Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa ,atas segala rahmat dan karunian-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah KMB 1C tentang asuhan keperawatan pada
pasien yang menderita penyakit INFARK MIOKARD dapat selesai dengan baik .

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini dalam hal
ini Ibu Duma Pratiwi Purba S.Kep, Ns, yang telah memberikan tugas ini untuk diselesaikan agar dapat
melatih penulis untuk membuat askep dan dapat bermamfaat bagi orang lain.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki, maka dari itu penulis bersedia menerima saran dan kritik dari pembaca yang membangun
demi perbaikan pembuatan tugas kedepannya.

Sihaporas, September 2016

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulusan

Bab II Pembahasan
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Etiologi
2.1.2 Faktor Resiko
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7 Penanganan
2.1.8 Komplikasi

Bab III Pembahasan


3.1 Konsep Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
3.1.3 Intervensi Keperawatan
3.1.4 Evaluasi

Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark miokard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen
miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang
ireversibel. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan cepat dan tepat dapat
menimbulkan komplikasi seperti CHF, disritmia, syok kardiogenik yang dapat menyebabkan kematian,
dan apabila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati.
Apabila jaringan parut cukup luas maka kontraktilitas jantung menurun secara permanent, jaringan parut
tersebut lemah sehingga terjadi ruptur miokardium atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan
tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Hal ini dapat dicapai melalui pelayanan maupun perawatan yang cepat dan tepat. Untuk
memberikan pelayanan tersebut diperlukan pengetahuan serta keterampilan yang khusus dalam
mengkaji, dan mengevaluasi status kesehatan klien dan diwujudkan dengan pemberian asuhan
keperawatan tanpa melupakan usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Adapun gambaran distribusi, umur, geografi, jenis kelamin dan faktor resiko IMA sesuai dengan
angina pektoris atau Penyakit Jantung Koroner pada umumnya. IMA merupakan penyebab kematian
tersering di AS. Di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi dengan
adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner intensif yang semakin
tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif yang
semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif
berhasil makin menurunkan angka kematian IMA.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien Infark Myocard ?
1
1.3 Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum
Penulis mampu menyusun serta melakukan manajemen asuhan keperawatan
secara langsung pada klien dengan Infark Myocard.

B. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Infark Myocard.
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Infark Myocard.
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Infark
Myocard.
d. Mampu melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan Infark Myocard.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Infark Myocard.

1.4 Manfaat Penulisan

A. Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan


Laporan studi asuhan keperawatan Asuhan Keperawatan Infark Myocard ini diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan dalam peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu
praktek keperawatan.

B. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )


Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus Infark Myocard ini, diharapkan dapat turut serta
dalam meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen asuhan
keperawatan dalam kasus ini.

C. Bagi Institusi Layanan Pendidikan


Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi dan kasus Infark
Myocard. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta manajemen dalam tatalaksana
kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian kompetensi.
AB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Defenisi
a. Infark Myokard Akut (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis miokard yang akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu (Hudack & Galo 1996).
b. Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah
koroner miokard (oenyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau
penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J. , 2000).
c. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)
d. Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat
aliran darah ke otot jantung terganggu.( Suyono, 1999)

2.1.2 Etiologi
Intinya AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani
dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan
gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.


Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis,
spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung
sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan
tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai
kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah
yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi.
Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh
penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat,
termasuk dalam hal ini otot jantung.
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah
berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut
tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain:
anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan
meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap
penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain.
Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai
oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

2.1.3 Factor Resiko


Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu
factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa
dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis;
peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang
tidak merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana
ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL
dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial
Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum
penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
d. Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan
meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai
kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan
kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu
sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi
dibandingkan orang biasa.
Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik,
peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).

2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
a. Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah
menopause)
b. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada
perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita
setelah masa menopause
c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan factor
resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini.
Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga
dekat
d. RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan
dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara
dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan
kehidupan urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius,
dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat
PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

2.1.4 Patofisiologi
Berawal dari proses aterosklerosis yang merupakan factor etiologi utama yang mendasari
terjadinya penyakit jantung koroner. Terbentuknya plaque dari aterosklerosis menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah arteri, bila plaque ini pecah dan berdarah menyebabkan thrombosis
dan obstruksi arteri koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75% akan meningkatkan kematian (30
40%).
Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan mempengaruhi perfusi koroner.
Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada menyebabkan iskemia miokard. Pada iskemia memaksa
miokardium mengubah metabolisme bersifat anaerob dimana asam laktat yang dihasilkan tertimbun di
sel-sel miokard akan menstimuli ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri dada, serta kadar pH sel akan
berkurang/asidosis.
Iskemia miokard yang berlangsung lama lebih dari 35 45 menit menyebabkan kerusakan sel-
sel miokard yang irreversible dan nekrosis. Pada keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan
kontraksi berkurang, penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama jantung. Hal ini
akan mengubah hemodinamika. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin
meliputi stimulasi simpatik berupa peningkatan heart rate, vasokontriksi, hipertrofi ventrikel.
Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu zona nekrotik, injury dan iskemia. Zona
injury dan iskemia berpotensial dapat pulih kembali tergantung pada kemampuan jaringan sekitar
iskemia membentuk sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat
Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang tersumbat. Miokard infark paling
sering mengenai ventrikel kiri. Dan area yang terkena dapat seluruh otot jantung (infark transmural) atau
hanya mengenai sebagian dalam lapisan miokard (infark sub endokardial)
2.1.5 Manifestasi Klinis
Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering
kita lihat pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama.
Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan
beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack)
Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut:
a. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri pada
angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari
itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Mskipun AMI memiliki cirri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya
terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
2. Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
3. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.
c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan
d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri
(misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)

2.1.6 Pemeriksaan Fisik


a. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga
tapak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark
b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan
pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark.
Peningkatan TD mmoderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin
Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih,
dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik
c. Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar
hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom
Dressler.
d. Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru
pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya
anterior.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan prbadi dan kelarga,
serta hasil test diagnostic.
a. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih
serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara
normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin
iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak
aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik
terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
b. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah.
1. Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8 jam,
mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
2. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam
kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah
akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot
jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
3. Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama
Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3
minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika
nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
c. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri
koroner.
Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini
dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat
kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan
jantung .
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat dilakukan untuk
memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang
berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

2.1.8 Penanganan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
a. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk
jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal
kanul.
b. pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam
pertama pasca serangan.
c. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot
jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk
memulihkan diri.
d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada
awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan
meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin
(antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin
dapat diganti dengan clopidogrel.
f. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah
yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada
infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas
pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai
gantinya maka digunakan petidin
Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
1. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner,
sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu
paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am
pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase
2. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri
dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa
digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective
(propanolol, pindolol, dan nadolol)
3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini
juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.
Misalnya captropil
4. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri.
Missal: heparin dan enoksaparin.
5. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan
yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka dpat dilakukan
tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang tersumbat oleh
bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh
darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq
melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga
menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya
bendungan ulang pada arteri.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain
kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat.
Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn mengikuti program
rehabilitasi.
Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan kemungkinan
kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan BB, merubah dit, dan
meningatkan aktivitas fisik.
2.1.9 Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Keperawatan

3.1.1 Pengakjian Keperawatan


Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja

2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat;
tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian
ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun

5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan

6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.

7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan

8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban,
kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental

10. Interaksi sosial:


Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga

11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi
air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.

3.1.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

DX 1 NYERI AKUT B/D ISKEMIA MIOKARD AKIBAT SUMBATAN ARTERI


KORONER.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
Criteria hasil :
- Tampak rileks
- Skala nyeri berkurang
- Klien dapat istirahat
- TD = 110/80 mmHg 130/90 mmHg
- Hasil EKG normal
- N= 80-100 x/menit
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil
intensitas, durasi), catat setiap respon dalam variasi respon verbal non verbal yang
verbal/non verbal, perubahan hemo- juga bersifat individual sehingga perlu
dinamik digambarkan secara rinci untuk menetukan
intervensi yang tepat.

Berikan lingkungan yang tenang dan Menurunkan rangsang eksternal yang dapat
tunjukkan perhatian yang tulus memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
kepada klien.

Bantu melakukan teknik relaksasi Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri


(napas dalam/perlahan, distraksi, dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh
visualisasi, bimbingan imajinasi) terhadap nyeri.

Kolaborasi pemberian obat sesuai Nitrat mengontrol nyeri melalui efek


indikasi: Antiangina seperti vasodilatasi koroner yang meningkatkan
nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
Nitro-Dur)

Beta-Bloker seperti atenolol Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek
(Tenormin), pindolol (Visken), hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi:
propanolol (Inderal) kontraksi miokard yang buruk)

Analgetik seperti morfin, meperidin Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
(Demerol) menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau
nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin.

Penyekat saluran kalsium seperti Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat
verapamil (Calan), diltiazem meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
(Prokardia). menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.

DX 2 INTOLERANSI AKTIVITAS B/D KETIDAKSEIMBANGAN SUPLAI


OKSIGEN MIOKARD DENGAN KEBUTUHAN TUBUH.
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
- Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
- Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
- TD 120-80 mmHg
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau HR, irama, dan perubahan Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
TD sebelum, selama dan sesudah
aktivitas sesuai indikasi.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen,


menurunkan risiko komplikasi.

Anjurkan klien untuk menghindari Manuver Valsava seperti menahan napas,


peningkatan tekanan abdominal. menunduk, batuk keras dan mengedan dapat
mengakibatkan bradikardia, penurunan curah
jantung yang kemudian disusul dengan
takikardia dan peningkatan tekanan darah.

Batasi pengunjung sesuai dengan Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat


keadaan klinis klien. melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting
dalam suasana tenang bersifat terapeutik.

Bantu aktivitas sesuai dengan Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan


keadaan klien dan jelaskan pola kemampuan kerja jantung.
peningkatan aktivitas bertahap.

Kolaborasi pelaksanaan program Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam


rehabilitasi pasca serangan IMA. proses penyembuhan klien.

DX 3 KECEMASAN (URAIKAN TINGKATANNYA) B/D


ANCAMAN/PERUBAHAN KESEHATAN-STATUS SOSIO-EKONOMI;
ANCAMAN KEMATIAN.
Tujuan : Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Klien tampak rileks
Klien dapat beristirahat
TTV dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau respon verbal dan non verbal Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
yang menunjukkan kecemasan klien. secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai
dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat
menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan,
penolakan dan sebagainya.

Dorong klien untuk mengekspresikan Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi,
perasaan marah, cemas/takut terhadap dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman
situasi krisis yang dialaminya. kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan
pekerjaan, perubahan peran sosial dan
sebagainya.

Orientasikan klien dan orang terdekat Informasi yang tepat tentang situasi yang
terhadap prosedur rutin dan aktivitas dihadapi klien dapat menurunkan
yang diharapkan. kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan
menerima situasi yang terjadi.

Kolaborasi pemberian agen terapeutik Meningkatkan relaksasi dan menurunkan


anti cemas/sedativa sesuai indikasi kecemasan.
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-
mane, Lorazepam/Ativan).

DX 4 (RISIKO TINGGI) PENURUNAN CURAH JANTUNG B/D PERUBAHAN


FREKUENSI, IRAMA DAN KONDUKSI LISTRIK JANTUNG; PENURUNAN
PRELOAD/PENINGKATAN TAHANAN VASKULER SISTEMIK;
INFARK/DISKINETIK MIOKARD, KERUSAKAN STRUKTUARAL SEPERTI
ANEURISMA VENTRIKEL DAN KERUSAKAN SEPTUM.
Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
- Tidak ada edema
- Tidak ada disritmia
- Haluaran urin normal
- TTV dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
keadaan baring, duduk dan berdiri disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan
(bila memungkinkan) rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin berhubungan
dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin
dan atau masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan dengan
komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung
ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan
HR yang meningkat.

Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi


murmur. mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang
disertai infark yang berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemia miokardia,
kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur
menunjukkan gangguan aliran darah normal
dalam jantung seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.

Auskultasi bunyi napas. Krekels menunjukkan kongesti paru yang


mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.

Berikan makanan dalam porsi kecil Makan dalam volume yang besar dapat
dan mudah dikunyah. meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya
bradikardia.

Kolaborasi pemberian oksigen sesuai Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan


kebutuhan klien miokard dan menurunkan iskemia.

Pertahankan patensi IV-lines/heparin- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian


lok sesuai indikasi. obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri
dada berulang.

Bantu pemasangan/pertahankan paten- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan


si pacu jantung bila digunakan. dukungan sementara selama fase akut atau
mungkin diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem konduksi.

DX 5 (RISIKO TINGGI) PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN B/D


PENURUNAN/SUMBATAN ALIRAN DARAH KORONER.
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
- Daerah perifer hangat
- Tidak sianosis
- Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
- RR 16-24 x/ menit
- Tidak terdapat clubbing finger
- Kapiler refill 3-5 detik
- Nadi 60-100x / menit
- TD 120/80 mmHg
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau perubahan kesadaran/keadaan Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh


mental yang tiba-tiba seperti bingung, curah jantung di samping kadar elektrolit dan
letargi, gelisah, syok. variasi asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik.

Pantau tanda-tanda sianosis, kulit Penurunan curah jantung menyebabkan


dingin/lembab dan catat kekuatan nadi vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh
perifer. penurunan perfusi perifer (kulit) dan
penurunan denyut nadi.

Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, Kegagalan pompa jantung dapat


kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi menimbulkan distres pernapasan. Di samping
napas) itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut
menunjukkan komplokasi tromboemboli
paru.

Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat


penurunan bising usus, mual-muntah, menimbulkan disfungsi gastrointestinal
distensi abdomen dan konstipasi)

Pantau asupan caiaran dan haluaran Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
urine, catat berat jenis. menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan
fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrsi dan fungsi
ginjal.

Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Penting sebagai indikator perfusi/fungsi


(gas darah, BUN, kretinin, elektrolit) organ.
Kolaborasi pemberian agen terapeutik Heparin dosis rendah mungkin diberikan
yang diperlukan: mungkin diberikan secara profilaksis pada
Hepari / Natrium Warfarin (Couma- klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi
din) atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan
antikoagulan jangka panjang.

Simetidin (Tagamet), Ranitidin Menurunkan/menetralkan asam lambung,


(Zantac), Antasida. mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi
gaster khususnya karena adanya penurunan
sirkulasi mukosa.

Trombolitik (t-PA, Streptokinase) Pada infark luas atau IM baru, trombolitik


merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk memecahkan
bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.

DX 6 (RISIKO TINGGI) KELEBIHAN VOLUME CAIRAN B/D PENURUNAN


PERFUSI GINJAL; PENINGKATAN NATRIUM/RETENSI AIR;
PENINGKATAN TEKANAN HIDROSTATIK ATAU PENURUNAN PROTEIN
PLASMA.
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan di RS
Kriteria Hasil :
- Tekanan darah dalam batas normal
- Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
- Paru bersih
Berat badan ideal ( BB ideal TB -100 10 %)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Auskultasi bunyi napas terhadap Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat
adanya krekels. dekompensasi jantung.

Pantau adanya DVJ dan edema Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume
anasarka cairan (overhidrasi)

Hitung keseimbangan cairan dan Penurunan curah jantung mengakibatkan


timbang berat badan setiap hari bila gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan
tidak kontraindikasi. penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan
positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan
BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan
volume cairan/gagal jantung.
Pertahankan asupan cairan total Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa
2000 ml/24 jam dalam batas tetapi tetap disesuaikan dengan adanya
toleransi kardiovaskuler. dekompensasi jantung.

Kolaborasi pemberian diet rendah Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga


natrium. harus dibatasi.

Kolaborasi pemberian diuretik Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi


sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, kelebihan volume cairan.
Hidralazin/ Apresoline,
Spironlakton/ Hidronolak-
ton/Aldactone)

Pantau kadar kalium sesuai indikasi. Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik
yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.

3.1.4 Evaluasi

Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan nyeri, cemas.
2. Menurunkan kerja miokard.
3. Mencegah/mendeteksi dan membantu pengobatan disritmia yang mengancam
hidup atau komplikasi.
4. Meningkatkan kesehatan jantung, perawatan diri.
Tujuan Pemulangan
1. Tak ada nyeri dada/terkontrol.
2. Kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung adekuat/perfusi
jaringan.
3. Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri dasar.
4. Ansietas berkurang /teratasi.
5. Proses penyakit, rencana pengobatan, dan prognosis dipahami.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian
otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara
tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang
cukup.

4.2 Saran
Pasien dengan kecurigaan adanya serangan jantung harus mendapatkan diagnosis yang cepat,
penyembuhan nyerinya, resusitasi dan terapi reperfusi jika diperlukan. Pasien dengan kecurigaan atau
telah didiagnosis infark miokard harus dirawat oleh staf yang terlatih dan berpengalaman di unit jantung
yang modern. Mereka sebaiknya mempunyai akses untuk mendapat metode diagnosis yang modern dan
perawatan, baik itu di tempat perawatan awal atau di tempat yang lebih khusus. Mereka harus mendapat
informasi yang cukup setelah pulang, rehabilitasi, dan pencegahan sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT INFARK MIOKARD

Oleh:

Anyse simamora

Arniwati hulu

Fitri anna simanjuntak

Rumi hutagalung

Romaida limbong

Sri rahmi gea

Syahriani Tanjung

Wiwin panggabean

Dosen:Duma Pratiwi Purba S.kep,Ns

AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB TAPANULI TENHAH

T.A 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai