PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
1) Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
2) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
3) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
4) Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
5) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi ?
6) Bagaimana langkah-langkah memberantas korupsi ?
7) Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari korupsi.
2. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
3. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
4. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
5. Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
6. Mengetahui langkah-langkah memberantas korupsi.
7. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
1
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Kata korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi
atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau dis-
honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang
Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
disEbutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan Operasi
Tertibyang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih
dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan
kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak
dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara
mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru
2
menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi
& Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR
Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-
lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-
praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-
monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah penguasa yang korup dan derita rakyat.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-
tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan
secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya ok-
num lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-
maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
3
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-
ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-
an umum.
c. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba
mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
f. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di
bidang politik dan ekonomi-bisnis.
g. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-
batan dan hirarki politik kekuasaan.
4
E. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali
upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat
hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-
tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi martir bagi
para pelaku tindak KKN.
5
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah
adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila
suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus
dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu
politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari
tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk
dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara
terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi
yang hendak dilaksanakan.
6
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif
antara lain :
7
keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati
karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan
Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada para
aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik
yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam menerapkan
kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan korupsi yang sangat
jitu dan tepat.
8
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan
bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3
hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi,
anatara lain;
1) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
2) menaikkan moral pegawai tinggi, serta
3) legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-
sia, antara lain sebagai berikut :
d. Upaya Pencegahan (Preventif)
1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian
pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-
gung jawab yang tinggi.
4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
8. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-
lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa
contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
9
1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
4. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-
an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
5. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
6. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
7. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
8. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
9. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
10. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
10
orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha
pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-
hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
2. Transparency International (TI)
adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik
dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi
non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi
tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI
Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul
Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-
donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia
adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay,
Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia
adalah negara terbebas dari korupsi.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
penyelewengan atau dishonest (ketidakjujuran).Korupsi di Indonsia dimulai sejak era
Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis
politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok
sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak
mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan dalih
kepentingan rakyat.Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan
dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas
korupsi.Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi di
Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).
B. SARAN
Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indo-nesia
agar mendapat informasi yang lebih akurat. Diharapkan para pembaca setelah membaca
makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
12
DAFTAR PUSTAKA
Hhtp://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung :
Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
13
14