Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Infark miokardium dengan ST elevasi merupakan infark miokard


terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. Miokard
Infark akut yang lebih sering dikenal sebagai serangan jantung, merupakan
penyebab tunggal tersering kematian di industri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai dengan keluhan nyeri
dada, peningkatan enzim jantung, dan ST Elevasi pada hasil pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang divaskularisasi
tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
Sindrom Koroner Akut merupakan spektrum manifestasi akut dan berat
yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.
Sindrom Koroner Akut umumnya terjadi pada pasien di atas usia 40
tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda daripada 40 tahun juga dapat
menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan
usia 40-45 tahun untuk mendefinisikan pasien usia muda dengan penyakit
jantung koroner atau infark miokard akut. Infark miokard akut memiliki insidensi
lebih rendah pada usia muda.

ST Elevasi Miocard Infark 1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial
Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan
elevasi ST.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
2.2 Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka
kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI.
2.3 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard. Etiologi SKA antara lain:

ST Elevasi Miocard Infark 2


a. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
b. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
c. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
e. Keadaan/factor pencetus:
1) kebutuhan oksigen miokard demam, takikardi, tirotoksikosis
2) aliran darah koroner
3) pasokan oksigen miokard anemia, hipoksemia
2.4 Patogenesis
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

ST Elevasi Miocard Infark 3


Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.
2.5 Diagnosis
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard
ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik.
Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada
daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan
abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus
infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal.
Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun
hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena
normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial

ST Elevasi Miocard Infark 4


yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga
terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan
gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik
menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.
Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah
iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard
tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi
secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi.
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST
Elevation Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas
dan gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada
2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
a) Anamnesis
Nyeri dada
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :

Lokasi: substernal,retrosternal,dan perikordial


Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat,
ditusuk, diperas, dipelintir.

ST Elevasi Miocard Infark 5


Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/
nitrat
Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan
sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat
dingin, cemas, lemas.

Sesak napas
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal
dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini
merupakan keluhan dari:
Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan
ventilasi) dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi
stimulasi napas karna hipoksia.
Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan
penyebab yang mendasari. Kemungkinan penyebabnya adalah emboli
paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi
jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator
dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik,
dan digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas
akibat gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi
adalah:
Dyspnea on Effort (DOE)
Orthopnea

ST Elevasi Miocard Infark 6


Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita
gagal jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada
individu normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal
jantung kiri yang makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu
yang tidak terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan
akibat dari desaturasi arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
b) Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat, seringkali
ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
c) EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap
menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya
tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami
angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non
Q.

ST Elevasi Miocard Infark 7


Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

Tabel 1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


Lokasi Gambaran EKG
Anterior Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang
T/elevasi ST/gelombang Q di I dan Avl
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6
(kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan

ST Elevasi Miocard Infark 8


segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T
tegak di V1-V2
RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead
(V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada
infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam
beberapa jam pertama infark.

d) Biomarker kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB
dan Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial.
cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal,
menunjukkan ada nekrosis jantung (miokard infark).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan
CKMB
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
2.6 Tatalaksana
Terapi Menurut ACC/AHA
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua
pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet

ST Elevasi Miocard Infark 9


(aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated
Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat
beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker

Gambar 2. Skema Tatalaksana STEMI

Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau
takiaritmia ventrikular yang maligna.

ST Elevasi Miocard Infark 10


Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai
terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk
PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor
penting terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik
dalam menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang
diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat
menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian.
Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun,
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk
(door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan
utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat
beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator
(tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala
kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system :

ST Elevasi Miocard Infark 11


Grade 0: menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
Grade 1: menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
Grade 2 : menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah
distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
Grade 3: menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi
penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih
baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri,
dan menurunkan laju mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang
menentukan dalam reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita.
Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama
setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian streptokinase sedini
mungkin untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin.
Obat Fibrinolitik :
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien
yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan
selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang
ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens
perdarahan intrakranial yang rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of
Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan
penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang
mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih
mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih
tinggi.
4) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan
keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial

ST Elevasi Miocard Infark 12


dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih
panjang.
5) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen
activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B
menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan
komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

ST Elevasi Miocard Infark 13


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial
Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan
elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Diagnosis kerja
yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction).
Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan
pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat, maka semakin
memperkuat diagnosis.
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien
dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH)
/ Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor,
dan Angiotensin Receptor Blocker.

ST Elevasi Miocard Infark 14


DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman


Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. Centra Communications

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing

ST Elevasi Miocard Infark 15

Anda mungkin juga menyukai