PENDAHULUAN
Namun kemenangan Jepang itu tidak secara fisik saja karena keunggulan militer
dan teknologinya, tetapi dibalik itu sebenarnya terdapat dorongan bangsa
Indonesia sendiri yang bosan terhadap penjajahan Belanda, apalagi Jepang
menggunakan propaganda yang mampu menembus kebencian terhadap
kolonialisme pada umunya.
Pidato penguasa Jepang mengana dihati bangsa Indonesia dan Jepang merasa
bakal menjawab untuk membebsakan bangsa Indonesia dari penjajahan Hindia
Be;anda dan ikut dimasukkan dalam kesemakmuran bersama Asia Timur Raya di
bawah pimpinan Jepang sehingga dengan cepatnya bangsa Indonesia menerima
Jepang dalam memimpin pemrintahan yang sebenarnya ingin menjajah Indonesia.
Dengan kepemimpinan bangsa Jepang di Indonesia, pergerakan nasional mulai
terjadi untuk membebaskan diri dari penjajahan dan memerdekakan Indonesia
sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pergerakan tersebut sangat diawasi
oleh pemerintah Jepang. Maka dari itu, makalah ini akan menjelaskan tentang
pergerakan nasional masa pendudukan Jepang.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui latarbelakang pendudukan Jepang di Indonesia
b. Untuk mengetahui reaksi masyarakat Indonesia dan kaum nasionalis kerita
pendudukan Jepang berlangsung
c. Untuk mengetahui pergerakan nasional masa pendudukan Jepang
d. Untuk mengetahui langkah-langkah Jepang dalam memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia
BAB II
ISI
A. Masuknya Jepang ke Indonesia
Pada tanggal 14 Februari 1942, Jepang menyerang Indonesia dan segera
menguasai Sumatra Selatan. Tanggal 1 Maret dini hari, mereka mendarat di Jawa
dan dalam waktu delapan hari, Letnan Jendral Ter Poorten, Panglima Tentara
Hindia Belanda (KNIL), Menyerah atas nama seluruh angkatan perang Sekutu di
Jawa. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai negara
imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme lainnya.
Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi,
yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku
untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk
hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada
zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Kedatangan Jepang pada umumnya diterima dengan penuh semangat.
Rakyat percaya bahwa Jepang datang untuk memerdekakan, dan Jepang makin
disenangi karena segera mengizinkan dikibarkannya bendera nasional Indonesia
merah putih, dan dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia raya, dua hal
penting yang dulu dilarang oleh Belanda.
Alasan penting kenapa penjajahan Jepang justru diterima oleh mayoritas
kaum terpelajar Indonesia adalah karena penguasa baru itu dapat lebih
meningkatkan status sosial ekonomi orang Indonesia, hanya dengan kelayakan
saja, tanpa kekerasan. Lebih-lebih lagi, dalam waktu enam bulan sejak
kedatangannya, Jepang memenjarakan semua penduduk Belanda, sebagian besar
orang Indo, dan sejumlah orang Kristen Indonesia yang dicurigai pro-Belanda
kedalam kamp-kamp konsentrasi. Jumlah personil pemerintah militer Jepang
hanya sedikit, oleh karena itu mereka terpaksa mengambil orang-orang Indonesia
untuk mengisi lowongan hampir semua jabatan tingkat menengah, atasan bidang
administrasi dan teknisi yang dulu diduduki orang Belanda atau Indo. Jadi, hampir
semua personil Indonesia dalam bidang pemerintahan, mendapat kenaikan
pangkat satu, dan bahkan sering dua atau tiga tingkat dalam hirarki tempat mereka
bekerja. Dari situlah Jepang mula-mula memenangkan dukungan dari rakyat
Indonesia.
Karena alasan ini dan karena mereka diterima dengan tangan terbuka oleh
penduduk, Orang Jepang tampaknya tidak mendapat tantangan nyata apa pun
sebelumnya dari para pemimpin nasionalis. Mereka dapat dengan mudah
mengambil sumber-sumber kekayaan Indonesia demi tujuan kepentingan perang
mereka, tanpa harus mengadakan persetujuan dengan kaum nasionalis Indonesia.
Berdasarkan keyakinan ini, mereka membentuk pergerakan tiga A pada tanggal 29
April 1942. Pada saat itu, Jepang memperkenalkan dan memprogandakan
semboyan dan semangat Jepang, yaitu Nippon pemimpin Asia, Nippon
pelindung Asia, dan Nippon cahaya Asia. Pergerakan itu bertujuan
mengumpulkan dukungan untuk tujuan perang Jepang dan kemakmuran bersama
Asia Timur Raya. Jepang terlalu dini untuk percaya bahwa mereka tidak perlu
menggarap nasionalisme Indonesia untuk mencapai tujuan-tujuannya lebih lanjut,
karena kenyataannya orang Indonesia yang mereka pilih untuk memimpin
pergerakan tersebut adalah Mr. Raden Samsoedin, jelas bukan seoang pemimpin
nasionalis eselon pertama.
Orang Jepang segera menyadari kekeliruan perkiraan ini. Meskipun
propagandanya hebat, Pergerakan Tiga A sebenarnya sangat melempem (gagal).
Ternyata kemakmuran ekonomi Indonesia dinomorduakan dibawah kepentingan
Jepang, tanpa suatu imbalan yang memadai bagi Indonesia. Nusantara dikuras
habis bahkan makanannya, minyak dan kinanya, sementara barang-barang pokok
yang sangat diperlukan seperti barang sandang dan onderdil-onderdil tidak masuk
lagi. Jepang mengawasi kurikulum sekolah secara kasar dengan tangan besi.
Mereka memaksakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda di
sekolah-sekolah menengah atas, dan sebagai bahasa resmi dikalangan pemerintah.
Ini semua menimbulkan reaksi-reaksi negatif yang tajam.
Yang lebih penting dan lebih meresap dihati hampir seluruh penduduk
Indonesia dalah antagonisme yang tajam yang diciptakan oleh kekerasan yang
keterlaluan, serta kekurangajaran yang sering ditunjukan oleh orang Jepang dalam
pergaulan dengan orang Indonesia. Dalam waktu beberapa bulan saja, Jepang
mulai menyadari bahwa mereka tidak lagi mendapat dukungan dari massa
maupun mayoritas orang Indonesia terpelajar. Suatu rasa tidak senang terhadap
Jepang terus tumbuh di kalangan rakyat mulai nyata dan ditunjukkan dengan
mendadakan pemberontakan sebelum tahun 1942 berakhir. Jepang mulai khawatir
pada permusuhan yang jelas serta perlawananan yang kadang oleh pelajar sekolah
dan mamhasiswa. Mereka cemas terutama setelah mengetahui bahwa dibentuk
organisasi-oraganisasi bawah tanah yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa ini
maupun para pemimpin politik. Mereka mulai memahami bahwa pergerakan
kebangsaan Indonesia adalah suatu kekuatan yang nyata dan kuat, dengan apa
harus dicapai suatu cara penyelesaian tertentu, jika mereka menghendaki
tercapainya tujuan-tujuan penjajahan yang minim sekalipun. Menyadari hal ini,
Jepang mengubah kebijakan politiknya secara radikal. Pertama-tama mereka
mengalihkan perhatian kepada para pemimpin nasionalis, yang mereka yakini
bahwa pemimpin tersbut benar-benar disukai rakyat.
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa
pendudukan Jepang, ia bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang)
bersama-sama dengan Muhammad Yamin. Sukarni menghimpun tokoh-tokoh
pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu Wiguna,
dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni adalah
menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orang-orang yang berjiwa
revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh
Jepang.
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta
(Pembela Tanah Air) yang tersebar di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni
mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang anti-Jepang. Untuk
menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan asrama politik, yang diberi
nama Angkatan Baru Indonesia yang didukung Sendenbu. Di dalam asrama ini
terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad
Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda tantang
masalah politik dan pengetahuan umum.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian khusus dari
pemerintah Jepang. Jepang berusaha memengaruhi para pemuda Indonesia dengan
propaganda yang menarik. Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia
merupakan alat yang ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang. Jepang
menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui kursus-kursus
dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda.
Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang diadakan dalam asrama-
asrama, misalnya di Asrama Angkatan Baru Indonesia yang
terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka yang didirikan Angkatan Laut
Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun mahasiswa tidak
gampang termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa
imperialisme yang dilakukan oleh Jepang pada hakikatnya sama dengan
imperialisme bangsa Barat.
Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang,
yakni yang terhimpun dalam asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran)
dan kelompok pemuda yang terhimpun dalam Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok terpelajar
tersebut mempunyai ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ketika jaman pendudukan Jepang, organisasi pergerakan nasional Indonesia
mendapat pembatasan agar mereka tidak mampu melepaskan diri dari Jepang.
Baru setelah pemerintah Jepang memberikan kesempatan para nasionalis diajak
bekerjasama maka mereka menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya guna
menggalang kesatuan dan semangat nasionalis. Pada pertengahan tahun 1942
Seokarno dibebaskan dari penjara dan sudah barang tentu pemerintah Jepang akan
menggunakan keppuleran dan kepemimpinan Soekarno untuk tujuan propaganda
yaitu agar seluruh bangsa Indonesia dengan mudah dikerahkan untuk membantu
perang yang sedang dihadapi Jepang. Empat serangkai diberi kepercayaan untuk
memimpin gerakan Pusat Tenaga Rakyat (Putra) yang dibentuk 9 Maret 1943,
atas usul Ir. Soekarno. Tujuan Putra ialah mempersatukan rakyat Jawa untuk
menghadapi serangan Sekutu yang semakin dekat dengan Indonesia (Jawa). Tugas
Putra menggerakan tenaga dan kekuatan rakyat untuk memberi bantuan kepada
usaha-usaha untuk mencapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
Daftar Pustaka
Anderson, Ben. 1988. Revoloesi Pemoeda Pendudukan Jepang dan Perlawanan
di Jawa 1944-1946. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Kahin, George McTurnan. 1995. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik
Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Sebelas Maret University Press :
Pustaka Sinar Harapan.