Anda di halaman 1dari 36

.

0BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sectio caesarea merupakan solusi dari persalinan beresiko, namun sectio
caesarea sendiri bukannya tanpa resiko. Sectio caesarea adalah suatu
pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding
perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
(Harnawati dalam Maryunani, 2016).
Berdasarkan data SDKI 2012, angka kejadian sectio caesarea di
Indonesia 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau 22,8% dari seluruh
persalinan, menunjukkan sectio caesarea 9,8%, dengan proporsi tertinggi di
DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara(3,3%).
Adapun indikasi dilakukannya Operasi caesar yaitu Riwayat sectio
sebelumnya, presentasi bokong, distosia, gawat janin/fetal distress.
Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes, ibu dengan HIV
positif sebelum inpartu, gemelli (hamil ganda) menurut east man, sectio
caesarea dianjurkan: bila janin pertama letak lintang, presentasi bahu. Bila
terjadi interlock; distosia oleh karena tumor; Intra Uterinr Fetal Death
(IUFD) atau kematian janin dalam kandungan (Rasjidi dalam maryunani,
2016). Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbunya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Ai Yayah Rukiyah,
2010).
Pembedahan menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan rasa
nyeri (Sarwono dalam Jitowiyono, 2010). Nyeri merupakan pengalaman
emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan
jaringan secara aktual (Maryunani, 2010).

1
2
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien,
karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya
berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan
kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi
untuk meningkatkan kenyamanan pasien. Nyeri terkait erat dengan
kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada seorang individu Menurut beberapa teori
keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar pasien yang merupakan
tujuan pemberi asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh
Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (Ghandi 2010, dalam Yusrizal 2012).
Perawat perlu menerapkan teknik penanganan nyeri untuk
mengantisipasi atau meminimalkan nyeri atau ketidaknyamanan yang terjadi.
Penanganan nyeri ada dua yaitu penanganan nyeri farmakologi dan non
farmakologi, penanganan nyeri farmakologi termasuk didalamnya adalah
dengan obat obatan analgesik dan penenang sedangkan penanganan secara
non farmakologi adalah dengan teknik relaksasi, hipnoterapi, imajinasi,
distraksi, terapi musik, akupuntur, serta terapi accupressure. Penggunaan
manajemen nyeri nonfarmakologi ini lebih murah, simple, efektif dan
tanpa efek yang merugikan. Salah satu penerapan prinsip keperawatan
dengan non farmakologi adalah meminimalkan nyeri dengan teknik
distraksi. Teknik distraksi sangat efektif digunakan untuk menghilangkan
rasa nyeri, hal ini disebabkan karena distraksi merupakan suatu metode
dalam upaya menurunkan nyeri pada pasien post operasi untuk lebih
menahan nyeri. Tehnik distraksi antara lain dengan memberikan terapi
musik (Berliana Ruth, 2011)
Terapi musik adalah suatu proses yang menggabungkan antara aspek
penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi fisik atau tubuh,
emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (Dian
Natalina, 2013).
Mengacu pada hal di atas penulis tertarik untuk menerapkan prosedur
terapi musik pada pasien post operasi sectio caesarea di RS cipto
mangunkusumo.
3

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran penerapan prosedur terapi musik pada pasien post
operasi sectio caesarea dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran penerapan prosedur terapi musik pada pasien
post operasi sectio caesarea dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman
nyeri.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran tentang konsep dasar sectio caesarea.
b. Memberikan gambaran tentang konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien post operasi sectio caesarea dengan gangguan
pemenuhan rasa nyaman nyeri.
c. Memberikan gambaran tentang prosedur penerapan terapi musik
pada pasien post operasi sectio caesarea dengan gangguan
pemenuhan rasa nyaman nyeri.
d. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan studi kasus tentang
penerapan prosedur terapi musik pada pasien post operasi sectio
caesarea dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri.

D. Manfaat Studi Kasus


Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap penanganan nyeri
post operasi sectio caesarea dengan terapi musik
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Memperluas ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi
sectio caesarea dengan menggunakan terapi musik.
4
3. Penulis
Memperluas wawasan dan pengalaman dalam pelaksanaan pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea
dan dapat memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada pasien
post operasi sectio caesarea dengan menggunakan terapi musik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sectio Caesarea


1. Definisi sectio caesarea
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus pada persalinan buatan, sehingga
janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding Rahim agar
anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawati dalam Maryunani,
2016).
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan irisan pembedahan yang menembus abdomen dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y Dan Fauzi dalam
Maryunani, 2016).

2. Jenis-jenis sectio caesarea


Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan melintang
Sayatan melintang dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang
dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas
batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya
adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita
rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa
nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi
sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Prawirohardjo,
2008).
b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang
memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi.
Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan
terhadap komplikasi (Dewi Y, 2007)

5
6

3. Indikasi sectio caesarea


a. Indikasi mutlak
1) Indikasi Ibu:
Panggul sempit absolut (CPD), kegagalan melahirkan secara
normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan
lahir yang menyebabkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina,
plasenta pervia, disdistribusi frekuensi sefalopelvik, rupture uteri
membakat.
2) Indikasi janin
Malpresentasi janin, gawat janin, prolapse plasenta, perkembangan
bayi yang terhambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena
preeklamsi.

b. Indikasi Relatif
Riwayat sectio sebelumnya, presentasi bokong, distosia, gawat
janin/fetal distress, preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan
diabetes, ibu dengan HIV positif sebelum inpartu, gemelli (hamil
ganda), sectio caesarea dianjurkan: bila janin pertama letak lintang,
presentasi bahu, bila terjadi interlock; distosia oleh karena tumor;
IUFD (Intra Uterinr Fetal Death/ kematian janin dalam kandungan)

c. Indikasi Sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya.
2) Wanita yang ingin sectio caesarea elektif karena selama persalinan
atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul.
3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan. (Rasjidi dalam maryunani,
2016).

4. Kontraindikasi sectio caesarea


Mengenai kontra indikas sectio caesarea dilakukan baik untuk
kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio
caesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa apabila
misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau apabila janin terlalu
kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti menderita
7

cacat seperti hidrosefalus, anensefalus, dan sebagainya (Manuaba I.B.G,


2010). Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada janin mati,
syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (sarwono
dalam jitowiyono, 2012)

5. Komplikasi sectio caesarea


Komplikasi yang akan terjadi setelah sectio caesarea adalah nyeri
pada daerah insisi, potensi terjadinya thrombosis, potensi terjadinya
penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot dasar
panggul, perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada
extremitas bawah, dan gangguan laktasi (Kurniawati, 2008).

B. Konsep Nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respons individu terhadap sensasi
nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut
menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. (Asmadi,
2008).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi
nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang
tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain lain. (Asmadi, 2008).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Berdasarkan teori (Hidayat, 2016), pengalaman nyeri pada seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu:
a. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh
8

beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial


budaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya
pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi ini dipengaruhi
oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi nyeri
Toleransi nyeri merupakan kemampuan seseorang menahan nyeri.
Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri yaitu
alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sementara itu
faktor yang menurunkan toleransi nyeri yaitu kelelahan, rasa marah,
bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap
nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit.

3. Proses terjadinya nyeri


Mekanisme nyeri adalah ketika reseptor A Delta dan serabut C
distimulasi oleh rangsangan nyeri, axon perifer tingkat pertama
mentransmisikan data sensori ke badan sel pada ganglion akar dorsal.
Sensasi lalu diteruskan ke bagian abu-abu atau gray matter korda spinalis
dorsal melalui traktus spinotalamikus meliputi spinal dan thalamus atau
traktus spinoretikuler menuju batang otak. Serabut syaraf akan berhenti
mentransmisikan data sensori persepsi nyeri pada bagian kolumna abu-
abu dorsal korda spinalis apabila diberikan neurotransmitter (misalnya
epinefrin, norepinefrin, serotonin dan berbagai opioid endogen atau jenis
analgesik narkotik/ non narkotik lainnya) (Guyton & Hall, 2008; Black &
Hawks, 2009; Potter & Perry, 2010).

4. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
a) Nyeri berdasarkan tempatnya:
9

Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh


misalnya pada kulit, mukosa. Deep pain , yaitu nyeri yang terasa pada
permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ organ tubuh
visceral. Referral pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian
tubuh di daerah yang berbeda, bekan daerah asal nyeri. Central pain,
yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat,
spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain lain.

b) Nyeri berdsarkan sifatnya:


Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu waktu lalu
menghilang. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama. Proximal pain, yaitu nyeri yang
dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya
menetap 10 15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c) Nyeri berdasarkan berat ringannya:


Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri sedang, yaitu
nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan
intensitas tinggi.

d) Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan


Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri
coroner. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam
bulan. bahkan bertahun tahun. Ada pula pola nyeri kronis yang
konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa makin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
Tidak ada dua individu mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua
kejadian nyeri yang sama menghasilkan sensasi nyeri atau respon nyeri
yang identik sama pada seorang individu karena nyeri bersifat subjektif
(Perry & Potter, 2010).
10

5. Penanganan nyeri
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu
secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis dapat dengan
obat obatan analgesik dan penenang, sedangkan secara non farmakologis
dapat dilakukan dengan cara bimbingan antisipasi, terapi es dan
panas/kompres panas dan dingin, TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve
Stimulation), distraksi relaksasi, imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur,
massage, serta terapi musik (Andarmoyo, 2013).

C. Prosedur Mengatasi Nyeri Secara Non Farmakologi: Terapi Musik


1. Terapi musik
Terapi musik adalah suatu proses yang menggabungkan antara aspek
penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi; fisik atau tubuh,
emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (Natalina,
2013).
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya
yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).
Pelaksanaan terapi musik dimulai sesegera mungkin yaitu dapat dimulai 2
jam post operasi. Meskipun klien masih di ruang pulih sadar, terapi bisa
langsung diberikan dan merekomendasikan intervensi terapi musik diberikan
pada hari pertama dan kedua post operasi. Hal ini merupakan upaya untuk
menstimulasi pengeluaran hormon endorphin sesegera mungkin. Dilakukan
terapi musik selama 30 menit, endorphin terbukti akan distimulasi untuk
menginhibisi persepsi nyeri (Irmawaty, 2013)

2. Jenis-jenis terapi musik


Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam terapi musik,
yaitu:
a. Terapi Musik Aktif.
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main
menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu
singkat.
11

b. Terapi Musik Pasif.


Inilah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien tinggal
mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang
disesuaikan dengan masalahnya.

3. Manfaat terapi musik


Berikut merupakan manfaat dari terapi musik:
a. Untuk penyembuhan
Dengan hanya mendengarkan alunan musik yang lembut dan relaksasi
maka akan memberikan dampak yang positif terhadap rasa nyeri yang
alami. Dengan mendengarkan musik yang bersifat relaksasi anda juga
bisa mendapatkan manfaat lain yaitu rasa nyeri yang kronis bisa jauh
berkurang, mengurangi rasa nyeri yang berkepanjangan, dan termasuk
bisa mengurangi rasa nyeri pasca operasi
b. Mengurangi tekanan darah
Mendengar musik yang bersifat relaksasi maka hipertensi anda bisa
menurun
c. Mengembangkan pikiran yang kreatif
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Eropa disebutkan bahwa
musik relaksasi bisa membantu seseorang untuk mendorong kreativitas
dan memberikan ruang ide baru.
d. Menghilangkan kelelahan
Ketika tubuh sedang butuh istirahat maka musik yang santai bias
membantu tubuh untuk beristirahat dengan baik dan efektif dimana
nantinya tubuh akan mendapatkan energi tambahan.
e. Membantu mengurangi stress dan meningkatkan relaksasi
Relaksasi musik ini perlahan akan mengendurkan syaraf anda yang
sebelumnya kelelahan dan tegang.

4. Tujuan Prosedur Terapi Musik


a. Mengalihkan perhatian kepada hal lain sehingga kesadaran terhadap
nyeri berkurang
b. Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan kesehatan spiritual pasien.
12

5. Persiapan alat:
Handphone dan Headset

6. Langkah- langkah prosedur:


a. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada), siapkan
alat-alat
b. Cuci tangan, beri salam dan panggil klien dengan namanya
c. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga,
berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan,
menanyakan keluhan utama klien, jaga privasi klien,
d. Menetapkan perubahan pada perilaku atau fisiologi yang diinginkan
seperti relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit,
menetapkan ketertarikan klien terhadap musik, Identifikasi pilihan musik
klien.
e. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam
musik, pilih musik yang mewakili pilihan musik klien, bantu klien untuk
memilih posisi yang nyaman, batasi stimulasi eksternal seperti cahaya,
suara, pengunjung, panggilan telepon selama mendengarkan musik.
f. Identifikasi pilihan musik klien, dekatkan handphone dengan
memperdengarkan musik klasik pada klien, dukung dengan headphone
jika diperlukan. nyalakan musik dan lakukan terapi musik, pastikan
volume musik sesuai dan tidak terlalu keras dan berlangsung selama 30
menit.
g. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang
lama, evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien), kontrak pertemuan
selanjutnya, akhiri kegiatan, bereskan alat-alat, cuci tangan, catat hasil
kegiatan di dalam catatan keperawatan.

D. Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien Post


Operasi Sectio Caesarea
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat. Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering
13

ditemukan adalah nyeri. Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat


membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai
(Muttaqin, 2011).

Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011):


Variabel Deskripsi dan Pertanyaan
Faktor Untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi
Pencetus predisposisi nyeri.
(P: Provoking Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
Incident) Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara
Kualitas
subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari
(Q: Quality of
nyeri sulit ditafsirkan.
Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
Untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat,
adanya radiasi dan penyebabnya.
Lokasi
Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri
(R: Region)
paling hebat mulai dirasakan?
Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?
Pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya
suatu keluhan nyeri bersifat subyektif.
Keparahan - Seberapa berat keluhan yang dirasakan dengan
(S: Scale of menggunakan rentang 0-9.
Pain) Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri, 1-2-3 = Nyeri ringan, 4-5 =
Nyeri sedang, 6-7 = Nyeri hebat, 8-9 = Nyeri sangat,
10 = Nyeri paling hebat
Untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
Waktu apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang
(T: Time) hari.
Kapan nyeri muncul?
Tanyakan apakah gejala timbul mendadak,
14

perlahan-lahan atau seketika itu juga?


Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara
terus-menerus atau hilang timbul.

b. Diagnosa
Berdasarkan teori (Wilkinson, 2007), salah satu diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada klien post sectio caesarea adalah :
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik.

c. Perencanaan
Berdasarkan teori (Tamsuri, 2012) intervensi keperawatan untuk
mengatasi nyeri akut adalah sebagai berikut:
a. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik

b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
Nyeri berkurang, pasien tidak meringis kesakitan, ekspresi wajah pasien
rileks

d. Kriteria hasil
Klien mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik, perilaku klien atau
gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang atau hilang, klien
menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri

c. Rencana Keperawatan
1) Kaji derajat nyeri
2) Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut
3) Diskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan
penurunan nyeri akut
15

4) Ajarkan distraksi selama nyeri akut


5) Ajarkan tindakan penurunan nyeri non invasiv: terapi musik
6) Berikan analgesik

e. Implementasi
1) Mengkaji derajat nyeri
2) Memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut
3) Mendiskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan
penurunan nyeri akut
4) Mengajarkan distraksi terapi musik selama nyeri akut
5) Mengajarkan tindakan penurunan nyeri non invasiv
6) Memberikan analgesik

f. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya
perasaa nyeri menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang
baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
nyeri (Hidayat, A. Aziz Alimul., 2008).
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi Kasus


Penulis menggunakan rancangan multiple case study yang dikemukakan
cresswell (2007). Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus deskriptif.
Studi kasus deskriptif bertujuan memaparkan peristiwa penting yang terjadi
pada masa kini (Nursalam, 2008).
Dalam studi ini penulis menganalisis 2 kasus yang mengalami gangguan
rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea dan penerapan
prosedur terapi musik. Peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap
dengan menggunakan prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang
telah di tentukan

B. Subyek Studi Kasus


Subjek dalam studi kasus adalah dua pasien dengan gangguan rasa nyaman
nyeri post operasi sectio caesarea yang sedang dirawat di lantai 2 zona B
Gedung A Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Kriteria inklusi pada
penelitian studi kasus ini adalah pasien yang mengalami gangguan rasa
nyaman nyeri post operasi sectio caesarea, memiliki pendengaran yang baik,
dapat menggunakan dan memiliki smartphone dan bersedia menjadi
responden yang diamati secara mendalam untuk menggambarkan penerapan
prosedur terapi musik. Kriteria ekslusi adalah pasien yang tidak mengalami
gangguan rasa nyaman nyeri post operasi sectio caesarea, tidak mengalami
gangguan pendengaran, tidak mampu menggunakan dan memiliki handphone
seperti smartphone. Dalam penelitian ini, pengambilan sumber data
menggunakan metode sampling non probabilitas yaitu purposive sampling.
Menurut sugiyono (2013) purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampling yang dipilih
dalam penelitian yaitu untuk menggambarkan penerapan prosedur terapi
musik pada pasien post operasi sectio caesarea.

16
17

C. Fokus Studi
Pada studi kasus ini yang menjadi fokus studi adalah penerapan prosedur
terapi musik pada pasien post operasi sectio Caesarea.

D. Definisi Operasional
Klien Sectio caesarea adalah klien yang dilakukan pembedahan untuk
melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus karena
adanya indikasi tertentu.
Gangguan rasa nyaman nyeri adalah klien yang mengalami rasa sakit yang
disebabkan oleh perlukaan akibat pembedahan sectio caesarea.
Terapi musik adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dengan memperdengarkan musik klasik yang dilakukan selama 30
menit.

E. Instrumen Studi Kasus


Instrumen yang digunakan pada studi kasus ini adalah instrumen
pemeriksaan fisik, dan penulis akan melakukan wawancara dan observasi
dengan menggunakan instrumen format pengkajian nyeri dengan pendekatan
PQRST yang berupa checklist.

F. Prosedur Pengumpulan Data


Pelaksanaan pengumpulan data diawali dengan mengunjungi rumah sakit
yang akan menjadi tempat dilakukannya penelitian lalu menentukan subyek
studi kasus yaitu dengan pasien post operasi sectio caesarea yang dirawat di
lantai 2 zona B Gedung A Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Proses
penentuan subjek studi kasus dilakukan dengan bimbingan dosen
pembimbing Clinical Instructur. Sebelum melakukan wawancara penulis
menelusuri rekam medis pasien, lalu penulis membina hubungan saling
percaya dengan pasien dan melakukan informed consent. Lalu setelah klien
menyetujui untuk menjadi responden dalam penelitian ini penulis melakukan
pengkajian nyeri dengan menggunakan pendekatan PQRST, penulis membuat
perencanaan yang akan dilakukan selama 3 hari dan dilakukan 2 kali dalam
sehari selama 30 menit, setelah dan sebelum melakukan penerapan terapi
musik penulis melakukan observasi skala nyeri pasien.
18

G. Tempat Dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus Dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Gd.A Lantai
2 Zona B. Selama 8 hari mulai tanggal 13 April 2017 21 April 2017.

H. Analisis Data Dan Penyajian Data


Menurut Sugiyono (2013) analisis data adalah proses mencari dan
menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain secara sistematis sehingga mudah dipahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis deskriptif kualitatif yaitu
dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh
sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar
angka-angka. Langkah-langkahnya adalah reduksi data, penyajian data
dengan teks, kemudian penarikan kesimpulan. Dalam studi kasus ini penulis
menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dengan membandingkan
kasus 1 dan kasus 2 dimulai dari pengkajian hingga evaluasi serta dilihat dan
dibandingkan hasil yang didapat dari kedua kasus tersebut.

I. Etika Studi Kasus


Menurut Hidayat (2007) etika penelitian meliputi:
1. Informent Consent (Lembar persetujuan)
Informent Consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informend
Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden, dengan
tujuan pemberiannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian
dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia
maka peneliti harus menghormati hak mereka.
2. Anominity (Tanpa Nama)
Anominity menjelaskan bentuk penulisan dengan tidak perlu
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, tetapi hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan menjelaskan masalah-masalah responden yang harus
dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah
19

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penelit, hanya kelompok data


tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus


1. Data dasar Pada Kasus 1
a. Pengkajian
Pasien berinisial Ny. A berusia 37 tahun. Status perkawinan
menikah. Pasien beragama Islam. Tempat tinggal di Jakarta Timur dan
pasien berasal dari suku Betawi. Pendidikan terakhir pasien adalah
SMU. Nama suami pasien Tn.F. Alamat rumah pasien di Pondok
Kopi, Duren Sawit. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Diagnosa medis pasien adalah pospartum sectio caesarea indikasi
Preeklamsia Berat.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 15 april 2017 dengan
G2P1A0 pada postpartum dengan sectio caesarea atas indikasi
Preeklamsia Berat. Pasien melahirkan anaknya pada tanggal 16 april
2017 pukul 03.00 WIB dengan usia kehamilan 38 minggu. Bayi lahir
dengan jenis kelamin laki-laki 2800 gram dan panjang 43 cm, keadaan
fisik baik. Pasien pernah mengalami operasi sectio caesarea
sebelumnya pada tahun 2008 dengan indikasi Preeklamsia Berat
(PEB). Anak pertama berjenis kelamin laki-laki dengan BB: 2700
gram, PB: 45cm. Pasien masuk ruang rawat postpartum pada tanggal
17 april 2017 pada pukul 08.00 dengan keluhan nyeri pada luka insisi.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Ny. A
teridentifikasi keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis.
Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 22x/menit,
suhu 36,4C. BB: 62 kg dan TB: 155 cm. pasien mengeluh nyeri
dibagian luka insisi, pasien tampak kesakitan saat bergerak, terdapat
luka operasi sepanjang 10 cm, pasien tampak meringis, pasien tampak
memegangi perutnya saat ingin bergerak agar bisa menahan nyeri di
perutnya dengan secara perlahan, saat dikaji pasien mengatakan skala
nyeri 7, nyeri hilang timbul, seperti tertusuk- tusuk, durasi nyeri 10
menit, nyeri hilang setelah diberi obat, nyeri hanya dirasakan di
daerah insisi, nyeri timbul saat bergerak, dan bersin. Pasien

20
21

mengatakan pernah operasi sectio caesarea sebelumnya pada tahun


2008, pasien mengatakan tahu cara mengontrol nyeri dengan nafas
dalam, pasien mengatakan tahu tentang terapi musik sebelumnya
karena anak pertamanya mengalami autis ringan dan harus melakukan
terapi musik. Pasien mengatakan memiliki penyakit keturunan
hipertensi. Pasien mendapatkan terapi medis obat: profenid, dosis:
100mg, frekuensi: 3x1, cara pemberian: suppos.

b. Diagnosa
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera
fisik (Wilkinson, 2007).

c. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri akut
berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, distensi
kandung kemih, agen cidera fisik. Kriteria hasil: Subjektif: Klien
mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik, klien mengatakan skala
nyeri berkurang, Objektif: perilaku klien atau gejala yang
berhubungan dengan nyeri berkurang atau hilang, klien
menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri. Rencana Keperawatan: Kaji derajat nyeri
dengan menggunakan pendekatan PQRST, ajarkan distraksi terapi
musik selama 3 hari yang dilakukan 2 kali dalam sehari selama 30
menit, Berikan analgetik: profenid sesuai dosis 3x1 selama 24 jam.

d. Implementasi
Tanggal 17 April 2017
(1) Pukul 10.00 WIB. Mengkaji derajat nyeri dengan menggunakan
pendekatan PQRST didapatkan data:
Subjektif: klien mengatakan nyeri di bagian luka insisi, klien
mengatakan skala nyeri 7, klien mengatakan rasanya seperti
ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri timbul saat bergerak,
klien mengatakan nyeri hanya dibagian luka insisi, klien
22

mengatakan durasi nyeri 10 menit, klien mengatakan nyeri


hilang setelah minum obat, klien mengatakan tahu tentang terapi
musik, klien mengatakan anak pertamanya pernah melakukan
terapi musik karena autis ringan, klien mengatakan pernah
operasi sebelumnya pada tahun 2008 dan nyeri yang dirasakan
tidak seperti nyeri operasi sebelumnya. Objektif: Pasien tampak
kesakitan saat bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak
memegangi perutnya saat ingin bergerak agar bisa menahan
nyeri di perutnya dengan secara perlahan, skala nyeri 7,
Tekanan darah: 142/100 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR:
22x/menit, suhu: 36,3C.

(2) Pukul 12.00 WIB. Mengajarkan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan sebelum dilakukan terapi musik
skala nyeri 7, klien mengatakan nyeri saat mencoba duduk, klien
mengatakan tau tentang terapi musik, klien mengatakan lebih
rileks setelah diberikan terapi musik, klien mengatakan nyeri
menjadi teralihkan, klien mengatakan skala nyeri masih 7.
Objektif: klien tampak kesakitan sebelum diberikan terapi
musik, klien tampak meringis, skala nyeri 7 sebelum dilakukan
terapi musik, klien tampak rileks, nyeri klien tampak teralihkan
dengan terapi musik, skala klien masih 7 setelah diberikan terapi
musik.

(3) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai


dosis 3x1 selama 24 jam.
Subjektif: klien mengatakan sebelum diberikan obat skala
nyeri 7, klien mengatakan nyeri hilang timbul seperti biasa,
klien mengatakan masih merasa nyeri setelah diberikan obat.
Objektif: klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri klien
tetap 7 setelah diberi obat.

Tanggal 18 april 2017


(1) Pukul 09.00 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.
23

Subjektif: klien mengatakan sebelum tidur mendengarkan


musik agar nyeri berkurang, klien mengatakan setelah diberi
obat anti nyeri maka nyeri berkurang, klien mengatakan
sebelum dilakukan terapi skala nyeri 7, klien mengatakan nyeri
hilang timbul, klien mengatakan saat ingin berganti posisi
nyeri terasa, klien mengatakan setelah dilakukan terapi skala
nyeri 6, klien mengatakan menjadi lupa dengan nyerinya
selama mendengarkan musik. Objektif: klien tampak kesakitan
dengan nyerinya, skala klien 7 sebelum dilakukan terapi
musik, klien tampak tenang, skala nyeri klien 6 setelah
dilakukan terapi musik. Tekanan darah: 140/110 mmHg, Nadi:
86x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,6C

(2) Pukul 11.00 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan skala nyeri masih 6, klien
mengatakan nyeri masih dirasakan walaupun bergerak sedikit,
klien mengatakan skala masih 6 setelah dilakukan terapi
musik. Objektif: klien tampak meringis, klien tampak
mengerutkan dahi saat nyeri timbul, skala klien masih 6
setelah dilakukan terapi musik.

(3) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai


dosis 3x1 selama 24 jam.
Subjektif: klien mengatakan sebelum diberikan obat skala
nyeri 6, klien mengatakan nyeri saat duduk, klien mengatakan
masih merasa nyeri setelah diberikan obat. Objektif: klien
tampak meringis, skala nyeri klien tetap 6 setelah diberi obat.

Tanggal 19 April 2017


(1) Pukul 10.30 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.
Subjektif: klien mengatakan skala nyeri 5 sebelum diberikan
terapi musik, klien mengatakan sesekali saat ada waktu luang
klien mendengarkan musik, klien mengatakan sudah dapat
berjalan di sekitar tempat tidur, klien mengatakan setelah
24

dilakukan terapi skala nyeri 4. Objektif: klien tampak tenang,


klien tampak sudah dapat berjalan-jalan disekitar tempat tidur,
klien tampak segar, skala nyeri klien 4. Tekanan darah: 132/90
mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,7C

(2) Pukul 11.30 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan skala nyeri 4 sebelum diberikan
terapi musik, klien emgatakan semalam mendengarkan musik
mozart klasik selama 10 menit sebelum tidur, klien
mengatakan nyeri teralihkan dengan musik, klien mengatakan
menjadi tenang setelah diberikan terapi musik, klien
mengatakan setelah diberi terapi musik nyeri klien tetap 4.
Objektif: klien tampak mengkerutkan kening, klien tampak
tidak nyaman, sebelum diberikan terapi musik skala nyeri 4,
klien tampak rileks setelah diberikan terapi musik, wajah klien
tampak tenang setelah diberikan terapi musik, setelah
diberikan terapi musik nyeri klien tetap 4.

(4) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai


dosis 3x1 selama 24 jam
Subjektif: klien mengatakan sebelum diberikan obat skala
nyeri 4, klien mengatakan nyeri masih dirasakan tapi hanya
sedikit, klien mengatakan lebih baik setelah diberi obat.
Objektif: klien tampak kesakitan, skala nyeri klien tetap 4
setelah diberi obat.

e. Evaluasi
Subjektif: klien mengatakan nyeri berkurang, klien mengatakan
lebih rileks, klien mengatakan merasa lebih nyaman, klien
mengatakan sudah bisa bergerak bebas seperti ke kamar mandi atau
jalan- jalan di depan kamar rawat, klien mengatakan skala nyeri 4.
Objektif: klien tampak rileks, klien tampak sudah bergerak bebas
seperti berjalan, klien tampak lebih segar, klien tampak lebih
nyaman, skala nyeri klien 4, tekanan darah: 132/90 mmHg, Nadi:
25

90x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,7C, Analisa: masalah teratasi


sebagian, Perencanaan: intervensi dilanjutkan yaitu melakukan terapi
musik.

2. Data dasar pada kasus 2


a. Pengkajian
Pasien berinisial Ny. E berusia 30 tahun. Status perkawinan
menikah. Pasien beragama Islam. Tempat tinggal di Bekasi dan pasien
berasal dari suku Jawa. Pendidikan terakhir pasien adalah SMU. Nama
suami pasien Tn.Z. Alamat rumah pasien Jatirahayu, Pondok Gede.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Diagnosa medis pasien adalah
pospartum sectio caesarea indikasi Preeklamsia Berat. Pasien masuk
rumah sakit pada tanggal 16 april 2017 dengan G3P2A0 pada
postpartum dengan sectio caesarea atas indikasi Preeklamsia Berat.
Pasien melahirkan anaknya pada tanggal 17 april 2017 pukul 20.15
WIB dengan usia kehamilan 39 minggu. Bayi lahir dengan jenis
kelamin perempuan 2600 gram dan panjang 40 cm, keadaan fisik.
Pasien masuk ruang rawat postpartum dengan sectio caesarea pada
tanggal 18 april 2017 pukul 10.00 dengan keluhan nyeri pada luka
insisi.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Ny. E
teridentifikasi keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis.
Tekanan darah 140/110 mmHg, nadi 86x/menit, respirasi 22x/menit,
suhu 36,6C. BB: 86 kg dan TB: 162 cm. pasien mengeluh nyeri
dibagian luka insisi, pasien tampak kesakitan saat bergerak. Terdapat
luka operasi sepanjang 10 cm, pasien tampak meringis, pasien tampak
memegangi perutnya, klien tampak mengigit bibir bawahnya karna
nyeri, kening klien tampak dikerutkan, pasien tampak bergerak
perlahan-lahan karena nyeri di daerah insisi, saat dikaji pasien
mengatakan skala nyeri 8, nyeri hilang timbul, seperti terkena benda
tajam, nyeri timbul saat bergerak, bersin, batuk dan tertawa, durasi
nyeri 10 menit, nyeri hilang setelah diberi obat, nyeri hanya dirasakan
di daerah insisi, pasien mengatakan belum pernah operasi sectio
26

caesarea sebelumnya, kelahiran anak pertama dan keduanya dengan


persalinan normal, pasien tidak tahu cara mengontrol nyeri, pasien
hanya tahu sekilas tentang terapi musik dan belum pernah mencobanya.
Pasien mengatakan memiliki penyakit keturunan hipertensi. Pasien
mendapatkan terapi medis obat: profenid, dosis: 100mg, frekuensi:
3x1, cara pemberian: suppos.

b. Diagnosa
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik
(Wilkinson, 2007).

d. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri akut
berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, distensi
kandung kemih, agen cidera fisik. Kriteria hasil: Subjektif: Klien
mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik, klien mengatakan skala
nyeri berkurang, Objektif: perilaku klien atau gejala yang
berhubungan dengan nyeri berkurang atau hilang, klien
menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri. Rencana Keperawatan: Kaji derajat nyeri
dengan menggunakan pendekatan PQRST, ajarkan distraksi terapi
musik selama 3 hari yang dilakukan 2 kali dalam sehari selama 30
menit, Berikan analgetik: profenid sesuai dosis 3x1 selama 24 jam.

c. Implementasi
Pada tanggal 18 april 2017
1) Pukul 10.00 WIB. Mengkaji derajat nyeri dengan menggunakan
pendekatan PQRST didapatkan data:
Subjektif: klien mengatakan skala nyeri 8, nyeri hilang timbul,
seperti terkena benda tajam, nyeri timbul saat bergerak,bersin,
batuk dan tertawa, durasi nyeri 10 menit, nyeri hilang setelah
diberi obat, nyeri timbul kapan saja, nyeri hanya dirasakan di
daerah insisi, pasien mengatakan belum pernah operasi sectio
27

caesarea sebelumnya, pasien mengatakan tahu tentang terapi


musik tapi hanya sekilas saja, klien mengatakan tidak tahu cara
mengontrol nyeri. Objektif: klien tampak kesakitan saat ingin
bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegangi
perutnya, klien tampak mengigit bibir bawahnya karna nyeri,
kening klien tampak dikerutkan, pasien tampak bergerak
perlahan-lahan karena nyeri di daerah insisi, saat dikaji Tekanan
darah: 140/110 mmHg, Nadi: 92x/menit, RR: 24x/menit, suhu:
36,7C.

2) Pukul 12.00 WIB. Mengajarkan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan sebelum dilakukan terapi musik
skala nyeri 8, klien mengatakan nyeri saat ingin duduk, klien
mengatakan merasa tidak nyaman karena nyerinya, klien
mengatakan nyerinya seperti tidak hilang-hilang, klien
mengatakan lebih rileks sedikit setelah diberikan terapi musik,
klien mengatakan nyeri menjadi teralihkan, klien mengatakan
skala nyeri masih 8. Objektif: klien tampak meringis sebelum
diberikan terapi musik, klien mengatakan aduh sakit sekali pada
daerah insisi, skala nyeri 8 sebelum dilakukan terapi musik, klien
tampak rileks, nyeri klien tampak teralihkan sebentar dengan
terapi musik, skala klien masih 8 setelah diberikan terapi musik.

3) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai dosis


3x1 selama 24 jam
Subjektif: klien mengatakan nyeri masih sangat terasa, klien
mengatakan skala nyeri 8, klien mengatakan nyeri masih ada
setelah di beri obat. Objektif: klien tampak kesakitan, klien
tampak memegangi bawah daerah insisi, skala nyeri 8 tetap sama.

Pada tanggal 19 april 2017


1) Pukul 11.00 WIB. Melakukan distraksi terapi musik..
Subjektif: klien mengatakan tidak melakukan terapi musik
sebelum tidur karena bayi sering menangis sehingga nyeri masih
28

sama dengan kemarin, klien mengatakan sebelum dilakukan


terapi skala nyeri 8, klien mengatakan nyeri hilang timbul, klien
mengatakan saat ingin berganti posisi seperti miring kiri atau
kanan nyeri sangat terasa, klien mengatakan setelah dilakukan
terapi skala nyeri masih 8, klien mengatakan menjadi lupa dengan
nyerinya selama mendengarkan musik. Objektif: klien tampak
mengkerutkan dahi, klien tampak kesakitan dengan nyerinya,
skala klien 8 sebelum dilakukan terapi musik, klien tampak
tenang, skala nyeri klien 7 setelah dilakukan terapi musik.
Tekanan darah: 130/110 mmHg, Nadi: 88x/menit, RR: 22x/menit,
suhu: 36,7C

2) Pukul 12.30 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan nyeri sedikit berkurang ketika sudah
beberapa kali diberikan obat, klien mengatakan terapi musik
hanya membantu sedikit, klien mengatakan akan coba
melakukannya sebelum tidur, klien mengatakan skala nyeri 7,
klien mengatakan nyeri membuatnya tidak nyaman saat
beraktifitas atau diam, klien mengatakan nyeri masih 7. Objektif:
klien tampak memegangi perutnya karena nyeri, klien tampak
kesakitan, klien tampak tidak nyaman karna nyerinya, skala nyeri
klien tetap 7.

3) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai dosis


3x1 selama 24 jam.
Subjektif: klien mengatakan nyeri sekali, klien mengatakan skala
nyeri 7, klien mengatakan nyeri masih ada setelah di beri obat.
Objektif: klien tampak kesakitan, klien tampak gelisah, skala
nyeri tetap sama yaitu 7.

Pada tanggal 20 april 2017


1) Pukul 10.00 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.
Subjektif: klien mengatakan skala nyeri 7 sebelum diberikan
terapi musik, klien mengatakan selalu tidak sempat
29

mendengarkan musik karena banyak yang menjenguk dan


bayinya selalu menangis, klien mengatakan masih belum bisa
berjalan di sekitar tempat tidur, klien mengatakan setelah
dilakukan terapi skala nyeri 6. Objektif: klien tampak tenang,
klien mencoba berdiri didekat tempat tidur, klien tampak segar,
skala nyeri klien 6. Tekanan darah: 136/98 mmHg, Nadi:
89x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,4C

2) Pukul 12. 30 WIB. Melakukan distraksi terapi musik.


Subjektif: klien mengatakan skala nyeri 6 sebelum diberikan
terapi, klien mengatakan nyeri masih terasa sedikit-sedikit, klien
mengatakan lumayan teralihkan nyerinya dengan musik, klien
mengatakan skala nyeri masih 6. Objektif: klien tampak kesakitan
karena nyerinya, klien tampak gelisah, skala klien 6 sebelum
dilakukan terapi, klien tampak tenang, skala klien masih tetap 6
setelah dilakukan terapi musik.

3) Pukul 13.00 WIB. Memberikan analgetik: profenid sesuai dosis


3x1 selama 24 jam
Subjektif: klien mengatakan nyeri skala nyeri 6, klien
mengatakannyeri masih hilang timbul, klien mengatakan nyeri
masih ada sedikit setelah di beri obat. Objektif: klien tampak
tidak nyaman, klien tampak memegangi bawah daerah insisi,
skala nyeri 6 setelah diberi obat.

d. Evaluasi.
Subjektif: klien mengatakan nyeri masih terasa, klien mengatakan
belum dapat bergerak bebas karena nyeri, klien mengatakan nyeri
seperti tidak hilang atau berkurang, klien mengatakan skala nyeri 6.
Objektif: klien tampak tidak tenang, klien tampak meringis, klien
tampak kesakitan, skala nyeri 6, tekanan darah: 136/98 mmHg, Nadi:
89x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,4C, Analisa: masalah belum
teratasi, Perencanaan: intervensi dilanjutkan yaitu: melakukan
terapi musik.
30

B. Pembahasan
Dari hasil pengkajian yang didapat pada Ny. A bahwa Ny. A pernah
melakukan operasi sectio caesarea sebelumnya, sedangkan Ny. E baru
pertama kali melakukan operasi sectio caesarea. Ny. A tahu dan pernah
melakukan terapi musik pada anak pertamanya yang menderita autis ringan,
Ny. A mengetahui cara mengontrol nyeri dengan nafas dalam, Ny. A sering
melakukannya saat waktu luang sedangkan Ny. E hanya mengetahui terapi
musik hanya sekilas saja tanpa pernah mempraktikkannya, dan Ny. E tidak
tahu cara mengontrol nyeri, Ny. A tidak mempraktikkannya kalau perawat
tidak ada karena bayinya sering menangis, seperti landasan teori (Hidayat,
2016) ada beberapa faktor yang mempengaruhi arti nyeri seperti usia, jenis
kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pengalaman serta
didukung oleh penelitian Handayani (2011) bahwa pengalaman masa lalu
dapat mempengaruhi arti nyeri, orang yang mempunyai pengalaman masa
lalu cara mengatasi nyeri pada luka operasi akan berbeda respon nyerinya
pada orang yang tidak mempunyai pengalaman, begitu juga pada orang
yang dapat mengatasi nyerinya pada masa lalu akan berbeda pada orang
yang tidak pernah merasakan rasa nyeri. Skala nyeri yang didapatkan pada
saat pengkajian berbeda yaitu Ny. A dengan skala nyeri 7 dan Ny. E
dengan skala nyeri 8 karena setiap individu memiliki respon dan persepsi
nyeri yang berbeda seperti landasan teori (Perry & Potter, 2010) Tidak ada
dua individu mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri
yang sama menghasilkan sensasi nyeri atau respon nyeri yang identik sama
pada seorang individu karena nyeri bersifat subjektif.
Penulis menegakan diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman
nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, distensi
kandung kemih, agen cidera fisik karena salah satu komplikasi yang terjadi
setelah melakukan operasi sectio caesarea adalah nyeri sesuai landasan
teori yang dikemukakan oleh (Kurniawati, 2008) yaitu komplikasi yang
akan terjadi setelah sectio caesarea adalah nyeri pada daerah insisi dan
diagnosa dirumuskan karena pada saat pengkajian didapatkan data subjektif
yaitu kedua pasien mengatakan nyeri pada luka insisi, klien mengatakan
nyeri saat bergerak, tertawa, atau batuk, klien mengatakan nyeri hilang
timbul, klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan data objektif yaitu
31

pasien tampak kesakitan saat ingin bergerak, pasien tampak meringis,


pasien tampak memegangi perutnya, klien tampak mengigit bibir bawahnya
karna nyeri, kening klien tampak dikerutkan. Sehingga penulis merumuskan
diagnosa tersebut berdasarkan tanda dan gejala yang terjadi pada kedua
pasien serta didukung oleh teori (Wilkinson, 2007), salah satu diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien post sectio caesarea adalah
gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik.
Setelah diagnosa keperawatan ditegakan, maka perlu rencana untuk
mengatasi masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan.
Pada pasien Ny. A dan Ny. E, berdasarkan diagnosa yang ada maka
perencanaan tindakan keperawatan yang dibuat sesuai landasan teori
(Tamsuri, 2012) yaitu, Kaji derajat nyeri, tingkatkan pengetahuan: jelaskan
penyebab nyeri, jelaskan berapa lama nyeri berlangsung, berikan informasi
yang akurat untuk mengurangi rasa takut, diskusikan alasan mengapa
individu mengalami peningkatan dan penurunan nyeri akut, ajarkan
distraksi selama nyeri akut, ajarkan tindakan penurunan nyeri non invasif:
terapi musik dan berikan analgesik. Ruth (2011) mengungkapkan
penanganan secara non farmakologi adalah dengan teknik relaksasi,
hipnoterapi, imajinasi, distraksi, terapi musik, akupuntur, serta terapi
accupressure. Salah satu penerapan prinsip keperawatan dengan non
farmakologi adalah meminimalkan nyeri dengan teknik distraksi. Teknik
distraksi sangat efektif digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri, hal ini
disebabkan karena distraksi merupakan suatu metode dalam upaya
menurunkan nyeri pada pasien post operasi untuk lebih menahan nyeri.
Tehnik distraksi antara lain dengan memberikan terapi musik.
Pada studi kasus ini penulis telah melaksanakan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun dan menyesuaikan
dengan kondisi situasi dan kondisi pasien. Penulis melakukan implementasi
pada kedua pasien yang dilakukan selama 3 hari dan dilakukan selama 2
kali dalam sehari , sebelum dilakukan prosedur menejemen nyeri non
farmakologis kedua pasien memiliki skala nyeri yang berbeda pada pasien
Ny. A skala nyerinya 7 dan pada Ny. E skala nyerinya adalah 8, skala
tersebut didapatkan pada pengkajian hari pertama, pada hari kedua hasil
32

yang didapatkan dari pasien Ny. A mengalami penurunan skala nyeri yaitu
skala nyeri dari 7 menjadi 6, sedangkan pasien Ny. E mengalami penurunan
skala nyeri dari 8 menjadi 7, terjadinya perbedaan penurunan skala, seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) Hasil yang didapat pada
penelitian ini rerata skala nyeri minimal adalah 2 dan maksimal adalah 6.
Terjadinya perbedaan dikarenakan Ny. A rutin melakukan terapi musik
sebelum tidur dan saat ada waktu luang klien merasa nyeri berkurang, klien
mengatakan selalu setelah diberikan terapi musik nyeri teralihkan,
sedangkan Ny. E tidak melakukan terapi saat sebelum tidur maupun waktu
luang dikarenakan bayinya sering menangis dan Ny. E beranggapan bahwa
nyerinya tidak hilang-hilang, pada hari ketiga didapatkan hasil skala nyeri
Ny. A mengalami penurunan sebelumnya skala nyeri 5 menjadi 4
dikarenakan Ny. A sering mendengarkan musik sebelum tidur, sedangkan
Ny. E mengalami penurunan skala nyeri 7 menjadi 6 dikarenakan
lingkungan yang tidak kondusif dan bayi sering menangis membuatnya
tidak dapat melakukan terapi musik, seperti landasan teori Hidayat (2016),
Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi nyeri yaitu faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri yaitu alkohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang
kuat, dan sebagainya. Sementara itu faktor yang menurunkan toleransi nyeri
yaitu kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang,
sakit, dan lain-lain.
Di dapatkan bahwa terapi musik dapat menurunkan skala nyeri,
penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Astuti (2016) yang mengatakan
bahwa terdapat pengaruh musik klasik terhadap penurunan tingkat skala
nyeri dan dapat disimpulkan ada pengaruh terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat skala nyeri, sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hooks (2014) tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap
penurunan skala nyeri dengan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara terapi musik klasik terhadap
penurunan skala nyeri.
Berdasarkan hasil penelitian Irmawaty (2013) hasil penelitian diketahui
adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah
diberikan prosedur pada pasien post operasi Sectio caesarea di RSUD Pasar
33

Rebo tahun 2013. Ada perbedaan yang signifikan dari hasil pengukuran
data, manajemen nyeri menggunakan terapi musik sangat efektif pada
pasien post sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013 serta
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruth (2011), dari hasil uji
analisa, didapatkan ada pengaruh terapi musik terhadap perubahan
intensitas nyeri pada pasien post sectio caesarea.
Selain pemberian terapi non farmakologis kedua pasien di dukung
dengan pemberian terapi farmakologis yaitu kedua pasien mengkonsumsi
obat untuk mengurangi rasa nyeri atau obat analgetik, pemberian analgetik
merupakan prosedur standar pada post operasi. Penggunaan analgetik untuk
mengatasi nyeri pasca pembedahan merupakan protokol yang seharusnya
(Good, et.al., 2005: Nilssons. 2008)
Setelah melakukan implementasi maka untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan penerapan terapi musik pada kedua pasien maka evaluasi
sangat perlu dilakukan. Pada kasus Ny. A dan Ny. E terdapat hasil yang
berbeda yaitu pada pasien Ny. A, klien mengatakan nyeri berkurang, klien
mengatakan lebih rileks, klien mengatakan merasa lebih nyaman, klien
mengatakan sudah bisa bergerak bebas seperti ke kamar mandi atau jalan-
jalan di depan kamar rawat, klien mengatakan skala nyeri 4, klien tampak
rileks, klien tampak sudah bergerak bebas seperti berjalan, klien tampak
lebih segar, klien tampak lebih nyaman, sedangkan pada pasien Ny. E ,
klien mengatakan nyeri masih terasa, klien mengatakan belum dapat
bergerak bebas karena nyeri, klien mengatakan nyeri seperti tidak hilang
atau berkurang, klien mengatakan skala nyeri 6, klien tampak tidak tenang,
klien tampak meringis, klien tampak kesakitan.
Dalam evaluasi hasil yang di dapatkan pada kasus 1 dan 2 yaitu
mengalami penurunan skala nyeri karena terapi musik tetapi ada
kemungkinan penurunan skala nyeri tejadi karena masih ada pengaruh obat
analgetik yang diberikan, di karenakan analgetik di berikan sebanyak 3 kali
yang di jadwalkan pemberiannya dalam sehari yaitu pada setiap pukul 07.00
WIB, 13.00 WIB dan 23.00 WIB maka bila dilihat dari waktu pemberian
obat, obat tersebut masih mempunyai pengaruh pada saat penulis melakukan
terapi musik karena terapi musik diberikan pada jam 10.00 WIB. dan obat
diberikan pada jam 7.00 WIB. Maka dapat di simpulkan bahwa selain
34

pemberian terapi musik, obat analgetik profenid juga mempengaruhi


penurunan skala nyeri pada kedua kasus tersebut.

C. Keterbatasan Studi Kasus


Keterbatasan dalam studi kasus ini adalah:
1. Pada saat penulis ingin melakukan penerapan prosedur terapi musik,
suasana ruangan terlalu ramai sehingga sedikit kurang kondusif dalam
melakukan penerapan prosedur.
2. Penulis kesulitan dalam mencari buku referensi untuk keperawatan
maternitas di perpustakaan karena hanya sedikit, terutama buku tentang
sectio caesarea dan buku yang tersedia tahunnya dibawah 2007.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penerapan terapi musik cukup efektif untuk menurunkan skala nyeri yang
telah didapatkan hasilnya dari kedua pasien yaitu pada Ny. A dari skala 7
menjadi 4 dan Ny. E dari skala 8 menjadi 6 walaupun dilakukan terapi musik
dengan hari yang sama tetapi ada perbedaan skala nyeri pada Ny. A dan Ny.
E dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan
dan pengalaman serta keberhasilan juga di dukung oleh faktor farmakologis
yaitu pasien mengkonsumsi obat analgetik profenid yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri sesuai dosis dan sesuai jadwal. Dengan demikian
musik merupakan sarana atau alat terapi nonfarmakologi yang efektif dan
praktis dan untuk masalah nyeri.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pengunjung yang ingin menjenguk pasien di ruang rawat di
batasi seperti 1 atau 2 orang saja lalu bergantian untuk menjaga
lingkungan tetap nyaman dan tenang sehingga penerapan terapi musik
dapat dilakukan dengan baik.
2. Bagi Institusi
Diharapkan perpustakaan menambahkan referensi buku dengan tahun
yang terbaru terutama untuk buku keperawatan maternitas agar
memudahkan mahasiswa dalam mengerjakan tugas seperti halnya karya
tulis ilmiah.

35
36

Anda mungkin juga menyukai