REFARAT IMA (Disimpanotomatis)
REFARAT IMA (Disimpanotomatis)
PENDAHULUAN
Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada
pasien yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat,
kurang lebih 1,5 juta infark miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena
infark akut kurang lebih 30 persen, dengan lebih separuh dari kematian terjadi
sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun harapan hidup
sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir,
tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama
sesudah infark miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika
Serikat sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko
mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal rekuren menetap pada pasien
yang sembuh.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada
pasien yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat,
kurang lebih 1,5 juta infark miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena
infark akut kurang lebih 30 persen, dengan lebih separuh dari kematian terjadi
sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun harapan hidup
sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir,
tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama
sesudah infark miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika
Serikat sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko
mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal rekuren menetap pada pasien
yang sembuh.2
2
1.3 Etiologi
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan
arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang
tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya
dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-
obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin
yang ekstrim, (d) merokok. 2
b. Faktor Sirkulasi
2) Hipertensi
3) Merokok
4
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20
batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
dibanding yang tidak merokok. 2,3
4) Diabetes Mellitus.
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause).
Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen
yang bersifat kardioprotektif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki pada wanita setelah
masa menopause.
5
Riwayat Keluarga
Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis,
gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena
PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme
lipid.
a. Nyeri Dada
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam
dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan
berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.3,5
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar
paru. Salah satunya yang paling berbahaya adalah jantung. Nyeri pada
jantung bias disebabkan adanya iskemik miokard. 3,5
6
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri
dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis
yang berlebihan atau gangguan emosi. 1,3
Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja
ringan dan berlangsung lebih lama. 3
Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama,
menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris,
timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga
penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan
berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung. 3
b. Sesak Nafas
7
c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih
sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga
bisa menyebabkan cegukan. 3-5
d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas). 3-5
1.6 Patofisiologi
Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales
(T1-12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung
biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral
averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila
di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa
di bagian perifer.8
3. Terbentuk plak, lapis demi lapis plak terbentuk, mempersempit arteri dan
mengurangi aliran darah yang membawa oksigen di dalamnya. 2,4
1.7 Diagnosis
9
a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut : 1,3,6,7
b. Pemeriksaan Fisik
1. Tampak cemas
2. Tidak dapat istirahat (gelisah)
3. Ekstremitas pucat disertai keringat dingin
4. Takikardia dan/atau hipotensi
5. Brakikardia dan/atau hipotensi
6. S4 dan S3 gallop
7. Penurunan intensitas bunyi jantung pertama
8. Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
9. Peningkatan suhu sampai 38C dalam minggu pertama. 1, 3,6
c. Elektrokardiogram
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen
ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG
ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan
10
yang mati, kelainan segmen St disebabkan oleh injuri otot dan kelainan
gelombang T karena iskemia.1-5
d. Laboratorium
1. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
2. cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn
T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10
hari.
3. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
4. Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
5. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.1-
5
1.8 Penatalaksanaan
11
sakit bila ada tenaga yang terlatih. Dengan trombolisis kematian dapat
diturunkan sebesar 40%. 3,6,7
Tirah baring
Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahkan saturasi oksigen
> 95 %
Pasang jalur infuse dan pasang monitor
Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan
sebelumnya dan tidak ada riwayat alergi aspirin
Pemberian nitrat untuk mnegatasi nyeri dada
Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/hari
12
Segera pindahkan ke Ruang Rawat Intensif Koroner (ICCU)
Tirah baring
Pemberian oksigen 3-4L/menit
Pemberian nitrat. Bila nyeri belum berkurang dapat diberikan
nitroglisrin drip intravena secara titrasi sesuai respon tekanan darah,
dimulai dengan dosis 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat
ditingkatkan 5-20 mikrogram/menit sampai respons nyeri berkurang
atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada normotensi dan
30 % pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg
Penyekat beta atau Beta Blocker bila tidak ada kontraindikasi terutama
pada pasien dengan hipertensi dan takiaritmia yaitu bisoprolol mlai 2,5-
5 mg atau metoprolol 25-50 mg atau atenolol 25-50 mg
Pemberian Angiotensin Receptor Blocker (ARB) bila pasien intoleran
dengan ACE inhibitor
Mengatasi nyeri. Pemberian morfin sulfat intravena 2-4 mg dengan
dengan mengatsi interval 5-15 menit bil nyeri belum teratasi
Pemberian laksatif untuk memperlancar defekasi
Pemberian antiasietas sesuai evaluasi selama perawatan. Dapat
diberikan diazepam 2 x 5 mg atau alprazolam 2 x 0,25 mg
Hindari segala obat golongan antinyeri non inflamasi (NSAID) kecuali
aspirin
Terapi Farmakologis
13
a) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping :
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga
terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan
arteri. 1-3
b) Nitrat
Golongan nitrat organik dapat merelaksasikan semua otot polos, terutama
otot polos vaskuler. Dengan demikian, nitrat menyebabkan vasodilatsi
semua sistem vaskuler, terutama vena-vena dan arteri-arteri besar. Nitrat
organik mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi melalui
mukosa ataupun kulit. Dengan demikian untuk mendapatkan efeknya
secara cepat, digunakan nitrat organik yang mempunyai efek awal yang
cepat dan masa kerja yang pendek. Nitrat organik yang termasuk dalam
golongan ini ialah sedian sublingual nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan
eritritil tetranitrat. Angina cepat teratasi dengan pemberian obat ini.
Apabila keluhan masih ada, maka pemberian nitrat ini dapat diulang 3-4
kali selang 5 menit. 1-3
c) Betabloker
Betabloker menekan adrenoseptor beta1 jantung, sehingga denyut
jantung dan kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan
kebutuhan oksigen miokard pun berkurang, di samping perfusi miokard
(suplai oksigen) sedikit meningkat, karena regangan dinding jantung
berkurang serta bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau
ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta
bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Tapi penekanan
14
pada adrenoseptor beta 2 dapat menyebabkan vasodilatsi dan dilatasi
bronkus berkurang, sehingga vasokonstriksi atau pun konstriksi bronkus
yang disebabkan oleh tonus reseptor alfa makin menonjol. Tapi pada
betabloker yang kardioselektif, yang hanya berefek pada adrenoseptor
beta 1 di jantung, efek samping vasokonstriksi perifer dan konstriksi
bronkus jauh berkurang. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective
(metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol,
pindolol, dan nadolol). 1-3,5
d) Pengobatan trombolitik
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang
direkombinasi (r-TPA) dan anisolylated plasminogen activator complex
(ASPAC). r- TPA bekerja lebih spesifik pada fibrinn dibandingkan
streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Penelitian menunjukkan
bahwa secara garis besar, semua obat trombolitik bermamfaat namun r-
TPA menyebabkan penyulit perdarahan otak sedikit lebih tinggi
dibandingkan steptokinase. Karena sifatnya, steptokinase dapat
menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi akibat dilatsi pembuluh
darah. Karena itu streptokinase tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun
sebelumnya sudah diberikan atau penderita dalam keadaan syok.
Indikasi pemberian trombolitik adalah penderita infark miokard
akut yang berusia dibawah 70 tahun, sakit dada dalam 12 jam sejak mulai,
daan elevasi ST lebih dari 1 mm pada sekurang-kurangya 2 sadapan. r-
TPA sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6. Obat-obatan
ini juga ditujukan untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh
darah koroner, sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard
lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah
15
yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektif pemberiannya
adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih dari 12
jam paska serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas
75 tahun.1-3
e) ACE inhibitor
ACE inhibitor memiliki efek antihipertensi yang baik dengan efek
samping yang relatif jarang. Penelitian menunjukkan bahwa ACE
inhibitor tidak mempengaruhi profil lipoprotein dan glukosa darah,
bahkan cenderung meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan
kolesterol total dan trigliserid. ACE inhibitor bekerja dengan cara
menghambat enzim konversi angiotensin, sehingga angiotensin II yang
seharusnya berasal dari angiotensin I tidak terbentuk. Obat ini juga
mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan
untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil. 1-
5
f) Obat-obatan Antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan
bekuan darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin. 1
g) Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet
untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan. 1
1.9 Komplikasi
a. Aritmia supraventrikular
16
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika
hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati
pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi
simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status
hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat
seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan. 1,3,5
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari
separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah
ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada
foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan
arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun
sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan
pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan
dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti
paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 1-3
c. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua
pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu,
ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin
diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia
ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan
tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan
karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas
selanjutnya. 1-3
1.10 Prognosis
17
Prognosis lebih buruk pada wanita, bertambahnya usia, meningkatkan
disfungsi ventrikel, disritmia ventrikel dan infark berulang. Indikator lain dari
prognosis yang lebih buruk adalah keterlambatan dalam reperfusi atau reperfusi
berhasil, remodelling LV, infark anterior, jumlah lead menunjukkan elevasi ST,
blok cabang berkas dan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mm dengan
takikardia lebih besar dari 100 per menit.
BAB III
18
KESIMPULAN
1. Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut dengan iskemia yang
berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian
(infark) miokard.
2. Faktor resiko infark miokard antara lain:
a. Penyakit jantung koroner
b. Hipertensi
c. Dislipidemia
d. Diabetes
e. Gaya hidup, seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, infark miokard akut dapat dibagi
menjadi IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
4. Diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Elektrokardiogram: timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST
dan inversi gelombang T.
d. Pemeriksaan laboratorium: CKMB, cTn, mioglobin, Ceratinin Kinase (CK)
dan Lactic dehydrogenase (LDH)
5. Obat IMA yang umum digunakan biasanya berasal dari golongan:
a. Morfin
b. Penyekat beta
c. Antitrombotik
d. Inhibitor ACE
6. Untuk terapi pengobatan non farmakologis, penderita IMA seharusnya melakukan
aktivitas (berolahraga) dan pengaturan pola makan diet yaitu puasa atau hanya
19
minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet lemak <30% kalori total
dan kandungan kolesterol <300 mg/hari.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi
B, Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006: hal. 1615-25.
2. Irmalita. Infark Miokard. Dalam Rilantono LI, Baraas F, Karo karo S, Roebianto
PS. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Peneribatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004: hal. 173-81.
3. Harun S. Infark Miokard Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; : hal. 1090-
1108.
4. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilsn LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005: hal. 576-611
5. Hampton JR.Infark Miokard Akut Anterior. Dalam: Wahab S, Cendika R,
Ramadhani D. Dasar-dasar EKG. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006:
hal. 95-7.
6. Chen ZM, Pan HC, Chen YP, et al. Early Intravenous then oral metoprolol in
45,852 patients with acute myocardial infarction: randomised placebo-controlled
trial. Lancet. Nov 5 2005;366(9497):1622-32.
7. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, et al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai
Peneribatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: hal. 173-81.
8. Manurung D, Ranitya R. Tatalaksana Pasca Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo; 2009. Available at www.ikki.or.id.
21