REFRAT MTB - Print
REFRAT MTB - Print
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Pembimbing:
Diajukan Oleh:
REFRAT
MENINGITIS TUBERKULOSIS
OLEH:
Arnis Putri Rosyani J510165021
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing:
dr. Iman Budiarto,Sp.S (.................................)
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Iman Budiarto,Sp.S (.................................)
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak
dan medula spinalis yang disebut meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan
salah satunya oleh infeksi bakteri atau mikroorganisme. Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri disebut juga meningitis bakterial, ini merupkan kondisi serius yang dapat
menyebabkan kerusakan otak dan bahkan kematian jika tidak ada penanganan segera karena
bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis parasitik dan meningitis non
infeksius. Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia,
pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis
tuberkulosis.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis sendiri dibagi
menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebrospinal Fluid (CSF) atau disebut juga
Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis purulenta dengan penyebab bakteri
selain bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan meningitis serosa dengan penyebab
bakteri tuberkulosis ataupun virus. Tanda dan gejala klinis meningitis hampir selalu
sama pada setiap tipenya, sehingga diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk
menentukan tipe meningitis. Hal ini berkaitan dengan penanganan selanjutnya yang
disesuaikan dengan etiologinya. World Health Organization (WHO) pada tahun 2009
menyatakan meningitis tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi
primer tuberkulosis, 83% disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru. 3
B. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis, bakteri berbentuk batang gram positif, berukuran
0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam
keadaan kering (15 sampai 20 jam). Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies
lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti. 4
Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau
medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi
primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran hematogen
terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer
seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan
reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi
tersebut adalah trauma kepala.6
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis dapat dikelompokkan dalam tiga
stadium, yaitu: 6
1. Stadium I
Gejala an tanda non spesifik, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada defisit
neurologis. Berlangsung 1-3 minggu, timbul perlahan dan tidak khas.
2. Stadium II
Letargi dan ada perubahan tingkah laku, iritasi meningen, defisit neurologi minor
seperti kelumpuhan saraf kranial (N.III,IV,VI,VII), dapat dilakukan pemeriksaan
meningeal seperti kaku kuduk (+), refleks kernig dan brudzinski (+) terkecuali
pada bayi.
3. Stadium III
Terjadi percepatan penyakit, 2-3 minggu, terjadi stupor atau koma, pergerakan
abnormal, kejang dan defisit neurologi berat seperti paresis. Hal ini terjdi akibat
infark batang otak akibat lesi pembuluh darah.
Kriteria
Kriteria Klinis Skor kategori maximal = 6
Durasi gejala lebih dari 5 hari 4
Gejala sistemik dari TB (satu atau lebih dari gejala) : 2
Penurunan berat badan yang cepat, batuk lama lebih
dari 2 minggu
Riwayat penyakit dahulu (dalam 1 tahun teakhir) 2
kontak dengan penderita TB paru
atau test tuberkulin poositif.
Defisit neurlogi (selain nervus facialis) 1
Nervus cranialis 1
Gangguan kesadaran 1
Kriteria Cerebral Spinal Fluid (CSF) Skor kategori maximal = 4
Warna cairan jernih 1
Sel 10-500 per L 1
Peningkatan Limfosit (>50%) 1
Kandungan konsentrasi protein >1g/L 1
Kandungan plasma glukosa rendah 1
<50% atau konsentrasi glukosa <2.2 mmol/L
Kriteria Pencitraan Cerebral Skor kategori maximal = 6
Hidrocephalus 1
Peningkatan basalis meningeal 2
Tuberculoma 2
Infark 1
Pre kontras hiperdens basalis 2
Pemeriksaan Penunjang lain TB Skor kategori maximal = 4
Foto X-ray Thorax dari TB aktif : 2, 2/4
TB Milier : 4
CT/MR/ultrasound untuk TB 2
Selain Cerebral nerous system (CNS)
Kultur M.tuberculosis (sputum, limfonodi, 4
Cairan lambung,urin, darah)
Positive commercial M.tuberculosis dari 4
Tes Nucleic acid amplification (NAAT)
Dari ekstra neural specimen
Penggunaan tes ISMA pada sitoplasma makrofag CSF bahwa pada stase
inisial infeksi terjadi fagositosis basil TB oleh makrofag dan pada stase selanjutnya
basil TB tersebut berkembang dan bertambah di dalam makrofag. Hasil tes yang
positif mengindikasikan bahwa terdapat isolat bakteri TB di dalam CSF di dapatkan
sensitivitas 73.5% dan spesifitas 90.7% dengan nilai prediksi positif dan negatif
sebesar 52.9% dan 96% berturut-turut. Diagnosis pasti meningitis TB dapat dibuat
hanya setelah dilakukan pungsi lumbal pada pasien dengan defisit neurologis,
M.tuberculosis terdeteksi menggunakan metode molekular atau setelah dilakukan
kultur cairan serebrospinal (CSF).11
0 1 2 3
GEJALA
keluarga
BTA (-) /
tidak tahu
Positif (
Uji Tuberkulin Negatif - - 10mm
atau 5mm
pada
imunokompr
o-
masis)
Gizi
Berat Badan/ BB/TB<90% buruk -
BB/U<80%
diketahui penyebabnya -
1 cm,
Pembesaran kelenjar lebih - -
dari 1
KGB,
aksila, inguinal -
tidak nyeri
Pembengkakan Bengkak - -
lutut, falang
Sugestif
mendukung
TB
Menurut awal skor TB, demam dan batuk tidak ada respon pengobatan standar. Foto
toraks juga bukan merupakan alat diagnostik yang utama pada tb anak. Semua kejadian
reaksi akselerasi BCG harus dilakukan evaluasi dengan sistem skoring. Tb didiagnosis
pada anak jika skornya 6. Bila skor 5 dan anakya dibawah 5 tahun harus rujuk ke
rumah sakit. 12
1. Rifampisin (R)
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diberikan dalam bentuk
oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per
hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak
boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari.
Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk
cairan serebrospinal. Distribusi rifampisin ke dalam cairan serebrospinal lebih
baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada
keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin,
ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warna oranye kemerahan. Efek
samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia.
Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450
mg.
2. Isoniazid ( H )
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman
intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan
tubuh, termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan asites, jaringan
kaseosa. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan
adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari. Isoniazid
dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg /
5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, cairan serebrospinal dapat
dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam.
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan
neuritis perifer.
3. Pirazinamid ( Z )
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik
pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Obat ini
bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diabsorbsi
baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan
dosis maksimal 2 gram / hari. Efek samping pirazinamid adalah
hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada
anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg.
4. Etambutol ( E )
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat
bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.
Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya
resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg /
kgBB/ hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Etambutol
tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis
satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian
juga pada keadaan meningitis.
5. Streptomisin ( S )
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraselular. Streptomisin diberikan secara
intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram /
hari. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi
tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Toksisitas utama
streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu
keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung
(tinitus) dan pusing.
Rifampisin 10-20mg/kg/BB/hari
Isoniazid 7-15mg/kg/BB/hari
Etambutol 15-25mg/kg/BB/hari
Streptomisin 20 mg/kgBB/hari
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis tuberkulosis: 15
a. Hidrosefalus
b. Cairan subdural
c. Abses otak
d. Cedera kepala
e. Gangguan pendengaran
f. Peningkatan tekanan dalam otak ( tekanan itrakranial )
g. Kerusakan otak
h. Kejang
i. Serangan otak
I. Pencegahan
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan
perumahan dan di lingkungan. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan dengan bersih sebelum
makan dan setelah dari toilet. Meningitis TB dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi
dan pemberian imunisasi Bacillus Calmet-Guerin (BCG). Aktifitas klinik yang
mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan ke lemahan
dan kecacatan akibat meningitis, dan mengurangi kemungkinan untuk
mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli. Fisioterapi dan
rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat. 15
J. Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosis lebih baik sekiranya didiagnosa dan
diterapi seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal
akan dijumpai gejala sisanya. Secara umum, penderita meningitis dapat
sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik, mental atau meninggal,
tergantung :
1) Umur penderita
2) Jenis kuman penyebab
3) Berat ringan infeksi
4) Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
5) Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
6) Adanya dan penanganan penyakit.
KESIMPULAN
2. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. 2004. Practice guidelines for the
management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases; Vol. (9) 1267: 84
3. Chin JH. Tuberculous Meningitis. 2014. Diagnostic and theurapeutic challenges.
Neurol Clin Prac.; Vol. 3 :199-205
6. Van de beek, D. 2004. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with
Bacterial Meningitis. NEJM.
12. IDAI, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta. : UKK. Respirologi. PP.
IDAI. 2007.
13. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guidelines. Edisi ke-4.
Geneva: WHO Press; 2010.
14. Tai, M.L.S., 2013. Tuberculous Meningitis: Diagnosis and Radiological Features,
Pathogenesis and Biomarkers. Neuroscience and Medicine, Vol. 4. 101-107. Available at
http://dx/doi.org/10.4236/nm.2013.42016.
15. Giok & Ety. 2016. Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosis. Journal
Medula Unila. Vol. 6. 50-55