Pengertian Nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu
bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan
tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa
bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme
bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman
ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme
sebagai berikut :
1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise
bangsa.
3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya
lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk
bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
(1) keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
(4) konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.
Sebagai gejala historis nasionalisme pun bercorak ragam pula. Di Perancis, Inggris, Portugis
dan Spanyol sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang
kuat, sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas
dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga.
Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling jelas
untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi besar Perancis
dan Amerika Utara.
Nasionalisme sekarang harus dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya
nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya
yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru
yang disepakati bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap
pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu
bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.
b. Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan
absolut, agar manusia mendapatkan hak haknya secara wajar sebagai warga negara.
Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang
kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di
Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia.
Prinsip prinsip nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality in History and
Policy, antara lain :
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politika yang membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independen
ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bis asaling mengawasi dan
saling mengontrol.
Ketiga jenis lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga
pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR,untuk indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau wakil yang bekerja
dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwkilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui
proses pemilihan umum legislatif selain sesuai hukum dan peraturan.
Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaiman dikemukakan para ahli sebagai
berikut:
Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politiik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan car
perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Sidney Hook, berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan
pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Philip C. Schmitterdan Terry Lynn Karl, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di
mna pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara,
yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka
yang telah terpilih.
Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Gaffar, demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara
normatif (demokrasinormatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah
demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik
adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Kekuasaan pemerintah berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
1. pemerintahan dari rakyat
2. pemerintahan oleh rakyat
3. pemerintahan untuk rakyat
2. Konsep Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran yunani tentang hubungan negara dan hukum yang
diperaktikkan antara abadke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikakn pada masa itu
berbentuk demokrasi langsunng, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur masyarakat.
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota yunani kuno merupakan
sebuah kawasan politik yang kecil, sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000
orang. Yang unik dari demokrasi yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu (warga negara
resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut. Sementara
masyarakat berstatus budak, pedagang asing,perempuan, dan anak-anak tidak bisa menikmati
demokrasi.
Demokrasi yunani kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini masyarakat yunani berubah
menjadi masyarakat foedal yang ditandai kehidupan keagamaan terpusat pada pejabat agama dengan
kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan kekusaan di kalangan para bangsawan.
Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya magna
charta (piagam besar) di Inggris. Magna chartaadalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara
kaum bangsawan dan raja john. Dalam negara magna charta ditegaskan bahwa raja mengakui dan
menjamin berapa hak dan hak khusus bawahannya. Terdapat 2 hal yang sangat mendasar pada piagam
ini:
1. adanya pembatasan kekuasaan raja
2. hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan rakyat
Menurut Henry B. Mayo bahwa sistem polotik demokratis adalah sistem yang
menunjukan bahwa kebijasanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebiasaan politik (Mayo. 1960: 70). Rakyat diletakkan pada posisi
sentral rakyat berkuasa (government of rule by the people) tetapi pada praktiknya
oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau
mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketentuan
mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide,
atau menegnai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan
praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50).
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, yaitu penunjuk pada bagaimana
proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).
D. Demokrasi di Indonesia
b) Periode 1959-1965 masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstutisional dan lebih menampilkan beberapa aspek
dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya
peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai
unsur sosial-politik, semakin meluas.
2) Bidang Ekonomi :
Infra Struktur Politik suatu Negara terdiri atas lima komponen sebagai
berikut :
Partai Politik
Golongan (yang tidak berdasarkan pemilu)
Golongan Penekan
Alat Komunikasi Politik
Tokoh-tokoh Politik
Dalam sistem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik
dapat dilihat di dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan
keputusan politik, dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan
kebijaksanaan atau keputusan politik merupakan keseimbangan dinamis antara
prakarsa pemerintahan dan partisipasi aktif rakyat atau warga Negara. Keikutsertaan
rakyat yang merumuskan dalam UUD 1945 oleh pendiri Negara tercantumkan
bahwa kedaulatan di tangan rakyat yang termuat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 (Thalib, 1994: 99,100).
2. Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Amandemen 2002.
Rakyat adalah sebagai paradigma sentral kekuasaan Negara. Adapun
rincian structural ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945
adalah sebagai berikut :
a) Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasaan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut :
1) Kekuasaan di tangan Rakyat
Pembukaan UUD alenia IV
Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2)
2) Pembagian Kekuasaan
Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945).
Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5)
ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)
Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kapeda Mahkamah Agung (pasal 24 ayat1 UUD
1945)
Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD
1945 pasal 20 Ayat 1. . . . . . . .DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap
presiden selaku penguasa ekskutif.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konstisuitatif, yang dalam
UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16
UUD 1945).
Mekanisme pendelegasikan kekuasaan yang dalam khasanah Ilmu Hukum
tatanegara dan ilmu politik dikenal dengan istilah distributor of power yang
merupakan unsure mutlak dari Negara demokrasi.
3) Pembatasan Kekuasaan
Proses atau mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai
berikut :
o Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
o Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan terhadap UUD, melantik
Presiden dan wakil Presiden serta melakukanimpeachment terhadap persiden jika
melanggar konstitusi.
o Pasal 20 A ayat 1.
o Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR.
b) Konsep Pengmbilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirincikan sebagai berikut:
Penjelasan UUD 1945 tentang pkok pikiran ke III.
Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak,
misalnya pasal 7B ayat (7).
Ketentuan-ketentuan diatas mengandung pokok pikiran bahwa konsep
pengambilan keputusan yang dianut dalam hukum tata Negara Indonesia adalah
berdasarkan :
Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asanya.
Jika mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu melalui
suara terbanyak.
c) Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (2)
Pasal 2 ayat (1)
Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
d) Konsep Partisipasi
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Konsep ini menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan dan partisipasi ini terbuka untuk seluruh warga Negara Indonesia.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila,
masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat
berbagai tafsiran serta pandangan. Nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup
jelas tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalamnya menyebutkan
eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam
penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu:
I. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechts-staat). Negara
Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechts-staat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machtstaat).
II. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat
Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah rechtsstaat
dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar
Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil.
Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas dari demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga Negaranya. Gagasan bahwa
kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh seseorang ahli
sejarah Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu
diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat
banyak kelemahan.
Pada waktu demokrasi konstitusionil muncul sebagai suatu program dan
sistem politik yang konkrit, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa
pembatasan atas kekuasaan Negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu
konstitusi tertulis yang dengan tegas menjamin hak-hak azasi dari warga Negara.
Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan
penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa
orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan
satu orang atau satu badan.
Demokrasi tidak merupakan sesuatu yang statis dan dalam abad ke-20,
terutama sesudah perang Dunia II Negara demokratis telah melepaskan pandangan
bahwa peranan Negara hanya terbatas pada mengurus kepentingan bersama.
Sekarang dianggap bahwa Negara turut bertanggungjawab atas kesejahteraan
rakyat. Hal ini tertuang dalam konsep mengenai Welfare State (Negara
kesejahteraan) atau Social Service State.
Dalam rangka itu dapat dikatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa
nilai (values). Henry B. Mayo telah mencoba untuk memperinci nilai-nilai ini, dengan
catatan bahwa perincian ini tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis
menganut semua nilai yang diperinci itu, bergantung kepada perkembangan sejarah
serta budaya budaya politik masing-masing. Di bawah ini diutarakan beberapa nilai
yang dirumuskan oleh Henry B. Mayo:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga(institutionalozed
peacefuk settlement of conflict). Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan
pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk di
perjuangkan.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah. Dalam setiap masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi
perubahan sosial, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti misalnya majunya
teknologi, perubahan-perubahan dalam pola kepadatan penduduk, dalam pola-pola
perdagangan dan sebagainya.
3. Menyelenggrakan pergantian pimpinan secara teratur. Pergantian atas dasar
keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri sendiri atau pun melalui coup detat,
dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan-golongan minoritas
yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi
kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif. Mereka
akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat, karena
merasa turut bertanggungjawab.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat
yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat,kepentingan serta tingkah-laku.
Untuk hal ini perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka serta kebebasan-
kebebasan politik yang mana akan memungkinkan timbulnyafleksibilitas dan
tersedianya alternatif dalam jumlah yang cukup banyak.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam suatu demokrasi umumnya pelanggaran
terhadap keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh karena golongan-golongan
terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan, tetapi tidak dapat dihindarkan
bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil.
Akhirnya dapat dibentangkan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi
perlu diselenggarakan beberapalembaga sebagai berikut:
1. Pemerintahan yang bertanggungjawab.
2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-
kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang
bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi.
Jika kita melihat bagian-bagian dari partisipasi yang dapat dilakukan oleh publik
atau masyarakat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi publik dalam
pengambilan suatu keputusan sangatlah penting. Partisipasi publik menjadi sangat
penting urgensinya dalam proses pengambilan keputusan setelah
dikampanyekannya good governance oleh Bank Dunia maupun United Nations
Development Program (UNDP). Mengenai good governance, Hetifah Sj. Sumarto
berpendapat:
Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola pemerintahan
yang baik atau kepemerintahan yang baik adalah partisipasi. Selanjutnya UNDP
mengartikan partisipasi sebagai karakteristik pelaksanaan good
governance adalah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan
bersosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Disamping itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 dan Pasal 3 ayat (1) TAP MPR XI/MPR/1998
Tentang Penyelenggaraan Nagara Yang Bersih dan Bebas KKN menentukan untuk menghindari segala bentuk
KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai
dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,
melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa
tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan
pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN
dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang berlaku secara universal dibeberapa negara sebagai hukum tidak
tertulis, di Indonesia dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN merumuskan asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut secara formal
mengikat penyelenggara negara untuk dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya.
IV. KESIMPULAN
Pada hakikatnya Good Governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabil pelayanan
yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai
dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat
berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga
pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua;
pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan
penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi,
kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan.
Dalam kamus, istilah government dan governance seringkali dianggap memiliki arti
yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara.
Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Perbedaan paling pokok antara konsep government dan governance terletak pada
bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan
urusan suatu bangsa. Konsep pemerintahan berkonotasi peranan pemerintah yang lebih
dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola
sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep
governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan
kemitraan.[1]
Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang
melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:
a. Negara
1. menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil
2. membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3. menyediakan public service yang efektif dan accountable
4. menegakkan HAM
5. melindungi lingkungan hidup
6. mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b. Sektor swasta
1. Menjalankan industri
2. Menciptakan lapangan kerja
3. Menyediakan insentif bagi karyawan
4. Meningkatkan standar kehidupan masyarakat
5. Memelihara lingkungan hidup
6. Menaati peraturan
7. Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat
8. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
c. Masyarakat madani
1. Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
2. Mempengaruhi kebijakan
3. Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah
4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5. Mengembangkan SDM
6. Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.[2]
Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-
prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah.
a. Partisipasi masyarakat
Asas partisipasi adalah bentuk keikut sertaan semua warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
Paradigma birokrasi sebagai pusat pelayanan publik seharusnya diikuti dengan
deregulasi berbagai aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan
efesien. Efesiensi pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dan dengan baiya
yang murah.[3]
Asas penegakan adalah pengelolaan pemerintah yang profesional harus didukung dengan
penegakan hukum yang berwibawa. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa
pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
Tanpa di topang dengan sebuah aturan hukum dan penegakanya secara konsekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan
ketegasan dan keoastian hukum.
c. Transparasi
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah,
lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak
yang berkepentingan.
f. Kesetaraan
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.[4]
Sejalan dengan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat salah satu tujuan dari
implementasi good governance. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga
pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat terhadap jalanya pengelolaan
lembaga pemerintahan, kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik,
efektif dan bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersdasarkan
pada prinsip prinsip pokok good governnance.
Bagaimana kondisi good governance di Indonesia? Berbagai assessment yang
diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia
sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena
alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus
telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek
KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat
Reformasi itupun belum terlaksana.
Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggungjawab kita
semua. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah, yang selama ini mendapat tempat yang
dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan
secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good
governance Indonesia. Karena itu pembangunan good governance dalam menuju Indonesia
Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah,
yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai
warganegara dalam peneyelenggaraan pemerintahan.
Kunci untuk menciptakan good governance menurut pendapat saya adalah suatu
kepemempinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat.
III. KESIMPULAN
Gambar hubungan kerja tiga komponen Good Governance (Mifthah Thoha, 2000)
2.4 Karagteristik Masyarakat Madani
Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam tatanan masyarakat.
Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan menjadikan karagter khas
masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani yaitu : republik yang
bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.
1. Wilayah Publik Yang Bebas
Merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat warga negara, yang mana
didalamnya semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan
transaksi sosial dan politik tanpa rasatakut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan civil society.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni.
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah suatu
tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara
3. Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu.
Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara kelompok yang
berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari ajaran yang benar.
Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi juga menjadi bagian
terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4. Kemajemukan
Disebut juga pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus
mengakui dan memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap
ttulus untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan
yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas hak
dan kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik,
pengetahuan, dan pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.