Anda di halaman 1dari 17

PENATALAKSANAAN RECCURENT APTHOUSA STOMATITIS

PADA PASIEN ATOPI

Henny Eka Putri * , Rochman Mujayanto **


* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung
(UNISSULA)
** Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung
(UNISSULA)

Abstrak
Latar Belakang: Reccurent apthousa stomatitis merupakan penyakit
rongga mulut yang paling sering terjadi ditandai dengan adanya ulser berbentuk
oval disertai rasa nyeri pada mukosa rongga mulut. Atopi adalah kondisi
seseorang memiliki kecenderungan herediter untuk memproduksi IgE terhadap
berbagai alergen. Tujuan : untuk mengetahui definisi, etiologi, gambaran klinis,
etiopatogenesis serta penatalaksanaan dari stomatitis apthousa reccuret pada
pasien dengan riwayat alergi. Tata Laksanan Kasus : Pasien 46 tahun
mengeluhkan terdapat sariawan pada bibir atas kiri ,langit langit mulut dan
mukosa pipinya, setelah 1 bulan pasien mengeluhkan sariawan kembali pada bibir
bawah. Pemeriksaan penunjang menunjukkan kadar IgE tinggi, hasil anamnesa
dan pemeriksaan pasien memiliki riwayat alergi. Diagnosa kasus adalah reccurent
apthousa stomatitis et causa reaksi alergi dengan penatalaksanaan menghindari
makanan penyebab alergi, pemberian antihistamin, kortikostreoid dan obat kumur.
Kesimpulan : Prevalensi alergi meningkat dan disebabkan karena banyak hal
salah satunya makanan. Reaksi alergi merupakan respon tubuh terhadap sesuatu
zat tertentu. Seseorang dengan kondisi atopi cenderung memproduksi IgE yang
tinggi dan peka terhadap alergi sesuatu. Penatalaksanaan utama reccurent
apthousa stomatitis pada pasien dengan riwayat alergi adalah hindari alergen yang
menyebabkan reaksi alergi dan mengurangi simptom.

Kata Kunci : Reccurent Apthousa Stomatitis, Atopi.


PENDAHULUAN

Reccurent apthousa stomatitis merupakan penyakit rongga mulut yang

paling sering terjadi ditandai dengan adanya ulser berbentuk oval disertai rasa

nyeri pada mukosa rongga mulut. Insindensi RAS terjadi sekitar 5% sampai 66%

pada kelompok populasi orang dewasa1. Penyebab RAS tidak diketahui secara

pasti, studi mengatakan terjadinya RAS di hubungkan dengan gangguan

1
imunologi2. Karakteristik dari RAS adalah adanya ulser pada rongga mulut yang

berbentuk oval atau bulat yang nyeri,dapat berjumlah tunggal atau multipel yang

terjadi dalam 2 hari hingga 3 bulan3. Terdapat perbedaan dari ukuran serta

lamanya ulser pada rongga mulut dari 3 kelompok RAS.

RAS tipe minor terjadi sekitar 80% pada populasi ditandai adanya ulser

berukuran kecil sekitar 3 5 mm dengan jumlah 1 5 ulser yang dangkal disertai

rasa nyeri. Ulser pada tipe RAS ini berbentuk bulat dan sembuh dalam 10 14

hari sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.2 RAS Mayor terjadi sekitar 10

15 % pada populasi berukuran besar 5 10 mm, ciri khas bentuk ulser major ini

besar, dalam serta disertai rasa nyeri yang lebih dibandingkan dengan RAS minor.

Ulser sembuh dalam waktu 10 20 hari bahkan hitungan bulan dan setelah

sembuh meninggalkan jaringan parut.2 RAS herpetiform terjadi sekitar 5 10 %

pada populasi ditandai dengan ulserasi minor multipel, biasa terjadi ulser

berukuran sangat kecil 1 -2 mm dengan jumlah ulser 1- 100 disertai rasa tidak

nyaman, gambaran klinis pada RAS tipe ni menyerupai dengan ulser pada infeksi

virus herpes simplex.2

Etiologi RAS tidak diketahui secara pasti, terjadinya RAS dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, reaksi alergi, defisensi vitamin,

disregulasi imun, serta keadaan psikis/ stress. Penyebab dari RAS juga di

pengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu trauma, cedera kimia, infeksi serta

merokok.4

2
Secara histologi patogenesis terjadinya RAS diperantarai oleh peran

neutrofil, makrofag dan sel mast belum jelas. Terdapat peranan Sel T yang

masuk ke epitel rongga mulut dalam menanggapi keratinosit yang tak dikenal.

Sel T sitotoksik dan leukosit berdiffrensiasi dan menghasilkan TNF. TNF

yang akan meningkatkan respon inflamasi dan menyebabkan adhesi sel

endotel dan kemotaksis neutrofil. Secara mikroskop pada fase praulseratif

menujukkan infiltrasi limfosit pada lamina propria, dan pada fase ulseratif

menunjukkan peningkatan infiltrasi limfosit yang dikuti dengan edema dan

degenerasi epitelium1.

Prinsip pengobatan pada RAS adalah mengurangi rasa nyeri akibat

ulser, mengurangi jumlah dan ukuran ulser pada rongga mulut, serta

mencegah infeksi sekunder. Salah satu pengobatan RAS adalah dengan

pemberian steroid topikal atau anti inflamasi nonstreoid topikal. Pengobatan

ulser lebih awal pada ulser dapat mengurangi perkembangan diameter ulser.

Pemberian steroid secara sistemik mungkin dibutuhkan untuk mengelola RAS

tipe mayor. Penggunaan topical steroid dikontraindikasi pada RAS yang

diakibatkan karena infeksi virus5.

Reaksi Hipersensitivitas adalah peningkatan sensistifitas terhadap

antigen (alergen) yang pernah di kenal sebelumnya. Reaksi ini terdiri atas

berbagai kelainan yang berbeda dan yang dapat dibagi menurut berbagai cara

reaksi terjadi jika seseorang yang telah terpapar sebelumnya6. Pada saat Tubuh

terapapar alergen akan memproduksi antibodi IgE akibat terpapar suatu

antigen (alergen), dan jika terpapar kembali oleh antigen yang sama. Alergen

3
memicu terjadinya aktivasi sel mast yang mengikat IgE pada jaringan. IgE

merupakan antibodi yang sering terlihat pada reaksi melawan parasit7.

Alergi adalah suatu keadaan yang tandai oleh adanya peningkatan

kepekaan sistem imun tubuh terhadap zat tertentu, alergi seringkali dianggap

sebagai penyakit yang diperantarai oleh IgE. Atopi adalah Seseorang memiliki

kecenderungan herediter untuk memproduksi IgE terhadap berbagai alergen.

Reaksi alergi melibatkan sel mast, eosinofil, dendritik dan limfosit sel T tipe

TH2. TH2 merupakan sumber sitokin yang menggerakan reaksi inflamasi

alergi4.

Reaksi alergi dapat disebabkan oleh zat zat yang yang dapat

menimbulkan reaksi alergi yang biasa disebut dengan alergen. Alergen masuk

ke tubuh melalu beberapa jalur, yaitu inhalasi kedalam saluran nafas (hidung

dan paru), masuk atau tertelan melalui mulut kedalam saluran cerna, injeksi

obat-obatan, dan absrobsi melalui kulit6.

Alergi makanan merupakan respon imunologi abnormal terhadap

makanan atau komponen makanan yang terjadi pada seseorang yang peka

secara imunologis. Mekanismenya dipengaruhi IgE mediated dan cell

mediated atau kombinasi keduanya melalui reaksi hipersensitivitas6.

Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu pertama

reaksi hipersensitivitas tipe 1 Reaksi yang diperantarai IgE. Reaksi dapat

terjadi dalam beberapa menit setelah pemakaian obat. Reaksi ini dapat dapat

menyebabkan syok anafilaktik. Kedua, Reaksi hipersensitivitas tipe 2

4
merupakan sitotoksik dan memerlukan penggabungan antara IgE dan IgM

dengan antigen yang melekat pada sel. Ketiga, reaksi hipersensitivitas tpe 3

Reaksi Kompleks Imun , dimana Antibodi mengadakan reaksi dengan antigen

membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian mengendap pada salah

satu tempat dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan reaksi radang. Keempat,

reaksi hipersensitivitas tipe 4 merupakan reaksi ini melibatkan limfosit. Reaksi

ini di sebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12 - 48 jam setelah pajanan

dengan antigen6.

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui definisi,

etiologi, gambaran klinis, etiopatogenesis serta penatalaksanaan dari stomatitis

apthousa reccuret pada pasien dengan riwayat alergi. Manfaat dari laporan

kasus ini adalah sebagai dasar pengembangan ilmu selanjutnya dibidang

kedokteran gigi mengenai reccurent apthousa stomatitis yang merupakan

salah satu manifestasi dari reaksi alergi.

TATALAKSANA KASUS

Kunjungan I ( 28 Mei 2015 )

Subjektif: Pasien 46 tahun mengeluhkan terdapat sariawan pada bibir atas kiri

,langit langit mulut dan pada mukosa pipinya setelah 2 hari dilakukan

pencabutan gigi. Pasien merasa perih dengan adanya sariawan tersebut

sehingga pasien tidak dapat makan selama 2 hari, pasien belum mengobati

sariawannya selama 7 hari ini. Pasien datang 7 hari setelah dilakukan

pencabutan, Pasien hari ini datang untuk kontrol post pencabutan gigi 1

5
minggu yang lalu, pasien. tidak ada keluhan pada area bekas pencabutan gigi,

obat antibiotik telah dihabiskan oleh pasien, obat analgetik diminum 2x oleh

pasien karena pasien sudah tidak merasakan nyeri setelah pencabutan gigi.

Pasca pencabutan pasien diberi obat obat berupa amoxcycilin dan asam

mefenamat, sebelumnya pasien pernah melakukan pencabutan gigi dan

sebelumnya setelah pencabutan gigi pasien diberi obat paracetamol. Riwayat

penyakit pasien , pasien dalam satu tahun bisa 2-3 kali sariawan. Riwayat

alergi pasien tidak mengetahuinya, pasien bersin bersin apabila terkontaminasi

debu dan pusing jika maka makanan laut.Untuk riwayat alergi makanan tidak

diketahui oleh pasien, selama ini tidak ada keluhan akibat mengkonsumsi

makanan apapun. Riwayat keluarga pasien, ibu pasien sering sekali sariawan,

hampit tiap bulan sariawan , dan dari keluarga pasien juga mengeluhkan

bersin bersin jika terkontaminasi dengan debu.

Objektif :
- Terdapat lesi berupa ulser berukuran 15 mm bewarna putih sedikit

kekuningan disertai batas jelas bewarna kemerahan tanpa adanya

indurasi,berjumlah tunggal pada mukosa labial superior sinistra.dan

ulser berukuran 2 mm dengan batas jelas bewarna kemerahan pada

margin ginggiva gigi 23

- Terdapat lesi erosif berukuran 2 mm berjumlah mulitpel bewarna

kemerahan pada mukosa labialis superior, mukosa labialis inferior

dan mukosa buccalis sinistra

6
- Terdapat makula berukuran 4 mm berbatas tidak tegas dengan dasar

eritematous dibandingakan dengan sekitarnya pada vermillion bibir

bawah

Kunjungan I ( 28 Mei 2015 )

Hasil pemeriksaan darah lengkap, GDS, dan igE total

7
Hasil dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil tidak normal pada

nilai laju endap darah berupa 70 mm/jam, hasil igE total sebesar 456,90 IU/ml.

Assesment : reccurent apthousa stomatit et causa reaksi alergi.

Planning : pemberian obat kumur , pemberian steroid sistemik dan pemberian

antihistamin serta edukasi kepada pasien untuk tidak makan makanan yang panas

dan pedas.

R/
metil prednisolon tab 4 mg no XXI
S. 2-2-2
2-2-1
2-1-1
1-1-1
1-1-0
1-0-0
R/ loratadine tab 10 mg no X
S.3.d.d tab I
R/ tantum verde garg fl no I
s.3.d.d

Rujukan
Pada tanggal 6 Agustus 2015 Pasien di rujuk ke poli spesialis penyakit

kulit dan kelamin dengan diagnosa suspect reccurent apthousa stomatitis et causa

alergi untuk menegakkan diagnosa dan terapi yang adekuat tentang keluhan

pasien

Jawaban rujukan dr.Sp. KK dengan diagnosa : suspect alergi obat golongan asam

mefenamat dan saran : dillakukan chalengge tes pada pasien dengan

mempertimbangkan etika untuk memastikan.

8
Kunjungan II ( 5 Juni 2015 )

Subjektif: Pasien datang untuk kontrol sariawan pada bibir atas kiri setelah 7 ahri

perawatan ulserasi, sariawan telah menghilang, dan sembuh, area bekas sariawan

sudah tidak perih, obat telah habis diminum oleh pasien, obat kumur sudah tidak

digunakan

Objektif : Terdapat terdapat lesi erosif dengan dasar eritema pada bekas ulser

pada mukosa labialis superior, area bewarna lebih kemerahan dibandingkan

dengan mukosa sekitarnyaa dan Terdapat lesi erosif berukuran 1 mm, berjumlah 3

dengan bewarna kemerahan disertai batas yang jelas pada mukosa labialis

superior.

Kontrol I ( 5 Juni 2015 )

Assesment : kontrol RAS H+7

Planning : Pro kontrol ke II pada tangga; 12 Juni 2015

9
Kunjungan III ( 12 Juni 2015 )

Subjektif: Pasien datang untuk kontrol perawatan sariawannya pada bibir atas kiri

setelah 14 hari perawatan sariawannya. Pasien telah merasakan sembuh pada

sariawannya dan telah tidak merasakan perih pada area tersebut. Pasien merasakan

terdapat tonjolan pada area bekas gigi yang dicabut dan merasakan adanya

sariawan kecil apda area tersebut.

Objektif : intra oral Terdapat ulserasi pada berukruan 2 mm bewarna putih

sedikit kekuningan dengan batas jelas bewarna kemerahan tanpa adanya indurasi.

Palpasi : terdapat tonjolan tulang pada mukosa margin ginggiva gigi 23 disertai

Nyeri (+).

Kontrol II ( 12 Juni 2015 )

Assesment : Ulkus traumatikus

Planning : eliminasi tonjolan pada margin gingiva gigi 23.

10
Kunjungan IV ( 10 Agustus 2015 )

Subjektif : Pasien datang untuk kontrol 1 bulan setelah perawatan sariawan pada

bibir kiri atas, sariawan pada bibir atas telah menghilang. Saat ini pasien

mengeluhkan sariawan pada bibir bawah kiri sejak 1 hari yang lalu,sariawan

dirasakan perih. 1 hari yang lalu pasien minum obat paramex karena pusing.

Sekitar 3 minggu yang lalu pasien juga mengeluhkan sariawan. Dari riwayat

sariawan pasien mengeluhkan 2-3 kali sariawan dalam 1 tahun.pasien memiliki

kebiasaan makan makanan yang pedas dan panas. Riwayat hormonal pasien

menstruasi normal, seiap satu bulan sekali, saat sedang menstruasi pasien tidak

mengeluhkan adanya sariawan. Riwawat alergi tidak diketahui oleh pasien, pasien

memiliki riwayat bersin apabila terkontaminasi debu, pasien mengeluhkan

pusing jika makan makanan seafood. Dari riwayat keluarga, ibu pasien sering

mengeluhkan sariawan , sariawan hampir setiap satu bulan sekali, dan ibu pasien

juga memiliki alergi terhadap debu, dari riwayat alergi makanan belum diketahui..

Sosial ekonomi, pasien tergolong ekonomi rendah, pasien tinggal dengan bapak ,

serta kaka dan adiknya. Pola makan keluarga pasien berupa protein seperti telor

tempe tahu, untuk protein yang berasal dari ayam dan ikan laut sangat

jarang.pasien hampir setiap hari mengkonsumsi telor.

Objektif : terdapat area bekas ulserasi apda mukosa labialis sinistra telah

menghilang, etrdapat jaringan parut bewarna kemerahan yang warnanya beda

dengan sekitarnya.

11
Terdapat ulser berbentuk bulat berukuran 2 mm berjumlah tunggal

bewarna putih dengan batas jelas bewarna kemerahan pada mukosa

labialis inferior sinistra

Kontrol III ( 10 Agustus 2015 )

Assesment : RAS minor et causa alergi.

Planning : Pemberian obat kumur

R/ minosep garg fl no I

S.3.d.d

Kunjungan V ( 13 Agustus 2015)

Subjektif : Pasien datang untuk kontrol hari ke-3 sariawan pada bibir bawah

kiri, pasien merasakan sariawannya membesar dan mengeluhkan rasa perih

pada sariawan tersebut sejak semalam. Selama 3 hari ini pasien telah

menghindari makan makanan yang berasal dari protein telur. Pada hari rabu

12
pasien makan pepes ikan kakap, setelah makan tidak ada keluhan kemerahan

dan gatal gatal pada kulit. Saat ini pasien sedang dalam kondisi stres dan

menstruasi hari ke 5.

Objektif :

- Terdapat ulser berbentuk bulat berukuran 4 mm berjumlah tunggal

bewarna putih kekuningan dengan batas jelas bewarna kemerahan

pada mukosa labialis inferior sinistra

- Terdapat eritema berukuran 10 mm berjumlah tunggal tdengan batas

jelas dan tidak menonjol pada mukosa buccalis dextra dan sinistra

Kontrol IV ( 13 Agustus 2015 )

Assesment: reccurent apthousa stomatitis minor et causa reaksi alergi.

Planning : Edukasi kepada pasien untuk menghindari makanan penyebab alergi.

13
PEMBAHASAN

Pada pasien diatas penyebab terjadinya sariawan adalah karena reaksi

alergi dengan dugaan obat amoxcyclin dan asam mefenamat sebagai

penyebabnya, akan tetapi setelah 1 bulan perawatan pasien mengeluhkan sariawan

muncul lagi dan semakin membesar akan tetapi pasien tidak mengkonsumsi obat.

Makanan berprotein seperti susu, telur, ayam,kedelai, tepung, seafood dan ikan

ikanan merupakan makanan yang paling sering menyebabkan terjadinya reaksi

alergi. Alergi makanan adalah Respon imunologi abnormal terhadap makanan

atau komponen makanan yang terjadi pada seseorang yang peka secara

imunologis yang diperantarai oleh antibodi igE sebagai reaktan pada reaksi

hipersensitivitas tipe 1 , melalui Cell mediated sel sebagai peranan utama,atau

kombinasi keduanya6.

Hasil pemeriksaan penunjang dilakukan setelah 7 hari pasien mengeluhkan

sariawan yang menunjukkan kadar igE total yang tinggi, dari anamnesis dan dari

hasil lab menunjukkan pasien dalam kondisi atopi. Atopi adalah keadaan dimana

seseorang memiliki kecenderungan herediter untuk produksi IgE terhadap

beberapa alergen dari lingkungan penyakit atopi. Pada kondisi atopi saat terpapar

alergen, reaksi imunologis akanproduksi IgE spesifik terhadap alergen, produksi

sitokin IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh limfosit T tipe TH26.

Reaksi alergi karena makanan diperantarai oleh IgE, reaksi

hipersensitivitas tipe 1 merupakan salah satu reaksi imunologis yang diperantarai

IgE. Reaksi ini disebut reaksi cepat atau reaksi anafilaktik. Reaksi yang

14
menyebabkan manifestasi klinis setelah beberapa jam atau hari disebut dengan

delay anafilaktik. Pada reaksi ini melewati 3 fase yaitu, pertama fase sensitasi

merupakan waktu yang dibutuhkan igE sampai diikat oleh rcseptor IgE berafinitas

(fc3-R) pada permukaan sel mast/basofil. Kedua, fase aktivasi Fase aktivasi yaitu

waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel

mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

Ketiga, Fase efektor merupakan waktu terjadinya respons yang kompleks sebagai

efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas

farmakologik4.

Pada reaksi tipe 1, antigen akan ditangkap oleh fagosit dan dipresentasikan

limfosit sel T terutama sel TH2, sel ini akan melepaskan sitokin dan merangsang

sel B untuk sel plasma memproduksi IgE. IgE akan berikatan dengan reseptor

fc3RI yang berafinitas tinggi dan rendah, igE yang berikatan dengan reseptor

berafinitas tinggi akan merangsang sel mas dan basofil untuk mengeluarkan

mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrien. Sedangkan

ikatan antara IgE pada reseptor berafinitas rendah menyebabkan aktivasi respon

imun seluler dari makrofag, eosinfosil, monosit, limfosit, dan tromobosit. Pada

saat tubuh terpapar alergen, yang merupakan antigen oleh tubuh dan terjadi respon

inflamasi maka sel imun seluler melakukan fagositosis yaitu pengenalan,

pengikatan, endositosis, fagosom-lisosom, pemusnahan dan pencernaan4.

Stomatitis apthousa reccurent di tandai dengan terbentuknya ulser pada

mukosa rongga mulut. Ulser terjadi karena diskontinuitas epitel. Pada saat tubuh

terpapar alergen maka terjadi respon inflamasi dan terjadinya proses fagositosis

15
yang dilakukan oleh makrofag, nutrofil, monosit, neutrofil, basofil dan eosinofil.

Pada saat fagosit menempel pada membran yang tidak dapat dimakan, mak sel

akan melepaskan enzim lisosomnya ke laur sel yang menimbulkan kerusakan.

Pada ulser terjadi kerusakan lapisan epitel dan lamina propria berupa adanya lesi

cekung yang berbatas jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis, hal ini terjadi

karena aktivitas fagosit1.

Pemeriksaan mikroskopik pada ulser terlihat adanya inflamasi akut,

dilatasi pembuluh darah serta infiltrasi neutrofil. Pada dasar ulser akan terlihat

adanya peranan limfosit, neutrofil dan plasmosit. Neutrofil yang melakukan

fagositosis akan mendominasi pada saat praulseratif yang kemudian digantikan

oleh monosit. Dan pada fase ulseratif terlihat adanya peningkatan makrofag dan

monosit, dan sel PMN3.

KESIMPULAN

Penatalaksanaan paling utama SAR pada pasien dengan riwayat alergi

adalah hindari alergen yang menyebabkan reaksi alergi, serta dapat dilakukan

pemeriksaan dengan test untuk mengetahui makanan yang menjadi alergen.

Pengobatan RAS dilakukan untuk mengurangi gejala dan rasa tidak nyaman,

mengurangi jumlah dan ukuran ulser pada rongga mulut,mempercepat

penyembuhan ulser dan mencegah perkembangan ulser.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Neville dkk,Oral and Maxilofacial pathology. New york. Third edition.


Page 330-335
2. Burkets, 2008. Oral Medicine. New York University School of Medicine.
Eleventh Edition, Page 57-59, 456-457
3. Saraf Sanjay, 2006. Textbook of Oral Pathology. India: Jaypee
4. Baratawidjaja & Rengganis, 2009. Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Hal : 369-391
5. Ibsen & Phelan. Oral Pathology for the Dental hygienist. New York . Fifth
Edition. Page 86- 91
6. Tjokoprawiro dkk, 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran.Universitas Airlangga. Edisi-2. Hal. 26-27,45-46, 62-63
7. Vivek & Nair, 2011. Reccurent Apthousa Stomatitis : current concepts in
diagnosis and management. Kerala, India. Page 233-234

17

Anda mungkin juga menyukai