Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


BUDAYA K3

NAMA :YULIANA TEKEGE


NIM :160674
PRODI : KESMAS

STIKES HAKLI SEMARANG


2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Budaya K3

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya K3 adalah sifat,sikap dan cara hidup(bekerja) dalam perusahaan /


individu, yang menekankan pentingnya keselamatan. Oleh karena itu, budaya k3
mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus
dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab.

Istilah budaya keselamatan (safety culture) pertama kali tertera dalam laporan
yang dibuat oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) pada tahun
1987 yang membahas peristiwa Chernobyl. Atas dasar itu, International Atom
Energy Agency (IAEA) menyusun konsep atau model dan metoda pengukuran
Budaya Keselamatan untuk instalasi nuklir, sehingga istilah Budaya Keselamatan
menjadi dikenal secara internasional, khususnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).

Budaya K3 di suatu perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan


bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu:

1. Aspek psikologis pekerja terhadap K3 (Psychological aspects, what people feel,


what is believe)

2. Aspek perilaku K3 pekerja (Behavioral aspects, what people do, what is done)

3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitan dengan K3 (Situational aspects, what
organizational has, what is said)

1
Aspek pertama, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek Pribadi
(PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan
lain-lain.

Aspek kedua berkaitan erat dengan perilaku sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti


misalnya perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan-kebiasaan dalam K3 dan
sebagainya.

Aspek ketiga berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja (ENVIRONMENT)


seperti apa yang dimiliki perusahaan/organisasi mengenai K3, contohnya Sistem
Manajemen K3, SOP, Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.

Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga
aspek tersebut. Oleh karena itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya
yang selalu meningkatkan K3 secara sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai
pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari (continuous improvement culture,
behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3 sebagai bagian dari visi dan
misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem manajemen, SOP dan lain-lain
di perusahaan (organizational based culture, system based culture), apalagi hanya
menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based culture, rule based
culture).

B. Tujuan dari Budaya K3

Tujuan dari Budaya K3 itu sendiri adalah, agar para pekerja sadar akan
pentingnya K3. Bagaimanapun juga, keselamatan pekerja lebih penting daripada
apapun. Oleh karena itu setiap pekerja harus memiliki kesadaran untuk mengikuti
peraturan atau instruksi yang diberikan demi keselamatan mereka.

Tujuan selanjutnya adalah lebih mementingkan keselamatan daripada hasil kerja.


setiap pekerja ditekankan untuk menjaga keselamatannya saat bekerja, dan lebih
mementingkan keselamatan daripada hasil produksi. Apabila mereka berhadapan
dengan proses produksi yang ber resiko, tentu mereka harus menggunakan PAK yang
sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

2
BAB II

A. Bagaimana Menanamkan Budaya K3 di Perusahaan?

Sebuah perusahaan tentu mau tidak mau harus menerapkan dan menanamkan
budaya K3 kepada seluruh pekerjanya. Hal ini sudah menjadi kewajiban, karena
bagaimanapun juga, keselamatan pekerja merupakan hal yang penting. Dalam hal ini,
perusahaan memiliki banyak cara dalam menanamkan budaya K3 kepada para
pekerjanya, diantaranya :

1. Disiplin
Disiplin merupakan salah satu faktor yang mendorong tercapainya
budaya K3 dalam sebuah perushaan. Setiap perusahaan harus
menanamkan kedisiplinan di setiap pekerjanya. Jika setiap pekerja sudah
disiplin, tentu mereka juga akan memperhatikan tentang keselamatan
dalam bekerja. Sehingga budaya k3 di perusahaan itu dapat terbentuk.
2. Menerapkan 3S
3S merupakan suatu Pembentukan program yang dimulai dari merubah
lokasi kerja, dari perubahan perilaku, yang pada akhirnya akan membentuk
sebuah sikap, dan jika hal tersebut sudah menjadi sikap kita hal itu akan
membentuk sebuah budaya baru dalam hidup kita.
a. Seiri (pemilahan) : memilih barang-barang yang masih terpakai
dengan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Kemudian,
mengelompokan barang-barang tersebut, dan kita identifikasi
kelayakan dari barang-barang yang sudah kita kelompokan.
b. Seiton (penataan) : Penataan atau penyimpanan dilakukan untuk
memudahkan kita dalam proses pencairan jika dibutuhkan. Pada
tahapan ini, Pelabelan akan membantu kita untuk mempermudah
pencairan.
c. Seiso (pembersihan) : Indikator penentu kebersihan pada suatu
tempat adalah debu. Jika, pada tempat kita masih terdapat debu jika
dicolek dengan telunjuk. Maka, tempat kita masih dinilai belum
bersih. Pembersihan ini juga berkaitan dengan kesehatan kita.
Dapat kita bayangkan berapa banyak partikel kecil tersebut
berterbangan dan terhirup masuk kedalam tubuh kita.

3
3. Menggunakan Poster
Cara ini bisa dibilang cara yang paling mudah, karena dengan
memasang poster di tempat kerja, para pekerja diharapkan selalu teringat
untuk membiasakan budaya K3 dalam setiap kegiatan kerja mereka.
Berikut adalah beberapa contoh poster K3 :

B. Kendala dalam Penerapan Budaya K3


Berbagai program secara global telah banyak dikembangkan untuk meningkatkan
Budaya K3, namun tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam mengembangkan
budaya K3 diperusahaan. Salah satu kendala yang paling utama dan bersifat umum
serta banyak terjadi adalah kesalahan dalam memahami pengertian budaya K3 itu
sendiri. Sebagai contoh, hingga saat ini hampir sebagian besar dari kita selalu
memiliki kecenderungan untuk mengklasifikasikan setiap peristiwa kecelakaan karena
adanya kesalahan manusia (human error) akibat buruknya budaya keselamatan.
Padahal kesalahan manusia dapat terjadi didalam sebuah perusahaan/organisasi yang
mempunyai budaya selamat yang sangat baik sekalipun, karena kesalahan manusia
dapat terjadi akibat berbagai faktor.

Kendala lain adalah masih banyak orang yang menyukai paradigmablaming the
person yang memandang bahwa faktor kesalahan manusialah yang menjadi sumber
penyebab (causes) kecelakaan dan tidak beranggapan atau melihat faktor kesalahan

4
manusia sebagai sebuah akibat (effect) dari suatu keadaan. Pandangan yang demikian
ini tentu saja mempunyai dampak dalam pengembangan program yang selalu tertuju
hanya pada satu aspek saja sambil melupakan aspek2 penting lainnya dalam budaya
keselamatan.

Dari sudut pandang lain hambatan-hambatan dalam pengembangan program


membudayakan K3 seringkali disebabkan oleh masalah kesiapan dari organisasinya
sendiri terutama dari Budaya Organisasi perusahaan yang sering mempunyai orientasi
yang belum kuat dan tidak fokus terhadap masalah K3. Belum tingginya tingkat
kesadaran top Manajemen juga dapat menjadi hambatan karena masih memandang
K3 sebagai suatu biaya atau pengeluaran yang tidak terkait langsung dengan tingkat
produktifitas bahkan sering dipandang sebagai sesuatu yang memperbesar biaya
produksi. Hambatan lain yang juga sering menjadi pembicaraan umum adalah dari
aspek pekerja atau sumber daya manusia disetiap tingkatan yang umumnya masih
menganggap keselamatan bukan sebagai sebuah nilai penting karena tidak
terpaparnya mereka pada nilainilai K3 sejak dini dalam pendidikan formal maupun
pendidikan non formal.

5
BAB III

KESIMPULAN

Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja saat ini menjadi Pilar dalam Kerangka
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (The Pillars of Global Strategy of
Occupational Safety and Health). Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana
mengembangkan kerangka kerja membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
industri

Kemajemukan dan keragaman konsep Budaya K3, sebagai bagian dari budaya
organisasi, tidak perlu menjadi hambatan untuk mengembangkan konsep budaya K3 beserta
indikatornya yang komprehensif, universal, sederhana, jelas dan mudah diukur serta mudah
dipergunakan dalam menyusun program mengembangkan budaya K3 di perusahaan.
Indikator budaya K3 yang dipergunakan hendaknya tidak bersifat tunggal dan perlu meliputi
indikator aspek manusia dan organisasi-manajemen terutama aspek sistim manajemen K3 dan
penerapannya secara konsiten .

Program pengembangan budaya keselamatan diperusahan hendaknya tidak bersifat


tunggal dan perlu dilakukan dalam kerangka yang berkesinambungan sesuai dengan falsafah
continuous improvement.

Berbagai hambatan yang ada dalam meningkatkan budaya K3 perlu diatasi secara
terencana dan sistimatis. Hambatan yang melekat pada aspek organisasi perlu diatasi dengan
melakukan sosialisasi regulasi yang ada menerapkannya secara konsisten. Sedangkan
hambatan yang terkait dengan sumber daya manusia perlu diatasi melalui peningkatan
kesadaran dan pengetahuan dalam bentuk formal maupun non formal.

6
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai