Anda di halaman 1dari 43

Grand Case Report Session

KANKER REKTUM

Oleh

Andy Yusuf

1210312085

Pembimbing:

dr. M. Iqbal Rivai Sp.B KBD

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker rektum adalah tumor yang muncul pada rektum, yang sebagian besar
adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada rektum adalah
Adenokarsinoma.1,2 Kanker rektum bersama dengan kanker kolon merupakan
keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak
(terlepas dari gender) di Amerika Serikat.3 Di Indonesia dari berbagai laporan
terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada angka yang pasti berapa insiden
kanker rektum. Berdasarkan data RS kanker Dharmais, kanker rektum masuk dalam
10 besar kanker dengan insidensi tertinggi selama tahun 2010-2013.4

Etiologi kanker rektum belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor risiko
yang berperan dalam terjadinya kanker rektum antara lain usia, diet, kebiasaan
merokok, dan faktor heriditer atau genetik yang tidak bisa diubah.5,6 Untuk faktor
risiko yang dapat diubah seperti diet dan kebiasaan merokok, dapat dihindari untuk
mencegah terjadinya kanker rektum.2

Untuk menegakkan diagnosis kanker rektum diperlukan anamnesis dan


pemeriksaan fisik termasuk colok dubur wajib dilakukan. Diagnosis pasti didapatkan
melalui berbagai modalitas pemeriksaan mulai dari non-nvasif sampai pada
pemeriksaan invasif.7

Meskipun perkembangan pengobatan adjuvan akhir-akhir ini berkembang


secara cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja meningkatkan survival
pasien kanker rektum stadium lanjut. Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada
penyakit yang masih terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi
buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja. Berkembangnya kemoterapi
dan radioterapi pada saat ini memungkinkan kesempatan untuk terapi adjuvan untuk
penderita stadium lanjut atau pada kejadian kekambuhan.8

Penemuan awal dalam hal diagnosis yang tepat pada kanker masih menjadi
kunci utama penanggulangan berbagai kanker termasuk kanker rektum. Perlunya
pengetahuan dasar sampai mendalam mengenai kanker rektum pada dokter umum
juga akan membantu tatalaksana yang cepat tepat untuk pasien.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai anatomi rektum, definisi, epidemiologi,
faktor risiko, patogenesis, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis
banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan prognosis kanker rektum.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai kanker
rektum.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk pada
berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
2.1.1 Anatomi Surgikal
Rektum berawal dari taenia coli pada kolon sigmoid bergabung membentuk
lapisan otot longitudinal luar kontiniu pada level promontorium sakrum. Rektum
mengikuti lekukan sacrum, dan berakhir di anorectal junction. Otot puborectal
melingkari bagian posterior dan lateral junction, membentuk sudut anorectal (normal
120). Rektum memiliki tiga kurvatura lateral, antara lain kurvatura atas dan bawah
yang cembung ke kanan, dan tengah yang cembung ke kiri. Pada bagian luminal, tiga
kurvatura ini ditandai sebagai lipatan semisirkuler atau Valvula Houston.9
Rektum orang dewasa berukuran panjang sekitar 12-18 cm, dan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu 1/3 atas adalah bagian yang mobile dan ditututupi
peritoneum di anterior dan lateral, 1/3 tengah adalah dimana peritoneum hanya
menutupi bagian anterior dan sebagian permukaan lateral, dan 1/3 bawah berada di
dalam pelvis dikelilingi mesorektum berlemak dan dipisahkan dari struktur
didekatnya oleh lapisan fascial. 1/3 bawah rektum dipisahkan oleh fascia
Denonvilliers dari prostat atau vagina di bagian depan, dan fascia Waldeyer di bagian
belakang dari os. coccygis dan dua vertebrae sacral terbawah. Lapisan fascia ini
penting karena menjadi barrier/ pembatas dari invasi keganasan.9,10
Gambar 1. Anatomi rektum

2.1.2 Aliran Darah


Arteri rectalis superior adalah kelanjutan langsung dari arteri mesenterica
inferior dan merupakan suplai arteri utama rektum. Arteri ini membagi diri menjadi
dua cabang utama, kiri dan kanan, dan cabang kanan bercabang lagi. Arteri dan
sistem limfe berada didalam jaringan lemak longgar dari mesorectum, dikelilingi oleh
sarung dari jaringan ikat.5,9,10
Arteri rectalis medial muncul pada masing-masing sisi dari arteri iliaka
interna dan melewati rektum pada ligamentum. Ukuran arteri ini kecil ( dan sering
hanya terdapat pada satu sisi) dan putus menjadi beberapa cabang terminal.9,10
Gambar 2. Aliran darah rektum
Arteri rectalis inferior muncul pada masing-masing sisi dari arteri pudenda
interna dan masuk kanal Alcock. Arteri ini melingkupi permukaan inferior musculus
levator ani, menyeberangi atap fossa ischiorectal dan memasuki otot anus.
Anastomosis antara arcade pembuluh inferor dan superior menjadi sirkulasi kolateral
yang mempunyai makna penting pada tindakan bedah. Anastomosis tersebut ke
pembuluh kolateral rectalis inferior merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah
sehingga perdarahan dari hemoroid interna menghasilkan darah berwarna merah
segar.5,9
Vena rectalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan berjalan
ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena
lienalis menuju vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga
perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai
embolus vena ke dalam hati.
Vena rectalis inferior mengalirkan darah ke vena pudenda interna, vena iliaka interna
dan sistem vena kava.5

2.1.3 Aliran Limfe


Sistem limfatik lapisan mukosa rektum berhubungan bebas dengan lapisan
otot. Sistem drainase rektum mengalir ke atas sepanjang pembuluh rectalis superior
ke nodus para-aorta. Karena alasan ini, pembedahan penyakit keganasan terutama
untuk mencapai reseksi luas nodus limfe proksimal. Meskupun demikian, jika aliran
ke atas yang seperti biasanya, diblok (contohnya oleh karsinoma), aliran dapat
berbalik dan selanjutnya mungkin ditemukan metastasis nodus limfe pada sisi dinding
pelvis (sepanjang pembuluh rectalis medial) atau bahkan pada regio inguinal (
sepanjang arteri rectalis inferior).9

2.1.4 Sistem Persarafan


Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur
simpatis pleksus ini menuju ke arah sistem genital dan serabut otot polos yang
mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi
erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat. Serabut saraf ini
menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara
mengatur aliran darah ke jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada
waktu operasi radikal paanggul seperti ekstirpasi rektum dapat menyebabkan
gangguan fungsi vesika urunaria dan gangguan fungsi seksual.5

2.2. Definisi
Kanker rektum atau karsinoma rekti didefinisikan sebagai tumor yang muncul
pada rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak
pada rektum adalah Adenokarsinoma.1,2 Kanker rektum dan kanker kolon sering
dikategorikan bersama karena memiliki banyak karakteristik yang dan dikenal
sebagai kanker kolorektal.2,7
Kanker rektum umunya mulai tumbuh di lapisan dalam rektum dan disebut
sebagai polip. Beberapa jenis polip berubah menjadi kanker dalam jangka lebih dari
beberapa tahun, tetapi tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan perubahan
menjadi kanker bergantung pada jenis polip. Terdapat dua jenis polip, antara lain;
Polip adenomatous (adenoma), yaitu polip yang sering berubah menjadi kanker
sehingga adenoma disebut sebagai pre-kanker. Polip hiperplasia dan polip inflamasi
sering ada tetapi secara umum mereka bukan pre-kanker.2
Dinding rekrtum terbuat dari beberapa lapisan. Kanker rektum mulai muncul
pada lapisan terdalam (mukosa) dan dapat tumbuh ke sebagaian atau semua lapisan.
Ketika kanker berada di dinding rektum, mereka selanjutnya dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau pembuluh limfe. Dari sana mereka dapat menyebar ke kelejar
getah bening terdekat atau bagian tubuh yang jauh.2, 9

2.3. Epidemiologi
Kanker rektum bersama dengan kanker kolon merupakan keganasan ketiga
terbanyak didunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di
Amerika Serikat.3 Berdasarkan data GLOBOCAN kanker rektum dan kolon
(kolorektal) menempati urutan kanker ketiga tersering pada pria setelah kanker paru
dan prostat, dan urutan kedua pada wanita setelah kanker payudara.11 Sekitar 75%
kanker kolorektal ditemukan di rektosigmoid.5 Insidensi kanker ini meningkat dari
tahun 1975 sampai pertengahan 1980-an, tetapi telah menurun selama beberapa tahun
belakangan. Dari 2008 sampai 2010 insidensi kanker rektum dan kolon menurun
lebih dari 4% per tahun pada pria dan wanita. Penurunan insidensi dalam beberapa
dekade dikaitkan dengan deteksi dan pengangkatan polip prekanker sebagai hasil dari
meningkatnya usaha skrining kanker kolorektal.12 Insidensi kanker rektum
berdasarkan usia juga bervariasi. Kanker rektum banyak ditemukan pada usia tua,
yaitu lebih dari 50 tahun. Saat ini, insidensi kanker rektum pada usia 50 tahun
berkurang, dan terjadi peningkatan insiden pada usia < 50 tahun. Peningkatan kanker
rektum pada usia muda dikaitkan dengan meningkatnya obesitas dan pola diet
berisiko pada anak dan dewasa muda.13
Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi
belum ada angka yang pasti berapa insiden kanker rektum. Berdasarkan data RS
kanker Dharmais, kanker rektum masuk dalam 10 besar kanker dengan insidensi
tertinggi selama tahun 2010-2013.4 Berdasarkan data patologi anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang tahun 1999 kanker rektum bersama kanker
kolon menempati urutan ke dua.14

2.4. Faktor Risiko


Etiologi dari kanker rektum belum diketahui, tetapi beberapa faktor resiko
dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa resiko yang dapat berperan
dalam terjadinya karsinoma rekti antara lain :

a. Usia
Usia adalah faktor risiko dominan kanker rektum, dengan peningkatan
insidensi setelah usia 50 tahun. Lebih dari 90% kasus didiagnosis pada orang
berusia lebih dari 50 tahun sehingga usia ini adalah waktu yang rasional untuk
memulai skrining pada pasien asimptomatis. Namun individu pada usia
berapapun tetap dapat menderita kanker rektum, sehingga bila ditemukan gejala-
gejala keganasan harus tetap dievaluasi.6

b. Diet
Penelitian menunjukan bahwa kanker rektum lebih sering terjadi pada
populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat. Diet lemak
jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan karsinoma rekti, sedangkan diet
asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak
meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung meracuni mukasa rektum dan
menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya diet tinggi serat dapat
menurunkan risiko. Konsumsi kalsium, selenium, vitamin A, C, E, karotenoid,
dan fenol tumbuhan dapat menurukan risiko. Obesitas dan gaya hidup sedenter
dapat meningkatkan mortalitas pasien kanker rektum. 6,9

c. Merokok
Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan
kejadian KKR, tetapi penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi
30-40 tahun) mempunyai risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan bahwa
satu dari lima kanker kolon dan rektum di Amerika dikaitkan dengan merokok.
Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik menunjukkan
bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan
juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi karsinoma.8

d. Faktor Genetik dan Herediter


Sekitar 80% kanker rektum muncul secara sporadik, sedangkan 20% muncul
pada pasien dengan riwayat keluarga kanker kolorektal. Faktor genetik seperti
familial adenomatous polyposis (FAP), hereditary nonpolyposis colorectal
cancer (HNPCC), riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal, polip
rektum, dan keganasan lain adalah faktor yang berperan besar terhadap
pertumbuhan keganasan pada tumor rektum.6

e. Inflammatory bowel disease


Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya kolitis ulseratif kronis
dan chrons disease berhubungan dengan meningkatnya risiko adenokarsinoma
rekti. Hal ini diduga bahwa inflamasi kronis merupakan predisposisi genetik
perubahan mukosa ke arah keganasan. Risiko terjadinya keganasan bila onset
pada usia muda, mengenai seluruh kolon, dan menderita lebih dari 10 tahun.6

f. Faktor risiko lain


Pasien dengan ureterosigmodostomi diketahui meningkatkan risiko adenoma
dan karsinoma. Tingginya kadar growth factor dan Insulin like growth factor-1
juga menjadi faktor risiko. Radiasi pelvis juga diketahui meningkatkan risiko
karsinoma rekti.6 Kurangnya aktifitas fsik juga berpengaruh meningkatkan risiko
pada kanker rekti.2

2.5. Patogenesis
Selama lebih dari dua dekade, upaya penelitian fokus pada defek genetik dan
abnormalitas molekuler yang dihubungkan dengan perkembangan dan progresifitas
adenoma dan karsinoma kolorektal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (K-
ras) dan/ atau inaktivasi gen supressor tumor yaitu APC, p53, DCC (Deleted in
Colorectal Carcinoma). Karsinoma kolorektal diketahui berkembang dari polip
adeomatous yang disebabkan akumalasi mutasi tersebut yang kemudian dikenal
sebagai adenoma-carcinoma sequences.
Defek pada gen APC adalah yang pertama kali dideskripsikan pada pasien
dengan FAP (Familial Adenomatous Polip). Dengan menginvestigasi anggota
keluarga, karakteristik mutasi gen APC teridentifikasi. Mereka saat ini diketahui
muncul pada 80% kanker kolorektal sporadik. Gen APC adalah gen supressor tumor.
Mutasi pada kedua alel penting untuk menginisiasi pembentukan polip. Mayoritas
mutasi merupakan pemberhentian kodon secara prematur, yang menghasilkan protein
APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkolerasi dengan keparahan klinis
penyakit. Sebagai contoh, mutasi pada ujung gen 3 atau 5 menghasilkan bentuk
FAP lemah atau attunuated of FAP (AFAP), sedangkan mutasi pada pusat/ tengah
gen menghasilkan penyakit yang lebih virulen. Sehingga, pengetahuan spesifik
tentang mutasi pada keluarga dapat membantu mengarahkan pembuatan keputusan
klinis. Inaktivasi APC saja tidak menghasilkan karsinoma. Sebagai gantinya, mutasi
ini mengatur tahapan akumalasi kerusakan genetik yang berakibat pada keganasan.
Mutasi tambahan dapat terdiri dari aktivasi atau inaktivasi bermacam-macam gen.
Salah satu gen yang paling sering terlibat pada kanker kolorektal adalah K-
ras. K-ras adalah molekul sinyal pada jalur reseptor faktor pertumbuhan epdermal/
Epidermal Growth Factor Receptor (EFGR), diklasifikasikan sebagai protoonkogen
karena mutasi yang hanya terjadi pada satu alel akan menganggu siklus sel. Gen K-
ras menghasilkan G-protein yang terlibat pada transduski sinya intraseluler. Ketika
K-ras aktif, ia akan mengikat Guanosine Triphospate (GTP) (hidrolisis GTP menjadi
GDP akan mengaktivasi G-Protein). Mutasi K-ras berakibat paa ketidakmampuan
untuk menghidrolisis GTP, sehingga meyisakan G-protein yang secara permanen
pada bentuk aktifnya. Hal ini diketahui memicu pembelahan sel yang tidak terkontrol.
Molekul sinyal EGFR lain seperti BRAF juga telah diimplikasikan pada patogenesis
dan progresifitas kanker.
Mutasi lain yang sering terjadi adalah pada gen MYH pada kromosom 1p.
MYH adalah gen dasar perbaikan eksisi, dan penghapusan gen bi-alel berakibat pada
perubahan molekul kebawahnya. Sejak ditemukannya, mutasi MYH telah
dihubungkan dengan fenotip AFAP sebagai tambahan kanker sporadik. Tidak seperti
mutasi gen APC yang diekspresikan seara autosomal dominan, syarat untuk mutasi
bi-alel MYH secara autosmal resesif yang diturunkan.
Gen supresor tumor p53 telah dikaitkan dengan banyak keganasan. Protein
p53 menjadi krusial untuk menginisiasi apoptosis sel dengan kerusakan genetik yang
tidak dapat diperbaiki. Mutasi gen p53 terdapat pada 75% kanker rektum.6

Gambar 3. Pertumbuhan kanker kolorektal

Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker rektum


merupakan interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan yang multipel bereaksi terhadap predisposisi genetik atau defek
yang didapat dan berkembang menjadi kanker.
Terdapat 3 kelompok kanker rektum dan kolon berdasarkan
perkembangannya yaitu :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) mencakup kurang dari 10%
2. Kelompok sporadik, mencakup 30%
3. Kelompok familial, mencakup 20%

Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang waktu dilahirkan sudah


dengan mutasi sel sel germinativum (germline mutation) pada salah satu alel dan
terjadi mutasi somatik pada alel lain. Contoh kelompok ini adalah FAP (Familial
Adenomatous Polip) dan HNPC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer).
Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-
masing alel nya. Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu FAP atau HNPC,
dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Mekskipun kelompok familial dapat
terjadi secara kebetulan, ada kemungkinan peran dari faktor lingkungan, penetrasi
mutasi yang lemah atau mutasi-mutasi germinativum yang sedang berlangsung.
Terdapat dua model utama perjalanan perkembangan kanker rektum dan
kolon yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replicatio Eror). Model LOH
mencakup mutasi gen supressor tumor meliputi gen APC, DDC, dan p53 serta
aktivasi onkogen yaitu K-ras. Contoh dari model ini adalah perkembangan polip
adenoma menjadi karsinoma (Adenoma Carcinoma Sequence). Sementara model
RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPSM1, hPSM2. Model terakhir
ini terjadipada HNPCC. Pada kelompok sporadik 80% berkembang lewat model
LOH 20% berkembang lewat model RER.6,15

2.6. Patofisiologi
Saat ini diketahui bahwa kanker rektum berasal dari adenoma dan tumbuh
bertahap dengan meningkatkan displasia pada adenoma akibat akumulasi
abnormalitas genetik (adenoma-carcinoma sequence. Biasanya karsinoma ini muncul
sebagai ulkus, tetapi bertangkai (polyploid) dan memilki sifat infiltratif.1 Berawal dari
polip jinak pada rektum, tumor akan menjadi ganas dengan menyusup kedalam
lapisan dan struktur sekitar dan terlepas dari tumor primer, menyebar dan
bermetastasis ke bagian tubuh lain.5
Penyebaran karsinoma melalui berbagai cara, antara lain :
- Penyebaran lokal
Penyebaran lokal lebih sering muncul secara sirkumferensial atau melingkar
daripada longitudinal. Setelah selubung otot ditembus, tumor akan menyebar ke
mesorektum sekitar, tetapi awalnya terbatas pada fascia mesorectal. Jika penetrasi
muncul di anterior, maka prostat, vesikula seminalis atau buli-buli akan terlibat pada
pria. Pada wanita, vagina atau uterus dapat terlibat. Sedangkan penetrasi di posterior
bisa mencapai sacrum dan plexus sacralis. Penyebaran kebawah lebih dari beberapa
centimeter jarang terjadi.9
- Penyebaran limfatik (Limfogen)
Penyebaran limfatik dari karsinoma rekti di peritoneum muncul hampir secara
eksklusif ke arah atas, di bawah level tersebut, penyebaran limfatik masih keatas
tetapi ketika neoplasma berada di dalam daerah arteri rectalis media, penyebaran
lateral primer sepanjang limfe yang biasnya menyertai jarang terjadi. Penyebaran
secara limfogen akan ditemui pada kelenjar parailiaka, mesentrium, dan paraaorta.5,9
- Penyebaran secara hematogen
Penyebaran secara hematogen akan membuat tumor menyebar jauh atau
metastasis ke organ lain terutama hepar, dapat pula ditemukan di paru.9

2.7. Klasifikasi
2.7.1. Klasifikasi Dukes 9
Dukes mengkalsifikasikan karsinoma rektum menjadi :
Tabel 2.1 Klasifikasi karsinoma rektum menurut Dukes
Dukes
A Pertumbuhan terbatas pada dinding rektum (15%),
B Pertumbuhan meluas ke jaringan extrarectal, tetapi tidak ada
metastasis pada kelenjar limfe regional (35%)
C Terdapat deposit sekunder pada kelenjar limfe regional (50%)
C1 Hanya kelenjar limfe pararectal lokal yang terlibat
C2 Kelenjar limfe jauh mengikuti pembuluh darah

Stage D sering dimasukan, tetapi tidak dideskripsikan oleh Dukes. Stage ini
menandakan adanya metastasis jauh biasanya ke hepar, paru.

Gambar 4. Penyebaran kanker rektum

2.7.2. Klasifikasi berdasarkan sistem Tumor- Node-Metastase (TNM) 16


T menggambarkan tumor primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

TO Tumor primer tidak ditemukan

Tis Karsinoma insitu, intraepitelial atau sebatas lapisan mukos saja

T1 Tumor menginvasi submukosa

T2 Tumor menginvasi lapisan muskularis propria

T3 Tumor menembus muskularis propria hingga lapisan serosa atau


jaringan perirektal dan belum mencapai peritoneum

T4 Tumor menginvasi organ atau struktur disekitarnya atau


menginvasi sampai peritoneum
T4a Tumor menembus permukaan peritoneum visceral

T4b Tumor secara langsung menginvasi atau berlengketan dengan organ atau
struktur lain

Gambar 5. Lapisan Rektum


N menggambarkan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB)

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ditemukan metastasis pada KGBregional

N1 Ditemukan penyebaran pada 1-3 KGB regional

N1a Ditemukan penyebaran pada satu KGB regional

N1b Ditemukan penyebaran pada 2 atau 3 KGB regional

N1c Tumor ditemukan di subserosa, atau jaringan perirectal tanpa metastasis


KGB regional
N2 Ditemukan penyebaran pada 4 atau lebih KGB regional

N2a Ditemukan penyebaran pada 4 -6 KGB regional

N2b Ditemukan penyebaran pada 7 atau lebih KGB regional

M menggambarkan metastasis jauh


Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

MO Tidak ditemukan metastasis jauh

M1 Ditemukan metastasis jauh.

M1a Metastasis pada satu organ (hepar, paru, ovarium, KGB non regional)

M1b Metastasis pada lebih dari satu organ atau peritoneum

Dari klasifikasi diatas, didaptakan stadium kanker rektum sebagai berikut :

Stadium Tumor KGB Metastasis Dukes

Stadium 0 Tis N0 M0 -

Stadium I T1 N0 M0 A

T2 N0 M0 A

Stadium IIA T3 N0 M0 B

Stadium IIB T4a N0 M0 B

Stadium IIC T4b N0 M0 B

Stadium IIIA T1-T2 N1/N1c M0 C

T1 N2a M0 C

Stadium IIIB T3-T4a N1/N1c M0 C

T2-T3 N2a M0 C

T1-T2 N2b M0 C

Stadium IIIC T4a N2a M0 C

T3-T4a N2b M0 C

T4b N1-N2 M0 C
Stadium IVA Semua T Semua N M1a -

Stadium IVB Semua T Semua N M1b -

Sebagai catatan, awalan c mengindikasikan klasifikasi berdasarkan klinis,


awalan p klasifikasi berdasarkan analisis histopatologis, dan awalany digunakan
untuk kanker yang diklasifikasikan setelah tatalaksana neoadjuvan.
2.7.3. Grading Tumor1
Pembagian derajat keganasan tumor berdasar kriteria yang dianjurkan WHO:
Grade I : Tumor berdifferensiasi baik, mengandung struktur glandular >95%
Grade II : Tumor berdifferensiasi sedang, mengandung komponen glandular 50-
95%
Grade III : Tumor berdifferensiasi buruk, mengandung komponen glandular 5-
50%, adenokarsinoma musinosum dan signet ring cell carcinoma
termasuk dalam grade III
Grade IV : Tumor tidak berdifferensiasi, kandungan komponen glandular <5%,
adenokarsinoma medular termasuk dalam grade IV.
Tipe histologik dalam penggunaan panduan ini dibatasi pada karsinoma rekti
jenis adenokarsinoma saja.

2.8. Gejala Klinis


Karsinoma rektum dapat muncul pada fase awal kehidupan, tetapi usia diatas
50 tahun adalah ketika insidens meningkat dengan cepat. Gejala awal sering tidak
signifikan sehingga pasien tidak berobat selama 6 bulan atau lebih., dan diagnosis
sering tertunda pada pasien yang lebih muda karena gejala yang muncul dikaitkan
dengan tumor jinak.2,9

Perdarahan adalah gejala paling awal dan tersering pada kanker rektum. Tidak
ada karakteristik mengenai waktu munculnya, ataupun warna dan jumlah kehilangan
darah. Perdarahan sering jelas terlihat di akhir defekasi, atau diketahui karena
memberikan warna pada pakian dalam. Memang perdarahan melalui anus sering
terjadi pada hemoroid interna (hemoroid dan karsinoma kadang terjadi bersama).
Seiring berjalannya waktu, kehilangan darah dapat menyebabkan penurunan jumlah
sel darah merah (anemia). Terkadang, pasien datang karena gejala anemia berupa rasa
lemah dan lemas.

Tenesmus adalah gejala yang biasa didapat pada kanker rektum. Adanya
sensasi berupa feses lebih yang harus dikeluarkan atau sulit mengedan untuk
mengosongkan isi usus tanpa hasil pengosongan berupa feses. Hal ini sangat penting
untuk gejala awal dan hampir selalu muncul pada tumor distal rektum. Pasien akan
berusaha keras mengosongkan isi rektum beberapa kali sehari (diare palsu), sering
dengan sedikit flatus dan sedikit lendir dengan bercak darah darah (lendir berdarah/
bloody slime).2,9

Perubahan kebiasan BAB (Change bowel habit) merupakan gejala tersering


selanjutnya Perubahan yang terjadi antara lain diare, konstipasi, atau feses kecil
seperti kotoran kambing yang terjadi lebih dari beberapa hari. Pasien harus bangun
lebih awal untuk defekasi dan mengeluarkan feses berdarah dan berlendir (early
morning bloody diarrhea). Seringkali gejala ini terdapat pada pasein dengan
karsinoma annular pada rectosigmoid junction yang mengalami peningkatan
konstipasi, dan dengan pertumbuhan di ampula recti yang mengalami keluhan early
morning bloody diarrhea.9

Nyeri merupakan gejala lanjut, tetapi nyeri kolik mungkin menyertai tumor
rektosigmoid lanjut, dan disebabkan oleh obstruski usus. Ketika ulkus carcinomatous
rektum yang dalam mengikis prostat atau buli, mungkin akan terjadi nyeri yang
berat. Nyeri punggung, atau nyeri panggul muncul ketika kaknker menginvasi
plexus sacralis. 9 Penurunan berat badan sugestif pada metastasis hepar.2,9

2.9. Diagnosis
2.9.1. Anamnesis
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi awal
dugaan adanya karsinoma rekti: 1
- Perdarahan melalui anus disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau
diare selama minimal 6 minggu pada semua umur
- Defekasi seperti kotoran kambing
- Perdarahan melalui anus tanpa gejala anal pada individu berusia di atas 60
tahun
- Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
- Massa intra-luminal di dalam rektum
- Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
- Anemia
- Penurunan berat badan

2.9.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat pula
ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda obstruksi usus.
Pemeriksan fisik abdomen biasanya normal pada kasus awal. Kadang ketika tumor
anular lanjut terletak di rectosigmoid junction, gejala obstruksi usus besar akan
muncul. Seiring berjalannya waktu metatstasis pada hepar juga dapat diraba.1,2
Pemeriksaan colok dubur adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
setiap penderita dengan gejala anorektal.1,2 Pada banyak kasus, neoplasma dapat
dirasakan dengan jari. Pada awalnya akan terasa nodul dengan dasar yang menegeras.
Ketika bagian tengah mengalami ulserasi, cekungan dangkal akan ditemukan,
pinggirnya meninggi dan terbalik. Pada pemeriksaan bimanual, mungkin dirasakan
bagain bawah karsinoma terletak di rectosigmoid junction. Setelah jari dikeluarkan,
jika berkontak secara langsung dengan karsinoma, jari akan berlumur darah atau
material mukopurulen dengan bercak darah. Ketika ulkus carcionomatous terletak di
1/3 distal rektum, melibatkan kelenjar getah bening terkadang dapat dirasakan massa
satu atau lebih, keras, oval, bengkak di mesorectum posterior atau posterolateral
diatas tumor.9
Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal, serta
menetapkan jarak antara tumor dengan anocutan line. Pada pemeriksaan colok dubur
ini yang harus dinilai adalah :1
- Keadaan tumor
- Mobilitas tumor
- Ekstensi penjalaran

2.10. Diagnosis Banding


Diagnosis banding kanker rektum antara lain ;5,7
- Polip rektum
- Proktitis
- Fisura anus hemoroid
- Karsinoma anus

2.11. Pemeriksaan Penunjang


Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa pemeriksaan yang
sering dilakukan adalah:

2.11.1. Pemeriksaan Laboratorium2

- Hematologik ; darah perifer lengkap, LED, hitung jenis. Tes ini untuk
mengukur berbagai jenis sel di dalam darah. Tes ini dapat menunjukan
anemia. Beberapa pasien dengan kanker rektum menjadi anemis karena tumor
mengalami perdarahan yang cukup lama.
- Kimia darah ; Enzim hepar. Tes ini untuk memeriksa fungsi hepar, karena
kanker rektum yang dapat metastasis ke hepar.
- Tumor marker. Sel kanker rektum kadang menghasilkan substansi dikenal
dengan tumor marker yang dapat ditemukan di darah. Tumor marker yang
paling sering pada kanker rektum adalah Carcioembryonic antigen (CEA).
Pemeriksaan darah untuk tumor marker ini kadang mengindikasi seseorang
menderita kanker rektum, tetapi dengan hanya pemeriksaan ini tidak dapat
menegakan diagnosis kanker. Hal ini karena kadar tumor marker kadang dapat
normal pada seseorang dengan kanker dan sebaliknya dapat abnormal pada
seseorang dengan penyakit selain kanker. Tumor marker biasanya sering
digunakan bersama pemeriksaan lain untuk memonitor pasien yang sudah
didiagnosis kanker rektum. Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui
apakah tatalaksana yang diberikan sudah tepat atau sebagai peringatan awal
bahwa kanker muncul kembali.

2.11.2. Pemeriksaan Radiologi2,9


Pemeriksaan radiologi dengan Sinar X, Ultrasound, magnetik, atau zat
radioaktif digunakan untuk beberapa alasan, antara lain ; untuk mengetahui daerah
yang dicurigai terkena kanker, melihat seberapa jauh penyebaran kanker, dan
membantu menentukan apakah tatalaksana yang diberikan sudah tepat.
- Pemeriksaan foto toraks PA, masih sering dilakukan karena terjangkau.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui metastasis ke organ di dalama
thoraks, tersering adalah paru.
- Computed tomography scan (CT scan) abdomen, digunakan untuk melihat
lebih detail gambar organ tubuh dalam berbagai potongan. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengetaui jika kanker telah bermetastasis ke hepar atau
organ lain. CT dengan portografi, jenis CT scan dengan menginjeksikan bahan
kontras ke vena portal, vena besar yang masuk hepar yang berasal dari usus.
Pemeriksaan ini untuk melihat lebih baik jika kanker bermetastasis ke hepar.
- USG abdomen, digunakan untuk melihat tumor apakah terdapat di hepar,
kandung empedu, pankreas, atau tempat lain di abdomen, tetapi tidak dapat
melihat tumor di kolon
- USG endorektal, yaitu pemeriksaan dengan mengunakan transduser khusus
yang dimasukan ke rektum. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
seberapa jauh tumor menembus dinding rektum dan apakah telah menyebar ke
organ didekatnya atau jaringan seperti KGB.
- MRI, sama halnya dengan CT scan dapat memperlihatkan gambar jaringan
lunak yang lebih detail. MRI dapat digunakan untuk melihat area abnormal di
hepar akibat metastasis kanker, atau untuk melihat otak dan sumsum tulang
belakang. Endorectal MRI yaitu MRI yang dapat digunakan pada pasien
kanker rektum untuk melihat apakah tumor telah menyebar ke struktur sekitar.
can be used in patients with rectal cancers to see if the tumor. Pemeriksaan ini
memiliki akurasi yang lebih tinggi. Pada pemeriksaan ini dokter meletakan
probe (endorectal coil) di dalam rektum selama 30 45 menit, sehingga
pasien kadang merasa tidak nyaman.
- Positron emission tomography (PET) scan, adalah pemeriksaan dengan
menginjeksikan bahan radioaktif yang akanberkumpul di sel kanker. Kamera
khusus kemudian digunakan untuk memfoto area dengan radioktifitas.
Gambar pada PET Scan tidak serinci pada CT Scan dan MRI, tetapi dapat
meberikan informasi yang sangat berguna mengenai area abnormal yang tidak
dapat dilihat dengan pemeriksaan lain. Jika diagnosis kanker telah ditegakan,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat penyebaran kanker ke KGB
atau bagain tubuh lain.
- Angiografi, adalah pemeriksaan dengan sinar x untuk melihat pembuluh
darah. Kontras diinjeksikan ke dalam arteri, dan gambar diambil dengan sinar
x. Zat warna kontras akan mengisi pembuluh darah. Jika kanker menyebar ke
hepar, pemeriksaan ini akan menunjukan arteri yang memberi suplai darah ke
tumor. Pemeriksaan ini dapat membantu ahli bedah apakah tumor hepar dapat
dibuang, dan jika bisa hal ini dapat membantu tindakan bedah. Angiografi
juga membantu merencanakan tatalaksana lain untuk kanker yang menyebar
ke hepar seperti embolisasi.

2.11.3. Pemeriksaan Patologi Anatomi2,9


Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan
derajat diferensiasinya. Biasanya jika kecurigaan kanker rektum ditemukan pada
skrining atau tes diagnostik, tumor akan dibiopsi selama kolonoskopi. Saat
biopsi,dokter akan membuang sebagian kecil jaringan dengan instrumen khusus.
Sampel biopsi (dari kolonoskopi atau tindakan bedah) dikirimkan ke
laboratorium dan dilihat dengan mikroskop. Jika sel kanker ditemukan dengan
mikroskop, pemeriksaan laboratorium lain juga dapat dilakukan pada spesimen biopsi
untuk membantu klasifiksai kanker yang lebih tepat.
Pemeriksaan gen dapat dilakukan untuk melihat perubahan gen spesifik pada
sel kanker yang dapat berpengaruh pada terapi. Sebagai contoh, dokter saat ini
memeriksa apakah perubahan sel pada gen K-ras atau N-ras, beberapa dokter juga
memeriksa untuk perubahan pda gen BRAF. Pasien kanker dengan mutasi pada gen
ini tidak akan respon dengan obat targeted anti cancer tertentu.
Pemeriksaan MSI adalah pemeriksaan untuk melihat apakah sel kanker
menunjukan perubahan genetik. Kebanyakan kanker rektum dan kolon tidak memiliki
kadar MSI tinggi, tetapi kanker rektum yang dihubungkan dengan Sindrom Lynch
(HNPCC) memilki kadar MSI tinggi.

2.11.4. Pemeriksaan Endoskopi2


Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:
- Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi
- Sigmoidoskopi fleksibel (Lebih efektif dibandingkan denga sigmoidoskopi
rigid untuk visualisasi kolon dan rektum)
- Kolonoskopi. Akurasi kolonsoskopi sama dengan kombinasi barium enema
kontras ganda + sigmoidoskopi fleksibel untuk kanker rektum atau polip >
9mm.4 Kolonoskopi wajib dilakukan jika memungkinkan pada semua pasien
untuk menyingkirkan tumor synchronous, bisa jadi karsinoma atau adenoma.
Jika adenoma proksimal ditemukan,tumor dapat dengan mudah diambil dan
dibuang dengan kolonoskop. Jika terdapat karsinoma synchronous, teknik
operasi perlu diubah. Jika full colonoscopy tidak mungkin dilakukan, CT
Colonography atau barium enema dapat dilakukan. Jika terdapat karsinoma
yang stenosis, pemeriksaan ini mungkin tidak dapat digunakan, khususunya
kolonoskopi untuk memvisualisasi kolon proksimal. Meskipun demikian,
tingginya insidens tumor synchromatous, kolonoskopi penting dilakukan
dalam beberapa bulan sebelum tindakan bedah reseksi.1

Semua pasien yang dicurigai kanker rektum harus menjalani :9


- Rectal Toucher (pemeriksaan fisik)
- Sigmoidoskopi dan biopsi
- Kolonoskopi jika mungkin ( atau CT colonography atau barium enema)

Semua pasien yang terbukti kanker rektum membutuhkan staging dengan :


- Pencitraan hepar dan thoraks, sebaiknya dengan CT
- Pencitraan pelvis dengan MRI/ dan atau endoluminal ultrasound
Summary box 72.10
2.12. Tatalaksana

Gambar 6. Tatalaksana tumor rektum


Tatalaksana kanker rektum dilakukan berdasarkan stadium kanker, yaitu :2
a. Stadium 0
Pada stadium ini, kanker rektum belum tumbuh diluar lapisan dalam rektum.
Membuang atau mengancurkan kanker adalah tindakan yang dibutuhkan. Pasien
dapat ditatalaksana dengan tindakan bedah seperti polipektomi (membuang polip),
eksisi lokal, atau reseksi transanal dan juga membutuhkan tatalaksana lanjut.

b. Stadium I
Pada stadium ini, kanker rektum sudah tumbuh di lapisan dinding rektum
yang lebih dalam tetapi belum menyebar diluar rektum. Stadium ini termasuk kanker
yang merupakan bagian dari polip. Jika polip dibuang komplit selama kolonoskopi,
dengan tidak adanya kanker di bagian pinggir, terapi lain tidak diperlukan. Jika
kanker pada polip merupakan kanker high grade (grade IV) atau terdapat sel kanker
pada pinggir polip, pasien disarankan untuk operasi lebih sekali. Operasi lebih sekali
juga disarankan jika polip tidak dapat dibuang komplit atau jika harus dibuang akan
sulit melihat sel kanker pada bagaian pinggirnya. Untuk kanker stadium I lain,
tindakan bedah biasanya merupakan terapi utama. Beberapa kanker kecil stadium I
dapat dibuang melalui anus tanpa menyayat abdomen dengan reseksi transanal atau
transanal endoscopic microsurgery (TEM). Untuk kanker lain, low anterior
resection (LAR), proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau abdominoperineal
resection (APR) dapat dilakukan tergantung dimana tepatnya lokasi kanker dalam
rektum.
Terapi tambahan tidak diperlukan setelah operasi ini, kecuali ahli bedah
menemukan kanker lebih lanjut dari yang diperkirakan. Jika kanker lebih dari yang
diperkirakan, kombinasi kemoterapi dan radioterapi biasanya diberikan. 5-FU adalah
obat kemo yang sering digunakan. Jika pasien terlalu lemah atau sakit untuk
melakukan operasi, dapat ditatalaksana dengan radioterapi meskipun terapi ini belum
terbukti sama efektif dengan terapi pembedahan.

c. Stadium II
Pada stadium ini, kanker rektum telah tumbuh melewati dinding rektum dan
dapat meluas ke jaringan terdekat. Tumor mungkin belum menyebar ke KGB.
Kebanyakan pasien dengan stadium II kanker rektum ditatalaksana dengan
kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan, meskipun jenis terapi mungkin berbeda
pada beberapa orang. Sebagai contoh, berikut beberapa pendekatan yang sering
dilakukan untuk menatalaksana kanker ini ;
- Kebanyakan pasien mendapat baik kemo dan radioterapi (kemoradiasi)
sebagai terapi pertama mereka. Kemoterapi yang biasanya diberikan dengan
radiasi adalah 5-FU atau capecitabine (Xeloda).
- Terapi tersebut biasanya diikuti dengan tindakan pembedahan, seperti low
anterior resection (LAR), proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau
abdominoperineal resection (APR), tergantung dimana lokasi kanker rektum.
Jika terapi cukup untuk memperkecil tumor, kadang reseksi transanal dapat
dilakukan dibandingkan tindakan invasif seperti LAR atau APR. Hal ini
mungkin dilakukan untuk menghindari kolostomi. Tetapi tidak semua dokter
setuju dengan metode ini, karena tidak memberi kesempatan ahli bedah
memeriksa KGB sekitar kanker.
- Kemoterapi tambahan selanjutnya diberikan setelah tindakan pembedahan,
niasanya selama total sekitar 6 bulan. Kemoterapi dapat berupa regimen
FOLFOX (oxaliplatin, 5-FU, and leucovorin), 5-FU dan leucovorin, CapeOx
(capecitabine plus oxaliplatin) atau capecitabine saja, berdasarkan apa yang
paling cocok dengan kebutuhan pasien.
Pilihan lain dapat berupa kemoterapi saja pertama, diikuti kemo dan
radioterapi, lalu diikuti tindakan pembedahan. Jika seseorang tidak dapat
menjalanikemo dan radioterapi karena beberapa alasan, tindakan pembedahan
(LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR) dapat dilakukan dahulu,
diikuti kemoterapi dan kadang radioterapi.
d. Stadium III
Pada stadium ini, kanker rektum telah menyebar ke KGB terdekat tetapi tidak
pada bagain tubuh lain. Kebanyakn pasien dengan stadium III akan ditatalaksana
dengan kemoterapi, radioterapi, dan tindakan pembedahan. Kebanyakan pasien
mendapatkan baik kemo dan radioterapi (kemoradiasi) sebagai terapi pertama
mereka. Hal ini dapat memperkecil kanker, sering membuat pembedahan lebih efektif
untuk tumor yang lebih besar. Tindakan ini juga menurunkan kesempatan untuk
kanker kembali ke pelvis. Pemberian radiasi sebelum pembedahan juga cenderung
memperkecil masalah dibandingkan diberikan setelah pembedahan.
Kemoterapi dan radioterapi diikuti dengan tindakan pembedahan untuk
membuang tumor rektum dan KGB didekatnya, biasanya dengan LAR, proctectomy
dengan colo-anal anastomosis, atau APR, tergantung lokasi kanker rektum. Jika
kanker mencapai organ sekitar, operasi yang lebih ekstensif diketahui sebagai
eksenterasi pelvis mungkin diperlukan. Setelah pembedahan, kemoterapi diberikan
selama sekitar 6 bulan. Regimen yang sering digunakan adalah FOLFOX (oxaliplatin,
5-FU, and leucovorin), 5-FU dan leucovorin, CapeOx (capecitabine plus oxaliplatin)
atau capecitabine saja, berdasarkan apa yang paling cocok dengan kebutuhan pasien.
Pilihan lain dapat berupa kemoterapi saja pertama, diikuti kemo dan
radioterapi, lalu diikuti tindakan pembedahan. Jika seseorang tidak dapat
menjalanikemo dan radioterapi karena beberapa alasan, tindakan pembedahan
(LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR) dapat dilakukan dahulu,
diikuti kemoterapi dan kadang radioterapi.

e. Stadium IV
Pada stadium ini, kanker rektum telah metastasis jauh ke organ dan jaringan
lain seperti hepar dan paru. Pilihan terapi untuk stadium IV bergantung pada
bagaimana dan seberapa luas kanker menyebar. Jika ada kemungkinan kanker dapat
dibuang ( hanya sedikit tumor di hepar dan paru), tatalaksana umunya berupa;
- Tindakan pembedahan untuk membuang lesi pada rektum dan tumor jauh,
diikuti kemoterapi (dan radioterapi pada beberapa kasus)
- Kemoterapi diikuti kemoradiasi dan selanjutnya pembedahan untuk
membuang lesi pada rektum dan tumor jauh. Terapi ini dapat diikuti dengan
kemoterapi lebih.
- Kemoterapi diikuti radioterapi dan selanjutnya pembedahan untuk membuang
lesi pada rektum dan tumor jauh. Terapi ini dapat diikuti dengan kemoterapi.
Pendekatan ini dapat membantu pasien hidup lebih lama pada beberapa kasus
bahakan dapat menyembuhkan.
Tindakan pembedahan untuk membuang tumor rektum biasanya adalah
LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR, bergantung dimana
lokasinya. Jika lokasi kanker hanya menyebar ke hati, dapat ditatalaksana dengan
kemoterapi yang diberikan secara langsung kedalam arteri yang menuju hepar
(hepatic artery infusion). Hal ini dapat memperkecil kanker di heapr lebih efektif
daripada kemo diberikan intravena atau oral. Jika kanker lebih luas menyebar dan
tidak dapat dibuang secara komplit dengan pembedahan, tatalaksana bergantung pada
Jika tidak, kanker dapat ditatalaksana dengan kemoterapi dan/atau targeted therapy
drugs (tanpa pembedahan). Beberapa pilihan termasuk :
- FOLFOX: leucovorin, 5-FU, dan oxaliplatin (Eloxatin)
- FOLFIRI: leucovorin, 5-FU, dan irinotecan (Camptosar)
- CapeOX: capecitabine (Xeloda) and oxaliplatin
- FOLFOXIRI: leucovorin, 5-FU, oxaliplatin, dan irinotecan
- Salah satu kombinasi diatas, ditambah obat target VEGF (bevacizumab
[Avastin], ziv-aflibercept [Zaltrap], atau ramucirumab [Cyramza]), atau obat
target EGFR (cetuximab [Erbitux] or panitumumab [Vectibix])
- 5-FU and leucovorin, dengan atau tanpa targeted drug
- Capecitabine, dengan atau tanpa targeted drug
- Irinotecan, dengan atau tanpa targeted drug
- Cetuximab saja
- Panitumumab saja
- Regorafenib (Stivarga) saja
- Trifluridine dan tipiracil (Lonsurf)
Pilihan regimen bergantung pada beberapa faktor, termasuk setiap terapi
sebelumnya dan kesehatan pasien sepenuhnya dan kemampuan untuk memperoleh
terapi. Jika kemoterapi dapat memperkecil tumor, pada beberapa kasus mungkin
untuk mempertimbangkan pembedahan untuk membuang semua kanker pada tahap
ini. Kemoterapi dapat diberikan setelah pembedahan. Untuk kanker yang tidak
mengecil dengan kemoterapi dan menyebar luas menyebabkan berbagai gejala,
tatalaksana dilakukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah komplikasi jangka
panjang seperti perdarahan atau sumbatan usus.
Terapi dapat berupa satu atau lebih tindakan berikut :
- Membuang tumor dengan pembedahan
- Pembedahan untuk membuat kolostomi dan jalur bypass tumor rektum (
diverting colostomy)
- Menggunakan sinar khsusus untuk menghancurkan tumor didalam rektum
- Meletakan stent didalam rektum untuk menjaga tetap terbuka, tindakan ini
tidak memerlukan pembedahan
- Kemoterapi dan radioterapi
- Kemoterapi saja
Jika tumor di hepar tidak dapat dibuang dengan pembedahan karena terlalu
bsar atau terlalu banyak, mungkin dapat dihancurkan dengan ablasi atau embolisasi.

2.13. Prognosis
Angka dibawah ini berasal dari National Cancer Institutes SEER database,
dilihat dari pasien yang didiagnosis dengan kanker rektum tahun 2004 2010.2
- Angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun untuk pasien stadium I adalah
sekitar 87%.
- Pasien dengan stage IIA, angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun adalah
sekitar 80, untuk stadium IIB adalah sekitar 49%
- Angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun untuk pasien stadium IIIA adalah
sekitar 84%, stadium III sekitar 71%, dan stadium II C adalah sekitar 58%
- Kanker rektumyang telah menyebar ke bagian tubuh lain dan sering lebih
sulit untuk ditatalaksana dan cenderung memiliki penampilan yang lebih
buruk, adanya metastasis atau kanker rektum stadium IV memilki angka
kelangsungan hidup relatif 5 tahun adalah sekitar 12%. Masih terdapat
banyak pilihan terapa pada pasien stadium ini.
Statistik ini berdasarkan versi lama dari sistem TNM, pada versi tersebut tidak
ada klasifikasi stadium IIC (stadium ini diklasfikasikan sebagai stadium IIB), dan
kanker yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB sama dengan IIIC.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 28 tahun
No. RM : 949857
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Minang
Status Perkawinan : Belum Kawin
Masuk RS : 16 Agustus 2016
Dirawat di : Bangsal bedah pria
Alamat : Solok

Seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang dengan


Keluhan Utama
BAB berdarah sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- BAB berdarah sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. BAB dengan feses
bercampur darah warna merah segar, dan berlendir disertai nyeri. BAB lebih
sering dari biasanya. Riwayat darah menetes dari anus disangkal.
- BAB keluar tiba-tiba sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit, tidak bisa
ditahan.
- Pasien mengeluhkan BAB seperti kotoran kambing sejak 4 bulan yang lalu..
- Nafsu makan menurun sejak 4 bulan yang lalu.
- Pasien lebih sering berbaring sejak 4 bulan yang lalu.
- Riwayat mual sejak 1 minggu yang lalu.
- Riwayat demam hilang timbul ada sejak 1 minggu yang lalu
- Pasien mengeluhkan sulit BAK 2 hari yang lalu, hilang setelah pemakaian
kateter.
- Riwayat perut kembung ada.
- Riwayat nyeri perut tidak ada, muntah tidak ada.
- Riwayat berat badan menurun ada, pasien tidak tahu berapa pastinya.
- Badan terasa lemas, dan mudah lelah.
- Riwayat rasa penuh di ulu hati, batuk lama, dan sesak nafas tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan saat ini.

Riwayat Pengobatan
- Pasien sudah berobat ke dokter sejak 1 tahun yang lalu, pasien ke dokter bila
ada keluhan.
- Pasien mendapatkan obat yang dimasukan melalui anus, tetapi keluhan masih
ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama atau penyakit
keganasan.

Riwayat Kebiasaan
- Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
- Pasien merokok 5 batang sehari sejak 10 tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Keadaan gizi : Sedang
Vital Sign
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : Afebris

Status Generalis
Kepala : Tidak ditemukan kelainan
Mata : konjungtiva anemis +/+
Kulit : Pucat
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Thorax
Jantung : Tidak ditemukan kelainan
Paru : Tidak ditemukan kelainan
Abdomen : status lokalis
Ekstremitas : Terdapat udem di tungkai kiri

Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), Darm contour (-), Darm steifung (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Regio Anal
Pemeriksaan Colok dubur
Sfingter anus : Menjepit lemah
Mukosa : Teraba massa pada arah jam 6-9, 5 cm dari anocutaneus line,
konsistensi keras, terfiksir,nyeri tekan (+)
Ampula recti : Tidak kolaps
Handscoen : Feses (+), darah (-), lendir (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Hb : 3,7 g/dl (12-16)
Hematokrit : 15 % (37-43)
Leukosit : 41.170 /mm3 (5.000-10.000)
Trombosit : 657.000 /mm3 (150.000-440.000)
PT : 10,9 detik (10,0-13,60)
APTT : 32,9 detik (29,20-39,40)
DIAGNOSA KERJA
Susp. Karsinoma rekti + Anemia berat

TATALAKSANA AWAL
- IVFD RL:D5% = 2:1 8 jam/kolf
- Ceftriaxon 1x2gram
- Ranitidin 2x1 ampul
- Ketorolac 3x1 ampul
- Transfusi PRC

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium : Hematologi, kimia klinik
Pemeriksaan Radiologi : Foto thoraks, CT scan abdomen, USG abdomen
Pemeriksaan patologi anatomi : Biopsi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Hb : 3,7 g/dl (12-16)
Hematokrit : 15 % (37-43)
Leukosit : 41.170 /mm3 (5.000-10.000)
Trombosit : 657000 /mm3 (150.000-440.000)
PT : 10,9 detik (10,0-13,60)
APTT : 32,9 detik (29,20-39,40)

Pemeriksaan Kimia Klinik


Gula darah sewaktu : 71 mg/dl (<200)
Ureum : 205 mg/dl (10-50)
Kreatinin : 5,2 mg/dl (0,6-1,1)
Natrium : 122 Mmol/L (136-145)
Kalium : 6,6 Mmol/L (3,5-5,1)
Klorida Serum : 98 Mmol/L (97-111)
SGOT : 41 U/l (<32)
SGPT : 16 U/l (<31)
Pemeriksaan radiologi
Foto Thorax

Kesan : Tidak tampak tanda metastasis ke paru


CT Scan Abdomen
Kesan :
- hepar : tidak ditemukan kelainan
- Sisterna usus terisi kontras. Tampak masa isodens inhomogen pada rectum
yang hampir memenuhi rectum, membentuk filling defect yang ireguler
Tumor rectum, sugestif malignancy.

DIAGNOSIS
Karsinoma rekti Tx Nx M0
Anemia berat

TINDAKAN LANJUT
Belum ada
BAB 4
PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki berumur 28 tahun datang ke RSUP M. Djamil dengan


keluhan BAB berdarah sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. BAB berupa feses
bercampur darah, dan berlendir adalah keluhan paling sering dan awal pada pasien
kanker rektum. Keluhan ini sering diabaikan dan pasien sering datang setelah lebih
dari berbulan-bulan. Pasien mengeluhkan BAB disertai nyeri. Nyeri di perianal
muncul jika tumor sudah infiltrasi ke bagian posterior yaitu plexus sacralis. Riwayat
darah menetes dari anus disangkal. Adanya darah yang menetes pada anus dapat juga
dicurigai sebagai gejala hemoroid interna. Pasien menunjukan adanya gejala change
bowel habit dari segi frekuensi BAB yang lebih sering dari biasa, dan konsistensi
feses seperti kotoran kambing. Pasien mengeluhkan feses yang dikeluarkan sedikit,
dan rasa tidak puas setelah BAB yang diketahui sebagai tenesmus. Adanya BAB
berdarah, gejala change bowel habit, dan tenesmus dapat dicurigai pasien mengalami
kanker rektum. Riwayat berat badan menurun 3kg dalam 4 bulan terakhir, dan
nafsu makan menurun menunjukan gejala yang umumnya terjadi pada pasien dengan
penyakit kronis termasuk kanker. Badan terasa lemah dan mudah lelah merupakan
gejala anemia yang dapat terjadi akibat kehilangan darah melalui BAB atau anus.
Tidak ada riwayat rasa penuh di ulu hati, batuk lama, dan sesak nafas menunjukan
bahwa tidak adanya gejala metastasis dari kanker ke hepar atau paru.
Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan saat ini.
Riwayat penyakit infeksi berupa kolitis ulseratif dapat meningkatkan risiko kanker
rektum. Riwayat anggota keluarga yang mengalami keluhaan yang sama atau
penyakit keganasan disangkal. Faktor risiko herediter juga berperan besar dalam
terjadinya kanker rektum. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik
sehari-hari ringan, hal ini dapat meningaktkan risiko kanker rektum, begitu juga
dengan merokok dan alkohol.
Pada pemeriksaan vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan status generalis
didapatkan tanda anemia yaitu conjungtiva anemis dan kulit pucat. Pada pemeriksaan
status lokalis regio abdomen tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksan colok dubur
didapatkan sfingter anus menjepit kuat, pada mukosa anus teraba massa pada arah
jam 6-9, 5 cm dari anocutaneus line, konsistensi keras, terfiksir, nyeri tekan (+) pada
handscoen didapatkan feses dan lendir. Hasil pemeriksaan colok dubur didapatkan
tumor yang dicurigai merupakan karsinoma rekti. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia berat dengan Hb 3,7, maka diagnosis kerja adalah suspect
karsinoma rekti dengan anemia berat. Tatalaksana awal yang diberikan adalah
pemberian cairan, dan transfusi darah berupa PRC (Packed Red Blood Cell) yang
diberikan sesuai kebutuhan pasien.
Rencana pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan laboratorium lengkap, dan
tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan
pemeriksaan thoraks untuk melihat metastasis ke paru,dan tidak ditemukan tanda
metastasis. CT scan abdomen dengan kontras digunakan untuk melihat massa di
rektum dan apakah massa sampai ke atas, serta metastasis ke hepar. Tidak ditemukan
kelaianan pada hepar,dan pada rektum terdapat masssa yang hampir memenuhi lumen
rektum dan irreguler yang disimpulkan sebagai tumor rektum sugestif keganasan.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis karsinoma rekti TxMxN0
dan anemia berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. National Comprehensive Cancer Network. 2015. NCCN Guidelines Version


2.2015 : Rectal Cancer. Diunduh dari www.nccn.org pada tanggal 1 oktober
2016.
2. American Cancer Society. 2015. Colorectal cancer. Diunduh dari
www.cancer.org pada tanggal 1 oktober 2016.
3. NCI CRC. 2002. Colon and Rectal Cancer: Prevention, Genetics, Causes.
Diunduh dari www.nci.nih.gov pada tanggal 1 oktober 2016.
4. Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data Instalasi Deteksi Dini dan
Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-2013.
5. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. 2010. Buku
Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat De Jong, Edisi ke-3. hlm, 774-84. Jakarta :
EGC.
6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al., 2015. Schwartzs Principle of
Surgery, Edisi ke-10. Page 1203-18. New York : McGraw-Hill.
7. Debas HT. 2004. Gastrointestinal surgery ; Pathology and Management. page
270-4. Springer : New York
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia. 2004. Panduan Klinis
Nasional Pengelolaan Karsinoma Kolorektal. Diunduh dari www.ikabdi.org pada
tanggal 2 oktober 2016.
9. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnel PR. 2013. The Rectum, in Bailey &
Loves Short Practice of Surgery. Edisi ke-26. New York : Taylor & Francis
Group.
10. Paulse F, Waschke J. 2010. Atlas Anatomi Sobotta. Edisi ke-23. Jilid 2. Jakarta :
EGC
11. American Cancer Society. 2016. Colorectal Cancer Facts and Figures 2014-2016.
Diunduh dari www.cancer.org pada tanggal 2 oktober 2016.
12. Edwards BK, Ward E, Kohler BA, et al.2010. Annual report to the nation on the
status of cancer, 1975-2006, featuring colorectal cancer trends and impact of
interventions (risk factors, screening, and treatment) to reduce future rates.
Cancer ;116: 544-573.
13. Surveillance, Epidemiology and End Results Program. 2013. SEER*Stat
Database: Incidence SEER.MD: National Cancer Institute, DCCPS,
Surveillance Research Program, Cancer Statistics Branch.
14. Agus S, Nizar R Z. 2000. Sepuluh tumor ganas tersering di Lab.patologi
Anatomi FK Unand. Fakultas kedokteran UNAND : Padang.
15. Bommer GT, Fearon ER. 2008. Molecular Abnormalities in Colon and Rectal
Cancer. The Molecular Basis of Cancer 3rd Ed : 409 - 20. Saunders :
Philapelphia.
16. American Cancer Society. 2015. Colon and Rectum Cancer Staging. Edisi ke-7.
Diunduh dari www.cancer.org pada tanggal 2 oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai