3
b. Ventilasi Rumah
Pemakaian kawat kasa pada ventilasi rumah adalah salah satu upaya untuk
mencegah penyakit DBD. Pemakaian kawat kasa pada setiap lubang ventilasi
yang ada dalam rumah bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan
menggigit manusia.
c. Kelembaban
Kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
kenyamanan penghuni suatu rumah. Kondisi kelembaban udarah dalam ruangan
dipengaruhi oleh musim, kondisi udara luar, kondisi ruangan yang kebanyakan
tertutup. Suatu daerah akan menjadi potensial untuk penularan DBD apabila
didukung oleh faktor lingkungan misalnya.
d. Suhu Udara
Keberhasilan perkembangan nyamuk aedes aegypti ditentukan oleh tempat
perindukan yang dibatasi oleh temperatur tiap tahunnya dan perubahan musimnya.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan jentik
nyamuk Aedes aegypti adalah suhu udara. Nyamuk aedes aegypti sangat rentan
terhadap suhu udara. Dalam waktu tiga hari telur nyamuk telah mengalami
embriosasi lengkap dengan temperatue udara 25-30C. Namun telur akan
mencoba menetas 7 hari pada air dengan suhu 16C. Telur nyamuk ini akan
berkembang pada air dengan suhu udara 20-30C.
5
2) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar.
3) Pemukiman baru di pinggiran kota Karena di lokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat
penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari
masing-masing lokasi awal
b. Gejala penyakit Demam Berdarah Dengue:
Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi
oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus
dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah
infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang
lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh
sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang
sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang
terbentuk.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor
pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan
Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.
Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke
keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan
sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang
yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu,
risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia
kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.
1) Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2 - 7 hari, kenudiml turun secara cepat. Demam secara
6
mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia lemas,
nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
2) Manipestasi Pendarahan.
Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah
demam. Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat
berupa :
Ptechiae
Purpura
Echymosis
Perdarahan cunjunctiva
Perdarahan dari hidung (mimisan atau epestaxis)
Perdarahan gusi
Muntah darah (Hematenesis)
Buang air besar berdarah (melena)
Kencing berdarah (Hematuri)
Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu
diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar
penderita Demam Berdarah Dengue.
3) Pembesaran hati (Hepotonegali).
Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan berapa penyakit Pembesan hati mungkin berkaitan dengan
strain serotype virus dengue.
4) Renjatan (ShocK).
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai
sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan:
Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.
Penderita menjadi gelisah.
Nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba.
Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang)
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmhg atau
kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai
kemungkinan yang lebih buruk.
5) Gejala Klinis Lain.
7
GejaJa lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah, lemah,
sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
c. Diagnosa Demam Berdarah Dengue.
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7
2) Manitestasi Perdarahan
3) Tombositoperiia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya Ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4) Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang
peka Terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan
berulang secara periodik. Kenaikan Ht 20% menunjang diagnosa klinis
Demam Berdarah Dengue. Mengingat derajat berat ringan penyakit
berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat dibagi atas (WHO 75).
Derajat I (ringan).
Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan
manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif
Derajat II (sedang).
Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan
perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.
Derajat III (berat).
Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV (berat).
Penderita shocK berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang
tak dapat diraba.
C. Penerapan Konsep Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan
Penyakit berbasis lingkungan merupakan kondisi patologis yang mengakibatkan
terjadinya kelainan baik secara morfologi maupun fisiologi yang diakibatkan karena
interaksi antar manusia maupun interaksi dengan hal - hal yang berada di lingkungan
sekitar yang berpotensi menimbulkan penyakit.
8
Menurut Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan Lingkungan Pada Tahun 2008
menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki penyakit menular yang berbasis lingkungan
yang masih menonjol seperti DBD, TB paru, malaria, diare, infeksi saluran pernafasan,
HIV/AIDS, Filariasis, Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat
Lingkungan Kerja yang buruk.
Mengacu pada model paradigma kesehatan dan lingkungan, maka manajemen
penyakit secara terpadu berbasis lingkungan dapat dilakukan pada sumbernya, media
transmisi, simpul pemajanan, maupun penyakit.
1. Simpul 1: Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit.
Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara.
Beberapa contoh agent penyakit:
Agent Biologis: Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dll
Agent Kimia : Logam berat (Pb, Hg), air pollutants (Irritant: O3, N2O, SO2,
Asphyxiant: CH4, CO), Debu dan seratt (Asbestos, silicon), Pestisida, dll
Agent Fisika : Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dll
2. Simpul 2: Komponen Lingkungan Sebagai Media Transmisi,
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat
memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena sebagai
media transmisi adalah:
- Udara
- Air
- Makanan
- Binatang
- Manusia / secara langsung
3. Simpul 3: Pemajanan
Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain:
- Perilaku
- Status gizi
- Pengetahuan
- dll
4. Simpul 4: Penyakit
9
Seseorang dikatakan sakit DBD jika dengan diagnosa konfirmasi laboratorium
dipastikan dengan ditemukannya parasit DBD pada tubuh. Pemeriksaan mikroskopis
yang diulang setiap 12-24 jam mempunyai arti penting karena kepadatan Plasmodium
falciparum pada darah tepi yang tidak tentu dan sering parasit tidak ditemukan dengan
pemeriksaan sediaan darah tepi pada pasien yang baru terinfeksi DBF atau penderita
yang dalam pengobatan Demam Berdarah Dengue. Beberapa cara tes Demam
Berdarah Dengue sedang dalam uji coba. Tes dengan menggunakan dipstick
mempunyai harapan yang paling baik, tes ini mendeteksi antigen yang beredar
didalam darah. Walaupun sudah mendapat lisensi di beberapa negara di dunia akan
tetapi di Amerika lisensi baru diberikan pada tahun 1999. Diagnosis dengan
menggunakan metode PCR adalah yang paling sensitif, akan tetapi metode ini tidak
selalu tersedia di laboratorium diagnosa Demam Berdarah Dengue. Antibodi di dalam
darah yang diperiksa dengan tes IFA atau tes lainnya, dapat muncul pada minggu
pertama setelah terjadinya infeksi akan tetapi dapat bertahan lama sampai bertahun-
tahun tetap beredar didalam darah. Pemeriksaan ini berguna untuk membuktikan
riwayat infeksi Demam Berdarah Dengue yang dialami sebelumnya dan tidak untuk
mendiagnosa penyakit Demam Berdarah Dengue yang sedang berlangsung.
11
3. Melakukan penyuluhan tentang DBD kepada masyarakat, melakukan pemantauan
jentik secara berkala, melakukan pemetaan penyebaran kasus, dan melakukan
pertemuan kelompok kerja DBD secara lintas sektor dan program.
4. Melakukan gerakan bulan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yang dilaksanakan
sebelum bulan-bulan musim penularan penyakit DBD (data ini dapat kita peroleh dari
data tahun sebelumnya).
5. Dilakukannya kegiatan pelatihan seputar penyakit DBD, mulai dari gejala penyakit,
cara pengobatan, cara pencegahan penyakit DBD, dan lainnya.
12
Daftar Pustaka
Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah,
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2008.
Anonim. 2009. Jenis dan patogenesis Mikroorganisme penyebab diare.
http://www.scribd.com. (diakses tangga18 desember 2014, Pkl. 11.30)
Pelczar Jr, Michael J. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi jilid 2 terjemahan. Jakarta : Universitas
Indonesia.
13