PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah permasalahan pada struktur jantung
yang tampak setelah kelahiran. Kelainan ini dapat melibatkan bagian dalam dinding
jantung, klep di dalam jantung, atau arteri dan vena yang membawa darah ke jantung
atau ke seluruh tubuh. PJB yang berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera
setelah kelahiran. PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan
diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang
lain (Maramis, dkk. 2014).
Setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung
pada klasifikasi (sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek
jantung. Dampak kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami
lebih jauh mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini
terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.
PJB adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi
dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan. PJB
yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau
Ventricular Septal Defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi
jantung atau Atrial Septal Defect (ASD) dan kelainan duktus arteriosus yang tetap
terbuka setelah lahir atau Persistent Duktus Arteriosus (Maramis, dkk. 2014).
Terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik. PJB
sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya
dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB asianotik umumnya memiliki
lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di
antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya.Pada
PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah
bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung. Pada kondisi ini
jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya,
sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada
gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh
dokter maupun oleh orang tua. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada
bayi atau anak-anak antara lain bernafas cepat, sianosis, cepat lelah, peredaran darah
yang buruk, dan nafsu makan berkurang sehingga pada bayi berisiko terjadinya
keterlambatan perkembangan (Maramis, dkk. 2014).
Penyakit Jantung Bawaan pada anak yang akan di bahas pada makalah ini adalah :
1. ASD (Atrial Septal Defect)
2. VSD (Ventracular Septal Defect)
3. PDA (Persisten Duktus Arteriosus)
4. TOF (Tetralogi of Fallot)
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Atrial Septum Defect (ASD)
2. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Atrial Septum Defect
(ASD)
3. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Ventrikular Septum Defect (VSD)
4. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Ventrikular Septum Defect
(VSD)
5. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Persisten Duktus Arteriosus (PDA)
6. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Persisten Duktus
Arteriosus (PDA)
7. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Tetralogi of Fallot (TOF)
8. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Tetralogi of Fallot (TOF)
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
Ventrikel kanan jantung > Arteri pulmonalis > paru-paru > vena pulmonalis
> atrium kiri jantung
Ventrikel kiri > aorta > arteri superior dan inferior > sel / jaringan tubuh >
vena cava inferior dan superior > atrium kanan jantung
BAB III
PEMBAHASAN
2. KLASIFIKASI
Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek septum atrium dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Defek septum atrium tipe primum (tipe I)
Kondisi ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum primum yang
gagal berkembang mencapai endocardium cushion (bantalan endokardium).
Terkadang bantalan endokardium itu sendiri yang gagal berkembang
sehingga ostium primum akan tetap terbuka. Kejadian defek septum atrium
tipe I ini adalah sekitar 30% dari seluruh defek septum atrium.
Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut:
1. Atrium tunggal (atrium komunis) yang sangat jarang terjadi, dengan sekat
atrium menjadi benar-benar tidak ada karena kegagalan total
pertumbuhan septum primum.
2. Adanya defek septum primum sekat atrium yang disertai dengan defek
pada daun katup mitral anterior dan trikuspidal (disebut defek kanal
atrioventrikuler inkomplet)
3. Adanya defek septum primum sekat atrium, defek katup mitral dan
trikuspidal, dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas
(disebut defek kanal atrioventrikuler komplet).
b. Defek septum atrium tipe sekundum (tipe II)
Tipe ini paling sering terjadi, yaitu berkisar 70% dari kasus defek sekat
atrium. Besar defek sangat bervariasi.
Berdasarkan dari lokasi defek, tipe ini terbagi lagi menjadi:
1. Defek pada fossa ovalis
Defek ini paling sering terjadi. Dapat tunggal maupun multiple. Dapat
pula terjadi sebagai foramen ovale paten. Selama di dalam uterus, adanya
foramen ovale ini secara fisiologis memungkinkan darah mengalir dari
atrium kanan ke kiri, sebagai bagian dari sirkulasi janin. Setelah lahir
tidak ada lagi aliran tersebut. Adanya peningkatan tekanan di atrium kiri
menyebabkan foramen menutup secara fungsional setelah kira-kira tiga
bulan kehidupan. Namun, foramen dapat tetap paten selama bertahun-
tahun. Tipe yang murni (hanya foramen ovale paten), secara
hemodinamik tidak berarti, sehingga sebagian menganggapnya bukan
defek sekat atrium. Tetapi bila ada kelainan lain, seperti stenosis
pulmonalis, dapat menyebabkan gangguan hemodinamik berupa aliran
shunt dari atrium kanan yang bertekanan lebih tinggi ke atrium kiri.
2. Defek tipe sinus venosus vena cava superior
Defek terjadi di superior sampai fossa ovalis. Tipe defek sinus venosus ini
berkisar 10% dari seluruh kelainan defek sekat atrium.Insersi veena cava
superior terletak pada septum atrium sehingga terbentuk hubungan
interatria dalam mulut vena tersebut. Hal ini berhubungan dengan
anomaly muaravena pulmonalis secara parsial.
3. Defek tipe sinus venosus vena cava inferior
Defek terjadi di posterior dan inferior sampai fossa ovalis. Jenis defek ini
sangat jarang dengan lubang yang terletak di bagian bawah orifisium vena
kava inferior.
3. ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Menurut Prihatini (2013)
beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan jantung ini antara lain :
a. Wanita hamil yang menderita rubella (German measles) saat kehamilan
trimester I memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan kelainan jantung
kongenital.
b. Risiko juga meningkat jika wanita hamil terinfeksi virus tertentu.
c. Konsumsi alkohol
d. Penggunaan narkoba (kokain) selama hamil.
e. Mendapat pengobatan yang toksik untuk janin.
f. Terpapar zat polutan tertentu.
g. Wanita yang telah melahirkan anak dengan kelainan jantung kongenital
memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kelainan
jantung.
Selain faktor diatas, kelaianan jantung bawaan ini juga dihubungkan dengan
kegagalan penutupan septum primum pada saat perkembangan embrio dalam
kandungan. Pemisahan antara atrium kanan dan atrium kiri terjadi pada kira-kira
minggu keenam dari kehamilan. Pertumbuhan dimulai dari terbentuknya septum
primum dari arah atap atrium communis kearah kauda (ekor) menuju septum
ventrikel yang sedang tumbuh. Pada bagian bawah terdapat lubang yang
berbentuk menyembung yang disebut astium primum.
4. PATOFISIOLOGI
Pada Atrial Septum Defect, darah melintas dari atrium kiri ke atrium kanan
karena tekanan atrium kiri secara normal sedikit lebih tinggi daripada tekanan
atrium kanan. Perbedaan tekanan ini memaksa sejumlah besar darah mengaliir
melalui lubang atau defek tersebut.Pintasan ini mengakibatkan beban muatan
yang berlebihan dalam jantung kanan sehingga mempengaruhi atrium kanan,
ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis. Pada akhirnya, atrium akan membesar dan
ventrikel kanan berdilatasi untuk menampung volume darah yang bertambah itu.
Jika terjadi hipertensi arteri pulmonalis, maka peningkatan resistensi vaskuler
paru dan hipertrofi ventrikel kanan akan mengikuti. Pada sebagian pasien
dewasa, hipertensi arteri pulmonalis yang tidak reversibel menyebabkan
pembalikan arah pintasan sehingga darah kotor masuk ke dalam sirkulasi
sistemik dan menyebabkan sianosis (Mayer, 2011).
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Prihatini (2013) anak dengan kelainan jantung bawaan jarang
menunjukan adanya gejala dari kelainan tersebut. Pada kasus yang terjadi gejala
yang muncul biasanya adalah :
a. Sesak napas
b. Warna kebiruan pada kulit (sianosis)
c. Sulit makan
d. Mudah lelah (tiredness)
e. Pembengkakan perut
f. Pembengkakan disekitar mata
g. Denyut jantung yang cepat
i. Bising (murmur) sistolik dini (early systolic) hingga bising midsistolik
pada ruang sela iga kedua atau ketiga kiri yang disebabkan tambahan
darah yang melewati katup pulmoner
ii. Bising diastolik bernada rendah pada tepi sternum kiri bawah dan
terdengar lebih jelas pada saat inspirasi. Keadaan ini disebabkan oleh
peningkatan aliran darah melalui katup tricuspid pada pasien dengan
pintasan yang lebar
iii. Bunyi S2 yang terpecah serta terpisah lebar dan terfiksasi akibat
keterlambatan penutupan katup pulmoner yang disebabkan oleh
peningkatan volume darah.
iv. Bunyi bising klik sistolik atau bising sistolik lambat pada apeks jantung
yang terjadi karena prolapsus katup mitral pada anak yang lebih besar
dengan ASD.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Prihatini (2013) pemeriksaan penunjang untuk diagnosa kelainan
jantung bawaan antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
Auskultasi bunyi jantung menggunakan stetoskop.
b. Foto rontgen dada
Pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonaris
c. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P
abnormal.
d. Ekokardiografi
i. Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium
dan ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang
memang sering terjadi pada ASD.
ii. Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar
defek secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan
ASD perkutan, juga kelaina yang menyertai.
e. Katerisasi jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
i. Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
ii. Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
iii. Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
iv. Evaluasi anomaly aliran vena pulmonali
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Prihatini (2013) tindakan yang dapat diberikan untuk penatalaksanaan
kelainan jantung ini adalah dengan terapy bedah dan non bedah (kateterisasi
jantung).
a. Penatalaksanaan bedah
Dokter bedah jantung akan akan melakukan operasi membuka dada dan
memperbaiki kelainan secara langsung. Koreksi dengan pembedahan dapat
disarankan bagi pasien ASD yang tidak mengalami komplikasi ASD disertai
pintasan kiri ke kanan yang signifikan. Idealnya, pembedahan ini dilakukan
ketika pasien berusia dua hingga empat tahun. Tindakan pembedahan tidak
boleh dilakukan pada defek yang kecil dan pintasan kiri ke kanan yang tidak
berarti. Karena ASD jarang menimbulkan komplikasi pada bayi atau anak
kecil, pembedahan dapat ditunda sampai usia prasekolah atau awal usia
sekolah.
b. Terapy non bedah (kateterisasi jantung)
Penutupan nonoperasi dapat diupayakan dengan mengggunakan ASD
umbrela yang dipasang selama kateterisasi jantung. Tindakan ini lebih
mudah dijalani untuk seorang anak dibandingkan pembedahan karena dokter
tidak perlu melakukan pembedahan. Dokter hanya perlu membuat tusukan
kecil pada kulit untuk memasukkan selang kateter kedalam pembuluh darah
menuju jantung.
8. KOMPLIKASI
a. Gangguan pertumbuhan fisik
b. Infeksi pernapasan
c. Gagal jantung
d. Aritmia atrial
e. Prolapsus katup mitral
b. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema.
c. Intervensi
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung
Kriteria hasil : denyut jantung kuat, teratur, dan dalam batas normal
a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
b. Catat bunyi jantung.
c. Palpasi nadi perifer. Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang
sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
d. Pantau tekanan darah.
e. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
f. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
g. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
h. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretik dan cairan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress
tambahan.
Kriteria Hasil :
Anak mendapatkan waktu istirahat/ tidur yang tepat.
Tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien
menggunakan vasodilator atau diuretik.
b. Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
c. Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
d. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
e. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan
kemampuan.
f. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau
hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
g. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari
distress.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
Tujuan : Pasien dapat mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi
badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
Anak melakukan aktivitas sesuai usia
Anak tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan
yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila
dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas
karena anak akan beristirahat bila lelah.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi terjadi
perbaikan dalam pertukaran gas.
Kriteria Hasil :
Melaporkan penurunan dispnea
Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Menggunakan peralatan oksigen dengan tepat ketika dibutuhkan
Menunjukan gas-gas darah arteri yang normal
Intervensi :
(Skema jantung dengan VSD dan shunt (Shunt dari kanan ke kiri)
dari kiri ke kanan)
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Ventrikel Septum Defek kecil
i. Biasanya asimptomatik
ii. Gangguan tumbuh kembang
iii. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang
menjalar ke seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu
diastolik karena terjadi penutupan VSD
b. Defek Septum ventrikel Sedang
Gejala biasanya timbul pada bayi, yaitu sesak napas pada saat minum dan
menangis, gagal tumbuh, serta infeksi paru berulang. Ketika anak bertambah
usia, gejala cenderung berkurang dan mungkin hilang sama sekali akibat
penutupan defek secara relatif atau nyata.
c. Defek Septum ventrikel Berat
Gejala sesak napas pada pemberian minum biasanya mendahului keadaan
tersebut, dan berkeringat merupakan gejala yang sering ditemukan. Bayi
mungkin sakit berat disertai gagal jantung kongestif, dan mempunyai
kecenderungan tinggi untuk mengalami infeksi paru yang sering mencetuskan
episode gagal jantung. Gagal jantung timbul pada usia sekitar 8-12 minggu
dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan
sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegaly.
5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Prihatini (2013) pemeriksaan penunjang untuk diagnosa kelainan
jantung bawaan antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
Auskultasi bunyi jantung menggunakan stetoskop.
b. Foto rontgen dada
Terlihat adanya pembesaran jantung.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Dengan VSD kecil gambaran elektrokardiogram normal. Defek yang lebih
besar gamabran elektrokardiogramnya menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
tipe kelebihan beban (overload) volume.
d. Ekokardiografi (ECG)
Dideteksi dengan teknik doppler warna yang paling sensitive. EKG pada
pandangan sumbu pendek subsifoid menunjukkan defek sekat midmuskular
ventrikel. EKG pada pandangan oblique subsifoid (antara sumbu panjang dan
pendek) menunjukkan defek sekat ventrikel subpulmoner.
d. Pencitraan Resonansi Magnetic
Untuk visualisasi defek sekat ventrikel pada masa yang akan dating
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Anggarini (2014) beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan antara
lain :
a. Pada VSD kecil
Terkadang dapat menutup secara spontan setelah kurun waktu tertentu.
Apabila tidak kunjung menutup maka diperlukan operasi untuk mencegah
endokarditis infektif.
b. Pada VSD sedang
Jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5
tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal
jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat
dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen
Biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam
pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi
eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda
sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan
setelah berumur 6 bulan.
d. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen
Operasi paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri
pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan
akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel
kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
8. KOMPLIKASI
a. Endokarditis
Endokarditis adalah infeksi katub dan permukaan endotel jantung yang
disebabkan oleh invasif langsung bakteri yang menyebabkan deformitas bilah
katub. Endokarditis lebih tinggi pada pasien dengan penyakit jantung bawaan,
penyakit jantung katup dan katup jantung prostetik.
b. Gagal jantung kronik
Gagal jantung biasanya berhubungan dengan kelainan yang lain, seperti
obstruksi pada jantung sebelah kiri, atrium tunggal, atau defek pada bantalan
endokardium yang komplek
c. Hipertensi pulmonal
Awal perubahan terjadi pada arteriola dan arteri pulmonalis kecil, kemudian
akan berlanjut ke arteri pulmonalis mengecil, kemudian akan berlanjut ke
arteri pulmonalis yang besar. Terjadi proliferasi tunika intima dan tunika
media yang disertai proses hialinisasi dan fibrosis. Proses-proses tersebut
bersama dengan proiferasi sel otot vaskular mengakibatkan timbulnya
obstruksi pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal
permanen.
2. ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Menurut Prihatini (2013)
beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan jantung ini antara lain :
a. Wanita hamil yang menderita rubella (German measles) saat kehamilan
trimester I memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan kelainan jantung
kongenital.
b. Risiko juga meningkat jika wanita hamil terinfeksi virus tertentu.
c. Konsumsi alkohol
d. Penggunaan narkoba (kokain) selama hamil.
e. Mendapat pengobatan yang toksik untuk janin.
f. Terpapar zat polutan tertentu.
g. Wanita yang telah melahirkan anak dengan kelainan jantung kongenital
memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kelainan
jantung.
3. PATHOFISIOLOGI
Duktus arteriosus berfungsi sebagai penghubung antara arteria pulmonalis
dan aorta ketika bayi masih berada dalam uterus. Dalam sirkulasi fetal, keadaan
ini memungkinkan darah diejeksikan oleh jantung kanan (yang berisi darah
teroksigenasi dari ibu) untuk melintas dari arteria pulmonalis ke dalam aorta
dengan memintas (membypass) paru-paru, disamping paru-paru itu sendiri belum
dapat melakukan oksigenasi pada darah tersebut. Pada saat dilahirkan, duktus
arteriosus akan menutup. Oleh karena suatu hal pembuluh darah ini tidak
menutup secara sempurna. Bila tidak menutup maka disebut paten duktus
arteriosus (PDA). Konsekuensi hemodinamika pada PDA bergantung pada
ukuran duktus dan tahanan 26 ascular pulmonalis. Darah yang mengandung
oksigen melintas dari aorta yang bertekanan tinggi melewati duktus menuju ke
dalam arteri pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga
6 terjadi pirau kiri ke kanan. Adanya aliran yang berlebih melalui arteri
pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal
ini menyebabkan ventrikel kanan bekerja lebih berat dan akhirnya mengalami
tidak saja dilatasi, tapi juga hipertrofi ventrikel kanan sehingga menyebabkan
pembesaran jantung bagian kanan. Sementara itu aliran darah aorta cenderung
berkurang, sehingga mengalami penurunan aliran darah keseluruh tubuh.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Betz dan Sowden (2002) manifestasi klinis PDA pada bayi prematur
sering disamarkan oleh masalah-masalah lain dengan prematur (misalnya
sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat
selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik,
bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF).
a. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
b. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
c. Tekanan nadi besar (water hammer pulses)/ Nadi menonjol dan meloncat-
loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
d. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170 x/mnt), ujung jari hiperemik
e. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
f. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
g. Apnea
h. Tachypnea
i. Nasal flaring
j. Hipoksemia
k. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Konservatif yang dapat dilakukan antara lain Restriksi cairan
dan pemberian obat-obatan seperti Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi
cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban
kardiovaskular. Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk
mencegah endokarditis bakterial.
Menurut Prihatini (2013) tindakan yang dapat diberikan untuk penatalaksanaan
kelainan jantung ini tidak jauh berbeda dengan penatalaksanaan kelainan jantung
lainnya yaitu dengan terapy bedah dan non bedah (kateterisasi jantung) :
a. Penatalaksanaan bedah
Dokter bedah jantung akan akan melakukan operasi membuka dada dan
memperbaiki kelainan secara langsung. Koreksi dengan pembedahan dapat
disarankan bagi pasien ASD yang tidak mengalami komplikasi ASD disertai
pintasan kiri ke kanan yang signifikan. Idealnya, pembedahan ini dilakukan
ketika pasien berusia dua hingga empat tahun. Tindakan pembedahan tidak
boleh dilakukan pada defek yang kecil dan pintasan kiri ke kanan yang tidak
berarti. Karena ASD jarang menimbulkan komplikasi pada bayi atau anak
kecil, pembedahan dapat ditunda sampai usia prasekolah atau awal usia
sekolah.
b. Terapy non bedah (kateterisasi jantung)
Penutupan nonoperasi dapat diupayakan dengan mengggunakan ASD
umbrela yang dipasang selama kateterisasi jantung. Tindakan ini lebih
mudah dijalani untuk seorang anak dibandingkan pembedahan karena dokter
tidak perlu melakukan pembedahan. Dokter hanya perlu membuat tusukan
kecil pada kulit untuk memasukkan selang kateter kedalam pembuluh darah
menuju jantung.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
b. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3 : 1
pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengeva-luasi
aliran darah dan arahnya.
d. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA
kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih
besar.
e. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil
ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan
lainnya.
Intervensi :
b. Sesak nafas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai kejang atau pingsan.
Setelah melakukan aktivitas anak sering jongkok ( squatting ), untuk mengurangi
hipoksia dengan posisi lutut ke dada (knee chest).
c. BB bayi tidak bertambah, susah untuk diberi makan bayi cepat lelah ketika di beri
makan, sehingga Pertumbuhan dan perkembangan anak lambat.
d. Clubbing fingers yaitu mekanisme masih belum jelas diperkirakan ada hipoksia
kronis yang memicu penambahan jaringan ikat pada bagian lunak didasar kuku,
sehingga pangkal kuku tidak dapat bertemu dan membentuk sudut 165 derajat.
e. Murmur dan terdengar pada batas kiri sternum tengah sampai bawah. Murmur
pada TOF adalah murmur sistolik akibat adanya Pulmonal Stenosis, jika pasien
mengalami spell sehingga terjadi spasme infundibulum maka murmur nya bisa
tidak terdengar.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah.Nilai AGD menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan
penurunan pH.Pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah mungkin menderita
defisiensi besi. Nilai juga faktor pembekuan darah (trombosit, protombin time)
1) Perubahan eritrosit
Keadaan hipoksia pada tetralogi fallot akan menyebabkan perangsangan pada
sensor oksigen, baik pada ginjal maupun di luar ginjal. Hal ini
mengakibatkan produksi eritropoitin meningkat dan kemudian merangsang
sel-sel stem di dalam sumsum tulang untuk berploriferasi dan berdeferensiasi
ke arah sistem eritropoitik. Dengan demikian terjadilah kenaikan jumlah
eritrosit (polisitemia), ditandai dengan naiknya kadar hemoglobin dan
hematokrit. Peningkatan jumlah eritrosit akan meningkatkan kapasitas daya
angkut oksigen darah, tetapi peningkatan hematokrit ini akan menyebabkan
pula peningkatan viskositas darah yang berakibat pelepasan oksigen ke
jaringan menurun.
2) Perubahan trombosit
Penyebab trombositopenia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan
trombositopenia mungkin disebabkan oleh penurunan produksi akibat
gangguan oksigenasi dalam tulang belakang, proses destruksi pada trombosit
ataupun adanya pemakaian trombosit.
3) Perubahan dalam plasma darah
Di dapatkan penurunan kadar faktor pembekuan, adanya FDP dalma serum.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan waktu protombin dan waktu
trombin yang memanjang.
b. Radiologis Sinar X
1) Ukuran jantung biasanya normal. Akibat hipertrofi ventrikel kanan dan tidak
berkembangnya arterial pulmonalis utama maka tampak apeks jantung yang
membulat dan terangkat dengan konus pulmonalis yang cekung. Gambaran
jantung tersebut dikenla dengan Coeur an sabot atau sepatu kayu.
2) Tingkat severitas tetralogi fallot juga dapat dilihat dari corakan yang timbul,
semakin oligemik gambaran pembuluh darah paru menunjukkan semakin
beratnya severitas tetralogi fallot.
c. Elektrokardiogram
Pada EKG selalu didapatkan hipertrovi ventrikel kanan yang ditandai oleh
kompleks QRS yang positif di hantaran VI dan S yang dalam di V6.Selain itu
penderita hampir selalu menunjukkan devisiasi sumbu QRS ke kanan, kompleks
QRS negatif di hantaran I dan positif di aVF. Hipertrofi atrium kanan yang
terjadi akan tercermin dari timbulnya gelombang P yang tinggi di V2. Pada
tetralogi fallot dengan derajat ringan, gambaran EKG masih dalam batas normal.
d. Ekokardiografi
Yang mencolok adanya defek septum ventrikel subaortik yang besar dengan
disertai dekstroposisi.Diameter aorta tampak besar dengan arteria pulmonalis
yang kecil.Ventrikel kanan tampak dilatasi yang disebabkan oleh
karenaberlebihnya tekanan yang kronis.
e. Kateterisasi
Data kateterisasi pada penderita tetralogi fallot biasanya menunjukkan perbedaan
tekanan antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Tekanan rata-rata atrium
kanan adalah normal, sedangkan tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan
tekanan sistemik. Terdapat penurunan saturasi oksigen dalam ruang jantung kiri
atau aorta bila terdapat pirau dari kanan ke kiri.
6. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan penderita tetralogi fallot pada prinsipnya :
a. Medikamentosa
1) Posisi lutut ke dada. Dengan posisi ini diharapkan aliran darah ke paru
bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri
femoralis.
2) Morphine Sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM, atau IV untuk menekan pusat
pernapasan dan mengatasi takipnea.
3) Bikarbonas natrikus 1meq/kg BB iv untik mengatasi asidosis
4) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disisni tidak begitu tepat
karena permasalahan disini bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru yang berkurang. Dengan usaha diatas diharapkan anak
tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.
5) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg intravena perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatas. Harus diinget bahwa 1mg i.v
merupakan dosis standar pada dewasa. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan
belum teratasi sisanya diberikan perlahandalam 5 samapi 10 menit
berikutnya. Pada setiap pemberian propanolol, isoproterenol harus disiapkan
untuk mengatasi efek overdosis.
6) Ketamin 1-3 mg/kg bb (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja
dengan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.
7) Vasokonstriktor seperti phenilephrine 0,02mg/kg IV meningkatkan resistensi
vaskuler sistemik sehingga aliran darah ke paru meningkat.
8) Penmbahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapatefektif dalam
penanganan serangan sianosis. Volume darah dapat mempengaruhi tingkat
obstruksi. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambahdan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
9) Langkah selanjutnya :
a) Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk mencegah
serangan dan menunda tindakan bedah.
b) Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
c) Hindari dehidrasi
b. Pembedahan
1) Paliatif
Operasi paliatif yang paling sering dilakukan yaitu operasi Blalock-Tussig
yaitu pembuatan anastomosis dari salah satu cabang aorta (arteri subclavia)
ke cabang homolateral arteri.pulmonalis. Akhir-akhir ini sering disukai
penggunaan bahan sintetik untuk menghubungkan arkus aorta dengan arteri
pulmonalis, sehingga a.subclavia tetap dipertahankan.
2) Koreksi total
Pada koreksi total Tetralogi Fallot dilakukan reseksi jalan keluar ventrikel
kanan dan penutupan defek septum ventrikel.Bila telah dilakukan operasi
paliatif sebelumnya, maka harus dilakukan penutupan pintasan buatan
tersebut sebelum dilakukan kardiotomi.Penyulit yang sering terjadi adalah
pendarahan pasca bedah bagi pasien dengan polisitemia berat.Hal ini dapat
dicegah dengan melakukan transfusi tukar parsial dengan plasma sebelum
operasi.Penyulit serius lainnya adalah terjadinya berbagai tingkat gangguan
hantaran akibat trauma bedah. Bila terjadi blok jantung komplit perlu
dipasang pacu jantung sementara atau permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Trombosis Otak
Biasanya terjadi pada vena cerebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada
arteri cerebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat.Dapat juga dipercepat
dengan dehidrasi. Trombosis paling sering terjadi pada penderita di bawah usia 2
tahun. Penderita ini dapat menderita anemia defisiensi besi, sering kali dengan
kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas-batas normal.
b. Abses Otak
Penderita sering di atas 2 tahun.Gejala berupa demam ringan, atau perubahan
perilaku sedikit demi sedikit.Pada beberapa penderita ada gejala yang mulainya
akut, yang dapat berkembang sesudah riwayat nyeri kepala, nasea dan
muntah.Serangan epileptiform dapat terjadi, terdapatnya tanda-tanda neurologis
local tergantung tempat dan ukuran abses dan adanya kenaikan tekanan
intracranial.Laju endap darah dan hitung sel darah putih biasanya meningkat.
c. Endokarditis Bakterialis
Terjadi pasca bedah rongga mulut dan tenggorokan seperti manipulasi gigi,
tonsilektomi.Infeksi lokal di kulit juga merupakan sumber infeksi.Pada penderita
yang ingin melakukan pembedahan harus melakukan profilaksis antibiotik.
d. Perdarahan
Pada polisitemia berat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat terjadi
ptekie, perdarahan gusi.
e. Gagal Jantung Kongestif
Terjadi bila derajat stenosis pulmonal yang semakin parah.
f. Retinopati
Akibat pelebaran pembuluh darah retina.
8. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis pasien tetralogi fallot tanpa operasi adalah tidak baik.
Harapan hidup meningkat tajam pada dekade terahir, >95% tetralogi fallot berhasil
menjalani operasi pada tahun pertama kehidupan & anak akan tetap sehat sampai
dewasa nanti. Umumnya prognosis buruk tanpa operasi.Pasien tetralogi derjat sedang
dapat bertahan sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan
sampai dekade ketiga.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga yang terdiri dari otot-otot.
Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
a. Atrium Septal Defect (ASD)
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Atrial Septal Defect (ASD)
adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian
atas (atrium kiri dan atrium kanan).
b. Ventrikel septal defect (VSD)
Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan
ventrikel kanan.Adanya defek pada ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel
kiri meningkat dan resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi
dibandingkan resistensi pulmonal.Hal ini mengakibatkan darah mengalir ke
arteri pulmonal melalui defek septum. Volume darah di paru akan meningkat
dan terjadi resistensi pembuluh darah paru.
c. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah) sehingga darah yang mengandung
oksigen memintas dari aorta yang bertekanan tinggi melewati duktus menuju
ke dalam arteri pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga
terjadi pirau kiri ke kanan. Adanya aliran yang berlebih melalui arteri
pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal
d. Tetralogi Of Fallot (TOF)
B. Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan
jantung ASD/ VSD/ PDA/ TOF Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang
bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.
a. Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mengetahui konsep ASD/
VSD/ PDA/ TOF dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien
b. Perawat memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD/ PDA/ TOF untuk dapat
mempengaruhi orang tua dalam menjalani pengobatan untuk sehingga
penyakit lebih berat dapat dihindari.
c. Pelayanan keperawatan dapat memberikan anjuran kepada orang tua untuk
melalukan terapi agar ASD/ VSD/ PDA/ TOF dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, dan Alice C. Geissler, 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih bahasa I Made Kariasa. Jakarta : EGC.
Donald C. Fyler. 1996. Kardiologi Anak Nadas, Boston : Harvard Medical Scholl
Associate Chief Of Cardiology Emeritus Childrens Hospital
Maramis, P.P., Kaunang, E.D., Romphis, J. 2014. Hubungan Penyakit Jantung Bawaan
Dengan Status Gizi Pada Anak Di Rsup Prof.Dr.R.D. Kandou Manado Tahun
2009-2013. Online : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/
5050. Diakses pada tanggal 8 September 2017 pada pukul 13.30 WIB.
Prihatini, R.Y. 2013. Penyakit Jantung Bawaan Pada Anak. Online : http://rumahsakit.
unair.ac.id. Diakses pada tanggal 8 September 2017 pada pukul 13. 40 WIB.
Rampengan, S.H. 2014. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Tucker, Susan Martin, et al. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif
& Intervensi Keperawatan. Edisi 7 Volume 2. Alih bahasa Egi Komara Yudha.
Jakarta : EGC.
Utama, H. 2005. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta : FKUI.
Wahab, A. Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta : EGC.