Anda di halaman 1dari 13

UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS )

FILSAFAT ILMU
DOSEN : Dr. Suryadi

NOVIANTO NUGROHO PUTRA

7616168317

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2017
1. Dalam kajian filsafat Ilmu terdapat tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab
dan sekaligus menjadi ruang lingkup kajian filsafat Ilmu. Pertanyaan pertama
terkait dengan apa hakikat Ilmu (ontologi), bagaimana ilmu diperoleh
(epistemologi) dan untuk apa ilmu itu digunakan (aksiologi). Jelaskan dengan
lengkap tiga wilayah kajian filsafat ilmu tersebut.

Jawaban :
A. Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Ontologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Objek ilmu atau
keilmuan merupakan dunia empirik, yaitu dunia yang dapat di jangkau panca
indra dan objek ilmu merupakan pengalaman indrawi. Dengan kata lain,
ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud dengan berdasarkan pada logika semata. Dari teori hakikat
(ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain:
Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Dualisme, Filsafat
Skeptisisme dan Filsafat Agnotisisme.
Ontologi merupakan salah satu dari tiga kajian Filasafat Ilmu yang
paling kuno dan berasal dari Yunani. Beberapa tokoh Yunani yang memiliki
pemikiran yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada
masa Yunani ketika mithology masih memiliki pengaruh yang kuat,
kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan
kenyataan. Bahkan pada masa tersebut ada banyak hal yang masih mengkaji
kejadian alam dalam bentuk mistis sebagai penanggung jawab dari fenomena
alam yang sulit untuk dimengerti. Ontologi juga dapat diartikan sebagai
keberadaan (The theory of being qua being) atau Ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani, kongkret
maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2004).
Termin ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat yang ada dan
bersifat metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya, Christian Wolf (1679
1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu : Metafisika umum (ontologi

1
metafisika), dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Metafisika
khusus (kosmologi, psikologi dan teologi) merupakan pahampaham dalam
ontologi (Bakker, 1992). Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan
pandangan-pandangan pokok atau aliran-aliran pemikiran, antara
lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.
Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tidak
ada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri serta
lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya
dapat dikoreksi atau diubah oleh pengalaman berikutnya. Nihilisme berasal
dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360
SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada
satupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun rohani.
Jujun S. Suriasumantri (1985), menyatakan bahwa pokok
permasalahan yang menjadi objek kajian filsafat mencakup tiga segi, yaitu:
logika (benar-salah), etika (baik-buruk) dan estetika (indah-jelek). Ketiga
cabang utama filsafat ini lanjut Suriasumantri, kemudian bertambah lagi,
yaitu: pertama, teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, hakikat
pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam
metafisika; kedua, kajian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang
ideal, terangkum dalam politik. Dari kelima cabang filsafat seperti logika,
etika, estetika, metafisika dan politik, menurut Suriasumantri kemudian
berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian
lebih spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu. Dalam hal ini, ontologi membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau
dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dengan
begitu, telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai:
1. Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah?
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?

2
3. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang dapat
membuahkan pengetahuan?
Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi merupakan azas dalam
menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan
(objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang
hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek formal tersebut dan
dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh
pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan
keberadaan.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang
filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi
melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang
keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan
berubah sesuai dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini sebuah ontologi
memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep
terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah
ontologi juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk
sebuah knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori
tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek
yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Pada tinjauan filsafat,
ontologi adalah sebuah studi tentang sesuatu yang ada.

B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme, yang berarti
pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Menurut arti katanya,
epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di
dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi
sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and
grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang
artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan
dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas

3
pengetahuan dan validitas atau berlakunya sebuah pengetahuan (Darwis. A.
Soelaiman, 2007).
Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri Anglo Saxon (Amerika)
dan jarang dipakai di negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman
menyebutnya Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang
membicarakan masalah-masalah pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan,
teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemologi hanya
membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang
filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita
berbicara mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah
ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh
pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu
pengetahuan. Sedangkan Jacques Veuger berpendapat bahwa epistemologi
adalah pengetahuan tentang pengetahuan serta pengetahuan yang kita miliki
tentang pengetahuan orang lain. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material
dari epistemologi adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan. Abbas Hammami Mintarejo, memberikan pendapat bahwa
epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran
dari pengetahuan yang telah terjadi. (Surajiyo, 2008).
Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian, dasar-dasar serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode
deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

4
C. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Berikut pengertian aksiologi
menurut para ahli:
Koento (2003: 13), aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh
manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi merupakan
sebuah ilmu yang terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang
dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material.
Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan.
Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157), Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar
tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology,
yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Langeveld
berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama: etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat penilaian yang
membicarakan perilaku seseorang, sedangkan estetika adalah bagian
filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan buruk.

5
2. Untuk membantu mendapatkan pengetahuan yang ilmiah melalui penelitian
dikenal tiga sarana berfikir ilmiah, yaitu Bahasa, Matematika dan Statistika.
Jelaskan bagaimana peran masing-masing sarana berfikir ilmiah tersebut dalam
proses konstruksi keilmuan. Anda boleh memberikan contoh sebagai ilustrasi
dalam penjelasan Anda

Jawaban :
a. Bahasa sebagai Sarana berpikir Ilmiah
Ada dua hal yang harus diperhatikan masalah sarana ilmiah, yaitu
pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia
merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam
mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Bahasa sebagai alat
komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana
bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan
logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir imiah ini
sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam
berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan
bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan
kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu
sendiri sebagai sarana berpikir.

b. Matematika sebagai sarana berpikir ilmiah


Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji
anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika.
Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan
metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di
dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu
sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik di antara mitra-mitra
bahasan filsafat lainnya.
Matematika (dari bahasa Yunani: mathmatik) adalah
studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari

6
berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran
melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi
yang bersesuaian. Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek
matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah
buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut
matematika sebagai ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang
penting. Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa sejauh hukum-
hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan
sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan. Melalui
penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari
pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap
bangun dan pergerakan benda-benda fisika.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan
bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk
logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk
menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan
logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal. Dasar
penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.
Penalaran deduktifkadang disebut logika deduktifadalah penalaran
yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan
deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi
logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak
valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika
dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-
premisnya. Contoh argumen deduktif:
a. Setiap mamalia punya sebuah jantung
b. Semua kuda adalah mamalia
c. Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktifkadang disebut logika induktif adalah penalaran yang
berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan
umum. Contoh argumen induktif:
a. Kuda Sumba punya sebuah jantung
b. Kuda Australia punya sebuah jantung

7
c. Kuda Amerika punya sebuah jantung
d. Kuda Inggris punya sebuah jantung
e. Setiap kuda punya sebuah jantung.

c. Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah


Suatu Hari seorang anak kecil disuruh Ayahnya membeli sebungkus
korek api dengan pesan agar tak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek.
Tidak lama anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri,
menyerahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata, Korek api ini benar-
benar bagus Pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala.
Penyelesaian diatas membutuhkan waktu yang lama, tidak ekonomis,
dan efisien. Penarikan kesimpulan dengan mencoba semua korek api, bukan
merupakan suatu penyelesaian yang tepat. Beberapa permasalahan seperti
hal diatas, dapat dipecahkan dengan Ilmu Statistika. Pada tahun 1645 ahli
Matematika, Chevalier de Mere dan Prancis Blaise Pascal (1623-1662)
tertarik dengan latar belakang permasalahan seperti contoh diatas, dengan
menciptakan teori yang mengembangkan teori dari cikal bakal Peluang.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru
yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa
dalam abad pertengahan.
Meskipun Statistika relative sangat muda dibandingkan dengan
Matematika, tetapi Statistika berkembang dengan sangat cepat terutama
dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Ilmu Statistika banyak
dipergunakan untuk penelitian Ilmiah, baik yang berupa Suvei maupun
eksperimen Teknik-teknik Statistika dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
untuk kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan.
Statistika merupakan ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya.
Semua Pernyataan Ilmiahnya Faktual. Dalam pengujian: suatu proses
pengumpulan fakta yang relevan dengan hipothesis yang diajukan. Pengujian
terbagi 2: Logika Induktif dan Logika Deduktif.
Pengujian berdasarkan Logika Induktif: Penarikan kesimpulan yang
bersifat Khas dari kasus-kasus yang bersifat khusus (individual) kepada yang
bersifat umum. Meskipun Premis-premis yang digunakan adalah benar dan
prosedur penarikan kesimpulannya sah, tapi kesimpulannya belum tentu

8
benar. Logika Induktif berpijak kepada Statistika sebagai sarana penarikan
kesimpulan.
Pengujian berdasarkan Logika Deduktif: Penarikan kesimpulan yang
bersifat Umum ke Khusus. Kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-
premis yang dipergunakannya adalah benar dan penarikan kesimpulannya
Syah. Logika Deduktif berpijak pada Matematika sebagai sarana penalaran
penarikan kesimpulan.

9
3. Paling tidak terdapat tiga jenis kebenaran dalam Ilmu pengetahuan, yaitu
kebenaran koherensi, kebenaran, korenspondensi dan kebenaran pragmatis.
Jelaskan bagaimana peran masing-masing kebenaran tersebut dalam proses
mendapatkan pengetahuan yang benar. (gunakan skema metode ilmiah
untuk menjelaskan jawaban anda).

Jawaban :
a. Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas
objektif. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan
kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang
diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan,
ide-ide) di lapangan.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Jawa Timur
itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan
kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Jawa Timur di
Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi
ini. Teori kebenaran menurut korespondensi ini sudah ada di dalam
masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman
atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu.
Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar
bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya

b. Teori Kebenaran Koherensi


Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada
kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau
pernyataan yang dikemukakan beberapa subjek maka semakin benarlah
ide atau pernyataan tersebut. Paham koherensi tentang kebenaran
biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F.
H. Bradley (1846-1924).
Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu
pengetahuan, pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau
dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari

10
proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhannya, pernyataan itu
dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya :
a) Sayyidina Ali adalah menantunya Rasulullah SAW. Pernyataan ini kita
ketahui dan kita terima kebenarannya dari sirah nabawiyyah.
b) Setiap manusia pasti akan mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi,
Soleh pasti akan mati.

c. Teori Kebenaran Pragmatis


Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi
dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia.[13] Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S.
Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878
yang berjudul How to Make Our Ideas Clear.
Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori
koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita
objektif, sedangkan pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu
pernyataan dengan cara menguji melalui konsekuensi praktik dan
pelaksanaannya. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran
ini bersedia menerima pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang
terpenting dari semua itu membawa akibat praktis yang bermanfaat.
Contohnya: apakah agama bisa memberikan manfaat bagi
penganutnya?. Kita dapat berkaca pada pengalaman diri dan
pengalaman banyak orang bahwa agama memberi manfaat besar bagi
kehidupan manusia setidaknya dalam lima hal yaitu:
a) Agama mampu memenuhi sense of religion.
b) Agama mampu menjawab masalah-masalah yang ada pada psikologi
manusia.
c) Agama mampu menghadirkan ketenangan, kebahagiaan, kedamaian
dan keteraturan dalam hidup.
d) Agama munjadikan pemeluknya memiliki makna dan tujuan hidup.
e) Agama mampu menjawab sekian banyak rasa ingin tahu manusia,
misalnya tentang hal-hal ghaib.

11
4. Pada ujung pengembaraanya, ilmu pengetahuan akan bermuara pada aspek
kegunaannya di masyarakat. Pada tahap ini Ilmuwan harus memiliki tanggung
jawab sosial, memperhatikan aspek moral dan agama, dan melihat juga relasi
ilmu dan kebudayaan. Bagaimana pendapat anda terkait dengan ketiga hal
tersebut. Berikan ilustrasi untuk mempertajam jawaban anda.

Jawaban :

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan


penelitian ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkab secara
keilmuan. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada
masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan
penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia.
Di sinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan
sebaikbaiknya. Peran moral adalah mengingatkan agar ilmu berkembang
secara optimal, tetapi ketika dihadapkan pada masalah penerapan atau
penggunaannya harus memperhtikan segi kemanusian baik pada tataran
individu maupun kelompok.
Berdasarkan pengertiannya, aksiologi adalah teori tentang
nilai serta bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk
(good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan
tujuan (means and and). Oleh sebab itu, ilmu harus diletakkan secara
proporsional dan memihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan.
Sebaliknya seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab agar produk
keilmuannya dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat manusia. Jika ilmu
tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan, maka yang terjadi adalah bencana
dan malapetaka.

12

Anda mungkin juga menyukai