Anda di halaman 1dari 13

PEMBIDAIAN

PENGERTIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi)

TUJUAN PEMBIDAIAN
1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah
2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah
3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Mempercepat penyembuhan

MACAM MACAM BIDAI


1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan.
Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat.
Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.

2. Bidai traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga
yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha

3. Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya
sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan
memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan

PRINSIP PEMBIDAIAN
1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera ( korban yang
dipindahkan)
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan

SYARAT SYARAT PEMBIDAIAN


1. Siapkan alat alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur dulu pada
anggota badan korban yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas

SOP PEMBIDAIAN

SOP PEMBIDAIAN
Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu pasien yang
mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi pergerakan / pergeseran sehingga pasien tidak
merasa sakit. Prosedur ini dilakukan sebagai acuan dan langkah-langkah dalam pelaksanaan
pemasangan bidai / spalk pada pasien. Pemasangan bidai / spalk pada pasien patah tulang
dilakukan oleh petugas IGD untuk mencegah komplikasi.

Selain itu pembidaian juga dikombinasikan dengan tekhnik pembalutan perban atau dengan kain
mitela, dengan tujuan untuk :

1. Mencegah pergerakan bagian tubuh yang cidera.

2. Menyangga luka.

3. Mengurangi atau mencegah edema.

4. Mengamankan bidai dan balutan.

Adapun jenis-jenis pemasanagn perban diantaranya dapat dilihat pada table dibawah ini :

Jenis Deskripsi Tujuan atau Manfaat

Melingkar Perban dilitkan ai atas lilitan Menahan perban pada lilitan pertama
sebelumnya sampai ujung terakhir dan terakhir, menutupi bagian tubuh
perban. yang kecil (jari tangan, jari kaki).

Spiral Lilitkan perban ke arah atas bagian Menutupi bagian tubuh yang
tubuh melintasi setengah atau dua berbentuk silinder seperti pergelangan
pertiga lebar lilitan sebelumnya. tangan atau lengan bagian atas.

Spiral terbalik Balikkan lilitan perban pada Menutupi bagian tubuh yang
pertengahan setiap lilitan perban yang berbentuk kerucut seperti lengan
dibuat. bawah, paha atau betis. Berguna bila
menggunakan perban yang tidak
elastis seperti perban kassa atau
flannel.
Bentuk delapan Lilitkan perban secara miring pada Menutupi sendi, bentuk yang pas
lilitan sebelumnya kea rah aats dan memberikan dampak imobilisasi yang
bawah dari bagian yang akan di sangat baik.
perban. Setiap lilitan melintasi lilitan
sebelumnya untuk membuat bentuk
delapan.

Rekuren Pertama-tama ikatkan perban dengan Menutupi bagian tubuh yang tidak
lilitan sirkular pada ujung proksimal rata misalnya kepala atau tempat
bagian tubuh sebanyak dua kali. Buat dilakukan amputasi.
setengah lilitan tegak lurus dengan
tepi perban. Perban dililitkan ke
ujung distal bagian tubuh yang akan
ditutupi oleh setiap lilitan dengan
setiap lilitan dilipat kea rah belakang.

A. Persiapan Alat

1. Perban dengan ukuran sesuai yang akan digunakan. Lebar dan nomor perban disesuaikan
dengan kebutuhan. Untuk bahan elastic biasanya tersedia dalam ukuran 20cm serta 135 dan
270cm, ukuran 7,5cm dan 10cm yang paling sering digunakan.

2. Kain mitela (sesuai kebutuhan).

3. Spalk (sesuai kebutuhan).

4. Peniti pengaman (sesuai kebutuhan).

5. Plester

6. Gunting Plester.
B. Persiapan Pasien

1. Inspeksi adanya gangguan integritas kulit yang ditandai dengan abrasi, perubahan warna,
luka, atau edema. (Lihat dengan teliti daerah penonjolan tulang).

2. Observasi sirkulasi dengan mengukur suhu permukaan, warna kulit, dan sensasi bagian
tubuh yang akan dibalut.

3. Khusus untuk di Unit Gawat Darurat, perhatikan jika ada luka maka bersihkan luka, dan
berikan balutan atau jahitan jika luka terbuka.

4. Khusus untuk di Unit Perawatan, Kaji ulang adanya program khusus dalam catatan medis
yang berhubungan dengan pemasangan perban elastic. Perhatikan area yang akan dipasang
perban, jenis perban yang dibutuhkan, frekuensi penggantiannya dan respon sebelumnya
terhadap terapi.

5. Kaji kebutuhan atau kelengkapan alat.

6. Identifikasi rencana perawatan dan pengobatan.

7. Menjelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan bahwa tekanan lembut dan ringan yang
diberikan bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi vena, mencegah terbentuknya bekuan darah,
mencegah gerakan lengan, menurunkan/mencegah timbulnya bengkak, memfiksasi balutan
operasi dan memberikan tekanan.

8. Mengatur posisi pasien. Bantu agar pasien mendapat posisi yang nyaman dan benar sesuai
anatomik.

9. Mencuci tangan.

PELAKSANAAN
Pengertian Melakukan immobilisasi ekstremitas yang
cidera dengan dugaan patah tulang atau
dislokasi dengan bidai.

Tujuan - Immobilisasi sehingga membatasi


pergerakan antara 2 bagian tulang yang
patah saling bergesekan

- Mengurangi nyeri

- Mencegah kerusakan jaringan lunak,


pembuluh darah dan syaraf di sekitarnya

Indikasi Pasien dengan multiple trauma

Jika terdapat tanda patah tulang

Persiapan Alat - Bidai sesuai dengan kebutuhan (panjang


dan jumlah)

- Kassa gulung

- Gunting

- Kassa steril (bila perlu)

- Plester

- Hand schoen

Pelaksanaan 1. Cuci tangan dan pakai hand schone

2. Dekatkan alat-alat didekat pasien

3. Berikan penjelasan kepada pasien


tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
4. Bagian ekstremitas yang cidera harus
tampak seluruhnya, pakaian harus dilepas
kalau perlu digunting

5. Periksa nadi, fungsi sensorik dan


motorik ekstremitas bagian distaldari tempat
cidera sebelum pemasangan bidai

6. Jika nadi tidak ada, coba luruskan


dengan tarikan secukupnya, tetapi bila
terasa ada tahanan jangan diteruskan,
pasang bidai dalam posisi tersebut dengan
melewati 2 sendi

7. Bila curiga adanya dislokasi pasang


bantal atas bawah, jangan coba diluruskan

8. Bila ada patah tulang terbuka, tutup


bagian tulang yang keluar dengan kapas
steril dan jangan memasukkan tulang yang
keluar ke dalam lagi, kemudian baru
dipasang bidai dengan melewati 2 sendi

9. Periksa nadi, fungsi sensori dan


motorik ekstremitas bagian distal dari
tempat cidera setelah pemasangan bidai

10. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien

11. Lepas hand schone dan cuci tangan


PROSEDUR PEMBERIAN OBAT TETES MATA

Prosedur Rasional

Cuci tangan Menghilangkan mikroorganisme permukaan

Pakai sarung tangan jika terdapat secret

Bersihkan mata dengan kapas basah lebih Melindungi dari pemajanan terhadap sekresi

dulu jika ada secret

Jelaskan prosedur kepada klien Mengurangi kecemasan klien

Cek nama obat, dosis dan tanggal Menjamin ketepatan medikasi (obat yang dapat
kadaluwarsa obat mengalami perubahan struktur kimia)

Memposisikan kepala untuk jalan termudah pada


Anjurkan klien tengadah dan melihat keatas
struktur mata

Tarik kelopak bawah ke bawah melalui


tulang pipi, pegang kulit palpebra bawah Membentuk kantong tempat meneteskan obat
dengan ibu jari dan jari telunjuk serta tarik mata
ke depan

Pegang botol seperti memegang pensil


Memudahkan mengontrol botol
dengan ujung di bawah

Letakkan pergelangan tangan yang Mengarahkan botol ke bola mata tanpa


memegang botol pada pipi klien menyentuh bola mata atau bulu mata

Tekan botol secara pelan pada fornix


Memungkinkan tetesan jatuh kedalam kantong
inferior

Secara pelan lepaskan palpebra bawah Mencegah tumpahnya obat


Meratakan obat (penekanan menyebabkan obat
Instruksikan klien untuk menutup mata
tertekan ke dalam system nasolakrimalis yang
secara perlahan, jangan menekannya
menurunkan absorpsi obat

Tunggu 5 10 menit sebelum meneteskan


Meningkatkan absorpsi obat yang maksimal
obat tetes yang lain

Catatan

Tetes mata jangan dihangatkan sebelum penetesan, karena panas dapat mempenagruhi kestabilan
struktur kimia obat

Laporkan pada dokter apabila setelah penetesa obat mata, klien mengeluh adanya iritasi kulit
atau rasa panas / kaku karena mungkin merupakan petunjuk adanya alergi

PERAWATAN LUKA SEDERHANA

Persiapan Alat :

- Sarung tangan steril


- Set perawatan luka : pinset chirurgic, kom, klem, gunting
- Kasa steril
- Plester
- Bengkok
- Cairan pembersih (NaCl, aquabides)
- Antiseptik (jika perlu)
- Pinset anatomis bersih
- Pengalas
- Sampiran (jika perlu)

Persiapan Pasien :
- Memberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan
- Memasang sampiran jika diperlukan

Cara Kerja :

- Memberitahu dan menjelaskan klien tentang tindakan yang akan dilakukan


- Jaga privacy klien dengan memasang sampiran jika diperlukan
- Mempersiapkan peralatan
- Mencuci tangan
- Kaji kondisi luka : grade, lokasi, ukuran, nyeri, dan kondisi luka
- Atur posisi klien sesuai dengan lokasi luka
- Pasang pengalas di bawah area luka
- Buka set ganti balutan dengan memperhatikan sterilitas alat dan siapkan hal-hal yang
diperlukan saat perawatan luka
- Pasang sarung tangan bersih. Buka balutan luka dengan pinset bersih
- Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril
- Cuci luka dengan cairan fisiologis
- Bersihkan luka sesuai dengan kondisi luka, dari daerah bersih ke kotor. Hindari merusak
jaringan granulasi
- Pertahankan teknik steril. Hindari bercampurnya alat steril dan non steril
- Keringkan luka dengan kasa kering. Berikan terapi sesuai dengan kondisi luka/program
pengobatan
- Balut luka dengan balutan yang sesuai dengan kondisi luka. Tutup luka
- Lepaskan sarung tangan
- Merapikan peralatan yang telah digunakan
- Mencuci tangan setelah melakukan prosedur

6 LANGKAH CUCI TANGAN MENURUT STANDART WHO


Setelah sebelumnya membahas 5 momen cuci tangan sekarang coba kita bahas tentang
bagaimana cuci tangan dengan antiseptik (handrub) yang benar menurut WHO. Hal ini juga
wajib diketahui dan dilakukan untuk semua karyawan RS/Puskesmas/Klinik yang akan
menghadapi akreditasi.

Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain :


1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau
dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini
di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata.
2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.
3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :


1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih


4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan


Atau pada poster yang lebih ringkas pada gambar berikut ini :

Cara mencuci tangan dengan menggosokkan saja menggunakan larutan antiseptik berbasis
alkohol, atau dengan mencuci menggunakan air dan sabun antiseptik.
Bagi petugas kesehatan di rumah sakit yang berperan dalam hal ini, umumnya tim PPI dan pokja
SKP, harus melakukan sosialisasi dan evaluasi berkenaan dengan ketaatan cuci tangan ini,
terutama di kalangan petugas rumah sakit sendiri

Anda mungkin juga menyukai