1. DEFINISI
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan hasil dari
ketidakmaturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30% dari kematian neonatus
diakibatkan oleh HMD atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan
merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi. (Bobak, 2005).
Secara klinis bayi dengan HMD menunjukkan takipnea ( >60 kali/menit), pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti, hipoksemia dan
polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).
2. KLASIFIKASI
Sindrom gawat nafas Respiratory Distress Syndrome (RDS) dikelompokkan sebagai berikut (Bobak, 2005) :
a) Syndrom Gawat Nafas Klasik (Clasik Respyratory Distress Syndrome)
Thoraks atau dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi (underaration). Volume paru-paru menurun,
parenkim paru-paru memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho gram udara yang meluas ke perifer.
b) Sindrom Gawat Nafas Sedang - Berat (Moderately Severe Respiratory Distress Syndrome)
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru-paru hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara
meningkat.
c) Sindrom Gawat Nafas Berat (Severe Respiratory Distress Syndrome)
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan
alveoli yang berdilatasi atau empisema interstitial pulmonal dini.
3. ETIOLOGI
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan
dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian HMD pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin
tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian HMD (Surasmi, 2003).
Hyaline Membrane Disease (HMD) sekitar 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30%
pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan
frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin,
persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens
tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
4. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah sebagai berikut :
a. Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36
minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram.
b. Riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam
6-8 jam pertama.
c. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau
vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda
gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit membran hialin
berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun,
gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005).
PATOFISIOLOGI
Bayi Prematur
Paru-paru kaku
Pola Nafas
Tidak Efektif
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Radiologis
Foto Rontgen
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala
yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang
ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi.
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya
oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan
pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis
respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Perhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti, volume tidal yang menurun, lung compliance berkurang, fungsi
residu merendah disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan Fungsi Kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus
arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan
arteri paru dan sistemik.
Gambaran Patologi atau Histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus
alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri
dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
(Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005).
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medik
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 o-37oC)
dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%) (Ngastiyah, 2005).
2) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2
yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll
(Ngastiyah, 2005).
3) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada
permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO 3 secara intravena
(Ngastiyah, 2005).
4) Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kgBB/hari
atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari (Ngastiyah, 2005).
5) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat
efektif, namun harganya amat mahal (Ngastiyah, 2005).
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hialin, diantaranya (Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005) :
a. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya
hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada
pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak.
b. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas
dan bentuk kejang neonatus lainnya.
c. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan
yang memasuki rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal
atau intrapartus.
Status Infant Saat Lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
3) Data dasar pengkajian
Cardiovaskuler
- Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada pada kulit bayi)
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
- Takipnea ( >60 kali/menit)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
- Letargi
4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Set rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi
RDS)
- Lesitin/Spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
- Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
- GDA : PaO2 80-100 mmHg, PaCO2 >50 mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
- Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak.
b. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. Data Obyektif : Surfaktan menurun Kerusakan
- Hiperkapnea Pertukaran Gas
- Hipoksia Tegangan permukaan alveolus
- Takipnea meningkat
- Sianosis
- Letargi Ketidakseimbangan infasi saat
- Dyspnea inspirasi
- GDA Abnormal
- Pucat Kolaps alveoli
Gangguan ventilasi pulmonal
Kerusakan Pertukaran Gas
2. Data Objektif : Surfaktan menurun Pola Nafas
- Dispnea, Tidak Efektif
takipnea Janin tidak dapat menjaga rongga
- Periode apnea paru tetap mengembang
- Pernafasan
cuping hidung Usaha inspirasi lebih kuat
- Retraksi dinding
dada Sukar bernafas, dyspnea, retraksi
- Sianosis dinding dada, kelelahan,
- Kelelahan pernafasan cuping hidung
Pola nafas tidak efektif
3. Data Objektif : Metabolism anaerob Termoregulasi
- Hipotermia tidak efektif
- Letargi Timbunan asam laktat
- Aterosianosis
- Takipnea, apnea Asidosis metabolic
- Tugor kulit
menurun Kurangnya cadangan glikogen
- Hipoglikemia dan lemak
Respons menggigil pada bayi
kurang
Bayi kehilangan panas tubuh atau
tidak dapat meningkatkan panas
tubuh
2. Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot.
- Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam pola nafas efektif.
- Kriteria Hasil :
Bayi tampak tenang
Apnea (-)
Pernafasan efektif
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji frekuensi pernapasan dan pola 1. Membantu dalam membedakan
pernapasan, perhatikan adanya perputaran pernafasan normal
apena dan perubahan frekuensi dari serangan apneic sejati,
jantung, tonus otot dan warna kulit terutama sebelum gestasi
berkenaan dengan prosedur atau minggu ke-30.
perawatan, lakukan pemantauan
jantung pernapasan atau/dan
pernapasan yang kontinu.
2. Posisikan bayi pada abdomen atau 2. Posisi ini dapat memudahkan
telentang dengan gulungan popok di pernafasan dan menurunkan
bawah baku untuk menghasilkan episode apnein, khususnya
sedikit hiperekstensi. hipoksia, asidosis metabolic
atau, hiperkapnea.
3. Berikan rangsang taktil segera 3. Merangsang SSP untuk
(misalnya : gosokkan punggung bayi meningkatkan gerakan tubuh
bila terjadi apnea, perhatikan adanya dan kembali pernapasan
sianosis, bradikardia, atau hipotania, spontan. Kadang bayi
anjurkan kontak orangtua. mengalami kejadian apnea
lebih sedikit atau tidak ada atau
bradikardia bila orang tua
menyentuh dan bicara pada
mereka.
4. Berikan oksigen sesuai indikasi 4. Hipokalsemia
mempredisposisikan bayi pada
apnea
3. Dx : Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan lemak subkutan, dan peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD.
- Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam termoregulasi adekuat
- Kriteria hasil :
Suhu tubuh normal (36,5-37,70C)
Sianosis (-)
Bradikardia (-)
Hipoglikemia (-)
Apnea (-)
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji suhu dengan menggunakan 1. Hipotermia cenderung membuat
thermostat. Ulangi setiap 15 bayi pada stres, penggunaan
menit selama penghangatan lemak tidak dapat diperbarui
ulang. apabila ada penurunan.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to Maternity and Pediatric Nursing. Saunders Elsevier: St. Louis Missouri.
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC.
Suriadi S.Kp, dan Rita Yuliani S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1. Jakarta: PT. Fajar Interpratama.