Hukum Kepailitan
Hukum Kepailitan
HUKUM KEPAILITAN
DISUSUN OLEH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam dunia bisnis kebutuhan akan dana merupakan kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha untuk mempertahankan dan menunjang kelangsungan kegiatan
usahanya, sehingga untuk mengatasi persoalan kebutuhan dana tersebut pinjaman modal
dalam bentuk utang piutang merupakan solusi yang sering ditempuh oleh pelaku usaha.
Dalam utang piutang terdapat dua pihak yaitu debitor selaku pihak yang berhutang
dan kreditor selaku pihak yang memberikan utang atau yang memiliki piutang.
Debitor selaku pihak yang memerlukan dana akan melakukan pinjaman berupa utang
kepada kreditor, seringkali terjadi debitor melakukan utang kepada lebih dari satu kreditor
guna memenuhi kebutuhan dana tersebut.
Persoalan yang timbul kemudian adalah apabila dalam waktu yang telah ditentukan
atau sudah dalam keadaan jatuh tempo utang debitor tersebut, akan tetapi debitor justru tidak
memiliki kemampuan ataupun kemauan untuk mengembalikan pinjaman berupa utang
beserta bunga yang telah ditetapkan tersebut kepada salah satu atau beberapa kreditornya, hal
ini jelas akan merugikan kreditor yang telah memberikan utang kepada debitor
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hukum jaminan?
2. Sebutkan objek, ruang lingkup dan jenis-jenis jaminan!
3. Bagaimana kedudukan hukum jaminan utang piutang bagi para kreditur kepailitan?
BAB II
PEMBAHASAN
2. J satrio
Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang
seorang kreditor terhadap debitor. Pada defiisi yang diungkapkan oleh Satrio memfokuskan
pada pengaturan pada hak-hak kreditor semata-mata,tetapi tidak memperhatikan hak-hak
debitor.
3. Salim H.S
Hukum jaminan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit.
Ruang lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan khusus. Jaminan khusus
terbagi 2: yaitu Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan . Jaminan kebendaan terbagi dua
yaitu benda bergerak meliputi gadai dan fidusi. jaminan benda tidak bergerak meliputi hak
tanggungan, fidusia khususnya rumah susun, hipotik kapal laut dan pesawat udara.
Sedangkan jaminan perorangan meliputiborg, tanggung-menganggung (tangung renteng),
dan garansi bank
D. JENIS JAMINAN
Jenis jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dalam
pasal 24 UU No. 7 Th. 1992 tentang perbankan ditentukan bahwa; Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi ,kepemilikannya diatur berdasarkan
ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
Jaminan dapat dibedakan 2 macam yaitu:
1. Jaminan kebendaan
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang
mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap
siapapun,selalu mengikuti benda dimana berada dan dapat dialihkan.
Jaminan kebendaan mempunyai cirri-ciri kebendaan dalam arti mempunyai sifat
melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan dimanapun berada (droit de suite),dan
memberikan hak revindikasi.Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5(lima) macam
yaitu :
a. Gadai (pand) yang diatur dalam Bab 20 Buku II BW
b. Hipotik kapal yang diatur dalam Bab 21 Buku II BW
c. Credietverband yang diatur dalam Stb.1908 no.542 sebagaimana telah diubah
dengan Stb. No.1937 no.190
d. Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam uu no.4 th.1996
e. Jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam uu no.42 th.1999[4]
2. Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada
perorangan tertentu,yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta
kekayaan debitor pada umumnya. Jaminan perorangan dapat digolongkan menjadi 3 (empat)
macam yaitu :
a. Penanggungan (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih
b. Tanggung menanggung,yang serupa dengan tanggung renteng
c. Perjanjian garansi
Penentuan golongan kreditur di dalam Kepailitan adalah berdasarkan Pasal 1131 sampai
dengan Pasal 1138 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) jo. Undang-
Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP); dan Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) (selanjutnya disebut sebagai UU Kepailitan).
2. Kreditur pemegang jaminan kebendaan yang disebut sebagai Kreditur Separatis (dasar
hukumnya adalah Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata). Hingga hari ini jaminan kebendaan yang
dikenal/diatur di Indonesia adalah:
a. Gadai;
b. Fidusia;
c. Hak Tanggungan; dan
d. Hipotik Kapal
3. Utang harta pailit. Yang termasuk utang harta pailit antara lain adalah sebagai berikut:
a. Biaya kepailitan dan fee Kurator;
b. Upah buruh, baik untuk waktu sebelum Debitur pailit maupun sesudah Debitur
pailit (Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004);[2] dan
c. Sewa gedung sesudah Debitur pailit dan seterusnya (Pasal 38 ayat (4) Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004);
4. Kreditur preferen khusus, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1139 KUH Perdata,
dan Kreditur preferen umum, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1149 KUH Perdata; dan
5. Kreditur konkuren. Kreditur golongan ini adalah semua Kreditur yang tidak masuk
Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen khusus maupun umum (Pasal 1131
jo. Pasal 1132 KUH Perdata).
Dari lima golongan kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 1134
ayat 2 jo. Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal 21 UU KUP, Kreditur piutang pajak
mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis. Dalam hal Kreditur Separatis
mengeksekusi objek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat 1 UU Kepailitan,
maka kedudukan tagihan pajak di atas Kreditur Separatis hilang. Pasal 21 ayat 3 Undang-
Undang No. 28 Tahun 2008, menentukan :
Hak mendahului untuk pajak melebihi segala hak mendahului lainnya kecuali terhadap :
Bagaimana dengan kedudukan tagihan buruh? Tidak demikian halnya untuk piutang
para buruh karena upah buruh tidak termasuk hak dari kas Negara. Meskipun Pasal 95 ayat 4
UU Kepailitan menentukan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya
dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Dan, penjelasannya
menyebutkan yang dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus
dibayar lebih dahulu daripada utang-utang lainnya. Kedudukan tagihan upah buruh tetap
tidak dapat lebih tinggi dari kedudukan piutang Kreditur Separatis karena upah buruh bukan
utang kas Negara.
Pasal 1134 ayat 2 jo. pasal 1137 KUH Perdata justru merupakan rambu-rambu agar
tidak setiap undang-undang dapat menentukan bahwa utang yang diatur dalam undang-
undang tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari tagihan Kreditur Separatis
maupun tagihan Pajak.
Dalam Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan telah ditentukan bahwa upah buruh untuk
waktu sebelum dan sesudah pailit termasuk utang harta pailit artinya pembayarannya
didahulukan dari Kreditur Preferen Khusus dan Preferen Umum yang diatur dalam Pasal
1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata.
Lalu, bagaimana dengan objek jaminan kebendaan yang termasuk harta pailit?
Kreditur pemegang jaminan kebendaan/separatis bukan pemilik objek jaminan kebendaan,
objek jaminan tetap milik Debitur pailit, jadi termasuk harta pailit hanya objek jaminan
kebendaan tidak terkena sita umum. Kreditur pemegang jaminan
kebendaan hanya mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan/eksekusi objek jaminan kebendaan lebih dahulu dari Kreditur lain. Apabila setelah
Kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut melunasi piutangnya, dari hasil
eksekusi/penjualan objek jaminan tersebut masih ada sisa uang, maka Kreditur tersebut harus
mengembalikan sisa uang tersebut kepada boedel pailit melalui Kurator. Sedangkan apabila
hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutangnya, maka sisa piutang yang tidak
terbayar tersebut dapat diajukan/didaftarkan kepada Kurator untuk diverifikasi sebagai
tagihan/piutang konkuren.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kreditur pemegang jaminan kebendaan/separatis bukan pemilik objek jaminan
kebendaan, objek jaminan tetap milik Debitur pailit, jadi termasuk harta pailit hanya objek
jaminan kebendaan tidak terkena sita umum. Kreditur pemegang jaminan
kebendaan hanya mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan/eksekusi objek jaminan kebendaan lebih dahulu dari Kreditur lain. Apabila setelah
Kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut melunasi piutangnya, dari hasil
eksekusi/penjualan objek jaminan tersebut masih ada sisa uang, maka Kreditur tersebut harus
mengembalikan sisa uang tersebut kepada boedel pailit melalui Kurator. Sedangkan apabila
hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutangnya, maka sisa piutang yang tidak
terbayar tersebut dapat diajukan/didaftarkan kepada Kurator untuk diverifikasi sebagai
tagihan/piutang konkuren.
B. SARAN
Kami mungkin belum sempurna untuk membuat makalah ini, maka dari itu kami
butuh saran atau kritik dari saudara bapak/ibu yang membangun guna memperbaiki makalah
kami kedepannya nanti.