Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh :
Anak agung anom
030.10.026
Pembimbing :
dr. Rivai usman, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 28 DESEMBER 2015-5 MARET 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 28
Desember 2015 5 Maret 2016 dengan judul Kejang Demam Kompleks yang disusun oleh :
Nama : Anak agung anom
NIM : 030.10.026
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Rivai usman, Sp. A

Menyetujui,

(dr. Rivai usman, Sp. A)

DAFTAR ISI

2
Judul halaman
Lembar pengesahan 2
Daftar isi 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II ILUSTRASI KASUS
Identitas 5
Anamnesis 5
Pemeriksaan fisik 9
Laboratorium 11
Resume 12
Diagnosis 12
Pemeriksaan penunjang 12
Tata laksana 13
Follow up 13
BAB III
Analisa kasus 16
BAB IV
Tinjauan pustaka 17
DAFTAR PUSTAKA 23

BAB I
PENDAHULUAN

3
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,
biasanya terjadi antara umur antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, risiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana (Simple Febrile
Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang
dalam 24 jam. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang dengan salah
satu ciri berikut : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih
dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

BAB II
ILUSTRASI KASUS

4
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. C Tn. M Ny. S
Umur 2 tahun 5 bulan 31 tahun 24 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Pedagang Perempuan
Alamat Bantar Gebang, Bekasi
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda Sunda
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Pekerja Bangunan Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 15 januari 2016

II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada 16 Januari 2015.
a. Keluhan Utama
Kejang sebanyak 2 kali sejak 2 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam sejak 2 hari SMRS
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang
sebanyak 2 kali sejak 2jam SMRS. Kejang berlangsung sebentar sekitar 5 menit.
Ini merupakan kejang pertama kalinya. Menurut ibu pasien, 2 hari SMRS pasien
demam, saat diukur dengan thermometer, suhu pasien 38,7 oC. Demam tidak turun
walaupun sudah diberikan obat penurun panas. 1 hari SMRS pasien mengalami
kejang, kejang terjadi sebentar tetapi ibu tidak tahu berapa lama waktu terjadinya
kejang, kejang terjadi pada seluruh tubuh, tangan dan kaki pasien kaku saat kejang,
mata terbuka, setelah kejang pasien menangis lalu pasien dibawa ke dokter dan
diberikan obat kejang.
Keesokan harinya, pasien masih demam dengan suhu 38,3 oC. Sekitar 2 jam
SMRS pasien kembali kejang. Setelah kejang berhenti pasien langsung dibawa ke RS.
Namun, saat diperjalanan kejang terjadi kembali. Kejang terjadi pada seluruh tubuh,
tangan dan kaki pasien kaku saat kejang. Ibu pasien menyangkal adanya diare, batuk,
pilek, muntah.

5
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Penyakit Jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -
Demam berdarah - Kejang - Penykait darah -
Demam typhoid - Kecelakaan - Radang paru -
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
Parotitis - Operasi - Lain, -
Kesan :
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Ini merupakan kejang yang
pertama kali. Pasien tidak mempunyai riwayat sering demam sebelumnya.

e. Riwayat Keluarga
1) Riwayat Pernikahan

Ayah/wali Ibu/wali
Nama Tn. M Ny. S
Perkawinan ke 1 1
Umur saat 26 tahun 21 tahun
menikah
Pendidikan SMA SMP
terakhir
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan Epilepsi(-), DM(-), HT(-), Epilepsi (-),DM(-), HT(-),
kesehatan TB paru (-) TB paru (-)
Penyakit, bila ada Tidak ada Tidak ada

f. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan DM(-), Hipertensi (-)
Perdarahan (-), Ketuban pecah dini
(-), Lain-lain (-)

Perawatan Antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1


bulan sekali dan sudah mendapat
imunisasi vaksin TT 2 kali.
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal

6
Masa Gestasi 9 bulan
Keadaan bayi Berat lahir 3150 gr
Panjang lahir:49 cm
Lingkar kepala:tidak tahu
Langsung menangis(+)
Merah (+)
Nilai APGAR: tidak tahu
Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan :
Baik, tidak ada riwayat kejang pada anak ketika baru lahir.

g. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : belum

h. Riwayat Makanan
Umur(Bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 ASI+PASI + + -
8-10 ASI+PASI + + +
10-12 ASI+PASI + + +
Usia di atas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan jumlah
Nasi/pengganti 2-3x/hari, 1 centong nasi
Sayur Setiap hari, 3x/hari
Daging 2x/bulan
Telur 3x/minggu
Ikan 4x/minggu
Tahu Setiap hari
Tempe 3x/hari
Kesimpulan riwayat makanan: tidak ada kesulitan, asupan cukup baik.

7
i. Riwayat Imunisasi
BCG (+)
DPT (+)
Polio (+)
Campak (+)
Hepatitis B (+)
Kesan : imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.

j. Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tinggal bersama ayah, dan ibunya di perkampungan, rumah dengan dua
kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai keramik,
berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik.
Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan
pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak terdapat
orang yang mengalami hal serupa dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum:
- Kesadaran : Compos Mentis (rewel)
- Kesan gizi : gizi baik
b. Data Antropometri
Berat Badan : 14 kg Lingkar kepala : 48 cm (normal)
Tinggi Badan : 88 cm
Status gizi : gizi baik
Tanda Vital
- Frekuensi nadi :140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
- Tekanan darah : 95/65 mmHg
- Frekuensi napas : 36x/menit, tipe torako-abdomino
- Suhu : 37,9 C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

c. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : cekung-/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
- Telinga : normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai,
serumen -/-
- Hidung : bentuk simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa
hiperemis (-), nafas cuping hidung -/-

8
- Bibir : Simetris, mukosa berwarna merah muda, sianosis (-)
- Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi
merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah :
normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
d. Leher : Bentuk tidak tampak kelainan
e. Thoraks
- Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB
aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding
dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis
kiri, pulsasi abnormal (-)
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris
kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba
ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi
jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm
linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen
- Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)
- Palpasi : supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran
organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 2x / menit

g. Anogenitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

h. KGB :
- Preaurikuler : tidak teraba membesar
- Postaurikuler : tidak teraba membesar
- Submandibula : tidak teraba membesar
- Supraclavicula : tidak teraba membesar
- Axilla : tidak teraba membesar
- Inguinal : tidak teraba membesar

9
i. Anggota Gerak
Kanan Kiri
Tangan (+) (+)
Akral hangat
Kaki (+) (+)
Tangan Normotonus Normotonus
Tonus otot
Kaki Normotonus Normotonus
Tangan Aktif Aktif
Sendi
Kaki Aktif Aktif
Capillary Tangan <2 detik <2 detik
refill time Kaki <2 detik <2 detik
Refleks Tangan (+) (+)
fisiologis Kaki (+) (+)
Refleks Tangan (-) (-)
patologis Kaki (-) (-)
Lain lain Oedem (-) (-)

j. Kulit : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik,


tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2
detik, petechie (-)
k. Tulang Belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsang meningeal
Tanda rangsang meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tanggal 15/01/2016
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
LED 5 mm/jam 0-10
Leukosit 18 ribu/L 5,5-15,5
Hemoglobin 11,8 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 36 % 35-43
Trombosit 283 ribu/ L 229-553
Basofil 1% 0-1
Eosinofil 0% 1-5
Netrofil batang 1% 3-6
Netrofil segmen 50 % 25-60
Limfosit 48 % 25-50
Monosit 14 % 1-6
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 110 mg/dL 33-111

10
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 135-155
Kalium 3,7 mmol/L 3,6-5,5
Klorida 98 mmol/L 98-109

V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan dibawa oleh orang
tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali sejak 2jam
SMRS. Kejang berlangsung sebentar sekitar 5 menit. Ini merupakan kejang pertama
kalinya. Menurut ibu pasien, 2 hari SMRS pasien demam, saat diukur dengan
thermometer, suhu pasien 38,7 oC. Demam tidak turun walaupun sudah diberikan obat
penurun panas. 1 hari SMRS pasien mengalami kejang, kejang terjadi sebentar tetapi ibu
tidak tahu berapa lama waktu terjadinya kejang, kejang terjadi pada seluruh tubuh,
tangan dan kaki pasien kaku saat kejang, mata terbuka, setelah kejang pasien menangis
lalu pasien dibawa ke dokter dan diberikan obat kejang.
Keesokan harinya, pasien masih demam dengan suhu 38,3 oC. Sekitar 2 jam
SMRS pasien kembali kejang. Setelah kejang berhenti pasien langsung dibawa ke RS.
Namun, saat diperjalanan kejang terjadi kembali. Kejang terjadi pada seluruh tubuh,
tangan dan kaki pasien kaku saat kejang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, tampak rewel, status gizi baik, T:37,9C, N: 140x/menit, P: 36x/menit.
Dari pemeriksaan Laboratorium didapatkan: Leukosit: 18,8 rb/uL, LED: 5 mm/jam,
monosit: 14%

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Kejang Demam Kompleks

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) EEG

VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa:
1) Tirah baring
2) Observasi tanda vital
3) Observasi kejang
b. Medikamentosa:
- Rawat inap
- IVFD RL
- Inj Ceftriaxon 2x1/2 ampul
- Paracetamol inf 10mg/kgBB

11
- Diazepam 2x5 mg bila suhu >380C

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
Tgl S O A P
16/01/1 Demam (+) Avpu : alert -Kejang Demam IVFD RL
6 Kejang (-) PAT : A = TICLS (+) Kompleks Inj ceftriaxon 2x1/2 ampul
B = spontan, NCH-, perbaikan Parasetamol 10 mg/KgBB
retraksi Diazepam 2 x 5mg (bila
C = sianosis -, pallor suhu > 380C)
Tanda vital :
T : 37,8 oC
HR : 122 bpm
RR : 23 x/menit

17/01/1 Demam (-) Avpu : alert -Kejang Demam IVFD RL


6 Kejang (-) PAT : A = TICLS (+) Kompleks Inj ceftriaxon 2x1/2 ampul
Bab cair 4 B = spontan, NCH-, dengan Parasetamol 10 mg/KgBB
kali. retraksi perbaikan Diazepam 2 x 5mg (bila
C = sianosis -, pallor -Diare dengan suhu > 380C)
Tanda vital : perbaikan Zinkid sirup 1x 1Cth
T : 36,7 oC Lacto.B 1 x sach
HR : 110 bpm
RR : 21 x/menit
Abdomen : Bising usus
3x/menit
Lab 17/01/16
Leukosit 13,0 ribu/L

18/01/1 Demam (-) Avpu : alert -Kejang Demam Pasien boleh pulang

12
6 Kejang (-) PAT : A = TICLS (+) Kompleks Luminal 20mg 2x1 pulv
Bab 2x B = spontan, NCH-, dengan
retraksi perbaikan
C = sianosis -, pallor -Diare dengan
Tanda vital : perbaikan
T : 36,3 oC
HR : 100 bpm
RR : 21 x/menit
Abdomen : Bising usus
2x/menit

Tangga l7 April 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
ELEKTROLIT
Natrium 140 mmol/L 135-155
Kalium 3,9 mmol/L 3,6-5,5
Klorida 106 mmol/L 98-109

Tanggal 17 September 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit 13,0 ribu/L 5,5-15,5
Hemoglobin 12,3 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 37 % 35-43
Trombosit 310 ribu/ l 229-553

13
BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik pada pasien. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik memenuhi kriteria kejang demam
kompleks yaitu kejang dengan salah satu ciri berikut : kejang fokal (hanya melibatkan salah
satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat
(selama demam berlangsung). Pada pasien, kejang terjadi 2 kali dalam 24 jam.
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sejak
2jam SMRS. 2 hari SMRS pasien demam, saat diukur dengan thermometer, suhu pasien
38,7 oC. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

14
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
lainnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada pemeriksaan penunjang, leukosit pasien adalah 18,8. Hal ini biasanya terjadi
apabila tubuh terinfeksi oleh bakteri. Pada saat infeksi bakteri, maka mekanisme pertahanan
tubuh yaitu leukosit akan memfagositosis bakteri sehingga jumlahnya akan meningkat,
mengeluarkan mediator inflamasi seperti TNF-alpha, IL-1 yang menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu sehingga terjadi demam.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
1. Kejang
Seizure atau kejang adalah cetusan aktifitas listrik abnormal yang terjadi secara
mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf diotak yang tidak dapat
dikendalikan. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa
penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi
dan fenomenapsikologis lainnya.1

2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 2
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-
batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau

15
anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.2 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk
diagnosis kejang demam ialah 38C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang
tidak diketahui.2 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.2

B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.3

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.3
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih,
risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan
riwayat keluarga epilepsi.3
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur
4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.2

D. KLASIFIKASI
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan kejang demam kompleks.

16
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh
yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang dengan salah
satu ciri berikut : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh),
berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat (selama
demam berlangsung).

E. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.3

F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

17
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada
anak,yaitu:4

1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-
bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.

2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan
gelombang listrik di otak. Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan. EEG masih dapat
dilakukan pada kejang demam yang tidak khas mislanya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,


magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

18
3. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

H. DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan
didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan
lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan
organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan
saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal.
Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.3

I. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam:2
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah
akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam
waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari
2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan
diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat

19
diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg
pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam
setelah dosis awal.

2. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan
bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis,
yaitu: 4

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.


Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Dapat digunakan diazepam intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien
menunjukkan suhu 38,5 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan
dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan
fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus
menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.

3. Pemberian antipiretik
Pada keadaan kejang demam, antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
paracetamol yang diberikan 10-15mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak

20
lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10mg/kg/kali dan tidak lebih dari 3-4 kali
sehari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Seizure. Available at : www.medscape.com. Accesed on 26th January 2016.


2. IDAI. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. In :Widodo DP, Pusponegoro H,
Ismael S, editors. Jakarta : Unit kerja koordinasi neurologi, IDAI;2006.p.1-13.
3. Anonym. Febrile seizure. Available at : www.medscape.com. Accesed on 26th January
2016.
4. IDAI. Kejang demam. Pedoman pelayanan medis. In : Pudjadi A, Hegar B,
Handryastuti S,editors. Jakarta : IDAI;2009.p.150-4.

21

Anda mungkin juga menyukai