinggi harus mengembankan pembelajaran bagi para dosen dengan
cara menyegarkan kembali prinsip pembelajaran agar proses pembelajaran
menjadi lebih kreatif, inovatif dan menyenangkan bagi kedua belah pihak (dosen
dan mahasiswa).
Dosen harus dapat menciptakan situasi dan kondisi agar mahasiswa dapat
memproses informasi dengan lebih mudah dan cepat dipahami sekaligus melekat
dalam ingatan mereka. Di sinilah dosen harus memperkenalkan berbagai
strategi belajar dan mengajar kepada mahasiswa. . Perlu ada komunikasi yang
baik antara dosen dengan mahasiswa, sehingga tercipta suasana dialogis secara
bebas yanag dapat merangsang semangat belajar mahasiswa. Dalam
perkuliahan, dosen harus berperan sebagai teladan dan motivator bagi peserta
didik, menjadi agen pengembangan pengetahuan, dan perubahan serta mampu
mengarahkan mahasiswa. memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan pengertian di atas, maka pendidikan formal sangat penting bagi setiap orang
agar setiap individu dapat mengembangkan potensi dirinya dan kelak akan berguna bagi
dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara.
Menurut Gagne dan Briggs[1] mengartikan pembelajaran adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu proses belajar mahasiswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang
dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar mahasiswa yang bersifat internal.
Proses belajar dari dalam diri peserta didik ( mahasiswa ) itu sendiri sangat dibutuhkan
untuk terus menggali dan suka belajar. Oleh karena hal itulah, pembelajaran yang berfokus
pada peserta didik (mahasiwa) yang menekankan pada prestasi belajar, kebutuhan dan
kemampuan individu peserta didik (mahasiswa), menjanjikan model belajar, yang baik dan
kompeten untuk dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan
masyarakat, seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan,
kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi, dan bekerja dalam tim serta wawasan
global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Sementara Nur Syam mengemukakan, pengembangan profesi dosen meliputi empat kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi pedagogis atau kemampuan dosen mengelola pembelajaran
2. Kompetensi kepribadian atau standar kewibawaan, kedewasaan, dan keteladanan
3. Kompetensi profesional atau kemampuan dosen untuk menguasai content dan metodologi pembelajaran
4. Kompetensi sosial atau kemampuan dosen untuk melakukan komunikasi sosial, baik dengan mahasiswa
maupun masyarakat luas[2].
Perguruan tinggi harus mengembankan pembelajaran bagi para dosen dengan cara
menyegarkan kembali prinsip pembelajaran agar proses pembelajaran menjadi lebih kreatif,
inovatif dan menyenangkan bagi kedua belah pihak (dosen dan mahasiswa)[3]. Korelasi antara
dosen dan mahasiswa yang dimaksud, agar mahasiswa aktif dan mau berpartisipasi dalam
proses pembelajaran untuk mencapai prestasinya, dalam arti mahasiswa bukan aktif hanya
sekedar mengerjakan tugas semata tetapi turut serta berpartisipasi dalam proses perkuliahan.
Fakta-fakta tersebut menyatakan bahwa sudah saatnya proses belajar mengajar beralih
pada penekankan pada keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu peserta didik. Dalam
kaitannya dengan prestasi belajar peserta didik, keinginan belajar merupakan hal yang penting
dalam proses belajar, karena belajar dengan keinginan akan mendorong mahasiswa untuk
belajar lebih baik daripada belajar tanpa keinginan.
Kompetensi pedagogis atau kemampuan dosen mengelola pembelajaran merupakan tulang punggung
keberhasilan proses pendidikan di perguruan tinggi. Kompetensi pedagogis ini terkait dengan cara mengajar yang
baik dan tepat, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Seorang dosen, selain
harus memiliki kepakaran di bidang keilmuannya, juga harus menguasai teori-teori dan teknik pengajaran serta
aplikasinya dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Sebab itu, peningkatan kemampuan di bidang ini
Sebagian besar dosen, baik secara eksplisit maupun implisit, mendefinisikan tugas
mengajar adalah menyampaikan materi yang otoritatif atau mendemonstrasikan prosedur-
prosedur. Pengetahuan yang akan disampaikan kepada mahasiswa pada tingkat ini dipandang
sebagai sesuatu yang tidak problematik, berlawanan dengan pengetahuan yang dibangun di
dalam dunia penelitian dan kajian yang lebih tinggi, seperti S2 atau S3.
Dosen yang konsisten dengan teori mengajar seperti itu akan menumpahkan kegagalan
belajar kepada mahasiswa. Dosen-dosen tersebut mengaktualisasikan hubungan antara apa
yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai sesuatu yang secara instrinsik tidak bermasalah, satu
model input-output yang bekerja secara tersembunyi. Teori mereka itu tidak dapat secara tepat
menjelaskan mengapa mahasiswa tidak belajar apapun setelah proses pembelajaran
berlangsung.
Ada juga anggapan para dosen yang percaya terhadap keberadaan mahasiswa pintar
dan mahasiswa lemah, yang menganggap bahwa kualitas belajar mahasiswa ditentukan oleh
kemampuan dan kepribadian tidak bias diubah melalui pengajaran. Mahasiswa yang lemah
disebabkan oleh kemalasan dan ketidakmampuan untuk menyerap materi baru, dan lemahnya
persiapan pada awal pendidikan. Teori ini secara tidak langsung mengatakan bahwa semua
masalah belajar berasal dari luar dosen, program studi atau universitas. Meningkatkan standard
masuk perguruan tinggi merupakan solusi terhadap masalah lemahnya mahasiswa.
Dalam teori ini fokus perhatian bergeser dari dosen ke mahasiswa. Mengajar dipandang
sebagai pengawasan(supervise), proses yang melibatkan artikulasi teknik-teknik yang didesain
untuk menjamin mahasiswa belajar. Penguasaan materi yang otoritatif, yang begitu penting
pada teori pertama, hanya menjadi latar belakang(background).
Menurut teori ini mengajar tidak lagi hanya berkaitan dengan penyampaian materi.
Mengajar juga menyangkut mahasiswa. Yang terutama, mengajar adalah membuat mahasiswa
sibuk menggunakan seperangkat prosedur yang efisien. Dosen sering mengeluh karena mereka
merasa kurang memiliki keterampilan untuk membantu mahasiswa lebih mampu dalam
menguasai berbagai skill yang dipersyaratkan. Tetapi pada saat yang sama mereka
menginginkan seperangkat metode yang aman dan teruji. Meningkatnya mutu pengajaran
menurut pandangan ini adalah menambah daftar strategi mengajar, bukan mengubah cara
pandang dan pemahaman dosennya. Mempelajari teknik mengajar, menurut teori tersebut,
merupakan dasar yang cukup untuk meningkatkan pengajaran.
Teori berikut ini melihat bahwa mengajar dan belajar sebagai dua sisi yang tidak
terpisahkan dari sebuah koin. Mengajar, mahasiswa, dan materi yang akan dipelajari terkait
satu dengan yang lain oleh sebuah system. Mengajar dipahami sebagai sebuah proses
kerjasama dengan mahasiswa untuk membantu mengubah pemahaman mereka. Dengan kata
lain, mengajar adalah membantu mahasiswa belajar. Mengajar menyangkut upaya menemukan
kesalahpahaman mahasiswa, mendorong perubahan, dan menciptakan situasi atau konteks
belajar yang dapat mendorong mahasiswa agar secara aktif bergelut dengan materi perkuliahan.
Teori ini sangat peduli dengan materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa dan hubungannya
dengan bagaimana seharusnya materi tersebut diajarkan. Materi yang diajarkan dengan
masalah yang dihadapi mahasiswa dalam mempelajari materi tersebut menentukan metode
pengajaran yang akan digunakan.
Peran dosen menurut teori ini sangat berbeda dengan kedua teori sebelumnya.
Pengetahuan materi perkuliahan secara aktif dibentuk dan dibangun oleh mahasiswa sendiri.
Belajar adalah sesuatu yang dilakukan mahasiswa, bukan sesuatu yang dilakukan untuk
mahasiswa. Mengajar bukanlah masalah hasil yang diketahui di otak, melainkan bagaimana
membuat mahasiswa berpartisipasi dalam proses yang memungkinkan berdirinya sebuah
bangunan pengetahuan. Kita mengajar bukan membuat perpustakaan hidup, tetapi untuk
membuat mahasiswa berpikir secara sistematis, untuk berpikir sebagaimana seorang
sejarawan, membuat terlibat dalam proses perolehan pengetahuan.
4. Belajar Aktif
Secara implisit, Mel Silberman ingin menunjukkan bahwa belajar lebih bermakna dan
bermanfaat apabila mahasiswa menggunakan semua alat indera, mulai telinga, mata, sekaligus
berfikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu. Dengan
mendengarkan saja, kita tidak dapat mengingat banyak dan akan mudah lupa.
Untuk lebih memahami bagaiman cara mahasiswa menyerap informasi dengan lebih
mudah, para ahli pendidikan telah memperkenalkan tiga bentuk cara mudah seseorang dalam
menyerap informasi atau modalitas, yakni : visual, auditorial, dan kinestetik. Meskipun
sebagian besar orang memiliki potensi untuk memberdayakan ketiga modalitas tersebut.
Menurut Blender dan Grinder, hampir setiap orang memiliki kecenderungan utama terhadap
salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai filter dalam pembelajaran dan pemrosesan
komunikasi. Meskipun demikian, setiap orang dapat memanfaatkan kombinasi modalitas
tertentu yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang bersifat ilmiah.
5. Cara Kerja Otak
Proses pengolahan informasi diawali dengan adanya stimulus dari lingkungan luar yang
diterima melalui alat-alat indera dalam bentuk cahaya, gambar, bunyi, suhu, tekanan dan lain-
lain. Agar diproses melalui system pengolahan informasi, stimulus tersebut harus mendapatkan
respon terarah, satu respons yang memfokuskan perhatian kita kepada stimulus tersebut. Inilah
awal dari proses internal. Respon terarah tersebut menimbulkan minat dan membuat kita ingin
lebih mengetahui stimulus tersebut.
6. Gaya Belajar
Para pendidik, termasuk dosen, hampir dipastikan menyadari bahwa para mahasiswanya
memiliki gaya belajar yang berbeda. Istilah gaya belajar (learning style) yang dimaksud adalah
karakteristik dan preferensi atau pilihan individu mengenai cara mengumpulkan informasi,
menafsirkan, mengorganisasi, merespons, dan memikirkan informasi tersebut. Sebagaian
mahasiswa lebih senang belajar sendirian, sementara yang lain suka belajar secara
berkelompok. Sebagian mahasiswa suka memperolaeh informasi dengan membaca, sebagian
lebih suka mendapatkan informasi lewat berbagai aktifitas. Tidak ada satupun gaya belajar
yang lebih baik dari yang lain, dan tidak ada satupun gaya belajar yang mendorong uantuk
belajar lebih baik. Tetapi semua disesuaikan dengan situasi, materi, tujuan yang hendak
dicapai. Masalahnya strategi mungkin cocok untuk satu situasi/materi tertentu, akan tetapi tidak
cocok untuk situasi yang berbeda.
Bagi seorang dosen, memahami gaya belajar sangat bermanfaat, paling tidak karena
tiga alasan. Pertama,mengetahui gaya belajar mahasiswa dapat membentu dosen mengerti
perbedaan yang ada di kalangan mahasiswa.kedua, dosen mungkin ingin mengembangkan
berbagai strategi mengajar untuk membangun kelebihan individual yang berbeda yang dimiliki
oleh mahasiswa. ketiga, mengetahui perbedaan mahasiswa dapat membantu dosen
mengembangkan strategi belajar mahasiswa.
7. Strategi Pembelajaran
Setelah memahami bagaimana cara kerja otak mengolah dan menyimpan informasi serta
mengenal berbagai tipe atau gaya belajar mahasiswa, langkah selanjutnya adalah memilih
strategi yang tepat baik disesuaikan dengan karakteristik mahasiswa, materi yang diajarkan,
maupun dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Perencanaan pada dasarnya merupakan usaha yang terorganisir dan terus menerus
dilakukan dalam upaya mencapai tujuan, dan untuk menyusun perencanaan yang baik perlu
memperhatikan tahapan-tahapan yang sistematis dan rasional. Menurut
Usman[8] perencanaan bertujuan untuk :
1. Standar pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan dengan perencanaannya.
3. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya), baik kualifikasinya maupun kuantitasnya.
5. Meminimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga, dan waktu.
Untuk bias mengajar dengan baik, dosen harus mempersiapkan materi dengan cara
mencari silaby dari mata kuliah yang akan diajarkan, kemudian membuat course outline atau
SAP (Satuan Acara Perkuliahan) dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia. Selanjutnya
menentukan strategi yang tepat untuk penyampaian materi tersebut dengan menyiapkan segala
sarana dan pra sarana yang diperlukan. Dalam penyampaian materi tersebut, kita harus
memiliki antusiasme yang tinggi, artinya penuh semangat sehingga bias menumbuhkan
kesadaran mahasiswa bahwa belajar itu penting, untuk itu dosen harus memiliki kompetensi
akademik, kepribadian dan social.
Dalam perkuliahan, dosen harus berperan sebagai teladan dan motivator bagi peserta
didik, menjadi agen pengembangan pengetahuan, dan perubahan serta mampu mengarahkan
mahasiswa. Selain menjadi pentransfer ilmu, dia juga harus mampu memberikan wawasan
tentang perkulihan yang akan disampaikan; menjadi mediator, fasilitator, dan sekaligus
dinamisator bagi mahasiswanya agar mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.
Peran yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam kegiatan belajar menagjar adalah
denga aktif mencari materi-materi yanag sesuai dengan topik-topik perkuliahan. Karena
dengan mengikuti perkuliahan dia harus mempunyai bekal atau persiapan untuk didiskusikan
di kelas. Dengan demikian, dia harus memiliki kemandirian tidak selalu bergantung pada
dosen. Karena yang didapat dari dosen itu sebenarnya hanyalah sebagian kecil saja dari ilmu
pengetahuan yang dia peroleh
Agar iklim perkuliahan berjalan secara kondusif, maka performance dosen harus baik,
penguasaan materi baik dan adanya pemilihan strategi perkulaian yang tepat. Perkuliahan harus
dilaksanakan dalam suasana penuh keakraban namun tetap menjaga nilai-nilai akademis.
Untuk itu perlu ada komunikasi yang baik antara dosen dengan mahasiswa, sehingga tercipta
suasana dialogis secara bebas yanag dapat merangsang semangat belajar mahasiswa. Dalam
rangka menciptakan iklim seperti itu maka perlu ada upaya motivasional untuk menarik
perhatian mahasiswa sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik. Di akhir perkuliahan
harus ada latihan-latihan atau tugas agar yang kita sampaikan itu dapat dikuasai oleh
mahasiswa. Namun perlu diusahakan dosen memiliki banyak humor, sehingga suasana tidak
tegang.
[1] Dalam Zaini, Hisyam. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga,
2002, hal. 23
[2] Nur Syam, "Standardisasi Dosen Perguruan Tinggi", dalam http://nursyam.sunan-ampel.ac
[3] Lihat, Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,
Jakarta, Rajawali Pers, 2010, Hal. 289
[4] Nasir Usman, Manajemen Peningkatan Mutu Kinerja Guru (konsep,Tiori dan Model), Bandung, Cita Pustaka,
hal. 74
[5]Zaini, Hisyam. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002, hal.87
[6] dhttp://ululazmi-zabaz.blogspot.com/2012/03/komitmen-dosen-profesional.html
[7] Dalam Djamarah ,Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Reneka Cipta, 2010,
hal.368
[8] Usman, Husaini, Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara,
2010, hal.65