Skenario
The Price of Life Infants Life
Skenario dalam bentuk video.
Sasaran belajar
1. Neonatus resiko tinggi
1.1 Kriteria
1.2 Faktor yang mempengaruhi dan Mekanisme dari faktor resiko
1.3 Pemeriksaan fisik Neonatus
1.4 Penatalaksanaan
ISI
1. Neonatus Resiko Tinggi
1.1 Kriteria resiko tinggi
Istilah resiko tinggi dimaksudkan agar bayi tersebut dapat diawasi dengan seksama oleh
dokter atau perawat yang berpengalaman. Biasanya pengawasan dilakukan beberapa
hari, tetapi dapat berkisar antara beberapa jam sampai beberapa hari. Bayi yang
termasuk risiko tinggi ialah :
1) Bayi yang lahir sebelum masa gestasi 37 minggu atau sesudah 42 minggu
2) Bayi dengan berat kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram
3) Bayi yang menunjukan penyimpangan dari besar atau perkembanganya, misalnya
bayi yang kecil atau besar untuk umur kehamilan
4) Bayi dengan riwayat penyakit neonatus yang berat dengan kematian saudaranya
atau kematian saudaranya atau kematian 2 janin dan saudaranya
5) Bayi dengan keadaan lahir yang buruk (nilai apgar satu menit 0-3) atau yang
memerlukan resusitasi di kamar bersalin dan kemudian tempat bayi di rawat
6) Bayi lahir dari ibu dengan infeksi dan adanya riwayat penyakit selama kehamilan
7) Bayi yang lahir dari kehamilan ganda atau ibu hamil lagi sesudah tiga bulan
melahirkan
8) Bayi yang lahir dengan bedah caesar atau adanya komplikasi kehamilan seperti
hidramnion, abrusio plasenta, atau plasenta previa
9) Bayi yang mempunyai satu pembuluh darah arteri tali pusat atau setiap kecurigaan
akan cacat bayi bawaan
10) Bayi dikenal dengan anemia atau inkompartibilitas golongan darah
2
11) Bayi lahir dari ibu yang sangat menderita pada saat hamil seperti masalah emosi
yang berat, hiperemesis gravidarum, kecelakaan yang membahayakan, anestesi
umum (Sukman, 2010).
1.2 Faktor resiko dan mekanisme kriteria bayi resiko tinggi
A. Kehamilan preterm
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama
dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. Bayi prematur adalah
bayi yang lahir sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi
terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek. Prematuritas dan berat
lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan berat
1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan
morbilitas dan mortalitas neonatus (Sidarta,2011).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir belum cukup bulan. Berasarkan kesepakatan
WHO, belum cukup bulan ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu :
1) Kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37 minggu.
2) Sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 34 minggu.
3) Amat sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 28
minggu
Prematur adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari
dihitung dari terakhir haid / menstruasi ibu. Prematuritas murni adalah masa
gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu (Sidarta, 2011)
I. Etiologi
1. Faktor Maternal
Toksemia, hipertensi, malnutrisi /penyakit kronik, misalnya diabetes mellitus
kelahiran premature ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana uterus tidak
mampu untuk menahan fetus, misalnya pada pemisahan premature,
pelepasan plasenta dan infark dari plasenta
2. Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi autosomal), fetus multi ganda,
cidera radiasi (Cunningham, 2014).
II. Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
1. Kehamilan
a) Malformasi Uterus
3
b) Kehamilan ganda
c) TI. Servik Inkompeten
d) KPD
e) Pre eklamsia
f) Riwayat kelahiran premature
g) Kelainan Rh
2. Penyakit
a) Diabetes Maternal
b) Hipertensi Kronik
c) UTI
d) Penyakit akut lain
3. Sosial Ekonomi
a) Tidak melakukan perawatan prenatal
b) Status sosial ekonomi rendah
c) Malnutrisi
d) Kehamilan remaja (Cunningham, 2014).
III. Faktor Risiko Persalinan Prematur
1. Idiopatik
Meskipun di masa lampau dikatakan sekitar 50% penyebab persalinan
prematur tidak diketahui, saat ini penggolongan idiopatik dianggap berlebihan,
karena ternyata setelah diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan
prematur, maka sebagian besar penyebab persalinan prematur harus dapat
digolongkan ke dalamnya. Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada
sehingga penyebab prematuritas tidak dapat diterangkan, maka penyebab
persalinan prematur ini disebut idiopatik (Cunningham, 2014).
2. Iatrogenik
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran,
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya
(Fetus as a Patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat
membahayakan janin, ibunya akan dipecat sebagai tempat tinggal janin, dan
janin akan dipindahkan ke lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim
ibu sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Sebaliknya, apabila keadaan ibu
terancam oleh kehamilannya, maka dokter akan mengakhiri kehamilan
4
meskipun janin masih membutuhkan rahim ibu sebagai tempat hidupnya dan
memaksa janin hidup di dunia luar agar ibu dan janin selamat.
Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur buatan/Iatrogenik yang
disebut juga sebagai Elective preterm (Cunningham, 2014).
a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif adalah:
1) Preeklamsi berat dan eklamsi
2) Perdarahan antepartum
3) Korioamnionitis
4) Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat.
b. Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan
adalah:
1) Gawat janin, (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin)
2) Infeksi intrauterin
3) Pertumbuhan janin terhambat (PJT/ IUGR-Intra Uterine Growth
Restriction)
4) Isoimunisasi Rhesus
5) Simpul Tali pusat (Cord Entanglement) pada kembar monokorionik.
(Cunningham, 2014).
IV. Faktor Sosio-demografik
Yang termasuk kedalam faktor ini adalah :
1. Faktor psiko-sosial
a. Kecemasan dan Depresi
Penelitian awal tentang pengaruh psikososial terhadap kejadian
persalinan kurang bulan, yakni mengenai kecemasan dan depresi pada
ibu. Ternyata sulit memisahkan faktor tingkat kecemasan dengan faktor
depresi. Dari 11 penelitian prospektif yang menghubungkan antara
tingkat kecemasan ibu dengan kejadian persalinan premature. Ternyata 9
penelitian menyimpulkan adanya hubungan antara kecemasan dengan
prematuritas, sedangkan 2 penelitian lainnya menyimpulkan adanya
hubungan antara kecemasan dengan gangguan pertumbuhan janin, bukan
dengan usia kehamilan; dan hanya pada golongan kulit putih
(Cunningham, 2014).
Dole dkk, membuat skoring risiko dari berbagai faktor kecemasan dan
menemukan hanya ibu hamil yang mengalami kecemasan disertai dengan
5
Persalinan prematur pada ibu yang tidak menikah meningkat pada semua
golongan etnik dan semua golongan usia ibu. Penyebab pasti belum
diketahui, diduga berkaitan dengan faktor psikososial (kecemasan, stres),
dukungan lingkungan dan faktor sosio-ekonomi. Di USA, 40%
persalinan prematur terjadi pada ibu-ibu yang tidak menikah namun
mempunyai pasangan hidup bersama (cohabitation), demikian pula di
belahan dunia lain, hubungan pasangan hidup bersama di luar nikah
meningkat dan meningkatkan kejadian persalinan prematur.
(Cunningham, 2014)
c. Kondisi sosio-ekonomi
Perbedaan kejadian persalinan prematur berdasarkan kondisi sosio-
ekonomi telah lama diketahui, bukan hanya di USA, namun juga di
negara-negara Eropa, Canada, Finlandia, Scotlandia dan Spanyol yang
pada umumnya mempunyai penduduk dengan tingkat sosio-ekonomi
yang cukup baik. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor lain yang dapat
terjadi pada kondisi tersebut seperti kecenderungan untuk hamil pada
usia muda, tidak menikah, mengalami lebih banyak stres, nutrisi yang
kurang, tidak dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan, merokok atau
pemakaian obat-obatan narkotika, dan kekerasan fisik
(Cunningham, 2014).
V. Faktor Maternal
1. Inkompetensi Serviks
Inkompetensi serviks didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan
serviks pada saat kehamilan (belum ada kontraksi rahim). Beberapa peneliti
memasukkan faktor risiko ini ke dalam kelainan rahim. Angka kejadian pasti
sulit untuk diketahui, dan keadaan ini sangat mungkin menjadi persalinan
prematur apabila dipicu oleh perambatan infeksi asendens yang akan
menyebabkan pecahnya ketuban atau mengeluarkan prostaglandin dan
menyebabkan kontraksi rahim. Persalinanprematur dapat juga berlangsung
karena fetus dengan cairan ketubannya terlalu berat untuk disangga oleh
rahim dengan serviks inkompeten; ketuban dapat segera pecah atau didahului
oleh kontraksi rahim (Cunningham, 2014).
7
Patofisiologi Prematur
Bayi meningkatkan
panas tubuh Permeabilitas
Ekspansi paru Paru diisi oleh o2 dan
tidak maksimal mendesak cairan keluar
paru-paru
Pembakaran brown fat Penguapan
MK:
Ketidakefektifa Kegagalan pengeluaran
n pola nafas cairan Sistem termoregulasi
mencapai batas
maksimal
Reflek telan
MK: hipotermia
Cairan menumpuk di
jalan nafas
Pencampuran darah
Hipoksia jaringan
g. Fungsi Liver
a. Kemampuan mengkonjugasi billirubin
b. Penurunan Hb setelah lahir (Sidarta, 2011).
VII. Komplikasi Umum Pada Bayi Prematur
1. Sindrom Gawat Napas (RDS)
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis,
peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan
syok
2. Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan
faring. (Whaley & Wong, 1995)
3. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
4. Necrotizing Enterocolitas (NEC) (Sidarta, 2011).
VIII. Penatalaksannaan medis
1. Perawatan di Rumah Sakit
Mengingat belum sempurnanya kerja alat alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan
hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,
pemberian makanan dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi
sertamencegah kekurangan vitamin dan zat besi (cunningham, 2014).
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada
di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan
tubuh bai yang relative lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan,
kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak coklat
(brown flat). Untuk mencegah hipotermia perlu diusahakan lingkunagn
yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat konsumsi
okigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi di
rawat di dalam incubator maka suhu untuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2 kg adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2 2,5
kg adalah 34 C agar ia dapta mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C.
Kelembapan incubator berkisar antara 50% - 60%. Kelembapan yang
lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan sindroma gangguan pernafasan.
Suhu incubator dapat diturunkan 1C perminggu untuk bayi dengan berat
14
menyimpan ASI perah dan cara memberikan ASI perah kepada bayi
prematur dengan sendok, pipet ataupun pipa lambung
1) Bayi prematur dengan berat lahir >1800 gram (> 34 minggu gestasi)
dapat langsung disusukan kepada ibu. Mungkin untuk hari hari
pertama kalau ASI belum mencukupi dapat diberikan ASI donor
dengan sendok / cangkir 8 10 kali sehari.
2) Bayi prematur dengan berat lahir 1500- 1800 gram (32 34 minggu),
refleks hisap belum baik, tetapi refleks menelan sudah ada, diberikan
ASI perah dengan sendok / cangkir, 10 12 kali sehari. Bayi prematur
dengan berat lahir 1250 1500 gram (30 31 minggu), refleks hisap
dan menelan belum ada, perlu diberikan ASI perah melalui pipa
orogastrik 12X sehari.
3) Bayi prematur dengan berat lahir <1250 (Sidarta, 2011).
c. Makanan bayi
Pada bayi prematur, reflek hisap, telan dan batuk belum sempurna,
kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase
masih kurang disamping itu kebutuhan protein 3 5 gram/ hari dan tinggi
kalori (110 kal/ kg/ hari), agar berat badan bertambah sebaik baiknya.
Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian
minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.
Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan penghisapan cairan
lambung. Hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus
dan mencegah muntah. Penghisapan cairan lambung juga dilakukan setiap
sebelum pemberian minum berikutnya. Pada umumnya bayi denagn berat
lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat
lahir kurang dari 1500 gram kurang mampu menghisap air susu ibu atau
susu botol, terutama pada hari hari pertama, maka bayi diberi minum
melalui sonde lambung (orogastrik intubation).
Jumlah cairan yang diberikan untuk pertama kali adalah 1 5 ml/jam dan
jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Banyaknya
cairan yang diberikan adalah 60mg/kg/hari dan setiap hari dinaikkan
sampai 200mg/kg/hari pada akhir minggu kedua (Sidarta, 2011).
16
d. Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah sekali terserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang, relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan belum baik oleh karena itu perlu dilakukan tindakan
pencegahan yang dimulai pada masa perinatal memperbaiki keadaan
sosial ekonomi, program pendidikan (nutrisi, kebersihan dan kesehatan,
keluarga berencana, perawatan antenatal dan post natal), screening
(TORCH, Hepatitis, AIDS), vaksinasi tetanus serta tempat kelahiran dan
perawatan yang terjamin kebersihannya. Tindakan aseptik antiseptik
harus selalu digalakkan, baik dirawat gabung maupun dibangsal neonatus.
Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi silang melalui para dokter,
perawat, bidan, dan petugas lain yang berhubungan dengan bayi.
Untuk mencegah itu maka perlu dilakukan :
1) Diadakan pemisahan antara bayi yang terkena infeksi dengan bayi
yang tidak terkena infeksi
2) Mencuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah memegang bayi
3) Membersihkan temapat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi
(paling lama seorang bayi memakai tempat tidur selama 1 minggu
untuk kemudian dibersihkan dengan cairan antisptik)
4) Membersihkan ruangan pada waktu waktu tertentu
5) Setiap bayi memiliki peralatan sendiri
6) Setiap petugas di bangsal bayi harus menggunakan pakaian yang telah
disediakan
7) Petugas yang mempunyai penyakit menular dilarang merawat bayi
8) Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihkan sebaik baiknya
9) Para pengunjung hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca (Sidarta,
2011).
e. Minum cukup
Selama dirawat, pihak rumah sakit harus memastikan bayi mengkonsumsi
susu sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum bisa menghisap denagn
benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet (Sidarta, 2011).
17
f. Memberikan sentuhan
Ibu sangat disarankan untuk terus memberikan sentuhan pada bayinya.
Bayi prematur yang mendapat banyak sentuhan ibu menurut penelitian
menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat daripada jika si bayi
jarang disentuh (Sidarta, 2011).
g. Membantu beradaptasi
Bila memang tidak ada komplikasi, perawatan di RS bertujuan membantu
bayi beradaptasi dengan limgkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan
dipastikan tidak ada infeksi, bayi biasanya sudah boleh dibawa pulang.
Namunada juga sejmlah RS yang menggunakan patokan berat badan.
Misalnya bayi baru boleh pulang kalau beratnya mencapai 2kg kendati
sebenarnya berat badan tidak berbanding lurus dengan kondisi kesehatan
bayi secara umum (Didinkaem, 2007).
2. Perawatan di rumah
a. Minum susu
Bayi prematur membutuhkan susu yang berprotein tinggi. Namun dengan
kuasa Tuhan, ibu ibu hamil yang melahirkan bayi prematur dengan
sendirinya akan memproduksi ASI yang proteinnya lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Sehingga
diusahakan untuk selalu memberikan ASI eksklusif, karena zat gizi yang
terkandung didalamnya belum ada yang menandinginya dan ASI dapat
mempercepat pertumbuhan berat anak (Cunningham, 2014).
b. Jaga suhu tubuhnya
Salah satu masalah yang dihadapi bayi prematur adalah suhu tubuh yang
belum stabil. Oleh karena itu, orang tua harus mengusahakan supaya
lingkungan sekitarnya tidak memicu kenaikan atau penurunan suhu tubuh
bayi. Bisa dilakukan dengan menempati kamar yang tidak terlalu panas
ataupun dingin (Cunningham, 2014).
c. Pastikan semuanya bersih
Bayi prematur lebih rentan terserang penyakit dan infeksi. Karenanya
orang tua harus berhati hati menjaga keadaan si kecil supaya tetap bersih
sekaligus meminimalisir kemungkinan terserang infeksi. Maka sebaiknya
cuci tangan sebelum memberikan susu, memperhatikan kebersihan kamar
(Cunningham, 2014).
18
II. Etiologi
Kini dipahami bahwa menjelang persalinan terjadi penurunan hormon
progesterone, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi
yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang
menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling
penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan
menemukan perbedaan dalam rendahnya kortisol pada bayi sehingga disimpulkan
kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya
air ketuban dan insufisiensi plasenta (Manuaba, 2007).
III. Faktor Resiko
1. Masalah perinatal
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi
plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat dengan risiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan oksigen
akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami
pertumbuhan terhambat dan penurunan berat; dalam hal ini dapat disebut
sebagai dismatur. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50%
21
IV. Patofisiologi
V. Komplikasi
Pada komplikasi menggambarkan suatu sindrom klinis yang dapat dikenali pada
beberapa bayi yang dilahirkan secara aterm dan banyak mematahkan pendapat
obstetric yang berlaku bahwa tidak ada kehamilan manusia yang memanjang.
Bayi (baik hidup atau lahir mati) yang menunjukkan ciri-ciri klinis ini, ini
didiagnosis sebagai postmatur patologis. (Manuaba, 2007)
1. Sindrom Postmatur
Deskripsi tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran yang secara
tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Postmatus dibagi
menjadi 3 tahapan : pada stadium 1 cairan amnion jernih, pada stadium 2 kulit
berwarna hijau, dan stadium 3 kulit menjadi berwarna kuning-hijau. (Manuaba
2007)
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini
berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan
pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi terebut bermata terbuka,
tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit keriput dapat amat mencolok di
telapak tangan dan kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi
postmatur seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat
lahirnya jarang turun di bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun,
dapat terjadi hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih
dahulu terjadi sebelum 42 minggu lengkap. Banyak bayi postmatur Clifford
mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekoneum.
Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. (Manuaba,
2007)
2. Disfungsi Plasenta
Pada disfungsi plasenta mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur
disebabkan oleh hilangnya efek protektil verniks kaseosa. Hipotesis keduanya
yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer menghubungkan
sindrom postmaturitas dengan penuaan plasenta naum, Clifford tidak dapat
mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara histologist. Yang menarik, baru-
baru ini melaporkan bahwa apoptosis (kematian sel terprogam) plasenta
meningkat secara signifikan pada gestasi 41-42 minggu lengkap disbanding
26
dengan 36 sampa 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai
sekarang. (Manuaba, 2007)
Penelitian Jazayeri dkk. (1998) kadar eritropietin plasma tali pusat pada 124
neonatus tumbuh normal yang dilahirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu.
Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin terganggu (yang mungkin
disebabkan oleh penuaan plasenta) ada kehamilan yang berlanjut melampaui
waktu seharusnya. Penurunan tekanan parsial oksigen adalah satu-satunya
stimulator eritropoietin yang diketahui. Setiap wanita yang diteliti mempunyai
perjalanan persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat
janin atau pengeluaran mekonium. Kadar eritropoietin plasma tali pusat
meningkat secara signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau
lebih dan meskipun tidak ada skor apgar dan gas darah tali pusat yang anormal
pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada penurunan oksigenasi
janin pada sejumlah kehamilan postterm. (Manuaba, 2007)
Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut
luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa
fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut,
meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42
minggu. (Manuaba, 2007)
3. Gawat janin dan Oligohidramnion
Bahaya pada janin antepartum dan dan gawat janin intrapartum merupakan
konsekuensi tali pusat yang menyertai oligohidramnion. Dari analisis yang
dilakukan oleh Leveno dkk 1994, terhadap 727 kehamilan postterm, gawat janin
intrapartum yang terdeteksi dengan pemantauan elektronik tidak disertai
deselerasi lambat yang khas untuk insufisiensi uroplasenta. Sebaliknya, satu
atau lebih deselerasi memanjang mendahului tiga perempat seksio sesarea
darurat yang dilakukan atas dasar bahaya pada janin. Pada semua kecuali dua
kasus, juga trdapat deselerasi variabel. Temuan-temuan ini sejalan dengan
oklusi tali pusat sebagai penyebab utama gawat janin. (Manuaba, 2007)
Korelasi lain yang ditemukan adalah oligohidramnion dan mekonium
kental.Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah
melewati 42 minggu. Mungkin pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam
volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab
27
sebagian lagi berasal dari hembebas dari proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain.Biliverdin ini lah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa.Zat ini sulit larut dalam air tetapi
larut dalam lemak,karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membrane biologic seperti plasenta dan sawar darah otak.
Sebagian besar neonates mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada
hari-hari pertama kehidupan.Hal ini terjadi karena terdapatnya proses psiologic
tertentu pada neonatus.Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus,masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari),dan belum
matangnya fungsi hepar (Karen, 2014).
IV. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis
mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya.Faktor resiko antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi,obat yang diberikan pada ibu selama hamil. Secara klinis ikterus pada
bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian.Pada
bayi dengan peninggian bilirubin indirek,kulit tampak berwarna kuning terang
sampai jingga,sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu
warna kuning kulit tampak kehijauan (Karen, 2014).
Ikterus fisiologis, dalam keadaan normal kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1-3 mg /dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl/24 jam dengan demikian ikterus baru terliahat pada hari ke 2-3,biasanya
mencapai puncak antara hari ke 2-4,dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya
lebih rendah dari 2 mg/dl diantara hari ke 5 sampai 7 kehidupan. Makna
hiperbilirubinemia terletak pada insiden kern ikaterus yang tinggi, berhubungan
dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/dl pada bayi aterm. Pada
bayi BBLR akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah (10-
15 mg/dl) (Karen, 2014).
V. Komplikasi
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditatalaksana dengan benar dapat
menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya
29
asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak
dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis,
hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak.
Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke
dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar
bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada
studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan
dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.
(Karen, 2014).
Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir
sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain:
konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin
ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik bilirubin.
Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa ditemukan
sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya
diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena
ensefalopati bilirubin. Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati
bilirubin akan mengalami kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa
serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau hanya cacat minor
seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorderKernikterus adalah suatu
syndrome neurologic yang timbul sebagai akibat penimbunan terkonjugasi dalam
sel-sel otak (Karen, 2014).
VI. Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar
kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
kernikterus/ancefalopati biliaris,serta mengobati penyebab langsung ikterus
tersebut.Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolism bilirubin
(plasma atau albumin),mengurangi sirkulasi enterohepatik,terapi sinar atau
transfuse tukar merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan
kadar bilirubin (Karen, 2014).
D. Kehamilan multiple
Kehamilan ganda (multifetus) adalah kehamilan yang terdiri dari dua janin atau lebih.
Kehamilan ganda dapat menghasikan anak kembar dua (gemelli), kembar tiga
30
2. Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan morula sudah
terbentuk sedangkan sel yang akan menjadi chorion sudah berdiferensiasi
tetapi belum terbentuk amnion. Pada pembelahan ini terbentuklah dua
embrio yang berada pada dua kantung amnion yang dilapisi chorion
sehingga menghasilkan kehamilan kembar monozigotik, diamnionik,
monokhorionik.
3. Jika sedemikian sehingga chorion dan amnion sudah berdiferensiasi pada
delapan hari setelah fertilisasi, pembelahan menghasilkan 2 embrio dalam
satu kantung amnion,sehingga menjadi kehamilan kembar monozigotik,
monoamnionik, monochorionik.
4. Jika pembelahannya terjadi setelah diskus embrionik telah terbentuk,
pembelahannya menjadi tidak sempurna dan terbentuklah kembar siam /
conjoined twins (Mellyna,2001).
Kembar dizigotik merupakan produk dari dua ovum dan dua sperma. Kedua ovum
dilepaskan dari folikel yang berbeda, atau dari satu folikel tetapi sangat jarang, pada
waktu yang hampir bersamaan. Kembar dizigotik atau fraternal dapat mempunyai
jenis kelamin dan golongan darah yang sama ataupun berbeda. Kemiripan diantara
kembar dizigotik menyerupai kemiripan pada saudara kandung
Gambar 6. Plasenta pada kembar dizigotik dan gambar monozigotik dan dizigotik
(Mellyna,2001).
Selain itu patologi yang dapat terjadi dapat dibagi tiga, yaitu patologi maternal,
plasenta dan tali pusat serta patologi fetal. Lebih jelasnya dibahas sebagai berikut :
d. Pembelahan pada usia kehamilan >15 hari dapat mengakibatkan kembar yang
inkomplit, jika pembelahan terjadi pada usia 13-15 hari akan menghasilkan
kembar siam (conjoined twins) (Cunningham, 2014).
Kedua janin kembar berisiko mengalami prolaps tali pusat. Janin ke-2 terancam
karena pelepasan plasenta yang prematur, hipoksia, constriction ring dystocia,
manipulasi operatif atau prolonged anestesia. (Cunningham, 2014).
1) Fetus
Malformasi lebih banyak muncul pada bayi dengan kembar dibandingkan
kehamilan tunggal. Kembar monozigotik berisiko lebih besar dibandingkan
kembar dizigotik. Kembar siam atau conjoined merupakan hasil pembelahan
yang tidak sempurna dari satu ovum yang terjadi pada hari ke-13 dan ke-14.
Jika pembelahan setelah itu akan terbentuk kembar inkomplit (2 kepala, 1
badan). Kembar siam dapat dibagi berdasarkan tempat bersatunya, yaitu:
pygopagus (pada sacrum), thoracopagus (pada thoraks), craniopagus (pada
kepala), and omphalopagus (pada dinding abdomen). Bayi kembar dan
plasentanya umumnya lebih ringan dari pada bayi tunggal. Semakin besar
jumlah bayi kembar, semakin berat tingkat gangguan pertumbuhannya. Berat
badan lahir rendah pada bayi kembar kemungkinan merupakan suatu bukti
adanya nutrisi yang tidak adekuat. Hal ini merupakan salah satu penyebab
kematian bayi pada kehamilan kembar. Pada usia kehamilan lanjut, fetus dapat
mengalami kelahiran prematur, kelainan letak, dan hidramnion. (Cunningham,
2014).
Kematian satu janin pada kehamilan kembar dapat terjadi, penyebab kematian
yang umum adalah saling membelitnya tali pusat. Bahaya yang perlu
dipertimbangkan pada kematian satu janin adanya koagulopati konsumtif berat
yang dapat mengakibatkan terjadinya disseminated intravascular
coagulopathy. Fetus acardiacus adalah fetus monozigotik parasitik yang tidak
mempunyai jantung dan berkembang mengandalkan reversed circulation yang
disuplai oleh 1 anastomosis arteri-arteri dan 1 vena-vena. Hal ini disebut
sindrom twin reversed arterial perfusion (TRAP). Fetus donor berisiko
mengalami hipertropi jantung bahkan dapat terjadi gagal jantung dengan
tingkat mortalitas 35%. Berbagai cara untuk menimbulkan oklusi tali pusat
dapat dilakukan dengan terapi in-utero. Fetus papiraseous merupakan fetus
39
atau oedem, Polihidramnion, Terdapat ballotement yang lebih dari satu fetus. ,
Bagian kecil yang multipel,Bunyi jantung yang berbeda dengan denyut jantung
janin dan ibu, dengan perbedaan 8 denyut per menit. (Cunningham F,2012).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah Nilai hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit biasanya
menurun berhubungan dengan peningkatan volume darah. Anemia hipokrom
normositer sering terjadi pada kehamilan multipel karena peningkatan
kebutuhan zat besi pada trimester kedua. Tes toleransi glukosa menunjukkan
diabetes melitus gestasional dan hipoglikemia gestasional meningkat pada
kehamilan multipel daripada kehamilan tunggal.
Jumlah korionik gonadotropin dalam plasma dan urine rata-rata lebih tinggi
daripada kehamilan tunggal, level alfa-fetoprotein juga dapat
meningkat.Jumlah rata-rata serum alfa-fetoprotein maternal 2,5 kali lebih
tinggi pada kehamilan multipel dibandingan kehamilan tunggal. Hal ini diduga
disebabkan tingginya tingkat protein yang dilepaskan oleh hati janin yang
multipel dan ditemukan pada darah ibu dibandingkan janin tunggal
(Cunningham, 2014).
b. USG
Merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis kehamilan multipel dan
dapat ditentukan pada usia kehamilan 4 minggu dengan probe intravaginal.
Selain itu dapat ditentukan keadaan plasenta. Untuk dapat mengidentifikasi
kehamilan multipel USG rutin sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 18-20
minggu. Diagnosis kehamilan multipel pada trimester pertama harus dilakukan
dengan hati-hati sampai dengan pasti dapat dua embrio yang viabel. Kesalahan
diagnosis dengan bekuan darah intrauterin atau koleksi cairan sebagai janin
non-viabel dapat menimbulkan trauma pada pasien. USG pada trimester
pertama kehamilan penting untuk menentukan sifat korion. Pada janin
dikorionik biasanya ditemukan jenis kelamin yang berbeda, plasenta yang
berbeda, membran pembagi yang tebal (>2mm) atau adanya tanda twin peak
yaitu berupa membran yang menyusup diantara 2 plasenta yang berfusi.Bila
salah satu plasenta berada pada dinding bagian depan uterus sedangkan plasenta
yang lain pada dinding belakang, saat pencitraan dengan USG akan terlihat
plasenta yang menumpuk seperti satu plasenta. Pada kasus seperti ini akan
41
terlihat bentuk segitiga pada pertemuan membran dan plasenta disebut tanda
lambda.Menurut penelitian oleh Sepulveda W dan teman-teman, pemeriksaan
dengan USG pada usia kehamilan 10-14 dapat menentukan kehamilan multipel
diklasifikasikan sebagai monokorionik atau dikorionik. Kehamilan multipel
diklasifikasikan sebagai monokorionik jika terdapat satu plasenta tanpa tanda
lambda pada hubungan membran-plasenta diantara janin dan diklasifikasikan
sebagai dikorionik jika terdapat satu plasenta dengan tanda lambda atau terdapat
dua plasenta. Cara ini merupakan cara yang dapat diandalakan dan akurat dalam
menentukan jenis kehamilan multipel. Pada janin multipel monokorionik
diamnionik, terdapat satu plasenta dan janin dipisahkan hanya dengan membran
amnion yang tipis sehingga akan terbentuk tanda berbentuk huruf T
(Cunningham, 2014).
.
42
Keterangan gambar: Panah pada sebelah kiri menujuk pada septum membran
interfetal (<1,5 mm) pada kembar monokorionik yang membentuk huruf T
pada dasarnya.
Pada kehamilan multipel yang lebih dari dua janin, evaluasi dengan USG untuk
menentukan jumlah janin dan posisinya terutama pada trimester pertama sulit
dilakukan. Pada 50% kasus kehamilan multipel ditemukan presentasi kepala
untuk kedua janin. Sedangkan 33% kasus presentasi janin A kepala dan janin B
bokong, pada 10% kasus kedua janin dalam presentasi bokong dan sisanya dapat
salah satu atau keduanya dalam posisi lintang (Cunningham, 2014).
c. Pemeriksaan radiologi
Foto sinar X abdomen ibu dapat membantu jika belum diketahui pasti jumlah
janin pada kehamilan dengan jumlah janin banyak .Namun, radiografi biasanya
tidak bermanfaat dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis jika terdapat
hidroamnion,obesitas, gerakan janin selama pemotretan atau waktu pajanan
yang kurang sesuai. Selain itu ,tulang janin sebelum 18 minggu kurang
radioopak serta mungkin tidak terlihat jelas. Meskipun biasanya tidak
digunakan untuk mendiagnosis kehamilan multijanin,MRI dapat membantu
memperjelasn penyulit kembar monokorion (Hu,dkk., 2006)
VII. Komplikasi
Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, kehamilan multiple lebih mungkin terkait
dengan banyak komplikasi kehamilan
1. Ibu
a. Anemia
b. Hipertensi
c. Partus prematurus
d. Atonia uteri
e. Perdarahan pasca persalinan
2. Janin
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin yang dilahirkan pada kehamilan
kembar adalah:
a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan kebanyakan
memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU). Sekitar 50%
44
E. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam
1 (satu) jam setelah lahir.
I. Faktor resiko
1. Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
b. Umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah
(perokok)
e. Faktor pekerja yang terlalu berat (wikojosastro, 2009).
2. Faktor Kehamilan
a. Hamil dengan hidramnion
b. Hamil ganda
c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini
(wikojosastro, 2009).
3. Faktor Janin
a. Cacat bawaan
b. Infeksi dalam rahim (wikojosastro, 2009).
4. Faktor genetik dan bawaan meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu
hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan berat
badan bapak dan faktor genetik lainnya (wikojosastro, 2009).
5. Faktor demografik dan psikososial meliputi umur ibu, status sosial ekonomi
(pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor
kejiwaan ibu hamil (wikojosastro, 2009).
6. Faktor obstetrik meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual,
pertumbuhan janin dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman
abortus spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir
mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya
dan paparan janin terhadap diethyl stilbestrol (wikojosastro, 2009).
7. Faktor Gizi meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi,
pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat besi dan
47
anemia, asamfolat dan vitamin B12, mineral, seng dan tembaga, kalsium, fosfor,
dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya
8. Faktor morbiditas ibu waktu hamil meliputi morbiditas umum, dan penyakit
episodik, malaria, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin
9. Faktor paparan zat racun meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein
dan kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat
racun lainnya.
10. Perawatan antenatal meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan
antenatal, dan mutu pelayanan antenatal(wikojosastro, 2009).
II. Komplikasi
Masalah pada BBLR Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada
bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal,
dan termoregulasi (wikojosastro, 2009).
1. Sistem pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah
lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan
surfaktan (zat di dalam paru yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian
dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi). Lumen sistem
pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi
dari tulang thoraks, lemah atau tidak adanya gag refleks dan pembuluh darah yang
imatur. Hal-hal inilah yang mengganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering
mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).
2. Sistem neurologi (susunan saraf pusat)
Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf pusat.
Hal ini disebabkan antara lain, perdarahan intracranial karena pembuluh darah
yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia.
Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat (SSP) yang diakibatkan karena kekurangan
oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia (Cunningham, 2014).
3. Sistem kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/kelainan janin, yaitu
Patent Ductus Arteriosus, yang merupakan akibat dari gangguan adaptasi dari
48
II. Komplikasi
1. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi adalah :
a. Suhu tubuh bayi kurang dari 36,5
b. Kurang aktif dan tangis lemah
c. Malas minum
d. Bayi teraba dingin
e. Kulit mengeras kemerahan
f. Frekuensi jantung < 100x/menit
g. Nafas pelan dan dalam (Cunningham, 2014).
2. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan :
a. Kadar glukosa darah < 45mg/dl
b. Kejang, tremor, kurang aktif
c. Riwayat ibu dengan diabetes
d. Keringat dingin
e. Hipotermia, sianosis, apneu intermitten (Cunningham, 2014).
3. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar
pada bayi premature, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern
ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin di
tandai dengan :
a. Selera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas
berwama kuning.
b. Konjungtiva berwama kuning pucat
c. Kejang
d. Kemampuan menghisap menurun
e. Letargi
f. Kadar bilirubin pada bayi premature lebih dari l0 mg/dl (Lawrence, 2011).
4. Infeksi/sepsis
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan
selama persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan,
terjadinya asfiksia saat lahir dll. Tanda terjadinya infeksi pada BBLSR antara
lain :
51
dibawah usia kehamilan atau lebih kecil dari yang seharusnya (sesuai grafik).
Terminologi kecil untuk masa kehamilan adalah berat badan bayi yang tidak
sesuai dengan masa kehamilan dan dapat muncul pada bayi cukup bulan atau
prematur. Pada umumnya janin tersebut memiliki tubuh yang kecil dan risiko
kecacatan atau kematian bayi kecil akan lebih besar baik pada saat dilahirkan
ataupun setelah melahirkan. (Wikojosastro, 2009)
Kejadian PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara
berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan
kematian yang terjadi akibat PJT. PJT terbagi atas dua, yaitu:
a. Gangguan pertumbuhan janin simetris
Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak
simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan
dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung),
infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus, Listeria),
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis),
kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok .
(Resnik, 2013)
b. Gangguan pertumbuhan janin asimetris (tidak simetris)
Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama
dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Beberapa organ lebih
terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang
terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya
terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang.
Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang
terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi
dan diabetes dalam kehamilan dalam kehamilan. (Wikojosastro, 2009)
Manifestasi klinik
Bayi-bayi lahir IUGR biasanya tampak kurus, pucat dan berkulit keriput; tali
pusat umunya tampak rapuh dan layu dibandingkan pada bayi normal yang
tampak tebal dan kuat; Intra Uterin Growt Syndrom (IUGR) muncul sebagai
akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel . (Resnik, 2013)
54
I. Penyebab
Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang kecil, 15-25%
terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena infeksi selama
kehamilan atau kecacatan bawaan.
1. Penyebab ibu
a. Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat
b. Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan
berat tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan
berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan
berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah
dengan 10-12 kg
c. Penyakit ibu kronik
d. Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung sianotik,
diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua
penyakit ini dapat menyebabkan pre-eklampsia yang dapat membawa ke PJT
e. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik (Resnik, 2013).
2. Penyebab janin
a. Infeksi selama kehamilan
Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan
cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT
b. Kelainan bawaan dan kelainan kromosom
Kelaianan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung
bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan
PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan
sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT
c. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin)
Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok,
narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT (Resnik, 2013).
3. Penyebab plasenta (ari-ari)
a. Kelainan plasenta sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan
nutrisi yang baik bagi janin seperti, abruptio plasenta, infark plasenta
(kematian sel pada plasenta), korioangioma, dan plasenta previa
b. Kehamilan kembar
c. Twin-to-twin transfusion syndrome (wikojosastro, 2009).
55
2 SD) sesuai perkiraan persentil 3, untuk umur gestasi dan jenis kelamin yang sama
menggunakan standar population-specific. Istilah KMK tidak menunjukkan
pertumbuhan janin melainkan pengukuran saat bayi lahir, istilah PJT menunjukkan
berkurangnya kecepatan pertumbuhan pada janin yang di catat dengan setidaknya
dua kali pemeriksaan pertumbuhan intrauterin. KMK dan PJT tidak sama, PJT
menunjukkan proses patofisiologi yang terjadi dalam uterus yang menghambat
pertumbuhan janin. Anak yang lahir dengan KMK menderita PJT dan bayi yang
lahir menjadi pendek karena PJT tidak selalu KMK. Lebih dari 90% anak yang
lahir dengan KMK menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Tumbuh kejar saat
Postnatal mulai secara cepat setelah lahir dengan maksimal tumbuh kejar terjadi
usia 6 bulan. Tiga puluh tiga persen menunjukkan tumbuh kejar pada usia 2 tahun.
Bayi KMK yang tumbuh kejar pada usia 2 tahun separuhnya menjadi pendek pada
masa anak-anak. Risiko relative menjadi pendek pada usia 18 tahun yaitu 5,2 untuk
anak yang lahir muda dan 7,1 lahir pendek (Resnik, 2013).
Menurut National Center for Health Statistics (NCHS) (1999), pada akhir tahun
data kelahiran orang dewasa 3.959.417 bayi yang lahir di USA, 2,3 % dikatakan
KMK (-2 SD ekivalen dengan persentil 2,3 ), yang dapat diperkirakan bahwa
91.000 bayi di USA lahir bayi KMK setiap tahunnya. Penelitian di swedia
didapatkan 3650 lahir bayi full-term yang sehat pada tahun 1973, 1974, 1975, 5,4
% (198) merupakan KMK, sesuai definisi yaitu < -2 SD untuk berat dan atau
panjang lahir. Beberapa anak yang lahir dengan KMK gagal untuk tumbuh secara
spontan. Perawakan pendek yang persisten telah dihubungkan dengan gangguan
psikologis dan masalah perilaku yang bisa atau tidak bisa membuat kelemahan
kognitif. Status sosial ekonomi berpengaruh pada pertumbuhan intrauterine,
terutama status ekonomi rendah berhubungan dengan status nutrisi ibu terhadap
perkembangan janin dalam kandungan. Hambatan pertumbuhan bayi KMK
dikarenakan gangguan pertumbuhan substansial setelah melahirkan, sebagian
karena asupan gizi yang tidak adekuat. Embleton dkk menyatakan bahwa
pemberian asupan nutrisi 45% akan meningkatkan berat badan bayi KMK sesuai
asupan nutrisi yang di rekomendasikan akan mengalami tumbuh kejar (Resnik,
2013).
Tujuan Pendidikan kesehatan diharapkan terjadi perubahan perilaku ibu dan
keluarga tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, masa nifas,
dan bayinya. Untuk mencapai tersebut dapat dilakukan strategi dengan pendekatan
57
secara individual yaitu pada saat ibu datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan kehamilannya. Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat secara
efektif dan efisien jika jumlah kelompok ibu-ibu tidak melebihi dari 10 orang.
Bjerre dkk (2011) bahwa bayi laki-laki yang lahir dengan KMK meningkatnya
metilasi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) sebagai kunci pengatur metabolik
peroxisome proliferator-activated receptor gamma, coactivator 1 alpha
(PPARGC1A) mempengaruhi aksi insulin didalam otot. Usia kehamilan dan status
gizi saat lahir sangat penting sebagai determinasi pola pertumbuhan bayi. Di
Bangladesh berat badan lahir rendah secara predominan disebabkan oleh PJT yang
merupakan angka tertinggi di dunia. Kebijakan rekomendasi penggalakan tentang
breast-feeding dan complementary-feeding sepenuhnya dipahami pada hubungan
antara status gizi dan pertumbuhan saat bayi sangat diperlukan (wikojosastro,
2009).
Pada sistem endokrin, terutama hormon pertumbuhan dan hormon tiroid, berperan
penting pada pertumbuhan postnatal karena pertumbuhan intrauterin sangat
tergantung pada hormon pituitari janin. Insulin dan Insuline-like growth factors
memberikan efek yang besar terhadap pertumbuhan janin dan ukuran saat lahir.
Insulin merangsang akumulasi pada jaringan adipose, mempengaruhi sintesis
protein dan penyimpanan hepatic glycogen dan memungkinkan pengeluaran
hormon pertumbuhan yang berbeda dari jaringan-jaringan janin. IGF-I dan IGF-II
pada janin berfungsi tergantung pada Growth Hormone, memberikan efek penting
dalam pertumbuhan dan diferensiasi jaringan. (wikojosastro, 2009).
Semua istilah tersebut digunakan untuk menyatakan pertumbuhan janin atau berat
lahir bayi pada usia kehamilan tertentu berada di bawah nilai batas normal. Banyak
58
penulis menggunakan cut off point 10 persentil sebagai batasan dalam menyatakan
PJT. Penulis lainnya mengambil batasan 5 persentil, bahkan ada juga yang
menggunakan batasan 2 deviasi standar. Banyak dijumpai bayi-bayi yang lahir
dengan berat di bawah 10 persentil tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi,
sebaliknya banyak bayi-bayi yang lahir dengan berat di atas 10 persentil
menunjukkan tanda-tanda malnutrisi yang jelas. Penulis lainnya menyatakan
bahwa definisi PJT merupakan definisi postnatal, oleh karena diagnosis pasti PJT
baru diketahui setelah bayi dilahirkan (wikojosastro, 2009).
Memang hingga kini belum ditemukan suatu cara yang dapat menentukan berat
janin secara akurat. Namun banyak penelitian telah membuktikan bahwa dengan
mengenali secara dini adanya gangguan pertumbuhan janin intrauterin, maka
mortalitas dan morbiditas perinatal akibat PJT akan dapat dikurangi. Pertumbuhan
janin intrauterin dapat dipandang sebagai suatu perubahan dimana terjadi
penambahan ukuran janin dan peningkatan fungsi system organ janin yang
berlangsung selama kehamilan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik
dan faktor lingkungan, yang keduanya berinteraksi terhadap pertumbuhan sel,
diferensiasi organ, dan perkembangan metabolic selama pertumbuhan janin. Pada
keadaan tertentu pengaruh tersebut dapat berupa pengurangan potensi
pertumbuhan janin, atau berupa pembatasan pertumbuhan janin yang terjadi
sekunder akibat berkurangnya suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin
(Cunningham, 2014).
Adapun penentuan usia kehamilan berdasarkan pemeriksaan USG didasarkan pada
hubungan antara usia kehamilan dan ukuran biometri janin. Yang paling ideal
adalah bahwa setiap populasi mempunyai nomogram sendiri yang dapat digunakan
untuk menentukan usia kehamilan dengan USG. Beberapa prinsip yang perlu
difahami di dalam penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG adalah :
Ketepatan prakiraan usia kehamilan berbanding terbalik dengan usia janin. Laju
pertumbuhan janin selama kehamilan tidak berjalan konstan, yaitu berlangsung
cepat pada awal masa kehamilan, kemudian semakin melambat dengan
bertambahnya usia kehamilan. Semakin cepat pertumbuhan janin, berarti semakin
besar pula pertumbuhan parameter biometri janin per satuan waktu (variabilitasnya
semakin kecil), dan sebaliknya. Pada awal kehamilan, pertumbuhan janin
ditentukan oleh potensi petumbuhan janin (faktor intrinsik), kemudian petumbuhan
janin ditentukan oleh interaksi antara faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (faktor
59
pada usia kehamilan yang cukup lanjut. Kesalahan usia kehamilan dengan
pemeriksaan USG tunggal pada usia kehamilan diatas 20 minggu mencapai 2-4
minggu. Cara mengurangi kesalahan tersebut adalah dengan menggunakan
pemeriksaan serial, dengan interval waktu sedikitnya 2 minggu. Jika dilakukan
pada usia kehamilan 24-32 minggu, maka kesalahannya dapat dikurangi menjadi
10 hari (Sylvia, 2007).
Cara yang paling umum digunakan dalam menentukan pertumbuhan janin adalah
dengan memperkirakan berat massa janin pada usia kehamilan tertentu. Disini
dianggap bahwa usia kehamilan sudah dikatahui dengan tepat. Dugaan adanya PJT
adalah apabila pada usia kehamilan tertentu berat janin yang diobservasi ternyata
lebih kecil dari berat janin yang diharapkan pada nomogram.Prakiraan berat janin
ditentukan dari ukuran biometri janin, dengan anggapan adanya korelasi antara
biometri janin dengan volume janin. Disini juga dianggap bahwa densitas (berat
jenis) janin adalah sama untuk semua janin (baik janin normal maupun abnormal),
pada berbagai usia kehamilan (Sylvia, 2007).
Berdasarkan hal di atas, maka diciptakan berbagai macam bentuk formula yang
menggunakan parameter biometri janin tertentu untuk menghitung berat janin
intrauterin. Formula tersebut dibuat berdasarkan penelitian pada populasi kecil
yang distribusi sampelnya tidak adekuat, dan tidak mempertimbangkan usia
kehamilan. Interval waktu antara saat pengukuran dan saat persalinan seringkali
juga kurang dipertimbangkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesalahan
penghitungan. Kenyataannya adalah, hingga saat ini belum ada formula
perhitungan berat janin yang dianggap akurat dan dapat berlaku pada berbagai usia
kehamilan (Sylvia, 2007)
Yang menjadi masalah adalah, bahwa densitas janin akan berbeda sepanjang
kehamilan, sesuai dengan pertumbuhan organ. Densitas akan berbeda antar janin.
Dari penelitian diketahui bahwa densitas rata-rata janin berkisar antara 0,833-1,012
g/ml, sehingga perhitungan berat janin berdasarkan volume janin akan memberikan
tingkat kesalahan sekitar 8-21%. Densitas juga berbeda untuk masing-masing
struktur, misalnya densitas kepala janin adalah 0,571 g/ml, sedangkan densitas
tubuh adalah 1,118 g/ml (Sylvia, 2007).
Densitas janin yang mengalami PJT kemungkinan juga akan berbeda. Janin yang
menderita PJT akan mengalami perubahan, misalnya jaringan lemak tubuhnya
akan berkurang, begitu pula dengan jumlah glikogen dan cairan tubuhnya. Hal ini
61
Interval pengamatan tergantung pada usia kehamilan (semakin tua usia kehanilan,
interval waktu pengamatan semakin pendek), prakiraan beratnya PJT,
kesejahteraan janin, kondisi ibu dan hasil penilaian sebelumnya. Bila kondisi ibu
dan janin masih baik, maka pengamatan sebaiknya dilakukan setiap 2 minggu.
Pengamatan tanda-tanda fungsional janin intrauterin dengan USG dibedakan atas
tanda-tanda yang sangat erat dengan PJT (hard signs), dan tanda-tanda yang kurang
erat kaitannya (soft signs). Tanda-tanda fungsional janin yang erat kaitannya
dengan PJT bermanfaat untuk menentukan etiologi dan prognosis janin, antara lain
a. Volume cairan amnion, dimana penilaian cairan amnion dilakukan secara
semikuantitatif. Bila terdapat obligohidramnion (bukan karana pecah ketuban),
maka nilai prediksi PJT antara 79-100%. Meskipun demikian, volume cairan
amnion yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan
PJT. Bila ada obligohidramnion angka mortalitas perinatal meningkat 50 kali
lipat akibat komplikasi asfiksia. Untuk itu biasanya kehamilan diterminasi bila
janin viable. Kemungkinan adanya agenesis atau disgenesis ginjal perlu
diwaspadai.
b. Kesejahteraan janin, dimana berguna untuk mendeteksi adanya asfiksia
intrauterin. Beberapa cara pemeriksaan yang bisa dilakukan antara lain penilaian
profil biofisik janin, kardiotokografi dan analisa gas darah.
c. Sistem organ janin, digunakan untuk menentukan etiologi dan derajat beratnya
PJT. Misalnya rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen (rasio K/A) akan
meningkat pada PJT tipe II, sedangkan pada PJT tipe I rasio K/A normal.
Pemeriksaan Doppler, ditujukan untuk menilai perubahan resistensi vaskular
uterus-plasenta-janin melalui pengukuran velositas arus darah dengan gelombang
62
Tanda-tanda fungsional janin yang kurang erat kaitannya dengan PJT, misalnya
penilaian maturasi plasenta, ketebalan lemak subkutan janin, dan sebagainya. Di
dalam referat ini batasan yang digunakan untuk PJT adalah berat lahir bayi pada
usia kehamilan tertentu berada di bawah nilai 10 persentil. Nilai persentil berat
lahir ditentukan dari kurva distribusi yang menggambarkan hubungan berat lahir
dan usia kehanilan. Kurva tersebut biasanya spesifik untuk populasi tertentu yang
tinggal di daerah geografi tertentu, sehingga tidak bisa digeneralisasikan begitu
saja. Kurva pertumbuhan yang dibuat untuk populasi yang tinggal di daerah yang
letaknya tinggi di atas permukaan laut (seperti halnya kurva Battaglia dan
Lubchenco yang dibuat untuk masyarakat kulit putih yang tinggal di Colorado yang
letaknya kira-kira 5000-6000 kaki di atas permukaan laut), belum tentu cocok
digunakan pada populasi yang berbeda rasnya, berbeda tingkat heterogenisitasnya,
dan tinggal di daerah yang rendah dari permukaan laut (wikojosastro, 2009).
dibanding pada kehamilan tunggal dengan pengurangan berat badan pada saat atau
sebelum rata-rata pematangan kehamilan tunggal (38-41 minggu). Risiko
terjadinya pertumbuhan janin terhambat diikuti dengan kematian neonatus dan
morbiditas postneonatal meningkat seiring semakin tuanya usia kehamilan.
Insidensinya dimana berat bayi dibawah persentil ke 10 pada kembar dua usia
gestasi 35-37 minggu 13%, pada saat usia gestasi 37-38 minggu meningkat 23%
dan pada saat usia gestasi 39-41 minggu meningkat menjadi 38%. Odds Rasio
kehamilan kembar dua untuk terjadinya PJT sebesar 5,23 (CI=1,4-19,0). Pada
kehamilan kembar tiga dimana berat bayi dibawah persentil 10 meningkat 12%
pada usia gestasi 31-34 minggu dan meningkat 64% pada usia gestasi 35-36
minggu. Pada kehamilan kembar empat penurunan berat badan terjadi lebih cepat
dan lebih dramatis. Dua faktor penting yang berpengaruh terhadap ketahanan
perinatal setalah lahir adalah usia gestasi dan berat badan relatif dimana
pertumbuhan yang kuat intrauterine dan maturitas yang optimal menentukan
morbiditas dan mortalitasnya (wikojosastro, 2009).
Pada studi yang dilakukan oleh Luke dkk terhadap 183.562 hamil kembar dua
dimana didapatkan pencapaian pertumbuhan janin intrauterin dengan berat badan
optimal 2500-2800 gram pada usia gestasinya 35-38 minggu. Sedangkan pada
kehamilan kembar tiga berat badan optimal 1900-2200 gram pada usia gestasi 34-
35 minggu. Dikarenakan tingginya insiden PJT dan prematuritas pada kehamilan
kembar menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal. Insidensi
RDS komplikasi tersering pada prematuritas dilaporkan pada kehamilan kembar
dua sebesar 19-29%, 45% pada kembar tiga dan 38-75% pada kembar empat
(wikojosastro, 2009).
Berdasarkan penelitian Luke dkk insiden mortalitas bayi kembar dua dibandingkan
dengan kehamilan tunggal mempunyai relative risk 6,6 (CI=15,8-32,5) dan pada
kembar tiga relative risknya 15,9 (CI=11,1-27,3) dibandingkan dengan kehamilan
tunggal. Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, anak dengan kehamilan kembar
mempunyai kondisi fisik yang lebih rendah secara signifikan demikian pula
kemampuan kognitifnya dibanding anak dengan kehamilan tunggal. Anak dengan
PJT dan premature mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan anak dengan kehamilan tunggal. Rata-rata perkembangan mayornya
mengalami hambatan pada 1 tahun pertama sebesar 25% pada kehamilan kembar
dua dengan berat badan 1000 gram (wikojosastro, 2009).
64
biometrik pada usia gestasi 30-32 minggu dibandingkan dengan kehamilan tunggal
(wikojosastro, 2009).
lengkap
2. Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih
3. Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun
4. Tidak terdapat pertumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3
minggu (wilkins, 2010).
Cara persalinan tergantung dari etiologi yang mendasari, adanya asidosis dan usia
kehamilan.Janin normal yang kecil dapat dilahirkan bila tanpa adanya komplikasi.
Begitu juga pada janindengan PJT tanpa adanya hipoksemia. Janin dengan anomali
yang tidak dapat hidup juga harusdilahirkan pervaginam. Janin dengan kelainan
yang tidak mematikan harus ditangani sesuaidengan jenis kelainannya. Secara
umum, kelainan yang dapat dikoreksi dengan pembedahanharus ditunda
kelahirannya selama mungkin, secara tehnik makin besar dan tua janin
makinmudah dilakukan koreksi bedah (wikojosastro, 2009).
Kecacatan dan kematian janin meningkat sampai 2-6 kali pada janin dengan PJT.
Tatalaksana untuk kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang
paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia
dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang
harus dilakukan adalah :
PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera
dilahirkan. PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada
janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan
cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin
dianjurkan (wilkins, 2010)
68
Pada kasus- kasus IUGR yang sangat parah dapat berakibat janin lahir mati
(stilbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka panjang
dalam masa kanak-kanak nantinya. Kasus IUGR dapat muncul sekalipun ibu
dalam kondisi sehat. Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan
dengan menanyakan riwayat ibu apakah faktor-faktor ibu seperti dijelaskan diatas
ada atau tidak, periksa tinggi fundus uteri (TFU) apakah sesuai atau tidak dengan
kehamilan, lakukan Ultrasonograf (USG) fetomaternal, periksa denyut jantung
janin dengan menggunakan Doppler velocimetry (wilkins, 2010).
VI. Komplikasi
1. Anomali janin
2. Asfiksia perinatal
3. Persalinan operatif
4. Kematian perinatal
5. Hipoglikemia dan hipokalsemia neonatal
6. Enterokolitis nekrotikan
7. longterm handicap
Penurunan jumlah cairan amnion sangat berhubungan dengan PJT. Morbiditas
akan terjadi bila AFI < 5 cm (wilkins, 2010).
1.3 Pemeriksaan neonatus
I. Pemeriksaan baayi baru lahir
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada BBL perlu diketahui riwayat keluarga,
riwayat kehamilan sekarang dan sebelumnya, serta riwayat persalinan. Pemeriksaan
bayi perlu dilakukan dalam keadaan terlanjang di bawah lampu yang terang
sekaligus berfungsi untuk pemanas. Tangan serta alat yang digunakan harus bersih
dan hangat. Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir paling kurang tiga kali yaitu : (1)
pada saat lahir (2) pemeriksaan yang dilakukan 24 jam diruang perawatan dan (3)
pada waktu pulang.Pemeriksaan pertama BBL harus dilakukan di kamar bersalin,
tujuannya adalah :
1. Menilai gangguan adaptasi BBL dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine
yang memerlukan resusitasi
2. Menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang memerluka tindakan segera
(misal atresia ani, atresia esophagus, trauma lahir)
3. Menentukan BBL dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau di tempat
perawatan khusus, di ruang intensif untuk di awasi atau segera di operasi.
70
Pemeriksaan kedua harus dilakukan kembali dalam 24 jam, yaitu sesudah bayi
berada dalam ruang perawatan. Tujuannya adalah kelainan yang luput dari
pemeriksaan pertama akan ditemukan pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan di kamar
bersalin dan di ruang perawat sebaiknya di bawah lampu pemanas untuk mencegah
hipotermi. Pemeriksaan di ruang rawat harus dilakukan di depan ibunya, sehingga
jika ditemukan kelainan bawaan (bahaya atau tidak) bisa langsung dijelaskan ke
ibunya. Bayi tidak boleh dipulangkan sebelum dilakukan pemeriksaan terakhir. Hal
ini disebabkan kelainan pada BBL yang belum menghilang saat dipulangkan
(hematoma sefal, ginekomasti, ikterus). Data yang harus dicatat dari pemeriksaan
fisik adalah lingkar kepala, berat badan, panjang badan, kelainan fisik yang
ditemukan, frekuensi napas, nadi, dan keadaan tali pusat. Pemeriksaan BBL
memerlukan kesabaran, keluwesan dan ketelitian. Bila bayi dalam keadaan tenang,
kita dahulukan pemeriksaan auskultasi bunyi jantung, paru dan palpasi abdomen.
Pemeriksaan lainnya kita lakukan setelahnya (Kumar, 2007).
1. Menilai adaptasi
Perlu segera diperiksa di kamar bersalin apakah bayi beradaptasi dengan baik
atau perlu resusitasi. Bayi yang perlu resusitasi adalah bayi yang lahir dengan
pernapasan tidak adekuat, tonus otot kurang, ada mekonium dalam cairan
amnion atau lahir kurang bulan.
Nilai yang digunakan untuk menilai adaptasi ini adalah APGAR. Nilai ini
dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1 menit dan 5 menit. Nilai
APGAR tidak bisa dipakai untuk menentukan perlunya resusitasi, melainkan
untuk menilai respon dari resusitasi.
Nilai APGAR adalah suatu ekspresi keadaan fisiologis BBL yang dibatasi oleh
waktu. Gangguan biokimia harus cukup signifikan agar bisa mempengaruhi
nilai APGAR. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai APGAR antara lain :
pengaruh obat, trauma lahir, kelainan bawaan, infeksi, hipoksia, hipovolemia,
dan kelahiran premature. Bayi prematur danpa asfiksia bisa saja mendapat nilai
APGAR yang rendah (Kumar, 2007).
71
Sign 0 1 2
Colour Blue, pale Pink trunk blue Pink all over
extremities
Heart rate Absent <100 >100
Reflex irritability None Grimace Cry
Tone, activity Limp Some limb flexion Active movement
Respiratory effort absent Slow, irregular Good strong cry
e. Mulut
Perhatikan mulut bayi, bibir harus berbentuk dan simetris.
Ketidaksimterisan bibir menunjukan adanya palsi wajah. Mulut yang kecil
menunjukkan mikrognatia. Periksa adanya bibir sumbing, adanya gigi atau
ranula (kista lunak yang berasal dari dasar mulut). Periksa keutuhan langit-
langit terutama pada persambungan antara palatum keras dan lunak.
Perhatikan adanya bercak putih pada gusi atau palatum yang biasanya
terjadi akibat Episteins pearl atau gigi. Periksa lidah apakah membesar
atau sering bergerak. Bayi dengan edema otak atau tekanan intrakranial
meninggi seringkali lidahnya keluar masuk (footes sign).
f. Telinga
Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya. Pada bayi cukup bulan,
tulang rawan sudah matang. Daun telinga harus berbentuk sempurna
dengan lengkungan yang jelas dibagian atas. Perhatikan letak daun telinga.
Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang
mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Perhatikan adanya kulit
tambahan atau aurikel, hal ini dapat berhubungan dengan abnormalitas
ginjal.
g. Leher
Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya.
Pergerakkannya harus baik. Jika terdapat keterbatasan pergerakan
kemungkinana ada kelaianan tulang leher. Periksa adanya trauma leher
yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhjialis. Lakukan
perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan, periksa adanya
pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis. Adanya lipatan kulit yang
berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya kemungkinan
trisomi 21.
Perlu diukur panjang kepala-simpisis dan simpisis-kaki untuk menilai
proporsi tubuh bayi, agar kelainan akondroplasia dapat dideteksi (Kumar,
2007).
V. Pemeriksaan Neurologis (Reflek primitif pada BBL)
Reflek primitif adalah aksi reflek yang berasal dari dalam pusat sistem saraf
yang ditunjukkan oleh bayi baru lahir normal namun secara neurologis tidak
lengkap seperti pada orang dewasa dalam menanggapi rangsang tertentu.
76
d. Refleks sucking
Reflek ini secara umum ada pada semua jenis mamalia dan dimulai sejak
lahir. Reflek ini berhubungan dengan reflek rooting dan menyusui, dan
menyebabkan bayi untuk secara langsung mengisap apapun yang disentuh
di mulutnya. Ada 2 tahapan dari reflek ini yaitu :
Tahap expression
Dilakukan pada saat puting susu diletakkan di antara bibir bayi dan
disentuhkan di permukaan langit-langitnya. Bayi akan se cara langsung
menekan (mengenyot) puting dengan menggunakan lidah dan langit-
langitnya untuk mengeluarkan air susunya.
Tahap milking
Saat lidah bergerak dari aerola menuju puting, mendorong air susu dari
payudara ibu untuk ditelan oleh bayi.
e. Refleks tonick neck
Refleks tonick neck dan asymmetric tonick neck ini disebut juga posisi
menengadah dan muncul pada usia 1 bulan dan akan menghilang usia 5
bulan. Saat kepala bayi digerakkan ke samping, lengan pada sisi tersebut
akan lurus dan lengan yang berlawanan akan menekuk (kadang-kadang
pergerakan akan sangat halus atau lemah) jika bayi baru lahir tidak mampu
untuk melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus menetap hingga lewat
6 bulan, bayi dimungkinkan mengalami gangguan pada neuron motorik
atas. Berdasarkan penelitian reflek tonick neck merupakan suatu tanda awal
koordinasi mata dan kepala bayi yang akan menyiapkan bayi untuk
mencapai gerakan sadar.
79
g. Refleks plantar
Refleks ini juga disebut plantar grasp, muncul sejak lahir dan berlangsung
hingga usia sekitar satu tahun kelahiran. Reflek plantar ini juga dapat
diperiksa dengan menggosokkan sesuatu ke telapak kakinya, maka jari-jari
kakinya akan melekuk secara erat.
80
h. Refleks babinski
Muncul sejak lahir berlangsung kira-kira hingga satu tahun. Reflek ini
ditunjukkan pada saat bagian samping telapak kaki digosok, dan
menyebabkan jari-jari kaki menyebab dan jempol kaki ekstensi. Reflek
disebabkan oleh kurangnya myelinasi traktus corticospinal pada bayi.
Reflek babinski juga merupakan tanda abnormalitas saraf seperti lesi
neuromotorik atas pada orang dewasa.
i. Refleks galant
Refleks ini dikenal sebagai reflek galants infantile ditemukan seorang
neurolog dari Rusia, Johan Susman Galant reflek ini muncul sejak lahir dan
berlangsung sampai pada usia 4 hingga 6 bulan. Pada saat kulit di sepanjang
sisi punggung bayi digosok, maka bayi akan berayun menuju sisi yang
digosok. Jika reflek ini menetap hingga lewat 6 bulan dimungkinkan ada
patologis.
j. Refleks swimming
Refleks ini ditunjukkan pada saat bayi diletakkan di kolam yang berisi air, ia
akan mulai mengayuh dan menendang seperti gerakan berenang. Reflek ini
akan menghilang pada usia 4-6 bulan. Reflek ini berfungsi untuk membantu
81
bayi bertahan jika ia tenggelam. Meskipun bayi akan mulai mengayuh dan
menendan seperti berenang, namun meletakkan bayi di air sangat berisiko.
Bayi akan menelan banyak air pada saat itu. Disarankan untuk menunja
meletakkan bayi di air.
k. Refleks moro
Reflek ini ditemukan oleh pediatri bernama Ernst Moro. Reflek ini muncul
sejak lahir, paling kuat pada usia 1 bulan dan akan mulai menghilang pada
usia 2 bulan. Reflek ini terjadi jika kepala bayi tiba-tiba terangkat, suhu tubuh
bayi berubah secara drastis atau pada saat bayi dikagetkan oleh suara yang
keras. Kaki dan tangan akan melakukan gerakan ekstensi dan lengan akan
tersentak ke atas dengan telapak tangan ke atas dan ibu jarinya bergerak
fleksi. Singkatnya kedua lengan akan terangkat dan tangan seperti ingin
mencengkram atau memeluk tubuh dan bayi menangis sangat keras. Reflek
ini normalnya akan menghilang 3-4 bulan, meskipun terkadang menetap
hingga usia 6 bulan.
Tidak adanya reflek ini pada kedua sisi tubuh atau bilateral (kanan dan kiri)
menandakan adanya kerusakan pada sistem saraf pusat bayi, sementara tidak
adanya reflek moro unilateral (pada satu sisi) dapat menandakan adanya
trauma persalinan seperti fraktur klavikula atau perlukaan pada pleksus
brakhialis. Erbs palsy atau beberapa jenis paralysis kadang juga timbul pada
beberapa kasus. Sebuah cara untuk memeriksa keadaan reflek adalah dengan
meletakkan bayi secara horizontal dan meluruskan punggungnya dan biarkan
kepala bayi turun secara pelan-pelan atau kagetkan bayi dengan suara yang
keras dan tiba-tiba. Reflek moro in akan membantu bayi untuk memeluk
ibunya saat ibu menggendong bayinya sepanjang hari. Jika bayi kehilangan
82
Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator.
Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan
terhadap suhu lingkungan 30C. Radiant warner Adalah alat yang digunakan untuk
bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo
controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan
mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual) (Antonius H, 2015).
i. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal Untuk mencegah
terjadinya serangan dingin
j. Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis
kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan
bayi, gunakan air hangat.
k. Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat
lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai
keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan
dapat menghisap ASI dengan baik (Antonius H, 2015).
Penganana hipotermi :
i. Periksa suhu incubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan
pengatur suhu (wilkins, 2010).
2. Manajemen lanjutan suhu lebih 37,5
a. Bayi mendapatkan masukan cukup cairan
b. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat menyusui, beri
ASI panas dengan salah satu alternative cara pemberian minum
c. Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasinya
d. Setelah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan
e. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam
f. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum dengan serta
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawat di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan, nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi
dari pancaran panas yang berlebihan
g. Izinkan bayi mulai menyusu, jika bayi tidak dapat menyusu, berikan perasan
ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternative
h. Jika terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata atau fontanel cekung, kehilangan
elastisitas kulit, atau lidah atau membran mukosa kering)
i. Pasang slang IV dan berikan cairan IV dengan volume rumatan sesuai dengan
usia bayi
j. Tingkatkan volume cairan sebanyak 10% berat badan bayi pada hari pertama
dehidrasi terlihat
k. Ukur glukosa darah, jika glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l),
atasi glukosa darah yang rendah (wilkins, 2010).
3. Hipoglikemi
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45
mg/dL (2.6 mmol/L).
Penatlaksanaan
1. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor
dalam 3 hari pertama :
a. Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
b. Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan
87
DAFTAR PUSTAKA
Antonius, H. 2015. Pediatri Gawat Darurat. Jakarta : UKK Pediatrik Gawat darurat IDAI
Cunningham G.F, Gant N.F, dkk.2014. Obstetri Williams. Edisi 2. Volume 2. Jakarta : ECG
Kumar, Vinay at all. 2007. Pemeriksaan fisik pada bayi. Ed.VII. Jakarta : EGC h. 80-4.
Karen, j. 2014. Ilmu kesehatan Anak Esensial. Edisi keenam. Singapura : saunders
Lawrence M, Sam W, 2011. The management of respiratory distress in the moderately preterm
newborn infant. BMJ; 1-8.
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, A. Sylvia dan Wilson, M. Lorraine. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Resnik R. High Risk Pregnancy. In: Emedicine Journal Obstetrics and Gynecology. Volume
99. No: 3. Maret 2013.
Sidarta, Ilyas, Rendy, 2011. Ilmu kesehatan anak: bayi prematur. FKUI. Jakarta. h. 131-9.
Wikojosastro H, Abdul Bari Saifuddin, Triatmojo Rachimhadhi. Buku Ajar Ilmu Kebidanan,
edisi ke 5. Jakarta; Balai Penerbit FKUI. 2009: 781-83.
Wilkins I.2010. Yorkshire neonatal network: respiratory morbidity in preterm birth. JAMA.;
216: 309-18.