Anda di halaman 1dari 42

Nasionalisme

Pengertian Nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu
bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan
tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam terhadap bangsa itu sendiri.

Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa
bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme
bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman
ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme
sebagai berikut :

1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.

2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise
bangsa.

3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya
lebih unggul daripada bagian-bagiannya.

4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk
bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.

Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan


berikut :

(1) keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;

(2) perluasan kekuasan negara kebangsaan;

(3) pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan

(4) konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.

Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan


agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).

Sebagai gejala historis nasionalisme pun bercorak ragam pula. Di Perancis, Inggris, Portugis
dan Spanyol sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang
kuat, sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas
dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga.
Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling jelas
untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi besar Perancis
dan Amerika Utara.

Menurut Profesor W. F. Wertheim, nasionalisme dapat dipertimbangkan sebagai suatu bagian


integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan
nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa
faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi
agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah
memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif
nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam
bab-bab buku karangannya yang berjudul : Indonesian Society in Transision: A Study of
Social Change(1956).

Pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sederhana seperti yang diduga


sebelumnya. Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat
integrasi tertentu.

Nasionalisme sekarang harus dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya
nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya
yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru
yang disepakati bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap
pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu
bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.

Hal hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme , antara lain :

a. Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam wilayahnya.

b. Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan
absolut, agar manusia mendapatkan hak haknya secara wajar sebagai warga negara.

c. Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.

Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.

Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang
kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di
Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia.

Prinsip prinsip nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality in History and
Policy, antara lain :

a. Hasrat untuk mencapai kesatuan

b. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan

c. Hasrat untuk mencapai keaslian

d. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa


Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politika yang membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independen
ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bis asaling mengawasi dan
saling mengontrol.

Ketiga jenis lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga
pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR,untuk indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau wakil yang bekerja
dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwkilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui
proses pemilihan umum legislatif selain sesuai hukum dan peraturan.

1. Makna dan Hakikat Demokrasi


Pengertian demokrasi ditinjau dari bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis
"demokrasi" terdiri dari dua kata berasal dari bahasa yunani "demos" yang berarti rakyat atau
penduduk suatu tempat dan "cratein" atau "cratos" yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi,
demokrasi adalh keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan
rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat.

Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaiman dikemukakan para ahli sebagai
berikut:
Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politiik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan car
perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Sidney Hook, berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan
pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Philip C. Schmitterdan Terry Lynn Karl, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di
mna pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara,
yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka
yang telah terpilih.
Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Gaffar, demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara
normatif (demokrasinormatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah
demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik
adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Kekuasaan pemerintah berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
1. pemerintahan dari rakyat
2. pemerintahan oleh rakyat
3. pemerintahan untuk rakyat
2. Konsep Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran yunani tentang hubungan negara dan hukum yang
diperaktikkan antara abadke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikakn pada masa itu
berbentuk demokrasi langsunng, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur masyarakat.

Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota yunani kuno merupakan
sebuah kawasan politik yang kecil, sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000
orang. Yang unik dari demokrasi yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu (warga negara
resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut. Sementara
masyarakat berstatus budak, pedagang asing,perempuan, dan anak-anak tidak bisa menikmati
demokrasi.

Demokrasi yunani kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini masyarakat yunani berubah
menjadi masyarakat foedal yang ditandai kehidupan keagamaan terpusat pada pejabat agama dengan
kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan kekusaan di kalangan para bangsawan.

Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya magna
charta (piagam besar) di Inggris. Magna chartaadalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara
kaum bangsawan dan raja john. Dalam negara magna charta ditegaskan bahwa raja mengakui dan
menjamin berapa hak dan hak khusus bawahannya. Terdapat 2 hal yang sangat mendasar pada piagam
ini:
1. adanya pembatasan kekuasaan raja
2. hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan rakyat

3. Sejarah Perkembangan Demokrasi


Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5
SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan
hukum demokrasi modern.
Demokrasi Klasik
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite
classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai
bentuk negara klasik tradisional. Plato dalam ajarannya menyatakan bahwadalam bentuk demokrasi ,
kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum lebih diutamakan. Ariestoteles sendiri
mendefinisikan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat
terhadap kepentingan umum. Pholybius, demokrasi dibentuk oleh perwakilan kekuasaan rakyat.
sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagi bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat
dimana kepentingannya ditujukan untuk dirinya sendiri.
Demokrasi Modern
Ada tiga tipe demokrasi modern:
1. Demokrasi representatif dengan sistem presidensial
Dalam sistem initerdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif dan eksekutif. Badan
eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil presiden, dan menteri yang membantu presiden
menjalankan pemerintahan. Dalam hubungannya dengan badan legislatif, para menteri tidak memiliki
hubungan pertanggungjawaban dengan badan legislatif. pertanggungjawaban para menteri diserahkan
sepenuhnya kepada presiden. presiden dan para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan
legislatif.

2. Demokrasi representif dengan sistem parlementer.


Sistem ini menggambarkan hubungan erat antara badan eksekutif dan legislatif. Badan eksekutif
terdiri dari kepala negara dan kabinet, sedangkan badan legislatif dinamakan parlemen. yang
bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet sehingga kebijaksanaan
pemerintah ditentukan juga olehnya. kepada negara hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak
untuk membubarkan parlemen.

3. Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja)


Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari
sistemnya sendiri dimana badan eksekutif merupakan bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya
dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari
nationalrat badan perwakilan nasional dan standerat yang merupakan perwakilan dari negara-negara
bagian yang disebut kanton.
Demokrasi Totaliter
Demokrasi totaliter adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan Israel, J.L. Talmon
untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan dimana wakil rakyat yang terpilih secar sah
mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yang warganegaranya, meskipun memiliki hak untuk
memilih, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak memiliki.
Meritokrasi
Meritokrasi merujuk suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka
yang berprestasi atau berkemampuan.
Plutokrasi
Plutokrasi merupakam suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar
kekayaan yang mereka memiliki.
Teokrasi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang peran utama.
Demokrasi Kesukuan
Demokrasi kesukuan adalah sebuah sistem atau bentuk pemerintahan setempat yang diselenggarakan
didalam batas-batas: wilayah ulayat, jangkauan hukum adat, dan sistem kepemimpinan serta pola
kepemimpinan suku dan segala perangkat kesukuannya.

A. Demokrasi dan Implementasinya

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan,


demokrasi juga melahirkan sistem bermacam-macam seperti :
1) Sistem presidensial yang menjajarkan antara parlemen dan presiden dengan
memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala Negara dan kepala
pemerintahan.
2) Sistem parlemen yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang
hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala Negara,
sebab kepala negaranya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi
symbol kedaulatan dan persatuan.
3) Sistem referendum yang meletakkan pemerintahan sebagai bagian (badan pekerja)
dari parlemen.

Beberapa Negara ada yang mengunakan sistem campuran antara


presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat di lihat drai sistem
ketatanegaraan di Perancis dan di Indonesia berdasar UUD 1945.

Asas demokrasi hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi


dasar penyelenggaraan Negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di
antara pemakai-pemakainya bagi peranan Negara.

B. Arti dan Perkembangan Demokrasi

Secara Etimologis istilah demokrasi beresal dari bahasa Yunani, demos


berarti rakyat dan kratos/kratein berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi
berarti rakyat berkuasa (government of rule by the people). Definisi singkat untuk
istilah demokrasi yang di artikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat
oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi di berbagai
Negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya
sangat dipengaruhi oleh cirri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.

Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakatyang


mengunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan
sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup
bernegara member pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijaksanaan Negara, karena kebijaksaan tersebut menentukan kehidupan
rakyat (Noer, 1983: 207).
Jadi Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, berarti suatu
pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan
karena kedaulatan berada ditangan rakyat.

Menurut Henry B. Mayo bahwa sistem polotik demokratis adalah sistem yang
menunjukan bahwa kebijasanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebiasaan politik (Mayo. 1960: 70). Rakyat diletakkan pada posisi
sentral rakyat berkuasa (government of rule by the people) tetapi pada praktiknya
oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau
mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketentuan
mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide,
atau menegnai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan
praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50).

Munculnya kembali asas demokrasi yaitu setelah tenggelam beberapa abad


dari permukaan Eropah telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya
yang lebih berperan dalam menentukan jalanya Negara sebagai organisasi tertinggi.
Pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan
fiksi-yuridis bahwa Negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi-yuridis terjadi
tolak-tarik kepentingan, atau control,tolak-tarik mana yang kemudian menunjukkan
aspek lain yakni tolak-tarik antara Negara-masyarakatkarena kemudian Negara
terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep tentang Negara
organis (Mahasin, 1984: 2). Pemahaman atas masalah ini akan lebih jelas melalui
penelusuran sejarah perkembangan prinsip sebagai asas hidup Negara yang
fundamental.

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara


dengan hukum di Yunani kuno. Dalam pelaksanaannya, demokrasi yang dipratekkan
langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan
secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam
kondisi sedarhana dengan wilayah Negara yang terbatas.

Masyarakat Abad Pertengahan (600-1400) terbelenggu oleh oleh kekuasaan


foedal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama sehingga tenggelam dalam apa
yang disebut sebagai masa kegelapan. Ada sesuatu yang penting berkenaan
dengan demokrasi pada pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna
Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam yang berisi semacam perjanjian antara
beberapa bangsawan dan raja John di Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin
beberapa hak danprivileges bahwasanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana
bagi keperluan perang. Lahirnya piagam ini dapat dikatakan sebagai suatu tonggak
baru bagi perkembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua
prinsip dasar yaitu :

Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi.


Kedua, hak asasi manusia lebih penting dari kedaulatan Raja (Ramdlonnaning,
1983: 9).

Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra


dan budaya Yunani Kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan
pemikiran yang mulai di Italia pada abad 14 yang puncaknya pada abad 15 dan 16.
Masa Renaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada
dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang
sesuai dengan apa yang dipikirkan.

Ada peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali demokrasi yang


dahulu tenggelam di abad Pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni revolusi
agama yang terjadi di Eropah Barat pasa abad ke-16 yang pada mulanya
menunjukan sebagai pergerakan perbaikan keadaan dalam gereja Katolik tetapi
kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme.
Reformasi di mulai pada pintu gereja Wittenberg (31 Oktober 1517), yang
kemudian memancing terjadinya serangan terhadap gereja. Luther mempunyai
ajaran tentang pengampunan dan kepercayaan. Ajaran tersebut kemudian disambut
dimana-mana telah nyulutkan api pemberontakan. Berakhirnya Reformasi ditandai
dengan terjadinya perdamaian Westphalia (1648) yang ternyata mampu
menciptakan keseimbangan setelah kelelahan akibat perang yang berlangsung
selama 30 tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari Reformasi itu tidak hilang
dengan selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekuatan dasar dunia Barat
sampai sekarang (1977: 937).

Dua kejadian Renaissance dan reformasi telah mempersiapkan Eropah


masuk ka dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong
mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk
mendasarkn pada pikiran atau akal (rasio) yang pada gilirannya kebebasan berpikir
ini menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik. Timbullah gagasan
tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengnya oleh Raja. Gagasan-
gagasan politik dan kecaman terhadap absolutisme monarki itu telah didukung oleh
goncangan menengah (middleclass) yang mulai berpengaruh karena kedudukan
ekonomi dan mutu pendidikan golongan ini relatif baik (Budiarjo, 1982: 55).

Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan,


kembali muncul ide pemerintahan rakyat (demokrasi). Tetapi dalam kemunculannya
sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan
peranan Negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstutisional abad ke-
19 dan demokrasi konstutisional abad ke-20 yang keduanya senantiasa berkaitan
dengan konsep Negara hukum (Mahfud, 1999: ).
C. Bentuk-bentuk Demokrasi

Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, yaitu penunjuk pada bagaimana
proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).

Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan


di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat menerapkan demokrasi
dengan menerapkan sistem presidensial atau sistem parlementer.

Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden


secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara langsung
dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekuatif (kekuasaan menjalani
pemerintahan) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu presiden
adalah merupakan kepala eksekutif (head of geverment) dan sekaligus ini menjadi
kepala Negara(head of state). Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai
simbol kepemimpinan Negara (Tim LP3, UMY). Sistem demokrasi seperti ini
diterapkan di Negara Amerika dan Negara Indonesia.
Sistem Parlementer : sistem ini menerapkan model hubungan yang menyatu
antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif (head of geverment)
adalah berada di tangan seoarang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head
og state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada
pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.

1. Demokrasi Perwakilan Liberal

Prinsip demokrasi didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia


adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Dalam sistem demokrasi kebebasan
individu msebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.

Pemikiran Hobbes, Locke, dan Rousseau bahwa Negara terbentuk karena


adanya perbenturan kepentingan hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam
suatu natural state. Akibatnya terjadilah penindasan di antara satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, individu dalam suatu masyarakat membe individu dalam
suatu masyarakat membentuk suatu persekutuan hidup bersama yang disebut
Negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak individu dalam
kehidupan masyarakat Negara.
Pemikiran ke arah demokrasi perwakilan liberal, dan hal ini sering dikenal
sering dikenal dengfan democrat-demokrat liberal. Individu dalam suatu Negara
dalam partisipasinya disalurkannya melalui wakil-wakil yang di pilih melalui proses
demokrasi.

Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan


suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan
antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Dalam prinsip demokrasi yang
dikembangkan melalui kelembagaan Negara merupakan suatu manifestasi
perlindungan serta jaminan atas kebebasan individu dalam hidup bernegara.

Rakyat harus diberi jaminan kebebasan secara individual di dalam kehidupan


politik, ekonomi, sosial, keagamaan, bahkan kebebasan anti agama. Konsekuensi
dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi adalah berkembang persaingan
bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak
mampu menghadapi persaingan. Analisis P. L. Berger bahwa era global semangat
pasar bebas yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah
yang berkuasa.

Kapitalisme telah menjadi fenomena global dan dapat mengubah masyarakat


diseluruh dunia baik dalam bidang social, politik, maupun kebudayaan (Berger,
1988).

2. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di Negara-negara komunis


seperti Rusia, China, Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan
demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam
masyarakat. Max mengembangkan pemikiran demokrasi commune structure
(struktur persekutuan). Menurut sistem demokrasi ini masyarakat tersusun atas
komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil mengatur urusan
mereka sendiri, yang akan memilih wakil untuk unit adminitratif. Unit-unit
administratif yang lebih besar akan memilih calon administratif yang lebih beasar lagi
diistilahkan dengan delegasi nasional (Marx, 1970: 67).

Menurut pandangan Marxis-Lennis, sistem demokrasi delegatif harus


dilengkapi, pada prinsipnya dengan suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada
tingkat partai komunis. Transisi menuju sosialisme dan komunisme memerlukan
kepemimpinan yang professional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin,
1947). Hanya kepemimpinan yang seperti itu yang mempunyai kemampuan untuk
mengorganisasikan pertahanan revolusi melawan kekuatan-kekuatan kapitalis dan
mengawasi rekonstruksi masyarakat. Partai revolusioner merupakan instrument
yang bias menciptakan landasan bagi sosialisasi dan komunisme (Held, 2004: 15-
17).

D. Demokrasi di Indonesia

1) Perkembangan Demokrasi di Indonesia


Sejarah bangsa Indonesia yang telah lebih dari setengah abad.
Perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut, masalah pokok yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia ialah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi
dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis dalam masyarakat
yang beraneka ragam pola adat budayanya.
Penyusunan suatu sistem politik untuk melaksanakan pembangunan ekonomi
serta character and nation building, dengan partisipasi rakyat, dan menghindari
timbulnya diktatur perorangan, partai, militer.

Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode :


a) Periode 1945-1949, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan peranan
parlemen serta partai. Masa ini kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang
untuk dominasi partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan yang digalang selama
perjuangan melawan musuh bersama menjadi kader dan tidak dapt dibina menjadi
kekuatan konstruktif sebuah kemerdekaan.

b) Periode 1959-1965 masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstutisional dan lebih menampilkan beberapa aspek
dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya
peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai
unsur sosial-politik, semakin meluas.

c) Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru merupakan


demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal
periode adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka
untuk meluruskan kembali penyelewelengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di
masa Demokrasi Terpimpin. Dalam perkembangannya peran presiden semakin
dominan terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Praktek demokrasi pada
masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politis penguasa saat
itu, sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.

d) Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar


pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan
antar lembaga Negara, antara eksekutif, legeslatif, yudikatif. Esensi demokrasi
adalah kekuasaan ditangan rakyat, maka praktek demokrasi tatkala Pemilu memang
demikian, pelaksaannya setelah pemilu banyak kebijakan tidak mendasarkan pada
kepentingan rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian kekuasaan antara presiden
dan partai politik dalam DPR. Model demokrasi era reformasi mendasarkan pada
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (walfare state).

2) Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945


a. Seminar Angkatan Darat II (Angkatan 1966)

1) Bidang Politik dan Konstitusional :


Undang-undang Dasar 1945 berarti menegakkan kembali asas-asas Negara
hukum dirasakan oleh segenap Negara warga Negara, hak-hak asasi manusia
dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan di jamin, dan penyalahgunaan
kekuasaan dapat dihindarkan secara Institusioanal.

2) Bidang Ekonomi :

Demokrasi ekonomi sesuai dengan asas-asas yang menjiwai ketentuan-


ketentuan mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti
kehidupan yang layak bagi semua warga Negara antara lain :

Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan kekuangan Negara.


Koperasi
Pengakuan atas hak milik perseorangan dan kepastian hukum dalam
penggunaanya.
Peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjung jalan serta perlindungan.

b. Munas III Persahi : The Rule Of Law (Desember1966)


Asas Negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, sosial, ekonomi, cultural dan pendidikan.
Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh suatu
kekuasaan/kekuatan lain.
Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksud kepastian hukum
yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat di pahami, dapat dilaksanakan dan
aman dalam melaksanakannya.

c. Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967)

Demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggung jawab, artinya demokrasi


yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab terhadap tuhan dan sesama kita. Untuk
memperkembangkan a rapidly expanding economy pemerintah yang kuat dan
berwibawa, secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat
dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Untuk diperlukan kebebasan
politik yang sebesar mungkin.

Persoalan hak-hak asasi manusia akan mendatang hatus ditinjau dalam


rangka keharusan untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara tiga hal :

i. Adanya Pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.


ii. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
iii. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy (pengembangan ekonomi
secara cepat).

3) Demokrasi Pasca Reformasi


Dalam suatu Negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan
pada suatu kedaulatan rakyat. Kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara adalah di
tangan rakyat. Kekuasaan dalam Negara itu di kelola oleh rakyat, dari rakyat dan
untuk rakyat (Asshiddiqie, 2005: 141).

Kekuasaan pemerintahan Negara ditangan rakyat mengandung pengertian


tiga hal :
Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people);
Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by people);
Ketiga, pemerintahanb untuk rakyat (government for people);

Prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat bagi Negara Indonesia


terekandung dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke IV, yang berbunyi :
.. . . . . . . .maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkaudalatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu memiliki kedudukan sebagai staats


fundamental norm, oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam Negara
Republik Indonesia. Maka prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia serlain
tercantum dalam Pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat Negara
Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan, yang juga tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945.
Makna pengertian dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan demokrasi
di Indonesia itu didasarkan pada moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia secara eksplisit tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Prinsip demokrasi
tersebut secara eksplisit dijabarkan dalam pasal UUD 1945 hasil Amandemen
dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan Negara secara
langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih presiden dan
wakil presiden Pasal 6A ayat (1).
Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia diwujudkan
dalam penentuan kekuasaan Negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan
tentang kekuasaan eksekutif Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, legislative Pasal 19
sampai dengan Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
1. Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 Hasil Amandemen 2002.
Demikrasi sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat
sebagai asal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam
pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Suatu pemerintahan dari rakyat
haruslah sesuai dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat Pancasila, dan
inilah dasar filsafat demokrasi Indonesia.
Demokrasi tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya kebebasan
dan persamaan hak sekaligus mengakui perbedaan serta keanekaragaman
mengingat Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika.
Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat
sebagai asal mula kekuasaan Negara dan sebagai tujuan kekuasaan Negara.
Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
mahluk sosial, dalam pengertian demnokrasi sebagai kebebasan individu harus
diletakkan dalam tujuan bersama, bukan bersifat liberal yang hanya mendasarkan
pada kebebasan individu saja demi tujuan kesejahteraan bersama. Disebut dengan
asas kebersamaan akan tetapi bukan nopotisme.
Secara umum didalam sistem pemerintahan yang demiokratis mengandung
unsure-unsur yang paling dan mendasar yaitu :
a) Keterlibatan warga Negara dalam pembuatan keputusan politik.
b) Tingkat persamaan tertentu diantara warga Negara.
c) Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang di akui dan dipakai oleh warga
Negara .
d) Suatu sistem perwakilan.
e) Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Berdasarkan unsure-unsur tersebut maka demokrasi mengandung cirri yang
merupakan patokan yaitu setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warga Negara
seharusnya terlibat dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-
keputusan politik. Ciri lainnya adanya keterlibatan atau partisipasi warga Negara
baik langsung maupun secara tidak langsung.
Kenegaraan yang menganut sistem demokrasi selalu menemukan adanya
Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung
tegaknya demokrasi. Menggunakan konsep Montequieu maka Supra Struktuk Politik
meliputi lembaga Legislatif, Lembaga Eksekutif, dan Lembaga Yudikatif. Lembaga
Negara atau alat-alat perlengkapan Negara adalah :
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dewan Perwakialan Rakyat
Presiden
Mahkamah Agung
Badan Pemeriksa Keuangan

Infra Struktur Politik suatu Negara terdiri atas lima komponen sebagai
berikut :
Partai Politik
Golongan (yang tidak berdasarkan pemilu)
Golongan Penekan
Alat Komunikasi Politik
Tokoh-tokoh Politik
Dalam sistem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik
dapat dilihat di dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan
keputusan politik, dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan
kebijaksanaan atau keputusan politik merupakan keseimbangan dinamis antara
prakarsa pemerintahan dan partisipasi aktif rakyat atau warga Negara. Keikutsertaan
rakyat yang merumuskan dalam UUD 1945 oleh pendiri Negara tercantumkan
bahwa kedaulatan di tangan rakyat yang termuat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 (Thalib, 1994: 99,100).
2. Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Amandemen 2002.
Rakyat adalah sebagai paradigma sentral kekuasaan Negara. Adapun
rincian structural ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945
adalah sebagai berikut :
a) Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasaan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut :
1) Kekuasaan di tangan Rakyat
Pembukaan UUD alenia IV
Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2)
2) Pembagian Kekuasaan
Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945).
Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5)
ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)
Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kapeda Mahkamah Agung (pasal 24 ayat1 UUD
1945)
Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD
1945 pasal 20 Ayat 1. . . . . . . .DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap
presiden selaku penguasa ekskutif.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konstisuitatif, yang dalam
UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16
UUD 1945).
Mekanisme pendelegasikan kekuasaan yang dalam khasanah Ilmu Hukum
tatanegara dan ilmu politik dikenal dengan istilah distributor of power yang
merupakan unsure mutlak dari Negara demokrasi.
3) Pembatasan Kekuasaan
Proses atau mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai
berikut :
o Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
o Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan terhadap UUD, melantik
Presiden dan wakil Presiden serta melakukanimpeachment terhadap persiden jika
melanggar konstitusi.
o Pasal 20 A ayat 1.
o Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR.
b) Konsep Pengmbilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirincikan sebagai berikut:
Penjelasan UUD 1945 tentang pkok pikiran ke III.
Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak,
misalnya pasal 7B ayat (7).
Ketentuan-ketentuan diatas mengandung pokok pikiran bahwa konsep
pengambilan keputusan yang dianut dalam hukum tata Negara Indonesia adalah
berdasarkan :
Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asanya.
Jika mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu melalui
suara terbanyak.
c) Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (2)
Pasal 2 ayat (1)
Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
d) Konsep Partisipasi
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Konsep ini menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan dan partisipasi ini terbuka untuk seluruh warga Negara Indonesia.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila,
masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat
berbagai tafsiran serta pandangan. Nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup
jelas tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalamnya menyebutkan
eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam
penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu:
I. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechts-staat). Negara
Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechts-staat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machtstaat).
II. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat
Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah rechtsstaat
dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar
Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil.
Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas dari demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga Negaranya. Gagasan bahwa
kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh seseorang ahli
sejarah Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu
diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat
banyak kelemahan.
Pada waktu demokrasi konstitusionil muncul sebagai suatu program dan
sistem politik yang konkrit, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa
pembatasan atas kekuasaan Negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu
konstitusi tertulis yang dengan tegas menjamin hak-hak azasi dari warga Negara.
Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan
penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa
orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan
satu orang atau satu badan.
Demokrasi tidak merupakan sesuatu yang statis dan dalam abad ke-20,
terutama sesudah perang Dunia II Negara demokratis telah melepaskan pandangan
bahwa peranan Negara hanya terbatas pada mengurus kepentingan bersama.
Sekarang dianggap bahwa Negara turut bertanggungjawab atas kesejahteraan
rakyat. Hal ini tertuang dalam konsep mengenai Welfare State (Negara
kesejahteraan) atau Social Service State.
Dalam rangka itu dapat dikatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa
nilai (values). Henry B. Mayo telah mencoba untuk memperinci nilai-nilai ini, dengan
catatan bahwa perincian ini tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis
menganut semua nilai yang diperinci itu, bergantung kepada perkembangan sejarah
serta budaya budaya politik masing-masing. Di bawah ini diutarakan beberapa nilai
yang dirumuskan oleh Henry B. Mayo:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga(institutionalozed
peacefuk settlement of conflict). Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan
pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk di
perjuangkan.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah. Dalam setiap masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi
perubahan sosial, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti misalnya majunya
teknologi, perubahan-perubahan dalam pola kepadatan penduduk, dalam pola-pola
perdagangan dan sebagainya.
3. Menyelenggrakan pergantian pimpinan secara teratur. Pergantian atas dasar
keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri sendiri atau pun melalui coup detat,
dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan-golongan minoritas
yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi
kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif. Mereka
akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat, karena
merasa turut bertanggungjawab.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat
yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat,kepentingan serta tingkah-laku.
Untuk hal ini perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka serta kebebasan-
kebebasan politik yang mana akan memungkinkan timbulnyafleksibilitas dan
tersedianya alternatif dalam jumlah yang cukup banyak.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam suatu demokrasi umumnya pelanggaran
terhadap keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh karena golongan-golongan
terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan, tetapi tidak dapat dihindarkan
bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil.
Akhirnya dapat dibentangkan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi
perlu diselenggarakan beberapalembaga sebagai berikut:
1. Pemerintahan yang bertanggungjawab.
2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-
kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang
bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi.

Teori Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)


Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam
suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor
penentu krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia
bersumber dari kelemahan di bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi,
yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance). Memasuki era reformasi, hal tersebut diakui, sehingga melalui TAP MPR
RI No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN, dan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bangsa Indonesia menegaskan tekad untuk
senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara
dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance.

Jika kita melihat bagian-bagian dari partisipasi yang dapat dilakukan oleh publik
atau masyarakat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi publik dalam
pengambilan suatu keputusan sangatlah penting. Partisipasi publik menjadi sangat
penting urgensinya dalam proses pengambilan keputusan setelah
dikampanyekannya good governance oleh Bank Dunia maupun United Nations
Development Program (UNDP). Mengenai good governance, Hetifah Sj. Sumarto
berpendapat:
Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola pemerintahan
yang baik atau kepemerintahan yang baik adalah partisipasi. Selanjutnya UNDP
mengartikan partisipasi sebagai karakteristik pelaksanaan good
governance adalah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan
bersosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

Menurut T. Gayus Lumbuun, dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara


asas-asas umum pemerintahan yang baik telah disistematisasi oleh para ahli
terkemuka dan dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal
dengan Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur (ABBB), di Inggris dikenal
The Principle of Natural Justice, di Perancis dikenal Les Principaux Generaux du
Droit Coutumier Publique, di Belgia dikenal Aglemene Rechtsbeginselen, di Jerman
dikenal Verfassung Sprinzipien dan di Indonesia Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik (AUPB). Untuk mengenal asas-asas umum pemerintahan yang baik menurut
pendapat ahli maupun yang berkembang di Peradilan Administrasi, akan diuraikan
berikut ini:
1. Menurut sistematisasi van Wijk/Konijnenbel yang dikutip oleh Indroharto dalam
bukunya berjudul Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata
Usaha Negara tahun 1994, Asas-asas umum Pemerintahan yang Baik
dikelompokkan:
a. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi Asas kecermatan formal dan
Asas fair play.
b. Asas-asas formal mengenai formulasi keputusan yang meliputi Asas Pertimbangan dan Asas kepastian
Hukum formal.
c. Asas-asas Meterial mengenai isi Keputusan yang meliputi Asas kepastian hukum material, Asas
kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan, Asas persamaan, Asas kecermatan
material dan Asas keseimbangan.
2. Di Belanda Asas-asas umum pemerintahan yang baik dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun
harus ditaati oleh pemerintah, sehingga dalam Wet AROB (Administrative Rechtspraak
Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh
Kekuasaan Kehakiman Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-
asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu
sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim. Asas-asas umum pemerintahan yang
baik, yang terkenal dan dirumuskan dalam Yurisprudensi AROB sebagai berikut:
a. Asas pertimbangan (motiveringsbeginsel)
b. Asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel)
c. Asas kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel)
d. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel of beginsel van opgewekte verwachtingen)
e. Asas persamaan (gelijkheidsbeginsel)
f. Asas keseimbangan (evenredigheidsbeginsel)
g. Asas kewenangan (bevoegheidsbeginsel)
h. Asas fair play (beginsel van fair play)
i. Larangan detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang (het verbod detournement de
pouvoir)
j. Larangan bertindak sewenang-wenang (het verbod van willekeur).
3. Di Perancis Asas-asas umum pemerintahan yang baik (Les Principaux Generaux du Droit Coutumier
Publique) dirumuskan:
a. Asas persamaan (egalite).
b. Asas tidak boleh mencabut keputusan bermanfaat (intangibilite de effects individuels des actes
administratifs). Dengan asas ini keputusan yang regelmatig (teratur/sesuai dengan peraturan) tidak boleh
dicabut apabila akibat hukum yang bermanfaat telah terjadi.
c. Asas larangan berlaku surut (principe de non retroactivite des actes administratifs).
d. Asas jaminan masyarakat (garantie des libertes publiques).
e. Asas keseimbangan (proportionnalite).
4. Dalam kepustakaan Hukum Administrasi di Indonesia, Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang
berjudul Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara menguraikan
asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam 13 asas, yaitu:
a. Asas kepastian hukum (principle of legal security);
b. Asas keseimbangan (principle of proportionality);
c. Asas kesamaan (dalam pengambilan keputusan pangreh) principle of equality;
d. Asas bertindak cermat (principle of carefuleness);
e. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation);
f. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence);
g. Asas permainan yang layak (principle of fair play);
h. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness);
i. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
j. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an
annulled decision);
k. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of
life);
l. Asas kebijaksanaan (sapientia);
m. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).
5. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, maka asas-asas umum pemerintahan yang
baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dan Penjelasanya yang
dirumuskan sebagai asas umum penyelenggaraan negara. Asas ini terdiri dari:
a. Asas Kepastian Hukum;
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan negara.
c. Asas Kepentingan Umum;
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan
selektif.
d. Asas Keterbukaan;
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f. Asas Profesionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas.
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 dan Pasal 3 ayat (1) TAP MPR XI/MPR/1998
Tentang Penyelenggaraan Nagara Yang Bersih dan Bebas KKN menentukan untuk menghindari segala bentuk
KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai
dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,
melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa
tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan
pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN
dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang berlaku secara universal dibeberapa negara sebagai hukum tidak
tertulis, di Indonesia dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN merumuskan asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut secara formal
mengikat penyelenggara negara untuk dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya.

A. Pengertian Good and clean governance


Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tindakan
atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan public
untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan
sehari-hari.
Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik,bersih, dan
berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber social,
budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif, efesien, transparan,
jujur, dan bertnggung jawab.
Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara dan
masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling terkait. Syarat atau
ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu : bisa bergerak secara
sinergis,tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat dukungan dari
rakyat,pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan PBB, governance (
kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu :
Economic Governance, meliputi proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi di antara penyelenggara ekon
omi, serta mempunyai implikasi terhadap kesetaraan, kemiski-nan, dan kualitas hidup.
Political Governance, mencakup proses pembuatan keputusan untuk perumusan kebija
kan politik negara.
Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan.
B. Unsur Kepemerintahan yang baik
Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good
governance merupakan instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewa ini adalah bagaimana
mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan terwujudnya kemakmuran
semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari perbuatan korupsi yang diduga kuat
melibatkan sejumlah pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk
mewujudkan good governance bukan hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan
dan ketimpangan, tetapi juga sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan,
stabilitas ekonomi dan krisis politik yang kia memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan
publik.
Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat berjalan
sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun kalangan swasta.
Pendapat tersebut sejalan dengan pandanganTaschereau dan Compos (UNDP), 1997) juga
menyatakan bahwa Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin
adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan
Business.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Pivate Sector dan Civil Society) yang menjadi
komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi sehingga tercipta suatu
kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsimenciptakan lingkungan politikdan hukum
yang kondusif, sektor swasta mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan
masyarakat, sedangkan masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi
dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha (2000)
mengaris bawahi bahwa prinsip demokratis yang melekat pada good governance meletakkan
urgensi untuk menempatkan kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Kemudian,
tidak adanya rasa takut untuk memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan
kebutuhan hati nurani, dan terakhir dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyaas Rasid dan Mostopadidjaja (2002) menempatkan aparatur
pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraangood governance yang bersih dari KKN
tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan
nepotisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji
mengingat perbuatan tersebut sangat inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsure utama
(domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good
governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor swasta), dan civil society
organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datangadalah bagaimana
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan
dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, negara harus mampu mewujudkan
pembangunan manusia yang berkelanjutan seraya melakukan penataan ulang terhadap
berbagai sektor yang mendukung terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Berbagai sektor yang dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,
pertahanan, insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam melakukan
penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana dijelaskan di atas, selain itu,
pemerintah juga harus mampu mengupayakan perlindungan terhadap masalah lingkungan
terhadap masalah lingkungan, yang selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki peran yang
sangat besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak swasta, agaknya sulit bagi
pemerintah bahkan tidak mungkin untuk dapat melaksanakan konsep good governance secara
optimal. Salah satu peran penting sektor swasta dalam mendukung terwujudnya konsep good
governanceadalah keterlibatan dalam sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan
sektor-sektor lainnya, seperti lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-laain. Namun,
pendekatan ekonomi ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting bagi pemerintah
(Negara) dalam mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik menyangkut investasi,
pemasaran, maupun produksi, sehingga pada akhirnya diharapkan mampu mendorong
pembangunan ekonomisecara nasional.
Seperti halnya sektor Negara dan swasta organisasi kemasyarakatan (civil society
organizations) pun tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata dalam mendukung
terwujudnya good governance. Secara fungsional, organisasi kemasyarakatan berperan dalam
memfasilitasi insteraksi sosial, politik, ekonomi, hukum, lingkungan hidup maupun sektor
lainnya. Selain itu, organisasi kemasyarakatan juga berperan dalam melakukan check and
balance terhadap kewenangan dan kekuasaan pemerintah (Negara) dalam menjalankan
tugasnya serta aktifitas sektor swasta yang berkaitan dengan masalah kepentingan public. Peran
lain yang juga bisa dimainkan oleh organisasi kemasyarakatan dalam konteks
pelaksanaan good governance adalah menyalurkan partisipasi masyarakat trkait dengan
aktivitas sosial, ekonomi, politik, hukum, lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain.
Intinya, organisasi kemasyarakatan juga dapat berperan dalam memberikan kontribusi
pemikiran dan penekan dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan oleh
pemerintah.
Dengan demikian, good governance merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya
mekanisme penyelenggaraan pemerintah negara yang evisien dan efektif dengan menjaga
sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
C. Prinsip-prinsip Good and clean governance
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel,dengan
mengacu pada UNDP, Lembaga Administrasi Negara RI (LANRI) merumuskan 9-
an aspek fundamental (asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Partisipasi ( participation ) yaitu keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah dan mewakili
kepentingan mereka. Bentuk partisipasi di maksud dibangun atau dasar prinsip demokrasi,
yakni kebebasan berkumpul dan menegluarkan pendapat secara konstruktif. Dalam hal ini
perlu deregulasi birokrasi, sehingga proses sebuah usaha efektif dan efisen.
b. Penegakan hokum ( rule of law ), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan yang professional
harus didukung oleh penegakannya secara konsekuen, maka partisipasi msyarkat dapat
berubah menjadi tindakan yang anarkis. Dalam hal ini perlu komitmen pemerintah yang
mengandung unsure-unsur :
Supremasi hokum (supremacy of law);
Kepastian hukum (legal certainty);
Hukum yang responsif, yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas
dan mengakomodasi berbagai kebutuhan secara adil;
Konsisten dan nondiskriminatif;
Independensi peradilan.
c. Transparansi ( transparency )
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and cleangovernance.
Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan tindakankorupsi. Ada 8 unsur
yang harus diterpkan transparansi yaitu : penetapanposisi/jabatan/kedudukan, kekayaan
pejabat public, pemberian penghargaan, penetapankebijakan, kesehatan, moralitas pejabat dan
aparatur pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan strategis untuk
pencerahan kehidupan masyarakat.
d. Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap terhadappersoalan-
persoalan masyarakat, harus memhami kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan
menganalisa kebutuhan masyarakat.
e. Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui prosesmusyawarah
melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan consensus memiliki kekuatanmemaksa
terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut danmemuskan semua
atau sebagian pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yangbermusyawarah.
f. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas
inimengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil dalam
halpelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin, dan kelas social.
g. Efektivitas dan Efisiensi
Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi criteria efektif (berdaya guna)dan efesien
( berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari seberapa besar produk yang dapatmenjangkau
kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukurdengan
rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
h. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat public terhadap msyarakatyang
memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publicdituntut
untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupunnetralitas
sikapnya terhadap masyarakat.
i. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yangakan dating.
Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clengovernance. Dengan kata
lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya untuk
sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
D. Good and Clean Governance dan control social
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok
good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui prioritas program:
Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan,
Kemandirian lembaga peradian,
Profesionalitas dan integritas aparatur pemerinrtah,
Penguatan partisipasi masyarakatmadani, dan
Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.Dengan pelaksanaan
otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran dapatdiwujudkan secara lebih tepat yang pada
akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.
E. Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan
pembangunannasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatnguna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara secara
spesifik.Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan
kemerosotanmoral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginanberada
dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakanperubahan
secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat dikurangi denagn caramembalikkan siasat laba
tinggi, resiko rendah menjadi laba rendah, resiko tinggi:dengan cara menegakkan hukum
dan menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanismeakuntabilitas.Penanggulangan
korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan
lembagapemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif
pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
Penegakan hukum secara tegas dan berat ( mis. Eksekusi mati bagi para koruptor)
Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjaminterlaksankannya praktik
good and clean governance.
Memberikan pendidikan antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informal.
Gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan
mengembangkan spiritual antikorupsi.
F. Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak
swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,dengan atau tanpa
pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/ atau kepentinganmasyarakat.Beberapa alasan
mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan
penerapan good and clean governance di Indonesia.
G. Good and Clean Governance Dalam Islam
Dalam system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban
mensejahtrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah satunya adalah
dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan beban hidup rakyat, subsidi
secara umum terbagi dua macam.
1. Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang
memiliki hak yang di berikan setiap tahunnya.
2. Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang
memiliki hak yang di berikan setiap bulannya.
H. Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju Pemerintahan Yang
Bersih
Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten dan sustainable
(berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi good governance tersebut diarahkan
pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi
pemerintahan harus memahami esensi birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good
governance yang dimaksud.
Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep birokrasi
sebagai berikut :
1. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai
katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan
sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu
mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
2. Community-owned government : empower communities to solve their own problems, rather
than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam
pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM
dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah
keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
3. Competitive government : promote and encourrage competition, rather than
monopolies. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan.
Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa
bekerja secara lebih profesional dan efisien.
4. Mission-driven government : be driven by mission rather than rules.Aparatur dan birokrasi
harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaianapa yang merupakan
misinya dari pada menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi
kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya.
5. Result-oriented government : result oriented by funding outcomes rather than
inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang
demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya kurang.
6. Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the
bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat
bukan kebutuhan dirinya sendiri.
7. ente prising government : concretrate on earning money rather than just speding it. Aparatur
birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk
organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para pegawai akan
terbiasa hidup hemat.
8. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur
dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran. Lebih
baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi mental
swich dalam aparat daerah.
9. Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build hierarcy. Diperlukan
desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi hirarki menjadi partisipasif
dengan pengembangan kerjasama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa
untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan.
10. Market-oriented government : solve problemby influencing market forces rather than by
treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar.
Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu
kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar.
Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan lima (5)
strategi untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang dikenal dengan
istilah The Five CS, sebagai berikut :
a. Strategi inti (Core Strategi) yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan visi, misi, tujuan,
dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan serta individu aparatur
penyelenggara pemerintaha.
b. Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata
kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik melalui pendekatan
manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi dan privatisasi), atau manajemen
kinerja(performance management).
c. Strategi pemakai jasa (customer strategi) aparatur birokrasi dalam hal ini perlu melakukan
reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan
kelembagaannya, kearah kepentingan pemenuhan kebutuhan berdasarkan pilihan-pilihan
masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang
sehat.
d. Strategi pengendalian ( control strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya
pengendalian organisasi, mulai dari :
Pengendalian Strategi yang merupakan proses perumusan dan penetapan organisasi.
Pengendalian mamajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar pelaksanaan
telah ditetapkan.
Pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksana (operasional).
Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan struktur organisasi
kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti gugus kendali mutu ( total quality
control).
e. Strategi budaya / kultur (cultur Strategi), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya
aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-
nilai budaya (baik budaya lama maupun baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan
hati nurani.
Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang
baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang memiliki kompetensi
melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan (pengembangan kebijakan dan pelayanan) secara
arif, efesien dan efektif.
b. Mengembangkan hubungan kemitraan ( partnership) antara pemerintah dan setiap unsur
dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan internal diantara sesama jajaran
instansi pemerintahan saja).
c. Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama dan
kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
d. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong terciptanya motivasi,
kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) berinisiatif, partisipatif, yang
telah diperhitungkan secara realistik dan rasional.
e. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik,
juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui dengan junjungan tinggi secara sama
dengan masyarakat yang dilayani.

IV. KESIMPULAN
Pada hakikatnya Good Governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabil pelayanan
yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai
dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat
berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga
pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua;
pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan
penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi,
kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan.

1. Memahami pengertian good governance

Dalam kamus, istilah government dan governance seringkali dianggap memiliki arti
yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara.
Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Perbedaan paling pokok antara konsep government dan governance terletak pada
bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan
urusan suatu bangsa. Konsep pemerintahan berkonotasi peranan pemerintah yang lebih
dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola
sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep
governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan
kemitraan.[1]
Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang
melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:

a. Negara
1. menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil
2. membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3. menyediakan public service yang efektif dan accountable
4. menegakkan HAM
5. melindungi lingkungan hidup
6. mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

b. Sektor swasta
1. Menjalankan industri
2. Menciptakan lapangan kerja
3. Menyediakan insentif bagi karyawan
4. Meningkatkan standar kehidupan masyarakat
5. Memelihara lingkungan hidup
6. Menaati peraturan
7. Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat
8. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

c. Masyarakat madani
1. Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
2. Mempengaruhi kebijakan
3. Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah
4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5. Mengembangkan SDM
6. Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.[2]
Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-
prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah.

2. Prinsip-prinsip good governance

a. Partisipasi masyarakat
Asas partisipasi adalah bentuk keikut sertaan semua warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
Paradigma birokrasi sebagai pusat pelayanan publik seharusnya diikuti dengan
deregulasi berbagai aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan
efesien. Efesiensi pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dan dengan baiya
yang murah.[3]

b. Tegaknya supremasi hukum

Asas penegakan adalah pengelolaan pemerintah yang profesional harus didukung dengan
penegakan hukum yang berwibawa. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa
pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
Tanpa di topang dengan sebuah aturan hukum dan penegakanya secara konsekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan
ketegasan dan keoastian hukum.

c. Transparasi
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah,
lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau

d. Peduli dan stakeholder

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak
yang berkepentingan.

e. Berorientas pada consensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda


demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur

f. Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan


kesejahteraan mereka.

g. Efektifitas dan efisiensi


Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan
warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal
mungkin.
h. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat


bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan
.
i. Visi strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.[4]

3. Pelaksanan good governance di Indonesia

Sejalan dengan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat salah satu tujuan dari
implementasi good governance. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga
pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat terhadap jalanya pengelolaan
lembaga pemerintahan, kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik,
efektif dan bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersdasarkan
pada prinsip prinsip pokok good governnance.
Bagaimana kondisi good governance di Indonesia? Berbagai assessment yang
diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia
sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena
alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus
telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek
KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat
Reformasi itupun belum terlaksana.
Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggungjawab kita
semua. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah, yang selama ini mendapat tempat yang
dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan
secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good
governance Indonesia. Karena itu pembangunan good governance dalam menuju Indonesia
Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah,
yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai
warganegara dalam peneyelenggaraan pemerintahan.
Kunci untuk menciptakan good governance menurut pendapat saya adalah suatu
kepemempinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat.

III. KESIMPULAN

Dengan memperhatikan berbagai kriteria yang dikaitkan dengan pelaksanaan good


governance dan telah ditetapkannya berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan pada
tingkat global, regional, nasional, dan lokal, yang perlu dilaksanakan adalah evaluasi dari
berbagai peraturan yang ada dengan disandingkannya dengan kriteria good governance dan
kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Setiap perubahan sebagai tindak lanjut dari evaluasi perlu melalui konsultasi publik
seluas mungkin, baik dari sudut banyaknya unsur yang dilibatkan maupun dari sudut jangkau
daerah, sehingga perubahan tersebut akan benar-benar dipahami. Selain daripada itu,
sosialisasi setelah menjadi peraturan sangat diperlukan untuk memantapkan penegakan
hukumnya. Dalam hubungan ini, peran media massa, baik cetak maupun elektronik, sangatlah
penting.
Badan Pembinaan Hukum Nasional dapat mengambil peran sentral dalam upaya evaluasi
tersebut, dengan bantuan sepenuhnya dari dunia perguruan tinggi.
MASYARAKAT MADANI
2.1 Konsep Masyarakat Madani
Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep civil
society. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan
dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society Masyarakat sipil adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata societies civilis
dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state).
Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke,
dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu
mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja(Larry Diamond,
2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar
menjadi Islami. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat
Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan
Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society
mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan
masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif
mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan
toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A.
Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau
sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal
dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.
Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk
menjelaskan the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the
market. Merujuk pada Bahmueller (1997). [1]

2.2 Pengertian Masyarakat Madani


Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam perjalanan
politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil Society.
Yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya karagter dari masyarakat sipil sebagai
komonitas sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
lembaga negara.
Istilah Masyarakat Madanii dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara oleh
Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda dengan
masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut mantan
perdana mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan mayarakat yang
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu keinginan individu. Ia juga mngatakan masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang
khas yaitu kemajemukan kebudayaan (Multicultural), Hubungan timbal balik (Reprocity) dan
sikap yang saling memahami dan menghargai. Anwar Menjelaskan watak masyarakat madani
yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari
keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan, musyawarah dan demokratis.
Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya
masyarakat madani adalah warga negara bekerja samaa membangun ikatan sosial, jaringan
produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar
utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional yang didasarkan pada suatu
pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang menyebabkan perpecahan
dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani lebih
dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat bekwalitas
dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia Norcholish Madjid
istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi untuk menerima
berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.[2]
2.3 Sejarah Singkat Masyarakat Madani
Sejarah Civil Society Tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384-322 SM) yang
mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu
sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal dengan Istilah Koinonia Politeke
yaitu sebuah koonitas politik tempat warga negara dapat terlibat lansung dalam peraturan
ekonomi-politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan Aris
Toteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara
didalamnya berkedudukan sama didepan hukum. Yang kemudian mengalami perubahan
dengan pengertain Civil Society yaitu masyarakat sipil diluar dan penyeimbang warga negara.
Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki
pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia mengistilahkan Masyarakat Sipil
dengan societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang mendominasi komonitas yang lain
dengan radisi politik kota sebagai komponen utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada
konsep negara kota (City-state) yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi
lainya yang menjelma menjadi entitas dan teorganisir.
Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan
Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan civil society sebagai lanjutan
dari evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara civil
society mempunyai peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus
memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pla interaksi
setiap warga negara.
Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan hak
milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut dan tidak
membatasi perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk memperoleh
haknya secara adil dan profesional.
Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil societydengan konteks sosial
dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang berdampak pada krisis sosial.
Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil society dalam
kehidupan sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan. Ia
yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sntimen moral yang
menghalangi munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin menguatnya sistem
individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat mewarnai paandangan
tenag civil society waktu itu.
Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang bernama
Thomas Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara bahkan ia
dianggap sebagai antitetis negara. Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk
dibatasi. menurut paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep
negara yang absah menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang
diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian
menurutnya civil society adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentinganya secara bebas dan tanpa
paksaan.[3]
Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883), dan Antonio
Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah elemen ideologis keelas
dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil
society dari negara. Berbeda dengan pandangan paine, Hegel Memandang civil society sebagai
kelompok subordinatif terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik
indonesia, menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat
borjuasi eropa yang ditandai dengan pelepasan diri dari cengkraman dominasi negara.
Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdaat tiga entitas sosial
: keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi anggota
masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan tempat
berlansungya percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan
ekonomi. Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi kepentingan
politik warganya dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil society.
Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai masyarakat borjuis.
Dalam konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil societymerupakan kendala besar
bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu civil
society harus dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks
relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat madani pada
struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagai Political society. Menurutnya civil
society merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam
masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor
dalam proses utama perubahan sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan
oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya mengamati
budaya demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan yang
kuat. Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan berpolitik
warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil
sebagai suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil
society bersifat otnom dan memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu
menjadikan kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga
negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab Gramscian dan
Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa tengah
pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara terbukti telah
melumpuhkan kehidupan masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil society tocquelville
juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo dengan konsep
masyarakat madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat menenukan
unsur-unsur dalam masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam hubungan anrata
unsur-unsur pokok masyarakat madani faktor Valuntary sangat menentukan pola interaksi
antara negara dan pasar.

Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen rakyat


disebut masyarakat madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama. Dalam
sistem demokrasi kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan ditangan rakyat. Jadi
peran sektor swasta sangat mendukung terciptanya proses keseimbangan kekuasaan dalam
koridor pemerintahan yang baik, seketika peran swasta bisa berada diatas ini terjadi jika
pembuatan kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk memberikan akses yang longgar pada
konglomerat ataupun usahawan.

Gambar hubungan kerja tiga komponen Good Governance (Mifthah Thoha, 2000)
2.4 Karagteristik Masyarakat Madani
Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam tatanan masyarakat.
Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan menjadikan karagter khas
masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani yaitu : republik yang
bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.
1. Wilayah Publik Yang Bebas
Merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat warga negara, yang mana
didalamnya semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan
transaksi sosial dan politik tanpa rasatakut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan civil society.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni.
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah suatu
tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara

3. Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu.
Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara kelompok yang
berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari ajaran yang benar.
Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi juga menjadi bagian
terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4. Kemajemukan
Disebut juga pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus
mengakui dan memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap
ttulus untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan
yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas hak
dan kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik,
pengetahuan, dan pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.

2.5 Masyarakat Madani di Indonesia


Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa indonesia berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan dan penggerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi peejuang penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Organisasi
berbasis islam seperti syariakat islam (SI), Nahdatul Ulama (NU), dan muhammdadiyah telah
menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam perkembangan
masyarakata sipil indonesia.
Terdapat strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan
masyarakat madani yang bisa tterwujud di indonessia :
1. Pandangan integrasi nasional dan politik. Menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak
mungkin berlansung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat sebelum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini praktik demokrasi
ala barat hanya akan berakibat konflik antara sesama warga bangsa.
2. Pandangan Reformasi Sistem Politik Demokrasi merupakan pandangan yang menekankan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada kepentingan ekonomi.
Pembangunan institusi demokratis lebih diutamakan oleh warga negara dibanding
pembangunan ekonomi.
3. Paradigma pembangunan masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi.
Ini merupakan alternatif diantara dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam
pembangunan demokrasi. Pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran
poitik warga negara, khusus kalangan kelas menengah. Hal itu mengingatkan demokrasi
membutuhkan topangan kultural sselain mendukung struktural.
Bersandar dari tiga paradigma diatas pengembangan demokrasi masyarakat madani
selayaknya tidak hanya tergantung pada salah satu pandangan tersebut. Sebaliknya untuk
mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan
gabungan strategi dan paradigma. Tiga paradigma diatas dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang melalui :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menegah untuk
berkembang menjadi kelompok masyaraat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2. Mereformasikan sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara
keseluruhan.
Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih merupakan sisitem-siste yang
dihasilkan oleh sister politik represif. Ciri kritisnya lebih menonjol dibandingkan ciri
struktifnya. Menurutnya lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solus, lebih
banyak menuntut daripada memberi sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia dalam
pembanguunan demokrasi dan masyarakat madani. Peran startegis mahasiswa dalam proses
perjuangan demokrasi menumbangkan rezim otorier seharusnya ditindak lanjuti dengan
keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi bangsa dan pembangunan masyarakat
demokrasi madani indonesia. Karenaa mahasiswa merupakan bagian dari kelas menengah, ia
memiliki tanggung jawab terhadap nasib masa depan demokrasi dan masyarakat madani
indonesia.
Sikap demokratis diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam proses
pendemokrasian masyarakat melalui cara analogis, santun, dan bermartabat. Adapun sikap
kritis mahasiswa dapat dilakukan dengan mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan
kebijakan pemerintah atau lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang menyangkut
dengan masa depan bangsa.

2.6 Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat

Masyarakat madani memiliki ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut :


a. Free public sphere (ruang publik yang bebas)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
memublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta memublikasikan informasi kepada
publik.
b. Demokratisasi
Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional
masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini
hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani.
c. Toleransi
Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat
madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas
yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
d. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
e. Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
f. Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi
terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia
iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
g. Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan,
keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh
kebenaran di atas hukum.
h. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
i. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
j. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
k. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-
keputusan pemerintah.
l. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
m. Adanya pemisahan kekuasaan
n. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan,
yang mempunyai cirri-ciri:
1. Lahir secara mandiri
2. Keanggotannya bersifat sukarela,atau atas kesadaran masingmasing anggota
3. Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya) sehingga bergantung pada bantuan Negara atau
pemerintah
4. Bebas atau mandiri dari kekuasaan Negara, sehingga berani mengontrol penggunaan
kekuasaan Negara
5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini bersama

2.7 Proses Demokratis Menuju Masyarakt Madani

Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M.


Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling
mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan
dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang
secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara
masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat
tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi.

Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi.


Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara
dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka,
percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut
Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat
dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.Proses
demokratisasi menuju masyarakat madani merupakan faktor pendrong bgi negara untuk selalu
mengusahakan perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak terjadi kemeosotan demi
kesejahteraan rakyat.
Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah, harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang tercermin antara lain dari kemampuan tenaga-
tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi
ketergantungan) agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi .
3. Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri
semakin kecil atau tidak ada sama sekali.
4. Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh serta berwawasan global.
Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society), melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan yang konkret dan terencana dengan matang, serta adanya upaya untuk
mewujudkan dengan sungguh-sungguh. Langkah pertama yang perlu diwujudkan adalah
adanya pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik dalam rangka
menuju kepada masyarakat madani adalah berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :[4]
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada
de- mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi (pendelegasian
wewenang) kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya
pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki
kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi secara efektif
dan efisien.
Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup secara madani harus
mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut :
1. Ketertiban dalam pengambilan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan bersama.
2. Adanya kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan.
3. Adanya kemerdekaan memilih pemimpinnya.
Ketiga hal tersebut merupakan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu
kehidupan yang dalam pemerintahannya bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai