Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah permasalahan pada struktur jantung
yang tampak setelah kelahiran. Kelainan ini dapat melibatkan bagian dalam dinding
jantung, klep di dalam jantung, atau arteri dan vena yang membawa darah ke jantung
atau ke seluruh tubuh. PJB yang berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera
setelah kelahiran. PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan
diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang
lain (Maramis, dkk. 2014).
Setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung
pada klasifikasi (sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek
jantung. Dampak kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami
lebih jauh mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini
terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.
PJB adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi
dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan. PJB
yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau
Ventricular Septal Defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi
jantung atau Atrial Septal Defect (ASD) dan kelainan duktus arteriosus yang tetap
terbuka setelah lahir atau Persistent Duktus Arteriosus (Maramis, dkk. 2014).
Terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik. PJB
sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya
dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB asianotik umumnya memiliki
lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di
antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya.Pada
PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah
bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung. Pada kondisi ini
jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya,
sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada
gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh
dokter maupun oleh orang tua. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada
bayi atau anak-anak antara lain bernafas cepat, sianosis, cepat lelah, peredaran darah
yang buruk, dan nafsu makan berkurang sehingga pada bayi berisiko terjadinya
keterlambatan perkembangan (Maramis, dkk. 2014).
Penyakit Jantung Bawaan pada anak yang akan di bahas pada makalah ini adalah :
1. ASD (Atrial Septal Defect)
2. VSD (Ventracular Septal Defect)
3. PDA (Persisten Duktus Arteriosus)
4. TOF (Tetralogi of Fallot)

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Atrial Septum Defect (ASD)
2. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Atrial Septum Defect
(ASD)
3. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Ventrikular Septum Defect (VSD)
4. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Ventrikular Septum Defect
(VSD)
5. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Persisten Duktus Arteriosus (PDA)
6. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Persisten Duktus
Arteriosus (PDA)
7. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Tetralogi of Fallot (TOF)
8. Mampu membuat ASKEP pada anak dengan penyakit Tetralogi of Fallot (TOF)
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI

A. ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG


Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat
peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu sendiri. Jantung terletak di
rongga dada sebelah kiri di atas diafragma, diselaputi oleh suatu membran
perikardium yang terdiri dari lamina panistalis di sebelah luar dan lamina viseralis
yang menempel pada dinding jantung. Dinding jantung terdiri atas jaringan ikat
padat yang membentuk suatu kerangka fibrosa dan otot jantung. Serabut otot jantung
bercabang-cabang dan beranastomosis secara erat. Jantung mempunyai empat ruang
yang terbagi sempurna yaitu dua serambi (atrium) dan dua bilik (ventrikel) serta
jantung memiliki 3 katup, yakni katup semilunair yang terdapat dipangkal aorta
(arteri besar), katup valvula bikuspidalis yang terdapat diantara bilik kiri dan serambi
kiri, serta katup valvula trikuspidalis yang terletak diantara bilik kanan dan serambi
kanan (Purba, 2013).

Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan


membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan
oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah
akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida, jantung kemudian
mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke
jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah disebut
diastole, selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang
jantung disebut sistol. Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan,
dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.Darah yang
kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh
mengalir melalui 2 vena besar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah
atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel
kanan. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam
arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang
sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap
oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang
kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri.
Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut
sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri,
yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup
aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini
disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru (Purba, 2013).

B. PASOKAN DARAH KE JANTUNG


Otot jantung (miokardium) sendiri menerima sebagian dari sejumlah volume
darah yang mengalir melalui atrium dan ventrikel suatu sistem arteri dan vena
(sirkulasi koroner) menyediakan darah yang kaya akan oksigen untuk miokardium
dan kemudian mengembalikan darah yang tidak mengandung oksigen ke dalam
atrium kanan. Arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri merupakan cabang dari
aorta, vena kardiak mengalirkan darah ke dalam sinurs koroner, yang akan
mengembalikan darah ke dalam atrium kanan. Sebagian besar darah mengalir ke
dalam sirkulasi koroner pada saat jantung sedang mengendur diantara denyutnya
(Purba, 2013).

C. SISTEM PEREDARAN DARAH


Sistem peredaran darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan ke seluruh
tubuh. Zat makanan berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak, dan
untuk beraktivitas. Dalam LIPI (2009) sistem peredaran darah manusia dibedakan
menjadi:
1. Sistem peredaran darah kecil (sistem peredaran paru-paru)
Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari jantung ke paru-paru
kembali lagi ke jantung. Pada peristiwa ini terjadi difusi gas di paru-paru, yang
mengubah darah yang banyak mengandung CO2 dari jantung menjadi O2 setelah
keluar dari paru-paru. Mekanisme aliran darah sebagai berikut :

Ventrikel kanan jantung > Arteri pulmonalis > paru-paru > vena pulmonalis
> atrium kiri jantung

2. Sistem peredaran darah besar (peredaran darah sistemik)


Merupakan sistem peredaran darah yang membawa darah yang membawa darah
dari jantung ke seluruh tubuh. Darah yang keluar dari jantung banyak
mengandung oksigen.
Mekanisme aliran darah sebagai berikut:

Ventrikel kiri > aorta > arteri superior dan inferior > sel / jaringan tubuh >
vena cava inferior dan superior > atrium kanan jantung
BAB III
PEMBAHASAN

A. ATRIAL SEPTUM DEFECT (ASD)


1. PENGERTIAN
a. Atrial Septum Defect (ASD) adalah Setiap lubang pada sekat atrium yang
menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri (Wahab, 2009).
b. Atrium Septum Defect (ASD) adalah pembukaan abnormal dalam septum
atrium yang memungkinkan aliran darah diantara atrium kiri dan atrium
kanan (Ferri, 2011).
c. Defek Septum Atrium (DSA) adalah defek pada sekat yang memisahkan
atrium kiri dan kanan.3 Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek
septum atrium primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus
koronarius (Maramis, dkk. 2014).

2. KLASIFIKASI
Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek septum atrium dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Defek septum atrium tipe primum (tipe I)
Kondisi ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum primum yang
gagal berkembang mencapai endocardium cushion (bantalan endokardium).
Terkadang bantalan endokardium itu sendiri yang gagal berkembang
sehingga ostium primum akan tetap terbuka. Kejadian defek septum atrium
tipe I ini adalah sekitar 30% dari seluruh defek septum atrium.
Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut:
1. Atrium tunggal (atrium komunis) yang sangat jarang terjadi, dengan sekat
atrium menjadi benar-benar tidak ada karena kegagalan total
pertumbuhan septum primum.
2. Adanya defek septum primum sekat atrium yang disertai dengan defek
pada daun katup mitral anterior dan trikuspidal (disebut defek kanal
atrioventrikuler inkomplet)
3. Adanya defek septum primum sekat atrium, defek katup mitral dan
trikuspidal, dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas
(disebut defek kanal atrioventrikuler komplet).
b. Defek septum atrium tipe sekundum (tipe II)
Tipe ini paling sering terjadi, yaitu berkisar 70% dari kasus defek sekat
atrium. Besar defek sangat bervariasi.
Berdasarkan dari lokasi defek, tipe ini terbagi lagi menjadi:
1. Defek pada fossa ovalis
Defek ini paling sering terjadi. Dapat tunggal maupun multiple. Dapat
pula terjadi sebagai foramen ovale paten. Selama di dalam uterus, adanya
foramen ovale ini secara fisiologis memungkinkan darah mengalir dari
atrium kanan ke kiri, sebagai bagian dari sirkulasi janin. Setelah lahir
tidak ada lagi aliran tersebut. Adanya peningkatan tekanan di atrium kiri
menyebabkan foramen menutup secara fungsional setelah kira-kira tiga
bulan kehidupan. Namun, foramen dapat tetap paten selama bertahun-
tahun. Tipe yang murni (hanya foramen ovale paten), secara
hemodinamik tidak berarti, sehingga sebagian menganggapnya bukan
defek sekat atrium. Tetapi bila ada kelainan lain, seperti stenosis
pulmonalis, dapat menyebabkan gangguan hemodinamik berupa aliran
shunt dari atrium kanan yang bertekanan lebih tinggi ke atrium kiri.
2. Defek tipe sinus venosus vena cava superior
Defek terjadi di superior sampai fossa ovalis. Tipe defek sinus venosus ini
berkisar 10% dari seluruh kelainan defek sekat atrium.Insersi veena cava
superior terletak pada septum atrium sehingga terbentuk hubungan
interatria dalam mulut vena tersebut. Hal ini berhubungan dengan
anomaly muaravena pulmonalis secara parsial.
3. Defek tipe sinus venosus vena cava inferior
Defek terjadi di posterior dan inferior sampai fossa ovalis. Jenis defek ini
sangat jarang dengan lubang yang terletak di bagian bawah orifisium vena
kava inferior.
3. ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Menurut Prihatini (2013)
beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan jantung ini antara lain :
a. Wanita hamil yang menderita rubella (German measles) saat kehamilan
trimester I memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan kelainan jantung
kongenital.
b. Risiko juga meningkat jika wanita hamil terinfeksi virus tertentu.
c. Konsumsi alkohol
d. Penggunaan narkoba (kokain) selama hamil.
e. Mendapat pengobatan yang toksik untuk janin.
f. Terpapar zat polutan tertentu.
g. Wanita yang telah melahirkan anak dengan kelainan jantung kongenital
memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kelainan
jantung.
Selain faktor diatas, kelaianan jantung bawaan ini juga dihubungkan dengan
kegagalan penutupan septum primum pada saat perkembangan embrio dalam
kandungan. Pemisahan antara atrium kanan dan atrium kiri terjadi pada kira-kira
minggu keenam dari kehamilan. Pertumbuhan dimulai dari terbentuknya septum
primum dari arah atap atrium communis kearah kauda (ekor) menuju septum
ventrikel yang sedang tumbuh. Pada bagian bawah terdapat lubang yang
berbentuk menyembung yang disebut astium primum.

4. PATOFISIOLOGI
Pada Atrial Septum Defect, darah melintas dari atrium kiri ke atrium kanan
karena tekanan atrium kiri secara normal sedikit lebih tinggi daripada tekanan
atrium kanan. Perbedaan tekanan ini memaksa sejumlah besar darah mengaliir
melalui lubang atau defek tersebut.Pintasan ini mengakibatkan beban muatan
yang berlebihan dalam jantung kanan sehingga mempengaruhi atrium kanan,
ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis. Pada akhirnya, atrium akan membesar dan
ventrikel kanan berdilatasi untuk menampung volume darah yang bertambah itu.
Jika terjadi hipertensi arteri pulmonalis, maka peningkatan resistensi vaskuler
paru dan hipertrofi ventrikel kanan akan mengikuti. Pada sebagian pasien
dewasa, hipertensi arteri pulmonalis yang tidak reversibel menyebabkan
pembalikan arah pintasan sehingga darah kotor masuk ke dalam sirkulasi
sistemik dan menyebabkan sianosis (Mayer, 2011).

5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Prihatini (2013) anak dengan kelainan jantung bawaan jarang
menunjukan adanya gejala dari kelainan tersebut. Pada kasus yang terjadi gejala
yang muncul biasanya adalah :
a. Sesak napas
b. Warna kebiruan pada kulit (sianosis)
c. Sulit makan
d. Mudah lelah (tiredness)
e. Pembengkakan perut
f. Pembengkakan disekitar mata
g. Denyut jantung yang cepat
i. Bising (murmur) sistolik dini (early systolic) hingga bising midsistolik
pada ruang sela iga kedua atau ketiga kiri yang disebabkan tambahan
darah yang melewati katup pulmoner
ii. Bising diastolik bernada rendah pada tepi sternum kiri bawah dan
terdengar lebih jelas pada saat inspirasi. Keadaan ini disebabkan oleh
peningkatan aliran darah melalui katup tricuspid pada pasien dengan
pintasan yang lebar
iii. Bunyi S2 yang terpecah serta terpisah lebar dan terfiksasi akibat
keterlambatan penutupan katup pulmoner yang disebabkan oleh
peningkatan volume darah.
iv. Bunyi bising klik sistolik atau bising sistolik lambat pada apeks jantung
yang terjadi karena prolapsus katup mitral pada anak yang lebih besar
dengan ASD.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Prihatini (2013) pemeriksaan penunjang untuk diagnosa kelainan
jantung bawaan antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
Auskultasi bunyi jantung menggunakan stetoskop.
b. Foto rontgen dada
Pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonaris
c. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P
abnormal.
d. Ekokardiografi
i. Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium
dan ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang
memang sering terjadi pada ASD.
ii. Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar
defek secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan
ASD perkutan, juga kelaina yang menyertai.
e. Katerisasi jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
i. Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
ii. Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
iii. Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
iv. Evaluasi anomaly aliran vena pulmonali
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Prihatini (2013) tindakan yang dapat diberikan untuk penatalaksanaan
kelainan jantung ini adalah dengan terapy bedah dan non bedah (kateterisasi
jantung).
a. Penatalaksanaan bedah
Dokter bedah jantung akan akan melakukan operasi membuka dada dan
memperbaiki kelainan secara langsung. Koreksi dengan pembedahan dapat
disarankan bagi pasien ASD yang tidak mengalami komplikasi ASD disertai
pintasan kiri ke kanan yang signifikan. Idealnya, pembedahan ini dilakukan
ketika pasien berusia dua hingga empat tahun. Tindakan pembedahan tidak
boleh dilakukan pada defek yang kecil dan pintasan kiri ke kanan yang tidak
berarti. Karena ASD jarang menimbulkan komplikasi pada bayi atau anak
kecil, pembedahan dapat ditunda sampai usia prasekolah atau awal usia
sekolah.
b. Terapy non bedah (kateterisasi jantung)
Penutupan nonoperasi dapat diupayakan dengan mengggunakan ASD
umbrela yang dipasang selama kateterisasi jantung. Tindakan ini lebih
mudah dijalani untuk seorang anak dibandingkan pembedahan karena dokter
tidak perlu melakukan pembedahan. Dokter hanya perlu membuat tusukan
kecil pada kulit untuk memasukkan selang kateter kedalam pembuluh darah
menuju jantung.
8. KOMPLIKASI
a. Gangguan pertumbuhan fisik
b. Infeksi pernapasan
c. Gagal jantung
d. Aritmia atrial
e. Prolapsus katup mitral

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASD


a. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung
dari jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi
biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat
banyak.
2. Riwayat Kesehatan Lalu
i. Prenatal History diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu
(infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan
obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
ii. Intranatal : Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
iii. Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea, anak rewel dan kesakitan.
iv. Tumbuh kembang anak terhambat, terdapat edema pada tungkai dan
hepatomegaly, sosial ekonomi keluarga yang rendah.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan
defek jantung penyakit congenital atau bawaan
4. Pola fungsional Gordon yang dikaji :
a. Pola Aktivitas dan latihan
i. Keletihan/kelelahan
ii. Dispnea
iii. Perubahan tanda vital
iv. Perubahan status mental
v. Takipnea
vi. Kehilangan tonus otot
b. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
i. Riwayat hipertensi
ii. Endokarditis
iii. Penyakit katup jantung
c. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
i. Ansietas, khawatir, takut
ii. Stress yang berhubungan dengan penyakit
d. Pola nutrisi dan metabolic
i. Anoreksia
ii. Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
e. Pola persepsi dan konsep diri : Kelemahan, pening
f. Pola peran dan hubungan dengan sesame : Penurunan peran dalam
aktivitas sosial dan keluarga
5. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat
bercucuran. Ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah, nafas
pendek, retraksi sela interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus
terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
b. Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel
kiri. Teraba getaraa bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising
teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada defek yang sangat besar sering
tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama dengan
tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga
kanan
c. Auskultasi
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering
menunjukkan gejala pertama dan salah satunya petunjuk akan DSA.
Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada inspirasi
dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut fixed splitting. Bising
sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising diastolik
berfrekuensi rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.

b. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema.

c. Intervensi
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung
Kriteria hasil : denyut jantung kuat, teratur, dan dalam batas normal
a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
b. Catat bunyi jantung.
c. Palpasi nadi perifer. Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang
sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
d. Pantau tekanan darah.
e. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
f. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
g. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
h. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretik dan cairan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress
tambahan.
Kriteria Hasil :
Anak mendapatkan waktu istirahat/ tidur yang tepat.
Tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien
menggunakan vasodilator atau diuretik.
b. Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
c. Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
d. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
e. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan
kemampuan.
f. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau
hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
g. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari
distress.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
Tujuan : Pasien dapat mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi
badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
Anak melakukan aktivitas sesuai usia
Anak tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan
yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila
dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas
karena anak akan beristirahat bila lelah.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi terjadi
perbaikan dalam pertukaran gas.
Kriteria Hasil :
Melaporkan penurunan dispnea
Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Menggunakan peralatan oksigen dengan tepat ketika dibutuhkan
Menunjukan gas-gas darah arteri yang normal

Intervensi :

a. Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan


i. Dapat diberikan peroral, IV, inhalasi
ii. Observasi efek samping seperti takikardi, disritmia, eksitasi sistem
saraf pusat, mual dan muntah.
b. Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur.
i. Kaji penurunan sesak napas,penurunan mengi,kelonggaran
sekresi,penurunan ansietas
ii. Pastikan bahwa tindakan dilakukan sebelum makan untuk
menghindari mual dan muntah
c. Intruksikan dan berikan dorongan pada pasien untuk pernapasan
diafragmatik dan batuk yang efektif
d. Berikan oksigen dengan metoda yang diharuskan
i. Jelaskan pentingnya tindakan ini pada pasien
ii. Evaluasi efektifitas amati tanda-tanda hipoksia
iii. Analisa gas darah arteri bandingkan dengan nilai-nilai dasar.
iv. Lakukan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen
v. Jelaskan bahwa tidak merokok dianjurkan pada pasien atau
pengunjung

B. VENTRIKEL SEPTUM DEFECT (VSD)


1. PENGERTIAN
a. Ventrikel septum defek yaitu kelainan jantung bawaan berupa lubang pada
septum interventrikuler, lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang
terjadi akibat kegagalan fungsi septum interventrikuler semasa janin dalam
kandungan, sehingga darah bisa mengalir dari ventrikel kiri ke kanan ataupun
sebaliknya (Fyler, 1999).
b. Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis penyakit jantung
bawaan (PJB) yang ditandai oleh adanya defek pada septum ventrikel.
Insidensi DSV cukup tinggi, sekitar 20% dari seluruh PJB. (Rahayuningsih,
2011).
2. ETIOLOGI
Defek sekat ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat
intraventrikuler sesudah kehidupan intrauterine 7 minggu pertama. Alasan
penutupan terlambat atau tidak sempurna itu belum diketahui (Fyler, 1999).
a. Faktor predisposisi penyebab terjadinya VSD
Pada saat hamil ibu menderita rubella, ibu hamil dengan alkoholik, usia ibu
pada saat hamil lebih dari 40 tahun, ibu menderita IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
b. Faktor genetik
Anak dengan down syndrome memiliki resiko terjadinya VSD (Jurnal Sari
Pediatri, 2011)
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Ventrikel Septal Defect menurut Wahab (2009) adalah sebagai
berikut.
Defek sekat ventrikel terjadi karena terlambatnya penutupan sekat
interventrikuler pada 7 minggu pertama kehidupan intrauterin, yaitu saat terjadi
interaksi antara bagian muskular interventrikular, bagian dari endokardium
(bantalan endokardium), dan bagian dari bulbus kordis.Pada saat itu terjadi
kegagalan fungsi bagian-bagian septum interventrikular, membran, muskular,
jalan masuk, jalan keluar, atau kombinasinya, yang bisa bersifat tunggal atau
multipel. Penyebab kegagalan fungsi ini belum diketahui secara pasti, tetapi ada
dua kemungkinan anomali embrional yang timbul.Yang pertama karena
kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikular, dan yang ke dua yaitu
adanya defek tipe malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang
lain, seperti pada tetralogi fallot.
Gangguan hemodinamik pada penderita VSD tergantung pada ukuran defek
dan tahanan vaskular pulmonal. Pada Janin normal, tahanan arteria pulmonalis
tinggi, dan akan menurun dengan cepat pada saat setelah lahir hingga tahanan
vaskular pulmonal sama dengan tahanan vaskular sistemik. Pada periode
neonatus TVP (tekanan vaskuler pulmonal) tinggi dan TVka = TVki (tahanan
ventrikel kiri sama dengan tahanan ventrikel kanan), minimal atau tidak ada
shunt. Sedangkan pada bayi (3-4 minggu) TVP menurun, TVki > Tvka, dan
terdapat shunt dari kiri ke kanan. Pada usia 4-6 minggu, penurunan tahanan
vaskular pulmonal berlanjut pelan-pelan sampai mencapai tahanan setingkat
dewasa, yang mencapai puncaknya pada umur 3-6 bulan. Resistensi relatif
antara 2 sirkulasi bersifat dinamis dan berubah dengan waktu.
Pada penderita VSD adanya defek septum interventrikular akan
menyebabkan darah mengalir melalui defek dari ventrikel kiri ke ventnikel kanan
(left-to-right shunt) karena pengaruh perbedaan tekanan. Adanya bunyi bising
disebabkan oleh derasnya aliran darah. Darah di ventrikel kanan didorong ke
arteri pulmonalis sehingga terjadi peningkatan aliran darah melalui arteri
pulmonalis yang berlanjut sebagai peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
Shunt dari kiri ke kanan yang kecil membuat penderita tampak tanpa gejala.
Akan tetapi shunt yang besar (aliran pulmonal 2,0 kali aliran sistemik) dapat
menimbulkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. Gejala gagal jantung
kongestif bisa timbul sejak hari pertama bila ada faktor-faktor pendorong, seperti
cacat jantung tambahan, infeksi pernapasan penyerta, anemia, anomali kongenital
nonkardial, dan prematuritas. Oleh karena peningkatan tekanan pada ventrikel
kanan, arteri pulmonalis mengalami perubahan struktur, yaitu penebalan diameter
internal, yang disertai kenaikan resistensi vaskular pulmonal seiring dengan
perubahan ukuran shunt.

(Skema jantung dengan VSD dan shunt (Shunt dari kanan ke kiri)
dari kiri ke kanan)

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Ventrikel Septum Defek kecil
i. Biasanya asimptomatik
ii. Gangguan tumbuh kembang
iii. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang
menjalar ke seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu
diastolik karena terjadi penutupan VSD
b. Defek Septum ventrikel Sedang
Gejala biasanya timbul pada bayi, yaitu sesak napas pada saat minum dan
menangis, gagal tumbuh, serta infeksi paru berulang. Ketika anak bertambah
usia, gejala cenderung berkurang dan mungkin hilang sama sekali akibat
penutupan defek secara relatif atau nyata.
c. Defek Septum ventrikel Berat
Gejala sesak napas pada pemberian minum biasanya mendahului keadaan
tersebut, dan berkeringat merupakan gejala yang sering ditemukan. Bayi
mungkin sakit berat disertai gagal jantung kongestif, dan mempunyai
kecenderungan tinggi untuk mengalami infeksi paru yang sering mencetuskan
episode gagal jantung. Gagal jantung timbul pada usia sekitar 8-12 minggu
dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan
sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegaly.

5. PATHWAY

VENTRIKEL SEPTAL DEFEK

Pirau ventrikel kiri dan kanan

Volume ke paru meningkat

Volume sekuncup turun Tekanan ventrikel kanan Hipertropi ventrikel kanan


meningkat
Worklood
Cop menurun Hipertensi
pulmonal Atrium kanan tidak dapat
Kebutuhan O2 dan nutrisi mengimbangi worklood
Takipnoe, dispneu
tidak seimbang
saat aktifitas
Pembesaran atrium kanan

Berat badan sulit Gejala CHF : Mur-mur, distensi vena


naik jugularis, edema, hepatomegali
Gangguan Tumbang Intoleransi Aktivitas
Penurunan curah jantung

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Prihatini (2013) pemeriksaan penunjang untuk diagnosa kelainan
jantung bawaan antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
Auskultasi bunyi jantung menggunakan stetoskop.
b. Foto rontgen dada
Terlihat adanya pembesaran jantung.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Dengan VSD kecil gambaran elektrokardiogram normal. Defek yang lebih
besar gamabran elektrokardiogramnya menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
tipe kelebihan beban (overload) volume.
d. Ekokardiografi (ECG)
Dideteksi dengan teknik doppler warna yang paling sensitive. EKG pada
pandangan sumbu pendek subsifoid menunjukkan defek sekat midmuskular
ventrikel. EKG pada pandangan oblique subsifoid (antara sumbu panjang dan
pendek) menunjukkan defek sekat ventrikel subpulmoner.
d. Pencitraan Resonansi Magnetic
Untuk visualisasi defek sekat ventrikel pada masa yang akan dating

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Anggarini (2014) beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan antara
lain :
a. Pada VSD kecil
Terkadang dapat menutup secara spontan setelah kurun waktu tertentu.
Apabila tidak kunjung menutup maka diperlukan operasi untuk mencegah
endokarditis infektif.
b. Pada VSD sedang
Jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5
tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal
jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat
dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen
Biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam
pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi
eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda
sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan
setelah berumur 6 bulan.
d. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen
Operasi paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri
pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan
akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel
kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
8. KOMPLIKASI
a. Endokarditis
Endokarditis adalah infeksi katub dan permukaan endotel jantung yang
disebabkan oleh invasif langsung bakteri yang menyebabkan deformitas bilah
katub. Endokarditis lebih tinggi pada pasien dengan penyakit jantung bawaan,
penyakit jantung katup dan katup jantung prostetik.
b. Gagal jantung kronik
Gagal jantung biasanya berhubungan dengan kelainan yang lain, seperti
obstruksi pada jantung sebelah kiri, atrium tunggal, atau defek pada bantalan
endokardium yang komplek
c. Hipertensi pulmonal
Awal perubahan terjadi pada arteriola dan arteri pulmonalis kecil, kemudian
akan berlanjut ke arteri pulmonalis mengecil, kemudian akan berlanjut ke
arteri pulmonalis yang besar. Terjadi proliferasi tunika intima dan tunika
media yang disertai proses hialinisasi dan fibrosis. Proses-proses tersebut
bersama dengan proiferasi sel otot vaskular mengakibatkan timbulnya
obstruksi pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal
permanen.

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Biodata : Identitas klien
2) Keluhan Utama : Sesak nafas
3) Riwayat penyakit sekarang : Sesak nafas, sianosis, kelemahan.
4) Riwayat penyakit keluarga : Keluarga menderita sakit jantung.
5) Aktivitas sehari hari : Mengalami kelemahan fisik, letih.
6) Nutrisi : Anoreksia, mual, muntah.
7) Istirahat : Gangguan karena sesak nafas.
b. Pengkajian pemeriksaan fisik
1) Kepala
Mata : Konjungtiva merah muda.
Hidung : Ada pernafasan cuping hidung, terdapat sianosis.
Mulut : Mukosa bibir kering.
2) Dada : Pergerakan dada tidak simetris, ada tarikan Intercostae,
terdengar bunyi jantung 1 dan 2 normal, terdengar bising
pansistolik disela iga bawah tepi kiri sternum yang
menjalar ke sepanjang sternum atau punggung
hepatomegali.
3) Ekstremitas : Ada clubbing fingers, ujung-ujung jari hiperemik.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel.
3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
d. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria Hasil : Tanda tanda vital dalam batas yang normal yang
ditandai dengan : disritmia terkontrol, tidak sesak, bebas dari gagal
jantung, frekwensi jantung dan tekanan darah normal.
Intervensi :
a. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer,
warna dan kehangatan kulit.
b. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membrane mukosa,
clubbing).
c. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, tachikardia, tachipnea, sesak,
lelah saat minum susu, periorbital edema, oliguria)
d. Berkolaborasi dalam pemberian digoxin order, dengan
menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
e. Berikan pengobatan untuk menurunkan after load.
f. Berikan diuretika sesuai indikasi.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel.
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa
stress tambahan.
Kriteria Hasil :
Anak mendapatkan waktu istirahat/ tidur yang tepat.
Tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila
pasien menggunakan vasodilator atau diuretik.
b. Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat
tidur.
c. Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
d. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
e. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan
kemampuan.
f. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau
hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
g. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari
distress.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
Tujuan : Pasien dapat mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan
tinggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
Anak melakukan aktivitas sesuai usia
Anak tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai
pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik
pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila
dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas
karena anak akan beristirahat bila lelah.

C. PATENT DUKTUS ARTERIOSUS (PDA)


1. PENGERTIAN
a. Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada
bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10-15 jam setelah lahir
dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2-3 minggu.
Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Buku ajar Kardiologi
FKUI, 2001).
b. Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus
setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz
& Sowden, 2002).
c. Paten duktus arteriosus adalah kegagalan penutupan duktus arteriosus
(pembuluh arteri yang menghubungkan aorta dengan arteri pulmonalis) pada
bayi berusia beberapa minggu pertama (Wong, 2009).

2. ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Menurut Prihatini (2013)
beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan jantung ini antara lain :
a. Wanita hamil yang menderita rubella (German measles) saat kehamilan
trimester I memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan kelainan jantung
kongenital.
b. Risiko juga meningkat jika wanita hamil terinfeksi virus tertentu.
c. Konsumsi alkohol
d. Penggunaan narkoba (kokain) selama hamil.
e. Mendapat pengobatan yang toksik untuk janin.
f. Terpapar zat polutan tertentu.
g. Wanita yang telah melahirkan anak dengan kelainan jantung kongenital
memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kelainan
jantung.

3. PATHOFISIOLOGI
Duktus arteriosus berfungsi sebagai penghubung antara arteria pulmonalis
dan aorta ketika bayi masih berada dalam uterus. Dalam sirkulasi fetal, keadaan
ini memungkinkan darah diejeksikan oleh jantung kanan (yang berisi darah
teroksigenasi dari ibu) untuk melintas dari arteria pulmonalis ke dalam aorta
dengan memintas (membypass) paru-paru, disamping paru-paru itu sendiri belum
dapat melakukan oksigenasi pada darah tersebut. Pada saat dilahirkan, duktus
arteriosus akan menutup. Oleh karena suatu hal pembuluh darah ini tidak
menutup secara sempurna. Bila tidak menutup maka disebut paten duktus
arteriosus (PDA). Konsekuensi hemodinamika pada PDA bergantung pada
ukuran duktus dan tahanan 26 ascular pulmonalis. Darah yang mengandung
oksigen melintas dari aorta yang bertekanan tinggi melewati duktus menuju ke
dalam arteri pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga
6 terjadi pirau kiri ke kanan. Adanya aliran yang berlebih melalui arteri
pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal
ini menyebabkan ventrikel kanan bekerja lebih berat dan akhirnya mengalami
tidak saja dilatasi, tapi juga hipertrofi ventrikel kanan sehingga menyebabkan
pembesaran jantung bagian kanan. Sementara itu aliran darah aorta cenderung
berkurang, sehingga mengalami penurunan aliran darah keseluruh tubuh.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Betz dan Sowden (2002) manifestasi klinis PDA pada bayi prematur
sering disamarkan oleh masalah-masalah lain dengan prematur (misalnya
sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat
selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik,
bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF).
a. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
b. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
c. Tekanan nadi besar (water hammer pulses)/ Nadi menonjol dan meloncat-
loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
d. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170 x/mnt), ujung jari hiperemik
e. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
f. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
g. Apnea
h. Tachypnea
i. Nasal flaring
j. Hipoksemia
k. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Konservatif yang dapat dilakukan antara lain Restriksi cairan
dan pemberian obat-obatan seperti Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi
cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban
kardiovaskular. Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk
mencegah endokarditis bakterial.
Menurut Prihatini (2013) tindakan yang dapat diberikan untuk penatalaksanaan
kelainan jantung ini tidak jauh berbeda dengan penatalaksanaan kelainan jantung
lainnya yaitu dengan terapy bedah dan non bedah (kateterisasi jantung) :
a. Penatalaksanaan bedah
Dokter bedah jantung akan akan melakukan operasi membuka dada dan
memperbaiki kelainan secara langsung. Koreksi dengan pembedahan dapat
disarankan bagi pasien ASD yang tidak mengalami komplikasi ASD disertai
pintasan kiri ke kanan yang signifikan. Idealnya, pembedahan ini dilakukan
ketika pasien berusia dua hingga empat tahun. Tindakan pembedahan tidak
boleh dilakukan pada defek yang kecil dan pintasan kiri ke kanan yang tidak
berarti. Karena ASD jarang menimbulkan komplikasi pada bayi atau anak
kecil, pembedahan dapat ditunda sampai usia prasekolah atau awal usia
sekolah.
b. Terapy non bedah (kateterisasi jantung)
Penutupan nonoperasi dapat diupayakan dengan mengggunakan ASD
umbrela yang dipasang selama kateterisasi jantung. Tindakan ini lebih
mudah dijalani untuk seorang anak dibandingkan pembedahan karena dokter
tidak perlu melakukan pembedahan. Dokter hanya perlu membuat tusukan
kecil pada kulit untuk memasukkan selang kateter kedalam pembuluh darah
menuju jantung.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
b. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3 : 1
pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengeva-luasi
aliran darah dan arahnya.
d. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA
kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih
besar.
e. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil
ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan
lainnya.

7. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas
terbatas)
2. Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi,
bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai,
hepatomegali.
3. Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
4. Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
5. Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
6. Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak,
koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap
penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh
tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
c. Intervensi
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung.
Kriteria hasil :
Denyut jantung kuat
Denyut jantung teratur
Tanda tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :

a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.


b. Catat bunyi jantung.
c. Palpasi nadi perifer. Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang
sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
d. Pantau tekanan darah.
e. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
f. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
g. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
h. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretik dan cairan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian O2 oleh tubuh dan suplai O2 ke sel
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress
tambahan.
Kriteria Hasil :
Anak mendapatkan waktu istirahat/ tidur yang tepat.
Tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien
menggunakan vasodilator atau diuretik.
b. Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
c. Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
d. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
e. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan
kemampuan.
f. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau
hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
g. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari
distress.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan.
Tujuan : Pasien dapat mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan
tinggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
Anak melakukan aktivitas sesuai usia
Anak tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan
yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila
dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas
karena anak akan beristirahat bila lelah.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi terjadi
perbaikan dalam pertukaran gas.
Kriteria Hasil :
Melaporkan penurunan dispnea
Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Menggunakan peralatan oksigen dengan tepat ketika dibutuhkan
Menunjukan gas-gas darah arteri yang normal

Intervensi :

a. Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan


i. Dapat diberikan peroral, IV, inhalasi
ii. Observasi efek samping seperti takikardi, disritmia, eksitasi sistem
saraf pusat, mual dan muntah.
b. Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur.
i. Kaji penurunan sesak napas,penurunan mengi,kelonggaran
sekresi,penurunan ansietas
ii. Pastikan bahwa tindakan dilakukan sebelum makan untuk
menghindari mual dan muntah
c. Intruksikan dan berikan dorongan pada pasien untuk pernapasan
diafragmatik dan batuk yang efektif
d. Berikan oksigen dengan metoda yang diharuskan
i. Jelaskan pentingnya tindakan ini pada pasien
ii. Evaluasi efektifitas amati tanda-tanda hipoksia
iii. Analisa gas darah arteri bandingkan dengan nilai-nilai dasar.
iv. Lakukan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen
v. Jelaskan bahwa tidak merokok dianjurkan pada pasien atau
pengunjung.

D. TETRALOGI OF FALLOT (TOF)


1. DEFINISI
a. Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik kongenital yang terdiri atas
empat defek struktural, yaitu :
1) Defek Septum Ventrikuler (VSD)
Lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
2) Stenosis Pulmonal
Terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik
kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan
3) Hipertrofi Ventrikel Kanan
Penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel
kanan akibat dari stenosis pulmonal
4) Overriding aorta
Dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang
sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
(Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden : 643)
b. Tetralogi fallot adalah PJB tipe sianotik yang terdiri atas 4 komponen, yaitu
defek septum Ventrikel, Dekstroposisi aorta, stenosis pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan. (Soegijanto,s 2004 : 56)
c. Tetralogi Fallot adalah cacat jantung sianotik kongenital yang terdiri atas cacat
sekat ventrikel, stenosis pulmonal ( dapat berupa infundibular, valvular,
supravalvular, atau kombinasi), hipertrovi ventrikel kanan dan berbagai derajat
penolakan aorta sehingga menyebabkan pembesaran pada aorta dan arteri
pulmonal lebih kecil dari kondisi normal. ( Alimul,A 2006 : 65)
d. Tetralogi fallot adalah kelainan kongenital sianotik yang meliputi 4 bentuk
kelainan kongenital antara lain defek septum ventrikel, stenosis pulmonal,
overriding aorta, hipertrovi ventrikel kanan. Darah dapat mengalir menuju
ventrikel kiri, sehingga aorta menerima darah campuran. Hipertrofi ventrikel
kanan menyebabkan gangguan aliran darah menuju paru terhambat sehingga
menimbulkan bendungan darah dalam paru, edema paru, dan manifstasinya
adalah sianotik (Ida Bagus gde M et all 2007)
2. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti.diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
a. Faktor endogen
1) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom (down syndrom)
2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3) Adanya penyakit jantung tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
b. Faktor eksogen
1) Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter (jamu, aminopterin, thaliomide)
2) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3) Pajanan terhadap sinar X
4) Nutrisi yang kurang saat kehamilan
5) Alkohol
6) Ibu hamil yang berusia >40 tahun
3. PATOFISIOLOGI
Secara umum kelainan jantung kongenital tersebut merupakan cacat struktural atau
juga fungsional yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah yang besar yang
terjadi saat lahir.Cacat mengakibatkan terjadinya aliran darah pulmoner yang
meningkat, penurunan aliran darah pulmoner, terjadi obstruksi pada aliran darah
keluar dari jantung dan akiran darah tercampur (teraturasi den terdesaturasi dalam
jantung dan arteri besar).Pada anak dengan tetralogi fallot, diameter aortanya lebih
besar dari normal, sedangkan arteri pulmonalnya lebih kecil dari normal.
Gagal jantung kongestif biasanya dikaitkan dengan defek yang mengakibatkan suatu
pirau besar dari kiri ke kanan, seperti yang ditemukan pada defek septum ventrukuler
yang berakibat pada gagal curah rendah atau tinggi.Namun pada tetralogi fallot,
gagal jantung kongestif biasanya tidak terjadi karena stenosis pulmonal mencegah
gagal curah tinggi (mencegah aliran darah pulmonal terbesar dan pirau dari kiri ke
kanan) dan karena defek septum ventrikular mencegah gagal ventrikel
kanan.Hipoksia merupakan masalah utama.Derajat sianosis berhubungan dengan
beratnya obstruksi anatomik terhadap aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam
arteri pulmonal.Tetralogi Fallot merupakan cacat paling umum yang menyebabkan
sianosis.Polisitemia terjadi karena aliran darah vena masuk ke aorta sehingga
menimbulkan hipoksia. Karena hipoksia, ginjal akan melepaskan eritropoietin yang
mengakibatkan terjadinya polisitemia. Peningkatan viskositas darah karena
polisitemia mempunyai pengaruh hemodinamik yang nyata, misalnya perfusi kapiler
tidak baik
Pada Tetralogi fallot Jumlah darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi
akibat stenosis pulmonal dan ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini
menyebabkan pengurangan aliran darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang
kekurangan O2 sebagian mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian
keseluruh tubuh.Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh
menyebabkan penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau
biru. Sianosis terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna
biru sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan
mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak mengalami
cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic spell, paroxymal dyspnoe,
bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas dengan cepat dan kemungkinan bisa
meninggal. Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah utk
melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar & menebal
(hipertrofi ventrikel kanan. Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang
peranan VSD& stenosis pulmonal. dari kedua yang terpenting adalah stenosis
pulmonal. Misalnya VSD sedang kombinasi dengan stenosis ringan, tekanan pd
ventrikel kanan masih akan lebih rendah daripada tekanan ventrikel kiri maka shunt
akan berjalan darri kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena
pertumbuhan), maka defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tapi derajat
stenosis lebih berat sehingga arah shunt dapat berubah.Pada suatu saat dapat terjadi
tekanan ventrikel kanan sama dengan tekanan ventrikel kiri, meskipun defek pada
sekat ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi keseimbangan terganggu, misalnya
karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obtruksi ventrikel kanan
tetap, tekanan pd ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kiri
maka shunt menjadi dari kanan ke kiri dan terjadi sianosis. Jadi sebenarnya gejala
klinis sangat bergantung pada derajat stenosis, juga pd besarnya defek sekat. Bila
katup sangat sempit (stenosis berat) bayi akan sangat biru sejak lahir &
membutuhkan operasi segera . Jika stenosis anak ringan anak dapat tumbuh selama 1
th 2 th tanpa membutuhkan apapun. Sebagian beasar bayi berada di antara 2 variasi
ini yang menjadi biru dengan aktivitas ringan seperti makan atau menangis. Pada
tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
a. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah
lubang pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah
dari kedua ventrikel.
b. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah
masuk ke aorta.
c. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septumv
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengaabaikan
lubang ini.
d. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga
terjadi pembesaran ventrikel kanan.
Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak
melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena
yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta
tanpa mengalami oksigenasi.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Sianosis suatu keadaan dimana pada sirkulasi bayi kekurangan darah yang
telah dioksigenisasi sehingga kulit,kuku serta bibir menjadi pucat. Kulit terasa
dingin dan warna kulit pucat.

b. Sesak nafas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai kejang atau pingsan.
Setelah melakukan aktivitas anak sering jongkok ( squatting ), untuk mengurangi
hipoksia dengan posisi lutut ke dada (knee chest).
c. BB bayi tidak bertambah, susah untuk diberi makan bayi cepat lelah ketika di beri
makan, sehingga Pertumbuhan dan perkembangan anak lambat.
d. Clubbing fingers yaitu mekanisme masih belum jelas diperkirakan ada hipoksia
kronis yang memicu penambahan jaringan ikat pada bagian lunak didasar kuku,
sehingga pangkal kuku tidak dapat bertemu dan membentuk sudut 165 derajat.

e. Murmur dan terdengar pada batas kiri sternum tengah sampai bawah. Murmur
pada TOF adalah murmur sistolik akibat adanya Pulmonal Stenosis, jika pasien
mengalami spell sehingga terjadi spasme infundibulum maka murmur nya bisa
tidak terdengar.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah.Nilai AGD menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan
penurunan pH.Pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah mungkin menderita
defisiensi besi. Nilai juga faktor pembekuan darah (trombosit, protombin time)
1) Perubahan eritrosit
Keadaan hipoksia pada tetralogi fallot akan menyebabkan perangsangan pada
sensor oksigen, baik pada ginjal maupun di luar ginjal. Hal ini
mengakibatkan produksi eritropoitin meningkat dan kemudian merangsang
sel-sel stem di dalam sumsum tulang untuk berploriferasi dan berdeferensiasi
ke arah sistem eritropoitik. Dengan demikian terjadilah kenaikan jumlah
eritrosit (polisitemia), ditandai dengan naiknya kadar hemoglobin dan
hematokrit. Peningkatan jumlah eritrosit akan meningkatkan kapasitas daya
angkut oksigen darah, tetapi peningkatan hematokrit ini akan menyebabkan
pula peningkatan viskositas darah yang berakibat pelepasan oksigen ke
jaringan menurun.
2) Perubahan trombosit
Penyebab trombositopenia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan
trombositopenia mungkin disebabkan oleh penurunan produksi akibat
gangguan oksigenasi dalam tulang belakang, proses destruksi pada trombosit
ataupun adanya pemakaian trombosit.
3) Perubahan dalam plasma darah
Di dapatkan penurunan kadar faktor pembekuan, adanya FDP dalma serum.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan waktu protombin dan waktu
trombin yang memanjang.
b. Radiologis Sinar X
1) Ukuran jantung biasanya normal. Akibat hipertrofi ventrikel kanan dan tidak
berkembangnya arterial pulmonalis utama maka tampak apeks jantung yang
membulat dan terangkat dengan konus pulmonalis yang cekung. Gambaran
jantung tersebut dikenla dengan Coeur an sabot atau sepatu kayu.
2) Tingkat severitas tetralogi fallot juga dapat dilihat dari corakan yang timbul,
semakin oligemik gambaran pembuluh darah paru menunjukkan semakin
beratnya severitas tetralogi fallot.
c. Elektrokardiogram
Pada EKG selalu didapatkan hipertrovi ventrikel kanan yang ditandai oleh
kompleks QRS yang positif di hantaran VI dan S yang dalam di V6.Selain itu
penderita hampir selalu menunjukkan devisiasi sumbu QRS ke kanan, kompleks
QRS negatif di hantaran I dan positif di aVF. Hipertrofi atrium kanan yang
terjadi akan tercermin dari timbulnya gelombang P yang tinggi di V2. Pada
tetralogi fallot dengan derajat ringan, gambaran EKG masih dalam batas normal.
d. Ekokardiografi
Yang mencolok adanya defek septum ventrikel subaortik yang besar dengan
disertai dekstroposisi.Diameter aorta tampak besar dengan arteria pulmonalis
yang kecil.Ventrikel kanan tampak dilatasi yang disebabkan oleh
karenaberlebihnya tekanan yang kronis.
e. Kateterisasi
Data kateterisasi pada penderita tetralogi fallot biasanya menunjukkan perbedaan
tekanan antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Tekanan rata-rata atrium
kanan adalah normal, sedangkan tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan
tekanan sistemik. Terdapat penurunan saturasi oksigen dalam ruang jantung kiri
atau aorta bila terdapat pirau dari kanan ke kiri.
6. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan penderita tetralogi fallot pada prinsipnya :
a. Medikamentosa
1) Posisi lutut ke dada. Dengan posisi ini diharapkan aliran darah ke paru
bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri
femoralis.
2) Morphine Sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM, atau IV untuk menekan pusat
pernapasan dan mengatasi takipnea.
3) Bikarbonas natrikus 1meq/kg BB iv untik mengatasi asidosis
4) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disisni tidak begitu tepat
karena permasalahan disini bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru yang berkurang. Dengan usaha diatas diharapkan anak
tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.
5) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg intravena perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatas. Harus diinget bahwa 1mg i.v
merupakan dosis standar pada dewasa. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan
belum teratasi sisanya diberikan perlahandalam 5 samapi 10 menit
berikutnya. Pada setiap pemberian propanolol, isoproterenol harus disiapkan
untuk mengatasi efek overdosis.
6) Ketamin 1-3 mg/kg bb (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja
dengan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.
7) Vasokonstriktor seperti phenilephrine 0,02mg/kg IV meningkatkan resistensi
vaskuler sistemik sehingga aliran darah ke paru meningkat.
8) Penmbahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapatefektif dalam
penanganan serangan sianosis. Volume darah dapat mempengaruhi tingkat
obstruksi. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambahdan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
9) Langkah selanjutnya :
a) Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk mencegah
serangan dan menunda tindakan bedah.
b) Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
c) Hindari dehidrasi
b. Pembedahan
1) Paliatif
Operasi paliatif yang paling sering dilakukan yaitu operasi Blalock-Tussig
yaitu pembuatan anastomosis dari salah satu cabang aorta (arteri subclavia)
ke cabang homolateral arteri.pulmonalis. Akhir-akhir ini sering disukai
penggunaan bahan sintetik untuk menghubungkan arkus aorta dengan arteri
pulmonalis, sehingga a.subclavia tetap dipertahankan.
2) Koreksi total
Pada koreksi total Tetralogi Fallot dilakukan reseksi jalan keluar ventrikel
kanan dan penutupan defek septum ventrikel.Bila telah dilakukan operasi
paliatif sebelumnya, maka harus dilakukan penutupan pintasan buatan
tersebut sebelum dilakukan kardiotomi.Penyulit yang sering terjadi adalah
pendarahan pasca bedah bagi pasien dengan polisitemia berat.Hal ini dapat
dicegah dengan melakukan transfusi tukar parsial dengan plasma sebelum
operasi.Penyulit serius lainnya adalah terjadinya berbagai tingkat gangguan
hantaran akibat trauma bedah. Bila terjadi blok jantung komplit perlu
dipasang pacu jantung sementara atau permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Trombosis Otak
Biasanya terjadi pada vena cerebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada
arteri cerebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat.Dapat juga dipercepat
dengan dehidrasi. Trombosis paling sering terjadi pada penderita di bawah usia 2
tahun. Penderita ini dapat menderita anemia defisiensi besi, sering kali dengan
kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas-batas normal.
b. Abses Otak
Penderita sering di atas 2 tahun.Gejala berupa demam ringan, atau perubahan
perilaku sedikit demi sedikit.Pada beberapa penderita ada gejala yang mulainya
akut, yang dapat berkembang sesudah riwayat nyeri kepala, nasea dan
muntah.Serangan epileptiform dapat terjadi, terdapatnya tanda-tanda neurologis
local tergantung tempat dan ukuran abses dan adanya kenaikan tekanan
intracranial.Laju endap darah dan hitung sel darah putih biasanya meningkat.
c. Endokarditis Bakterialis
Terjadi pasca bedah rongga mulut dan tenggorokan seperti manipulasi gigi,
tonsilektomi.Infeksi lokal di kulit juga merupakan sumber infeksi.Pada penderita
yang ingin melakukan pembedahan harus melakukan profilaksis antibiotik.
d. Perdarahan
Pada polisitemia berat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat terjadi
ptekie, perdarahan gusi.
e. Gagal Jantung Kongestif
Terjadi bila derajat stenosis pulmonal yang semakin parah.
f. Retinopati
Akibat pelebaran pembuluh darah retina.
8. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis pasien tetralogi fallot tanpa operasi adalah tidak baik.
Harapan hidup meningkat tajam pada dekade terahir, >95% tetralogi fallot berhasil
menjalani operasi pada tahun pertama kehidupan & anak akan tetap sehat sampai
dewasa nanti. Umumnya prognosis buruk tanpa operasi.Pasien tetralogi derjat sedang
dapat bertahan sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan
sampai dekade ketiga.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga yang terdiri dari otot-otot.
Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
a. Atrium Septal Defect (ASD)
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Atrial Septal Defect (ASD)
adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian
atas (atrium kiri dan atrium kanan).
b. Ventrikel septal defect (VSD)
Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan
ventrikel kanan.Adanya defek pada ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel
kiri meningkat dan resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi
dibandingkan resistensi pulmonal.Hal ini mengakibatkan darah mengalir ke
arteri pulmonal melalui defek septum. Volume darah di paru akan meningkat
dan terjadi resistensi pembuluh darah paru.
c. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah) sehingga darah yang mengandung
oksigen memintas dari aorta yang bertekanan tinggi melewati duktus menuju
ke dalam arteri pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga
terjadi pirau kiri ke kanan. Adanya aliran yang berlebih melalui arteri
pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal
d. Tetralogi Of Fallot (TOF)

Adalah Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik kongenital yang


terdiri atas empat defek struktural, yaitu Defek Septum Ventrikuler (VSD),
Stenosis Pulmonal, Hipertrofi Ventrikel Kanan, Overriding aorta.

B. Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan
jantung ASD/ VSD/ PDA/ TOF Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang
bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.
a. Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mengetahui konsep ASD/
VSD/ PDA/ TOF dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien
b. Perawat memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD/ PDA/ TOF untuk dapat
mempengaruhi orang tua dalam menjalani pengobatan untuk sehingga
penyakit lebih berat dapat dihindari.
c. Pelayanan keperawatan dapat memberikan anjuran kepada orang tua untuk
melalukan terapi agar ASD/ VSD/ PDA/ TOF dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aoronson, Philip. 2007. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Erlangga.

Doengoes, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, dan Alice C. Geissler, 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih bahasa I Made Kariasa. Jakarta : EGC.

Donald C. Fyler. 1996. Kardiologi Anak Nadas, Boston : Harvard Medical Scholl
Associate Chief Of Cardiology Emeritus Childrens Hospital

Maramis, P.P., Kaunang, E.D., Romphis, J. 2014. Hubungan Penyakit Jantung Bawaan
Dengan Status Gizi Pada Anak Di Rsup Prof.Dr.R.D. Kandou Manado Tahun
2009-2013. Online : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/
5050. Diakses pada tanggal 8 September 2017 pada pukul 13.30 WIB.

Mayer, Brenna, et al. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Prihatini, R.Y. 2013. Penyakit Jantung Bawaan Pada Anak. Online : http://rumahsakit.
unair.ac.id. Diakses pada tanggal 8 September 2017 pada pukul 13. 40 WIB.

Purba, B.A. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kardiofaskuler. Online : https://bahan-ajar-


fisiologi-kardiovaskuler-seri-beta-e-book. Diakses pada tanggal 8 september
2017 pada pukul 14.00 WIB.

Rampengan, S.H. 2014. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

Tucker, Susan Martin, et al. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif
& Intervensi Keperawatan. Edisi 7 Volume 2. Alih bahasa Egi Komara Yudha.
Jakarta : EGC.

Upt-Balai Informasi Teknologi Lipi-Pangan & Kesehatan. 2009. Sistem Peredaran


Darah dan Sistem Ekskresi. Online : http://www.bit.lipi.go.id/pangan-
kesehatan/documents/artikel_kolesterol/sistem_peredaran_darah_dan_sistem_eks
kresi.pdf. Diakses pada tanggal 8 september 2017 pada pukul 14.10 WIB.

Utama, H. 2005. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta : FKUI.

Wahab, A. Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai