Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI

Filariasis adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing
nematode dari famili filaridae, yang menyerang system getah bening dan jaringan
subkutan (Nasronudin & Suharto, 2011)
Filariasis limfatik merupakan penyakit yang umunya dikenal dengan sebagai kaki
gajah adalah penyakit tropis yang sering terabaikan. Infeksi ini terjadi ketika parasite
filarial yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Infeksi ini biasanya didapat
pada masa kecil dan menyebabkan kerusakan tersembunyi pada system limfatik.
Manifestasi yang terlihat limpoedema, kaki gajah dan pembengkakan skrotum dapat
terjadi dikemudian hari dan menyebabkan cacat permanen. Pasien penderita filariasis
tidak hanya cacat fisik tetapi juga cacat mental dan kerugian finansial (WHO, 2015).
Bentuk filariasis ada bermacam-macam seperti filariasis asimptomatik adalah
filariaisis yang tidak bergejala biasanya terjadi pada anak-anak, filariasis inflammatory
disebabkan karena fenomena alergi terhadap reaksi sensitivitas daric acing yang hidup
atau mati ditubuh hospes definitif, filariasis obstruktif (elephantiasis) merupakan hasil
akhir dari penyakit filariasis penyakit ini akan berlangsung selama bertahun-tahun degan
infeksi terus-menerus, filariasis bancrofti adalah penyakit yang disebabkan wuchereria
bancrofti, filariasis malayi adalah penyakit yang disebabkan oleh brugia malayi, loaiasis
atau calabar swelling (fugitive swelling) adalah penyakit yang disebabkan oleh loa-loa.
Nama penyakit tersebut tergantung dari cacing yang menyebabkan penyakit filariasis atau
berbagai macam reaksi yang menyebabkan penyakit tersebut (Irianto, 2009)
Occult filariasis atau Eosinofilia Pulmoner Tropis adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing filaria, baik filaria hewan maupun manusia (Soedarto, 2007)

EPIDEMIOLOGI
Parasit filaria menginfeksi sekitar 200-300 juta jiwa penduduk dunia terutama
didaerah tropis maupun subtropis termasuk Asia, Afrika, Amerika Selatan. para
pendatang dari luar datang ke daerah endemis filariasis akan rentan terhadap penularan
filariasis karena belum memiliki kekebalan sebelumnya. Cacing dewasa hidup di saluran
getah bening manusia, yang mana cacing betina akan memeluk cacing jantan karena
ukuran tubuh cacing betina lebih besar dibanding cacing jantan. Cacing betina bersifat
viviparous yaitu cacing betina akan mengeluarkan larva yang disebut mikrofilaria.
Mikrofilaria akan keluar dari getah bening dan menuju keperedaran darah. Ketika
manusia yang terinfeksi digigit nyamuk tertentu maka mikrofilaria akan ikut kedalam
tubuh nyamuk dan berkembang menjadi larva filariform yang dapat menularkan ke
manusia lain lewat gigitan nyamuk tersebut. Wuchereria bancrofti jantan panjangnya 35
mm dan betina 80-100 mm, sedangkan, Brugia malayi separuhnya dari Wuchereria
bancrofti. Jangka waktu mikrofilaria menjadi cacing dewasa kira-kira satu tahun
(Nasronudin & Suharto, 2011)

Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi bersifat periodic nocturnal yaitu


mikrofilarianya berada di dalam darah hanya pada malam hari (jam 21.00-02.00). pada
pagi, siang dan sore hari mikrofilaria bersembunyi di pembuluh darah paru karena pada
saat itu tekanan O2 mengalami perubahan yang tidak menguntungkan bagi mikrofilaria.
Pada beberapa spesies cacing ada yang bersifat subperiodik diurnal yaitu mikrofilaria ada
di dalam aliran darah pada sore hari. Wuchereria bancrofti endemis dibeberapa daerah
diafrika , kepulauan pasifik. Amerika selatan dan tengah. Daerah tersebut overlap
dengan Brugia malayi yang endemis dibeberapa daerah di India, Birma, Thailand,
Vietnam, Cina, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini dan Filipina.
Terakhir ditemukan spesies baru yaitu Wuchereria lewesi di Brazil dan Brugia timori di
Timor Timur. Penyakit filariasis menyebabkan cacat tubuh seumur hidup. Pemberantasan
pada penyakit filariasis harus diatasi secara teknis epidemiologis dengan secara efektif
dan efisien (Nasronudin & Suharto, 2011)
Onchocerca volvulus atau filarial volvulus dan biasa disebut onkosersiasis banyak
ditemukan pada penduduk afrika, dari pantai barat Sierra Leone menyebar ke republic
Kongo, Angola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika selatan juga terdapat terutama
di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela. Di Amerika Tengah
terutama di dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium (Margono,
2006).
Di pasifik selatan terutama daerah
rural (kampung) lebih tinggi insiden
filariasis non-periodik dibanding desa yang
besar karena vector utamanya adalah aedes
polynensis ( Irianto, 2009)
Filariasis limfatik mempengaruhi
http://www.cdc.gov/parasites/images/lymphat lebih dari 120 juta orang di 73 negara di
icfilariasis/lf_geo_distrib.jpg
seluruh daerah tropis dan subtropics seperti
Asia, Afrika, Pasifik Barat, dan bagian dari Karibia dan Amerika Selatan. Di Amerika,
hanya 4 negara yang saat ini dikenal sebagai endemik: Haiti, Republik Dominika,
Guyana dan Brazil. Di Amerika Serikat, Charleston, Carolina Selatan adalah tempat
terakhir yang diketahui dengan filariasis limfatik. Infeksi menghilang pada awal abad ke-
20. Saat ini di Amerika Serikat jarang sekali terinfeksi filariasis limfatik (CDC, 2013)

ETIOLOGI
Filariasis limfatik disebabkan oleh infeksi parasite yang diklasifikasikan sebagai
nematode (cacing gelang) dari family filariodidea. Ada 3 jenis cacing filarial yang sering
menyebabkan filariasis limfatik: Wuchereria bancrofti 90% sering menyebabkan penyakit
filariasis limfatik, Brugia malayi sebagian besar sisanya dan Brugia timori juga
menyebabkan penyakit. Vector yang sering pada penyakit filariasis seperti nyamuk Culex
yang tersebar luas di seluruh daerah perkotaan dan semi perkotaan, Anopheles di daerah
pedesaan, dan Aedes terdapat terutama di pulau-pulau endemic di Pasisfik (WHO, 2015).
Filariasis ini disebabkan oleh cacing darah-jaringan, sedangkan nyamuk
merupakan vector untuk menularkan dari manusia ke manusia.
Ada beberapa spesies cacing yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
(Nasronudin & Suharto, 2011)
1. Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Wuchereria lewesi dan Brugia timori
mengakibatkan lymphatic filariasis atau filariasis pada system getah bening
Wuchereria bancrofti : cacing dewasa berbentuk seperti rambut, berwarna
putih susu. Cacing jantan panjang 4 cm ekor melengkung dan cacing
betina panjang 10 cm ekor runcing. Mikrofilaria mempunyai panjang
sampai 300 dan lebar 8 mempunyai selubung hialin (Soedarto, 2007)

http://www.cdc.gov/parasites/images/lymphaticfilariasis/wbancrofti.jpg

Brugia malayi : bentuk cacing dewasa mirip seperti wuchereria bancrofti.


Cacing jantan panjang 23 mm dan cacing betina panjang 55 m.
mikrofilaria mempunyai selubung panjang mencapai 260 . Ciri khas
untuk membedakan dengan wuchereria bancrofti bentuk ekornya mengecil
dan mempunyai dua inti terminal (Soedarto, 2007)

http://www.cdc.gov/parasites/images/lymphaticfilariasis/bmalayi.jpg

Brugia timori : cacing dewasa betina dan jantan hidup di saluran dan
pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang halus dan berwarna putih
susu. cacing jantan berukuran 13-23 mm x 0,08 mm dan cacing betina
berukuran 21-39 mm x 0,1 mm (Margono, 2006)
2. Loa-loa mengakibatkan penyakit jaringan subkutan yang disebut loaiasis atau
calabar swelling (fugitive
swelling). Cacing dewasa hidup
dalam jaringan subkutan. Cacing
jantan berukuran 30-34 x 0,35-0,43
mm dan cacing betina berukuran
50-70 x 0,5 mm. Mikrofilaria
mempunyai sarung berukuran 250-
300 mikron x 6-8,5 mikron http://www.cdc.gov/parasites/images/loiasis/home_page_imag
e_loiasis.jpg
(Margono, 2006).
3. Onchocerca volvulus mengakibatkan penyakit jaringan subkutan dengan gejala :
kebutaan dan bercak gatal pada kulit. Penyakit ini biasa disebut onkoserkosis,
river blindness, blinding filariasis. Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat,
melingkar satu dengan yang lainnya seperti benang kusut dalam benjolan. Cacing
jantan berukuran 19-42 mm x 130 x 210 mikron dan cacing betina berukuran
33,5-50 cm x 270-400 mikron. Pada mikrofilaria terdapat dua macam ukuran 150-
287 x 5-7 mikron dan 285-368 x 6-9 mikron. Bagian kepala dan ujung ekor tidak
terdapat inti dan sarung (Margono, 2006).
Setiap spesies mempunyai vector
masing masing. Nyamuk Merupakan
vector dari cacing penyebab filariasis
ini. Seperti nyamuk Mansonia dan
Anopheles merupakan vector dari
Brugia malayi dan Brugia timori.
Nyamuk culex, aedes dan anopheles
merupakan vector dari Wuhereria
bancrofti. Lalat Chrysops merupakan
vector dari Loa-loa, sedangkan vector
O. Volvulus adalah lalat hitam
simulium (Nasronudin & Suharto,
https://arali2008.files.wordpress.com/2009/03/slide1.jpg
2011)
Vector filariasis limfatik
banyak disebabkan oleh spesies
nyamuk. Maka dari itu penyakit
filariasis sangat menular dengan
sangat cepat. Dibawah ini secara
rinci vector nyamuk itu adalah
https://epub-imgs.scribdassets.com/77duyr3k1s39xw8g/images/image-
(Zulkoni, 2010): Z0KVTMS0.jpg

Wuchereria bancrofti perkotaan dengan vector Culex quinquefasciatus


Wuchereria bancrofti pedesaan dengan vector Anopheles, Aedes dan Armigeres
Brugia malayi dengan vector Mansonia spp, dan Anopheles barbirostris
Brugia timori dengan vector Anopheles barbirostris
Vector filariasis non limfatik adalah lalat yang termasuk dalam ordo DIPTERA dari kelas
INSECTA. Lalat yang berperan dalam infeksi filariasis yaitu : Chrysops dan Simulium.
Chrysops (horse fly = deer fly) badannya sebesar lalat rumah, lalat betina mempunyai
mulut piercing dan sucking dan menghisap darah. Lalat tersebut merupakan vector dari
cacing filaria Loa-loa yang menyebabkan loaiasis. Di Afrika loaiasis ditularkan oleh lalat
Chrysops silacea dan Chrysops dimidiate. Simulium (Black fly) mempunyai badan
dengan ukuran 2-3 mm. Lalat betina yang aktif menghisap darah pada pagi hari dan sore
hari. Simulium damnosum merupakan vector dari penyakit onkosersiasis (river blindness)
yang disebabkan oleh nematode Onchocerca volvulus di Afrika. Parasite ini akan
menyebabkan kebutaan. Di Amerika vector dari Onchocerca volvulus adalah Simulium
metallicum, Simulium ochraceum, dan Simulium callidum

PENULARAN DAN PENYEBARAN


Mikrofilaria
diisap oleh insekta
pengisap darah dari
darah dan jaringan,
dalam hospes perantara
ini akan terjadi
perubahan dari larva
bentuk rhabditoid ke
bentuk filarial.
Pemindahan larva yang
infeksius melalui kulit
ke hospes yang baru
akan membuat larva
tumbuh menjadi
dewasa. Dalam beberapa jam setelah insekta mengisap darah, mikrofilaria dinding usus
nyamuk dan mencari jalan menuju otot thorax nyamuk untuk mengadakan
metamorphosis. Dalam satu hingga tiga minggu mikrofilaria akan mencapai stadium
infeksius. Jika insekta tersebut menggigit hospes definitive maka larva tersebut akan
keluar dari ujung proboscis nyamuk dan akan masuk ke tubuh manusia (Irianto, 2009)
Setelah larva memasuki luka gigitan, larva tersebut akan mencapai saluran dan
jaringan limfe manusia serta larva tersebut akan tumbuh dan menetap di sana hingga
menjadi cacing dewasa dalam waktun sekitar satu tahun. Cacing dewasa ini akan
menempati menempati berbagai saluran limfe anggota bawah, kelenjar rusuk, epididymis
pada pria, dan kelenjar labial pada wanita. Cacing dewasa ini akan mengeluarkan
mikrofilaria selanjutnya mikrofilaria akan keluar dari saluran limfatik dan masuk ke
sirkulasi limfe dan aliran darah (Irianto, 2009).

FAKTOR RESIKO
Sanitasi yang buruk, daerah endemis, tersedianya tempat penampungan air untuk
tumbuh dan berkembang-biaknya nyamuk sehingga dapat menjadi vector terhadap
cacing-cacing yang menyebabkan filariasis (Irianto, 2009)
Orang yang hidup terlalu lama di daerah tropis ataupun subtropics yang dimana
daerah tersebut mempunyai resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi, turis yang dating
dan tinggal di daerah endemis dengan jangka waktu yang singkat mempunyai resiko lebih
rendah terkena infeksi (CDC, 2013)

PATOGENESIS
Larva filaria masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk betina terutama
Anopheles dan Culex yang merupakan vector dari Wuchereria bancrofti yang
dimulutnya dipenuhi larva infektif. Selanjutnya larva tersebut akan menembus kulit dan
bermigrasi keseluruh tubuh dengan mengikuti aliran darah. 3-15 bulan larva tersebut akan
menjadi cacing dewasa yang akan hidup bertahun-tahun ditubuh manusia terutama di
saluran getah bening manusia. Mikrofilaria ini dihasilkan secara viviparous oleh cacing
betina. Wuchreria bancrofti dan Brugia malayi mempunyai nocturnal periodicity, Loa-loa
mempunyai diurnal periodicity. Mikrofilaria akan tinggal di dalam kapiler paru jika tidak
terjadi gigitan serangga. System limpatik akan mengalami kerusakan karena cacing
dewasa hidup pada sinus nodus limpatikus sehingga limpatik mengalami penebalan
dinding pembuluh darah dan terjadi dilatasi limpatik. Adanya mikrofilaria pada kelenjar
getah bening akan mengaktifkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat (immediate type),
yang berupa : nfiltrasi sel limfosit, sel plasma dan eosinofil. Terjadi hiperplasi endotel
dinding saluran getah bening, sehingga menimbulkan gejala limfangitis akut dan
thrombosis (Nasronudin & Suharto, 2011)
Dalam satu hingga dua tahun mikrofilaria mutlak memerlukan vector untuk
mengalami pertumbuhan. Jika tidak ada vector dalam waktu tersebut mikrofilaria akan
mati. Mikrofilaria yang terhisap oleh vector akan bermigrasi ke otot vector tersebut
dalam waktu 1-2 minggu dan selanjutnya memasuki stadium infektif. Pada mulut akan
ditemukan larva matur yang nantinya akan di tularkan ke manusia pada saat menghisap
darah. jika cacing sudah mati akan mengalami proses imunologis yang akan membentuk
jaringan granuloma (granulomatous reaction) yang akan mengakibatkan obstruksi saluran
getah bening yang temporer. Jika infeksi terjadi berulang-ulang maka akan menyebabkan
obstruksi saluran getah bening permanen. Proses ini menimbulkan gejala elephantiasis
yaitu gejala kaki gajah jika saluran getah bening tungkai yang terkena. Apabila saluran
getah bening yang tersumbat pecah maka akan terjadi chyluria, chylothrax, chylascites
dan sebagainya. Jika tidak terjadi infeksi ulang penyakit ini akan sembuh sendiri
(Nasronudin & Suharto, 2011)

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dapat asimptomatik sampai
berat tergantung respon imun, spesies
parasite, dan daerah geografis. Gejala
muncul setelah 3 bulan terjadi infeksi. pada
fase akut akan terjadi gejala limfangitis
ditandai dengan demam. Demam bisa tinggi
ataupun tidak terlalu tinggi disertai
menggigil dan berkeringat, nyeri otot, nyeri
kepala, fotofobia, mual, dan muntah.

https://yankesriau.files.wordpress.com/2008/03/filariasis.jpg
Limfadenitis, orchitis, epididymitis dapat terjadi dan terasa nyeri. Fase akut akan sembuh
sendiri selama beberapa hari (Nasronudin & Suharto, 2011)
Ketika filariasis limfatik berkembang menjadi kondisi lebih parah atau kronis,
gejala akan lebih buruk akan terjadi limpoedema (pembengkakan jaringan) atau kaki
gajah (kulit/jaringan terjadi penebalan) pada anggota badan dan hidrokel (pembengkakan
scrotum). Keterlibatan payudara dan organ genital umum terjadi. Cacat tubuh tersebut
akan menyebabkan stigma social serta biaya pengobatan yang meningkat (WHO, 2015).
Gejala pada filariasis bancrofti biasanya pada awal perjalanan penyakit penderita
mengalami limfangitis akut dengan gejala saluran limfe yang dapat diraba, bengkak dan
berwarna merah serta nyeri. Penderita juga merasakan demam sampai menggigil dengan
diikuti gejala limfadenitis, orkitis, funikulitis dan abses. Jika terjadi obstruksi maka akan
menimbulkan elephantiasis, hidrokel, varises limfe, dan kiluria. Pada brugia malayi
gejala limfadenitis berbeda dengan filariasis bancrofti karena limfadenitis dapat menjadi
ulkus yang jika sembuh dapat meninggalkan jaringan parut yang khas. Pada brugia
malayi tidak pernah terjadi elephantiasis pada alat kelamin dan payudara. Terjadinya
kiluria juga tidak pernah dilaporkan (Soedarto, 2007)
Gejala pada filarial volvulus berupa nodul subkutan, kelainan kulit berupa leopard
skin atau seperti kulit macan tutul, hanging
groin, kelainan pada mata seperti uveitis,
limbitis, dan adanya mikrofilaria dalam kornea
(Margono, 2006).

https://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/10/12.jpg

Gejala klinis occult filariasis atau Eosinophilia Pulmoner Tropis yang sering
dijumpai berikut dibawah ini (Soedarto, 2007)
Limfadenitis, dengan disertai demam subfebril
Gangguan abdominal (anoreksia, diare, nyeri perut, rasa tidak enak di daerah hati)
Hepatomegali
Gejala kelainan paru berupa : sesak mirip atau bronkopneumonia, batuk berat
terutama pada malam hari, berdahak mukopurulen kadang-kadang berdarah
Fase obstruksi kronis kadang di jumpai gejala klinis berupa (aberrant type) yang
di tandai dengan : hipereosinofilia, di dalam darah terdapat antibodi filarial dan dalam
jaringan tubuh terdapat mikrofilaria yang normalnya berada di dalam darah. Gambaran
klinis dapat bervariasi misalnya kelenjar getah bening mengalami pembesaran dan terjadi
splenomegaly (Meyer-Kouwenar), bronkospasme nocturnal, dan infiltrate paru milier
(Weingarten syndrome). Hipertensi pulmonal dapat terjadi karena beberapa pasien dapat
mengalami obstruksi paru (Nasronudin & Suharto, 2011)

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis yang jelas dan akurat penting dilakukan untuk mengetahui penderita
berasal dari daerah endemis atau tidak, serangan yang berulang dan serangan radang
saluran getah bening yang khas. Diagnosis pasti ditegakkan jika terdapat parasitnya.
Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada fase intermediate. Sediaan darah yang
diambil akan di cat dengan giemsa untuk memastikan diagnosis. Darah harus diambil
pada waktu yang tepat karena mikrofilaria berada dalam darah secara periodik
(Nasronudin & Suharto, 2011)
Diagnosis klinis loaiasis dapat diliobservasi cacing di bawah konjungtiva,
bengkak kalabar dan eosinophilia. Jika di daerah endemis di temukan bengkak kalabar
dapat di curigai terjadi loaiasis. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan cara
mengambil darah pada waktu siang hari dan akan ditemukan mikrofilaria dalam darah
karena loaiasis merupakan filariasis periode diurnal (Irianto, 2009)
Tatacara melakukan pemeriksaan mikroskopis darah yang di ambil pada malam
hari untuk menemukan mikrofilaria
3-5 ml darah vena di masukkan ke dalam campuran 95 ml formalin 5%
5 ml asam cuka dan 2 ml larutan gentianviolet alcohol konsentrasi (4 gram pada
100 ml alcohol 96%)
Pada dasarnya akan di temukannya mikrofilaria yang telah diwarnai dan leukosit
Selain itu dapat juga dilakukan tetes darah tebal atau percobaan pengambilan jaringan
limfe yang dapat diraba dan mengandung cacing (Irianto, 2009)
Pemeriksaan serologis dapat membantu diagnosis walaupun kurang bermanfaat.
Terutama jika tidak terdapat mikrofilaria pada pemeriksaan darah. beberapa tes serologi
yang dapat dikerjakan misalnya : IHA adalah tes serologis yang sering di pakai, bentonite
flocculation, tes IFA FA (Nasronudin & Suharto, 2011)
Diagnosis occult filariasis atau eosinophilia pulmoner tropis akibat cacing filaria
dapat ditegakkan berdasarkan (Nasronudin & Suharto, 2011)
Pada anamnesis di dapatkan penderita tinggal lama di daerah endemis
Tidak di temukan mikrofilaria di dalam darah tepi, baik malam maupun dengan
metode konsentrasi
Di dapatkan eosinophilia pada pemeriksaan darah (lebih dari 3000 sel/mm)
Titer Ab filaria tinggi
Kadar IgE minimal 1000 unit/mm
Laju endap darah yang meningkat (lebih dari 20mm/jam), leukosit yang lebih dari
11.000/ml (Soedarto, 2007)
Sembuh dengan pegobatan dietilkarbamasin

TERAPI
Dietilkarbamasin (Hetrasan) 2 mg/kgBB 3 kali sehari selama 3-4 minggu. Obat
ini berfungsi membunuh mikrofilaria dalam darah dan membuat mandul cacing dewasa
sehingga mikrofilaria tidak akan dikeluarkan. Reaksi sering terjadi karena banyak
mikrofilaria yang mati sehingga menimbulkan efek samping demam tinggi gejala ini
dapat diobati dengan aspirin, antihistamin atau kortikosteroid. Antihistamin dapat
diberikan sebelum memberikan dietilkarbamasin untuk menghindari kemungkinan
terjadinya reaksi alergi (Nasronudin & Suharto, 2011)
Jika terjadi kekambuhan berikan dietilkarbamasin dengan dosis 12 mg/kgBB/hari
selama 30 hari dan jika sudah terjadi hidrokel atau elephantiasis yang lanjut, maka
penanganan yang tepat harus dilakukan pembedahan (Soedarto, 2007).
WHO meluncurkan Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis
(GPELF) sebagai tanggapan untuk menghilangkan filariasis limfatik sebagai masalah
kesehatan masyarakat pada tahun 2000. Dengan strategi menghentikan penularan
filariasis limfatik melalui pengobatan tahunan skala besar dari semua orang yang
memenuhi syarat di daerah atau wilayah endemis dan mengurangi penderitaan yang
disebabkan oleh filariasis limfatik melalui peningkatan kegiatan manajemen pencegahan
kecacatan (WHO, 2015).
Pengobatan skala besar (kemoterapi preventif)
Menyingkirkan filariasis limfatik adalah dengan cara menghentikan penyebaran
infeksi. Pengobatan tersebut menggunakan 2 obat dengan dosis tunggal yaitu
albendazole 400 mg dengan ivermectin 150-200 mcg/kg atau dengan
dietilcarbamazin citrate (DEC) 6 mg/kg. Obat ini efektif terhadap mikrofilaria
dalam aliran darah dan mencegah penyebaran parasite ke nyamuk tapi
mempunyai efek terbatas pada cacing dewasa. Pengobatan ini sangat di
rekomendasikan dan jika dilakukan setiap tahun selama 4-6 tahun dapat
mengganggu siklus transmisi penyakit.
Manajemen morbiditas
Manajemen morbiditas dan pencegahan kecacatan sangat penting untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Operasi dapat dilakukan untuk sebagian
besar kasus hidrokel. Pada keparahan limpoedema atau kaki gajah dapat
ditingkatkan dengan menggunakan langkah-langkah sederhana kebersihan seperti
perawatan kulit, olahraga, dan elevasi tungkai yang terkena. Pada pasien yang
terjadi limpoedema harus melanjutkan perawatan kulit sepanjang hidup mereka
baik untuk mencegah penyakit menjadi tahap yang lebih parah.

KOMPLIKASI
Jika infeksi terus-menerus bertambah parah dan terjadi limpoedema dibagian
anggota tubuh yang nantinya akan membuat cacat pada anggota badan seumur hidup
sehingga pasien mengalami gangguan untuk berjalan dan harus dilakukan operasi untuk
mengurangi gejala dan kecacatan yang akan membuat kesenjangan social

PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh
penderita, kesempatan untuk infeksi ulang dan potensi cacing untuk berkembang biak
pada kasus-kasus ringan sampai sedang prognosis baik terutama pasien pindah dari
tempat endemik. Pada kasus lanjut seperti elephantiasis atau limpoedema prognosis
buruk. Jika terjadi edema tungkai dan menyebabkan cacat seumur hidup maka terapi
yang sebaiknya dilakukan dengan operasi. Operasi dapat dilakukan tapi hasilnya kurang
memuaskan (Nasronudin & Suharto, 2011)

PENCEGAHAN
Pada saat ini vaksin untuk filariasis belum ditemukan. Kontrol terhadap vector
nyamuk dengan melakukan penyemprotan obat anti-nyamuk dan pengobatan massal
daerah endemic filariasis dengan diberi dietilkarbamasin 4-6 mg/kgBB/minggu selama
12-24 minggu, meniadakan tempat-tempat penampungan air yang merupakan tempat
nyamuk bertelur merupakan tindakan umum untuk memberantas nyamuk yang sebagai
vector terhadap penyakit filariasis (Nasronudin & Suharto, 2011)
Pengobatan pencegahan terhadap pendatang yang berasal dari daerah nonendenik
filariasis, memperbaiki lingkungan agar terbebas dari vector serta mencegah gigitan
nyamuk dengan cara menggunakan repellent atau kelambu pada saat tidur (Soedarto,
2007).
Strategi WHO untuk membasmi filariasis limfatik dengan cara membuat program
yang terdiri dari 2 komponen (WHO, 2015)
1. Menghentikan penyebaran infeksi (contoh : interupsi transmisi). Memberikan
pengobatan masal pada daerah endemic filariasis. Obat yang diberikan adalah
albendazole dan DEC atau ivermectin
2. Meringankan beban penderita (contoh: control morbiditas). Pada pasien yang
mengalami infeksi, pasien diharapkan untuk meningkatkan hygiene local
sehingga mencegah terjadinya episode inflamasi akut.
DAFTAR PUSTAKA

Centers For Disease Control and Prevention, 2013. Parasite Lymphatic Filariasis.
Available in: http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/

Irianto, Koes, 2009, Parasitologi : Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi Kesehatan


Manusia, Yrama Widya, Bandung.

Mahdiana, Ratna., 2010, Mengenal, Mencegah dan Mengobati Penularan Penyakit dari
Infeksi, Citra Pustaka, Yogyakarta.

Margono, S. 2006. Nematoda Jaringan Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga.
FKUI, Jakarta.

Nasronudin, 2011, Imunopatogenesis, Diagnosis dan Terapi Filariasis, dalam


Nasronudin, Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini & Mendatang Edisi
Kedua, Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair, Surabaya.

Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga University Press, Surabaya.

World Health Organization. 2015. Lymphatic Filariasis. Available in:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/

Zulkoni, Akhsin., 2010, Parasitologi, Nuha Medika, Yogyakarta.


REFERAT FILARIASIS
Untuk memenuhi penugasan Blok 4.1 Penyakit Infeksi Tropis

Disusun oleh :
Aldila Putri
12711066

Tutorial 1
Tutor : dr. Novian Lusyana

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015

Anda mungkin juga menyukai