Uas Filsafat Ilmu s2 MP 2017
Uas Filsafat Ilmu s2 MP 2017
FILSAFAT ILMU
DOSEN : Dr. Suryadi
7616168317
2017
1. Dalam kajian filsafat Ilmu terdapat tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab
dan sekaligus menjadi ruang lingkup kajian filsafat Ilmu. Pertanyaan pertama
terkait dengan apa hakikat Ilmu (ontologi), bagaimana ilmu diperoleh
(epistemologi) dan untuk apa ilmu itu digunakan (aksiologi). Jelaskan dengan
lengkap tiga wilayah kajian filsafat ilmu tersebut.
Jawaban :
A. Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Ontologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Objek ilmu atau
keilmuan merupakan dunia empirik, yaitu dunia yang dapat di jangkau panca
indra dan objek ilmu merupakan pengalaman indrawi. Dengan kata lain,
ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud dengan berdasarkan pada logika semata. Dari teori hakikat
(ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain:
Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Dualisme, Filsafat
Skeptisisme dan Filsafat Agnotisisme.
Ontologi merupakan salah satu dari tiga kajian Filasafat Ilmu yang
paling kuno dan berasal dari Yunani. Beberapa tokoh Yunani yang memiliki
pemikiran yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada
masa Yunani ketika mithology masih memiliki pengaruh yang kuat,
kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan
kenyataan. Bahkan pada masa tersebut ada banyak hal yang masih mengkaji
kejadian alam dalam bentuk mistis sebagai penanggung jawab dari fenomena
alam yang sulit untuk dimengerti. Ontologi juga dapat diartikan sebagai
keberadaan (The theory of being qua being) atau Ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani, kongkret
maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2004).
Termin ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat yang ada dan
bersifat metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya, Christian Wolf (1679
1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu : Metafisika umum (ontologi
1
metafisika), dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Metafisika
khusus (kosmologi, psikologi dan teologi) merupakan pahampaham dalam
ontologi (Bakker, 1992). Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan
pandangan-pandangan pokok atau aliran-aliran pemikiran, antara
lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.
Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tidak
ada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri serta
lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya
dapat dikoreksi atau diubah oleh pengalaman berikutnya. Nihilisme berasal
dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360
SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada
satupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun rohani.
Jujun S. Suriasumantri (1985), menyatakan bahwa pokok
permasalahan yang menjadi objek kajian filsafat mencakup tiga segi, yaitu:
logika (benar-salah), etika (baik-buruk) dan estetika (indah-jelek). Ketiga
cabang utama filsafat ini lanjut Suriasumantri, kemudian bertambah lagi,
yaitu: pertama, teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, hakikat
pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam
metafisika; kedua, kajian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang
ideal, terangkum dalam politik. Dari kelima cabang filsafat seperti logika,
etika, estetika, metafisika dan politik, menurut Suriasumantri kemudian
berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian
lebih spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu. Dalam hal ini, ontologi membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau
dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dengan
begitu, telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai:
1. Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah?
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
2
3. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang dapat
membuahkan pengetahuan?
Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi merupakan azas dalam
menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan
(objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang
hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek formal tersebut dan
dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh
pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan
keberadaan.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang
filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi
melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang
keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan
berubah sesuai dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini sebuah ontologi
memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep
terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah
ontologi juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk
sebuah knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori
tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek
yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Pada tinjauan filsafat,
ontologi adalah sebuah studi tentang sesuatu yang ada.
B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme, yang berarti
pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Menurut arti katanya,
epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di
dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi
sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and
grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang
artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan
dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
3
pengetahuan dan validitas atau berlakunya sebuah pengetahuan (Darwis. A.
Soelaiman, 2007).
Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri Anglo Saxon (Amerika)
dan jarang dipakai di negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman
menyebutnya Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang
membicarakan masalah-masalah pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan,
teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemologi hanya
membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang
filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita
berbicara mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah
ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh
pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu
pengetahuan. Sedangkan Jacques Veuger berpendapat bahwa epistemologi
adalah pengetahuan tentang pengetahuan serta pengetahuan yang kita miliki
tentang pengetahuan orang lain. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material
dari epistemologi adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan. Abbas Hammami Mintarejo, memberikan pendapat bahwa
epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran
dari pengetahuan yang telah terjadi. (Surajiyo, 2008).
Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian, dasar-dasar serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode
deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
4
C. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Berikut pengertian aksiologi
menurut para ahli:
Koento (2003: 13), aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh
manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi merupakan
sebuah ilmu yang terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang
dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material.
Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan.
Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157), Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar
tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology,
yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Langeveld
berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama: etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat penilaian yang
membicarakan perilaku seseorang, sedangkan estetika adalah bagian
filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan buruk.
5
2. Untuk membantu mendapatkan pengetahuan yang ilmiah melalui penelitian
dikenal tiga sarana berfikir ilmiah, yaitu Bahasa, Matematika dan Statistika.
Jelaskan bagaimana peran masing-masing sarana berfikir ilmiah tersebut dalam
proses konstruksi keilmuan. Anda boleh memberikan contoh sebagai ilustrasi
dalam penjelasan Anda
Jawaban :
a. Bahasa sebagai Sarana berpikir Ilmiah
Ada dua hal yang harus diperhatikan masalah sarana ilmiah, yaitu
pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia
merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam
mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Bahasa sebagai alat
komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana
bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan
logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir imiah ini
sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam
berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan
bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan
kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu
sendiri sebagai sarana berpikir.
6
berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran
melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi
yang bersesuaian. Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek
matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah
buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut
matematika sebagai ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang
penting. Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa sejauh hukum-
hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan
sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan. Melalui
penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari
pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap
bangun dan pergerakan benda-benda fisika.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan
bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk
logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk
menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan
logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal. Dasar
penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.
Penalaran deduktifkadang disebut logika deduktifadalah penalaran
yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan
deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi
logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak
valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika
dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-
premisnya. Contoh argumen deduktif:
a. Setiap mamalia punya sebuah jantung
b. Semua kuda adalah mamalia
c. Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktifkadang disebut logika induktif adalah penalaran yang
berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan
umum. Contoh argumen induktif:
a. Kuda Sumba punya sebuah jantung
b. Kuda Australia punya sebuah jantung
7
c. Kuda Amerika punya sebuah jantung
d. Kuda Inggris punya sebuah jantung
e. Setiap kuda punya sebuah jantung.
8
benar. Logika Induktif berpijak kepada Statistika sebagai sarana penarikan
kesimpulan.
Pengujian berdasarkan Logika Deduktif: Penarikan kesimpulan yang
bersifat Umum ke Khusus. Kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-
premis yang dipergunakannya adalah benar dan penarikan kesimpulannya
Syah. Logika Deduktif berpijak pada Matematika sebagai sarana penalaran
penarikan kesimpulan.
9
3. Paling tidak terdapat tiga jenis kebenaran dalam Ilmu pengetahuan, yaitu
kebenaran koherensi, kebenaran, korenspondensi dan kebenaran pragmatis.
Jelaskan bagaimana peran masing-masing kebenaran tersebut dalam proses
mendapatkan pengetahuan yang benar. (gunakan skema metode ilmiah
untuk menjelaskan jawaban anda).
Jawaban :
a. Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas
objektif. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan
kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang
diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan,
ide-ide) di lapangan.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Jawa Timur
itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan
kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Jawa Timur di
Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi
ini. Teori kebenaran menurut korespondensi ini sudah ada di dalam
masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman
atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu.
Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar
bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya
10
proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhannya, pernyataan itu
dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya :
a) Sayyidina Ali adalah menantunya Rasulullah SAW. Pernyataan ini kita
ketahui dan kita terima kebenarannya dari sirah nabawiyyah.
b) Setiap manusia pasti akan mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi,
Soleh pasti akan mati.
11
4. Pada ujung pengembaraanya, ilmu pengetahuan akan bermuara pada aspek
kegunaannya di masyarakat. Pada tahap ini Ilmuwan harus memiliki tanggung
jawab sosial, memperhatikan aspek moral dan agama, dan melihat juga relasi
ilmu dan kebudayaan. Bagaimana pendapat anda terkait dengan ketiga hal
tersebut. Berikan ilustrasi untuk mempertajam jawaban anda.
Jawaban :
12