Anda di halaman 1dari 44

A.

IMPETIGO

1.1 Definisi
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit
yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api.
Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa
yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh
Streptokokus hemolitikus. Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan
terganggunya fungsi kulit 1,8.

1.2 Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-
hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan
kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di
kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang
terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat
penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal
yang padat penduduk.

1.3 Faktor Predisposisi


Faktor-faktor pencetus terjadinya Pioderma, antara lain:
a. Higiene yang kurang;
b. Menurunnya daya tahan tubuh; misalnya karena kekurangan gizi, anemia, atau
penyakitpenyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma ganas, dan diabetes
mellitus
c. Telah ada penyakit lain di kulit; karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi
kulit sebagai pelindung akan terganggu 2.

1.4 Klasifikasi Impetigo


Terdapat dua bentuk dari impetigo, yaitu:
1. Impetigo Krustosa (impetigo kantagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tilibury
Fox)
Impetigo krustosa, disebabkan biasanya oleh Streptococcus B hemolyticus.Tidak
disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak.Tempat predileksi di muka, yakni
sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dan daerah tersebut.

1
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika
pendenita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwama kuning seperti
madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta sering menyebar
ke penifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasinya glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh sero tipe tertentu.
Diagnosis bandingnya adalah Ektima. Pengobatan yang dipakai jika krusta sedikit,
lepaskan krusta dan diberi antibiotik.J ika krusta banyak, diberikan pengobatan
antibiotik sistemik 1,8
.

Gambar 2.1. Impetigo Krustosa

Gambar 2.2. Impetigo Krustosa

2. Impetigo bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)


Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, keadaan umum
tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah ketiak, dada, punggung.Sering
bersama-saina miliaria, terdapat pada anak dan orang dewasa.Kelainan kulit berupa
eritema, bula dan hula hipopion.Kadang-kadang saat datang berobat, vesikel/bula
sudah memecah sehingga yang tampak hanyalah koleret dan dasamya masih
eritematosa. Diagnosis banding dan impetigo ini adalah dermatofitosis (jika sudah
pecah dan tampak koleret).
Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika
ada, diagnosisnya adalah impetigo bullosa. Pengobatannya jika hanya terdapat
beberapa vesikel bula ditangani dengan cara memecahkan bula, lalu berikan salep

2
antibiotik atau cairan antiseptik. Jika bula vesikel banyak maka berikan pula antibiotic
sistemik 1,8.

Gambar 2.2. Impetigo Bullosa

1.5 Patofisiologi Impetigo


Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus
dimana kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan
melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,
lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri
staph menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo menyebar ke area
lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika
protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh
Stap akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan
terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau
pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan
menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang
berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering
membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta
terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang
sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm,
pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai

3
lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila
pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis2,4.

1.6 GejalaKlinis
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dan kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, vanisela, infeksi herpes simpleks,
dermatitis atopi) atau penyakit sisteniik yang menurunkan kekebalan tubuh (diabetes
melitus, HIV) 3.

a. Impetigo Bulosa
Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dan 1 cm pada kulit
yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel
berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh
Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya.
Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah
Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, vanisela, gigitan binatang dan lain-lain.
Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, sepertitempat
yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gej ala demam, lemah, diare. Jarang
sekali disetai dengan radang pam, infeksi sendi atau tulang 8,4,2.

b. Impetigo Krustosa
Awalnya berupa wama kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan
padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan
kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.
Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan dapat
menyebar dengan cepat.
Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka (tangan
dan kaki).
Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri
Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan din
sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai tempat
lain).
4
Lalu dapat sembuh dengan sendininya dalarn beberapa minggu tanpajaringan
parut.
Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan
pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang pada
ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksioleh kuman Sfreptokokus penyebab
impetigo 8,4,2

1.7 Diagnosis banding


Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal,
seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan
Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan
plak urtikaria
Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah
menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dan 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh penyembuhan
dengan hiperpigmentasi (warna kulit yanglebih gelap dan sebeluinnya).
Varisela: vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke
tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; -lesi terdapat
pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
Dermatitis atopi : keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik)
dan kulit yang kering; penebalan pada pada lipatan kulit terutama pada dewasa
(likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan
bagian dalam.
Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat yang
mengiritasi.
Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan
dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan
parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).1,4,8

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada
suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeniksaan sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pewarnaan gram,
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan kuman
coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
Kultur cairan.
Pada pemeriksaan mi umuinnya akan mengungkapkan adanya Streptococcus.
aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus
beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri sendiri.
5
b. Pemeriksaan Lain:
Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri 8,6

1.9 Terapi
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain
dan mencegah kekambuhan
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Syarat pengobatan yang baik adalah pengobatan harus efektif, tidak mahal dan
memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena
hanya diberikan pada kulit yang teriafeksi sehingga meminimalkan efek samping.
Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas pasa kulit
orang-orang tertentu. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian antibiotik topilcal
diutamakan. Karena antibiotilc topikal sama efektiffiya dengan antibiotik oral.
Pilihan antibiotik topikal adalah mupirocin 2% atau asam fusidat. Antibiotilc oral
disimpan untuk kasus dimana pasien sensitif terhadap antibiotik topikal, lesi lebih
luas atau dengan penyakit penyerta yang berat.Penggunaan disinfektan topikal
tidak direkomendasikan dalam pengobatan impetigo.Obat topikal yang diberikan
mupirocin 2% diberikan di kulit yang terinfeksi 3x sehari selania tiga sampai lima
hari. Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah Amoxicillin dengan asam
kiavulanat; cefuroxime;cephalexin; dieloxacillin; atauenitromiein selama 10 hari
8,9
.

1.10 Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. kmplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptokokus terjadi pada 1-5%
pasien terutama isia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan
antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi, terdapat urin seperti warna
teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
muncul 2
1.11 Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo
Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala rnfeksi/peradangan
Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) membuthkan perawatan medik dan
jika perlu dimulai dengan ,pemberian antibiotik secepat mungkin untuk mencegah
menyebamya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah
agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotik.
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu

6
1.Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2.Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3.Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan
pada orang lain, setelah digunakan pasien
4.Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5.Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek
dan bersih
6.Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7.Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pe
ngering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8.Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu 2,8.

1.12 Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan
yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan
lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan 1,8.

7
B. EKTIMA

2.1 Definisi

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan


oleh Streptococcus -hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau
kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai
bawah.(1,2)

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan


oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada


ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya
invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang
disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan
serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau
pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada
krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang
dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

2.2 Etiologi

Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan


olehStreptococcus -hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada
dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus,
karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini
didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. (9)

Streptococcus -hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau


menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan
imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada
pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit
diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.(9,10)

2.3 Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan


sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
8
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan
M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis.(11)

Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini
bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor
Histocompability Complex II (MHC II)) padaantigen-presenting cell tanpa adanya
proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi
dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan
interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik
dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor- (TNF-
), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin
ini menyebabkangejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cede
ra jaringan.(11,13)

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic


memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya
trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis,
benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit
yang disebabkan oleh bakteri ini. (13)

2.4 Manifestasi Klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal
ulkus superficial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan
dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah
beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada
daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.(1,2,12,13)

Gambar A: Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

9
(diambil dari kepustakaan 1)

Gambar B: Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang


kemudian pecah membentuk ulkus.

(diambil dari kepustakaan 1)

Gambar C: Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita
diabetes dan gagal ginjal

(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar D: Ektima pada aksila

(diambil dari kepustakaan 14)

2.5 Diagnosis

10
a. Anamnesis

Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien
biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.(1)

Anamnesis ektima, antara lain:(1)

Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.


Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti
gigitan serangga.
Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti
tungkai bawah.
Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk
ulkus yang tertutupi krusta
Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

b. Pemeriksaan fisik

Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus
yang tertutupi krusta.(1)

Gambar D : Krusta coklat berlapis lapis pada ektima


(diambil dari kepustakaan 2)

Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang
dangkal

(diambil dari kepustakaan 2)

11
c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan


jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi(2,12).

Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,


dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada
dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi
granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel.
Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.(2)

Gambar F: Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi

(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)

(diambil dari kepustakaan 12)

2.6 Diagnosis banding

Diagnosis banding ektima, antara lain:

a. Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di


tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multipel. (3,4,5,13,15)

12
Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

(diambil dari kepustakaan 13)

b. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan


gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.
Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih
mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung
serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih
dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya
biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa
muda. (3,4,5,13,15)

Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

(diambil dari kepustakaan 13)

13
Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

(diambil dari kepustakaan 15)

2.7 Komplikasi

Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis,


limfadenitis supuratif, dan bakteremia.(16)

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ektima, antara lain:

a. Nonfarmakologi

Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun


antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. (1,10,13,16,17,18)

b. Farmakologi

Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah


komplikasi (1,10,13,16,17,18)

Sistemik

Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi


menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.(1,10,13,16,17,18)

1. Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.


Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
14
Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2. Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari


Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara
topikal. (1,10,13,16,17,18)

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan
secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka
resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid.
Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu.
Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram
negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian
timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara
topical dan oral. (1,10,13,16,17,18)

Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan


badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit
kulit.(1,10,13,16,17,18)

2.9 Prognosis

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut


(skar).(16)

2.10 Pencegahan

Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga


untuk mencegah gigitan serangga.(16)

15
C. FOLIKULITIS

3.1 Definisi

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel rambut,
yang umumnya di sebabkan oleh bakteri gram positif staphylococcus aureus.

Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, kulit folikulitis folikulitis terbagi atas 2


jenis yaitu :

a) Folikulitis superfisialis
Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding
tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis.

b) Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul perifolikular
kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan sering terjadi rekurensi,
merupakan folikulitis piogenik dengn infeksi yang meluas kedalam folikel rambut
sampai subkutan.(1, 2)

3.2 Patofisiologi

Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di
bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa bibir.
Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan keringat
berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut. Bisa juga di
sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada folikel rambut
maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port de entry dari berbagai
mikroorganisme terutama staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis.
Kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk menjadi faktor pemicu dari
timbulnya folikulitis, sedangkan keadaan lelah, kurang gizi dan Diabetes melitus
merupan faktor yang mempercepat atau memperberat folikulitis ini. (1, 2, 3)

3.3 Manifestasi Klinis

Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada


daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada folikulitis
seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis gambaran
klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri, tetapi biasanya tidak
terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga, tergores atau akibat garukan dan
trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya dapat berupa papul atau pustul yang
erimatosa yang dan di tengahnya terdapat rambut dan biasanya multiple serta adanya

16
krusta di sekitar daerah inflamasi. Tempat predileksi biasanya pada tungkai bawah.
Folikulitis superfisialis ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari tanpa
meninggalkan jaringan parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir
sama seperti folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang
di sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat
meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.(1, 2, 4, 6, 7, 8)

3.4 Diagnosis

Diagnosa di tegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinis, pemeriksaan


bakteriologis dari sekret lesi dan kalau mendukung bisa dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Ditemukan sel-sel radang pada pemeriksaan histopatologi.

3.5 Diagnosa banding

Diagnosa banding dari folikulitis adalah :

1. Tinea Barbae.(1)
2. Acne Vulgaris. (2)
3. Kertosis Piliaris. (7)
4.
3.6 Penatalaksanaan

Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi pada
beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.

1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit, menghindari
garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian atau mencukur dan
luka atau trauma.
2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %( jika ada
eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.

Sistemik, dapat diberikan : (1)


Antibiotik (umumnya di berikan 7 10 hari) misalnya :
1. Penisilin dan semisintetiknya.
a. Penisilin G prokain injeksi 0,6 1,2 juta IU, IM selama 7 14 hari, 1
2 kali/ hari.
b. Ampisilin 250 500 mg/ dosis, 4 kali/ hari
c. Amoksisilin, 250 500 mg/ dosis, 3 kali/ hari

17
d. Kloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin), dosis 250
500 mg, 4 kali / hari.
e. Dikloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin), dosis 125
250 mg, 3 -4 kali/ hari.
2. Eritromisin 250 500 mg 3 4 kali/ hari(dewasa) dan 12, 5 25
mg/kbBB/ dosis 3 4 kali/ hari(anak).
3. Klindamisin 150 300 mg 3 4 kali/ hari (dewasa) dan 8 20 mg/
kgBB/ dosis 3- 4 ksli/ hsri(anak).(1, 6, 7, 8)
Penggunaan antiseptik dapat di berikan sebagai terapi tambahan ( misalnya :
Chlorhexidine) tetapi jangan di gunakan tanpa pemberian antibiotik sistemik.
Dianjurkan pemberian antibiotik sistemik dengan harapan dapat mencegah
terjadinya infeksi kronik.

3.8 Prognosis

Prognosa penyakit folikulitis ini adalah Baik.

18
D. FURUNKEL DAN KARBUNKEL
Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil
yang lalu berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus
jaringan nekrosis tadi meninggalkan bekas luka yang permanen. Furunkel biasanya
muncul dengan lesi yang keras, merah dan meluas dan nyeri yang akan berkurang
ketika lesi pecah. Nekrosis biasa muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu. Gejala yang
ditimbulkan tetap dan pada kasus akut dan lesi yang lebih luas biasa didapatkan
adanya nyeri yang berdenyut. Lesi pada hidung atau lubang telinga luar dapat
menyebabkan nyeri yang sangat hebat. Lesinya bisa saja hanya satu atau lebih dan
biasanya muncul bersamaan dan berkumpul. Biasanya, demam juga akan muncul dan
beberapa gejala. Pyaemia dan septikemia terjadi pada pasien dengan malnutrisi. Pada
bibir bagian atas dan pipi, trombosis sinus cavernosa jarang terjadi dan merupakan
komplikasi yang berbahaya. Tempat muncul biasanya ada pada wajah, leher, lengan,
jari-jari tangan, pantat dan sekitar alat genitalia. Beberapa penyakit sistemik bias
menyebabkan furunkulosis seperti kecanduan alcohol, malnutrisi, diskrasia darah,
disfungsi neutrophil, iatrojenik, diabetes dan AIDS. gejala sistemik biasanya jarang
terjadi. (rook hal 30.24/bolognia 1077/Andrew 257/)
Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih
dalam, dengan lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan malaise
biasa ditemukan pada pasien dan terlihat sangat kesakitan. Area yang terkena terlihat
merah, dan pustul multipel segera muncul pada permukaan, dan basah sekitar pada
folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak kuning-keabu-abuan dengan tengah
irregular yang akan sembuh setelah bergranulasi, walaupun area yang terkena akan
meninggalkan bekas yang dalam waktu yang lumayan lama. Luka permanen bisanya
akan muncul pada beberapa kasus. Karbunkel biasanya muncul pada kulit dengan
lapisan tebal. Lesi biasanya muncul di punggung, bahu, pinggul dan paha. Di kasus
tertentu, kematian bias saja terjadi karena toxaemia atau infeksi metastatic. Karbunkel
butuh waktu yang lebih lama untuk sembuh dan akan selalu meninggalkan bekas luka.
Gejala sistemik selalu ada.
(Fitzpatrick 3037, rook 30.25/bolognia 1077-1078)

4.1. Pemeriksaan klinis dan efloresensi


Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil
yang lalu berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus
jaringan nekrosis tadi meninggalkan bekas luka yang permanen. Nekrosis biasa
muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu. Tambahan, variasi sistemik factor yang
menyebabkan furunkulosis seperti obesitas, dikrasia darah, penruunan fungsi
neutrophil (high level of IgE), sedang dalam pengobaan glukokortikoid, dan defisiensi
immunoglobulin. Proses penyembuhan lebih lama terjadi pada pasien dengan
diabetes.
(rook 30.24/ fitz 3036)

19
Gambar 2. Furunkel pada bibir bagian atas1

Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih
dalam, dengan lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan lemah
biasa ditemukan pada pasien dan terlihat sangat sakit. Area yang terkena terlihat
merah, dan pustul multipel segera muncul pada permukaan, dan basah sekitar pada
folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak kuning-keabu-abuan dengan tengah
irregular yang akan sembuh setelah bergranulasi, walaupun area yang terkena akan
meninggalkan bekas yang dalam waktu yang lumayan lama. Karbunkel terjadi
umumnya pada laki-laki, mereka mungkin terlihat sehat tapi umumnya mereka
menderita diabetes, malnutrisi, gagal jantung, ketergantungan obat-obatan dan
penyakit kulit yang parah seperti dermatitis exfoliate atau pemvigus atau sedang
dalam masa pengobatan kortikosteroid.
(fitz 3037/rook 30.24)

Gambar 3. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul dan
mengeluarkan pus (fitz 3038)

4.2. Pemeriksaan Penunjang


Furunkel dan karbunkel yang parah biasanya disertai dengan leukositosis. S
aureus hampir selalu menjadi penyebab utama di beberapa daerah. Pemeriksaan
histologi pada furunkel menunjukkan proses inflamasi polimorfonuklear di dermis
dan jaringan lemak subkutaneus. Pada karbunkel, multipel abses, terpisah oleh
jaringan ikat trabekula, infiltrat pada dermis melewati ujung dari folikel rambut,
mencapai permukaan melalui jaringan epidermis yang terbuka. Diagnosis dibuat
20
berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pewarnaan gram pada pus, rantai kokus gram-
positif, atau isolasi S. aureus untuk konfirmasi diagnosis. (fitz 3038/ Medscape)

a. Pewarnaan gram dan kultur bakteri sangat baik untuk dilakukan dengan
mengambil lesi dengan pisau 15 lalu diletakkan ke gelas dan kapas swas steril.
Di ebberapa kasus tertentu, pewarnaan gram menunjukkan hasil gram kokkus
positif, dan S.aureus yang tumbuh pada media kultur. (medscape)
b. Secara histologi, hamper semua penyakit dengan radang folikel memiliki
kesamaan yaitu menunjukkan infiltratsel inflamasi pada ostium follicular dan
bagian atas pada folikel. Pada kasus umum, inflamasi terdiri dari neutrophil
dan menjadi lebih kompleks dengan adanya limfosit dan makrofag.
(Medscape)

Gambar 4. Histologi pada furunkel.1

4.3 Diagnosis
Lesi dengan pustul harus selalu dibedakan. Furunkel adalah nodul dengan
dasar yang lebih dalam, dan berbeda dengan lesi superfisial pada folikulitis
staphylococcus. Vesikopustul pada herpes simplex muncul secara terus menerus
dalam jumlah yang besar. Pustul pada akne adalah satu tipe lesi pada sindrom
polimorfik. Mereka biasanya disertai dengan papul dan komedo dan biasanya muncul
pada daerah wajah dan badan. Pustul juga bisa muncul pada erupsi halogen, biasanya
simetris dan cepat. Nodul dan abses umumnya muncul di daerah axilla dan perineum
pada hidradenitis. Tunggal atau multipel, luas, nodul dengan pus pada kulit yang
terekspose dapat meningkatkan kejadian myiasis.

4.5 Diagnosis Banding


Mendiagnosis furunkel dan karbunkel jarang ditemukan adanya kendala.
Furunkel dan karbunkel timbul secara mendadak dan gejala sistemik biasanya jarang,
21
kalau ada, ringan.3 Tabel di bawah ini menyajikan diagnosis banding furunkel dan
kabunkel serta karakteristiknya yang dapat membedakannya dari furunkel dan
karbunkel.1
a. Hidradenitis Supuratif

Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus


aureus. Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah
akil balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma/microtrauma, misalnya
banyak keringat, pemakaian deodoran atau rambut ketiak digunting.3

Penyakit ini disertai gejala kosntitusi: demam, malese. Ruam berupa nodus
dengan kelima tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan
memecah membentuk fistel dan disebut hidradenitis supurativa. Pada yang menahun
dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. Terbanyak berlokasi di ketiak,
juga di perineum, jadi tempat-tempat yang banyak kelenjar apokrin. Terdapat
leukositosis.5

b. Kista Epidermal

Kista epidermoid, juga dikenal sebagai jenis folikuler cystin fundibular, kista
keratin, epidermal kista, epidermal inklusi kista, atau kista epitel, merupakan epitel
berlapis kista keratin penuh. Istilah sebaceous kista adalah keliru dan harus dihindari,
karena kista ini tidak melibatkan kelenjar sebasea, juga tidak mengandung sebum.1
kista epidermoid adalah kulit klasik dengan punctum sentral. Lesi tidak terkait
dengan trauma biasanya terletak di dada bagian atas, punggung atas, leher, atau
kepala. Lesi traumatik yang lebih umum pada telapak tangan, telapak kaki, atau
bokong. Lesi ini dapat kulit berwarna, kuning, atau putih. Kista biasanya tumbuh
lambat dan tanpa gejala, meskipun pecah umum.1

c. Akne Konglobata

Akne konglobata merupakan bentuk yang jarang namun akne yang parah paling
sering ditemukan pada laki-laki dewasa yang tidak atau sedikit kesal sistemik. Lesi
biasanya terjadi pada badan dan tungkai atas dan sering meluas ke bokong. Berbeda
dengan jerawat biasa, lesi wajah yang tidak umum. Akne konglobata ditandai dengan
beberapa papula inflamasi, nodul lembut dan abses yang biasa bergabung membentuk
menguras sinus.6

Bentuk jerawat parah nodular yang paling umum pada laki-laki remaja, tetapi
bisa terjadi pada kedua jenis kelamin dan menjadi dewasa. Akne konglobata
(membulat berarti berbentuk massa bulat atau bola) adalah campuran dari komedo,
papula, pustula, nodul, abses, dan bekas luka. Hal ini dapat di belakang, pantat, dada,
dan, pada tingkat lebih rendah, pada bagian perut, bahu, leher, wajah, lengan atas, dan
paha. Komedo sering memiliki beberapa bukaan. Lesi inflamasi besar, lembut, dan
gelap berwarna, berbau busuk serosa, purulen, atau bahan berlendir.1

22
d. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat
di sekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis, canis dan Microsporum
gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya
adalah Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan
berakibat allopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat
terbentuk.3

Kerion merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang
hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel
radang di sekitanya. Kelainan ini menimbukan jaringan parut yang menetap. Biasanya
disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.

E. ERITRASMA

5.1 Definisi

Definisi eritrasma saat ini adalah penyakit bakteri kronik pada stratum
korneum yang disebabkan oleh satu grup bakteri coryneform aerob, yang dikenal
dengan nama Corynebacterium minutissimum. 6

Corynebacterium minutissimum merupakan bakteri Gram positif, aerob ,


tidak bergerak, tidak tahan asam. Morfologi berbentuk irregular,dapat berbentuk
batang lurus atau bengkok. Sering ada pembengkakan menyerupai gada. Sel-sel
tersusun sebagai pagar (palisade) dengan bagian-bagian yang belang pada
pewarnaan, kadang-kadang bergranula. Spesies ini juga menghasilkan enzim
katalase dan untuk spesies pathogen menghasilkan eksotoksin, tidak mempunyai
spora.2

Corynebacterium termasuk dalam flora normal. Berkembang biak dengan


baik dalam darah pada suhu 35-370C, membentuk koloni berukuran 1-1,5 mm
dengan diameter melebihi 24-48 h. Bakteri ini juga bisa dikembangbiakkan dari
contoh kulit yang terinfeksi.2

5.2 Epidemiologi

Epidemiologi dari eritrasma belum banyak diuraikan.6 Insidens


eritrasma dilaporkan sekitar 4% di dunia. 11. Penyakit ini bersifat universal,
namun lebih banyak terlihat di daerah tropik.1
23
Usia. Lebih banyak pada dewasa muda4. Namun penyakit ini dapat
menyerang semua usia, pasien termuda yang perna dilaporkan menderita
eritrasma adalah anak usia 1 th. 8

Jenis kelamin. Frekuensinya sama pada pria dan wanita4. Namun,


eritrasma pada regio kruris lebih banyak ditemukan pada pria. Studi pada th 2008
menemukan bahwa eritrasma interdigitalis lebih umum terjadi pada wanita (83%
dari 24 pasien)14

Bangsa/ras. Orang-orang yang banyak keringat, kegemukan, peminum


alkohol dan debilitas lebih sering terkena penyakit Pada ras kulit hitam lebih
banyak daripada kulit puth8
Daerah/musim. Daerah beriklim panas lebih sering terkena daripada
daerah dingin. 4
Kebersihan/hygiene. Higiene buruk berperan penting dalam
menimbulkan
penyakit. 4
Lingkungan. Panas dan lembab mempermudah timbulnya penyakit. 4

5.3 Patofisiologi

Corynebacterium minutissimum menginvasi tiga lapisan teratas dari


stratum korneum: kondisi panas dan lembab mempermudah proses proliferasi
yang terjadi. Stratum korneum menjadi semakin menipis. Corynebacterium
minutissimum menempati ruang-ruang interselular seperti layaknya sel,
menghancurkan keratin fibrils. Floresensi merah bata yang terlihat di bawah sinar
Wood merupakan hasil dari pembentukan porfirin oleh bakteri ini 12

Gambar 1. Terlihat gambaran hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, serta


pelebaran ujung-ujung pembuluh darah dan sebukan sel-sel polinuklear 4

24
Sumber: http://www.dermpathdiagnostics.com/assets/Erythrasma.pdf

Faktor predisposisi untuk erythrasma antara lain:8

* Keringat berlebihan / hiperhidrosis

* Barrier kulit yang terlalu tipis

* Obesitas

* Diabetes mellitus

* Iklim hangat

* Higiene yang buruk

* Usia lanjut

* Status imun yang menurun

5.4 Pemeriksaan fisik

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:


Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh region,
menjadi merah, teraba panas seperti kena cabai.4

Sering ditemukan di daerah dimana kulit bersentuhan dengan kulit,


misalnya di bawah payudara dan ketiak, sela-sela jari kaki dan daerah kelamin
(terutama pada pria, dimana kantung zakar menyentuh paha). 9

Tempat predileksi biasanya menyerang daerah-daerah yang banyak


keringat4 dan di daerah intertriginosa, yaitu: ketiak, lipat paha, dan daerah di
bawah payudara.3 Namun demikian, tempat yang paling sering diserang
organisme ini adalah daerah sela-sela jari kaki yang memberikan penampakan
seperti skuama yang mengalami maserasi, mirip dengan yang disebabkan oleh
infeksi jamur.3 Pada tempat-tempat yang lain organisme tersebut menimbulkan
daerah-daerah dengan tepi coklat, skuama yang tipis, dan berpermukaan seperti
sekam (gambar2)3

25
Gambar 2: Eritrasma pada aksila

Sumber: Graham Robin,Burns Tony.Lecture Notes Dermatologi, edisi ke-


8.Jakarta: Erlangga,2005: 22.

Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi


eritroskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-
coklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita.
1

Kadang-kadang berlokasi di daerah intertriginosa lain terutama pada


penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan
serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering
yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.1

Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antara eritrasma dan


diabetes melitus. Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan dianggap tidak
begitu menular, berdasarkan observasi pada pasangan suami isteri yang biasanya
tidak terserang penyakit tersebut secara bersama-sama. Eritrasma tidak
menimbulkan keluhan subjektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi oleh karena
penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.1

26
Infeksi menyebabkan terbentuknya bercak-bercak pink dengan bentuk
yang tidak beraturan, yang kemudian akan berubah menjadi sisik-sisik halus
berwarna coklat. Bisa timbul rasa gatal yang sifatnya ringan. 9

Pemeriksaan penunjang terdiri atas pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan
langsung.

1. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi


merah membara (coral red).
Pemeriksaan dengan lampu Wood adalah prosedur pemeriksaan non invasive,
dilakukan dengan menyinari seluruh daerah lesi dengan sinar ultraviolet. Pada
eritrasma terlihat floresensi merah bata terang (a bright coral-red fluorescence
)10 yang disebabkan adaya porfirin yang diproduksi oleh kuman.16

Gambar 3: florosensi merah membara

Sumber: http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/erythrasma.html

2. Sediaan langsung kerokan kulit dengan pewarnaan Gram, tampak batang


Gram positif

Bahan untuk sediaan langsung dengan cara mengerok. Lesi dikerok


dengan scalpel tumpul atau pinggir gelas objek. Bahan kerokan kulit ditambah
satu tetes eter, dibiarkan menguap. Bahan tersebut yang lemaknya sudah
dilarutkan dan kering ditambah biru metilen atau biru laktofenol, ditutup
dengan gelas penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 10
x 100. Bila sudah ditambah biru laktofenol, susunan benang halus belum
terlihat nyata, sediaan dapat dipanaskan sebentar di atas api kecil dan gelas
penutup ditekan, sehingga preparat menjadi tipis.1

Organisme terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang,


berdiameter, 1 u atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil
atau difteroid. Pemeriksaan harus teliti untuk melihat bentuk akhir ini. 1
27
Gambar 4. Corynebacterium minutissimum

5.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala-gejalanya, dan


didukung pemeriksaan penunjang.5
Pada anamnesis didapatkan riwayat:
bercak merah yang meluas, teraba panas seperti kena cabai.4
Gatal ringan (asimptomatik)9
Terbentuknya bercak-bercak pink dengan bentuk yang tidak beraturan,
yang kemudian akan berubah menjadi sisik-sisik halus berwarna
coklat.9
Pada beberapa penderita, didapatkan infeksi yang menyebar ke batang
tubuh dan daerah anus.9

Pada pemeriksaan kulit ditemukan:


Lokasi: lipat paha bagian dalam sampai skrotum, aksila, dan
intergluteal.4
Eflorosensi/sifat-sifatnya: eritema luas berbatas tegas, dengan skuama
halus dan terkadang erosif 4

28
Gambar 5: efloresensi pada eritrasma
Sumber: http://dermis.net

5.6 Diagnosis banding

Kelainan kulit kronik, non-inflamasi pada daerah intertriginosa, yang


berwarna merah kecoklatan, dilapisi skuama halus merupakan tanda eritrasma.1.
Kulit yang terdapat lesi juga menjadi mengkerut dan terlihat gambaran likenifikasi
8
. Pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan langsung KOH dapat
menentukan diagnosis1. Pitiriasis versikolor, tinea kruris, kandidiasis kutis
intertriginosa, dermatitis seboroik, dermatitis kontak merupakan beberapa
penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk eritrasma 1,4,8

Gambar 6: eritrasma dengan likenifikasi

Sumber: http://0.tqn.com/d/dermatology/1/0/q/8/erythrasma.jpg

29
5.7 Penatalaksanaan

Tujuan farmakoterapi untuk eritrasma adalah untuk mengurangi


morbiditas, untuk menghilangkan infeksi dan mencegah komplikasi.8

1. Obat topikal
a. Salap tetrasiklin 3% juga bermanfaat. Demikian pula obat anti jamur
yang baru yang berspektrum luas. Hanya pengobatan topikal memerlukan
lebih ketekunan dan kepatuhan penderita.1
b. Asam fusidat 2% merupakan anti bakteri topikal yang menghambat
sintesa protein bakteri, sehingga menyebabkan kematian bakteri.12

c. Asam benzoat 6%, asam salisilat 3% (Salap Whitfield) untuk


mengatasi infeksi dan radang yang berkaitan dengan eritrasma,
diaplikasikan pada daerah yang terinfeksi selama 1 bulan.12
d. Mikonazol krim 2%, sesuai untuk digunakan di daerah intertriginosa,
dioles tipis untuk mencegah efek maserasi, digunakan dalam 2minggu.12
e. Salap framicetin sulfat 1%6
f. Sabun anti bakteri dapat mencegah berulangnya penyakit ini6

2. Anti infeksi

a. Eritromisin merupakan obat pilihan utama. Satu gram sehari (4x250mg)


untuk 2-3minggu.1. Eritromisin merupakan obat pilihan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat
disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan sintesa protein
menjadi terganggu. Pada anak-anak, berat badan umur, dan tingkat
keparahan infeksi menentukan dosis yang tepat. Untuk infeksi yang lebih
berat, dosis ganda. 12

Gambar 12: struktur kimia eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 2000:723-5

30
Gambar 13: Posologi eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 2000:723-5

Gambar 14: Tabel penggunaan klinik eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 2000:723-5

31
Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama seperti eritromisin. Cara
kerjanya dengan menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan
menghambat disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan sintesa
protein yang tergantung RNA untuk menangkap12. Dosis dewasa: 2 kali 250-
500mg sehari. Dosis anak 5-8mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 2dosis.8
3. Edukasi

Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya


eritrasma:7
-Menjaga kebersihan badan
- Menjaga agar kulit tetap kering
- Menggunakan pakaian yang menyerap keringat
- Menghindari panas atau kelembaban yang berlebihan.

5.8 Prognosis

Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan menyeluruh1.
Apabila tidak mendapat pengobatan, keadaan penyakitnya akan bertahan dan
kemungkinan menjadi parah tidak terlalu besar2. Relaps dapat terjadi bila terdapat
faktor predisposisi.6

F. ERISIPELAS

6.1 Definisi
Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai
dengan keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Ia disebabkan oleh bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup A dan jarang disebabkan oleh S. aureus. Pada
bayi yang baru lahir, bakteri Streptococcus b-hemolytic grup B bisa menyebabkan
erisipelas. Limfaedema, vena stasis, dan obesitas merupakan faktor resiko pada
pasien dewasa.1

6.2 Etiologi
Erisipelas pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup A, Staphylococcus aureus, dan gabungan bakteri
anaerobik fakultatif, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif seperti
Clostridia. Erisipelas jarang disebabkan oleh Streptococcus grup C dan G. Bakteri
Streptococcus B hemolytic grup B bisa menginfeksi bayi baru lahir yang biasanya
disebabkan oleh penyakit erisipelas abdomen atau perianal pada wanita setelah
baru melahirkan.1,2,3,4

32
6.3 Patogenesis
Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah
trauma pada kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus,
peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa
menjadi port of the entry penyakit ini. Bakteri streptokokus merupakan penyebab
umum terjadinya erisipelas. Infeksi pada wajah biasanya disebabkan oleh bakteri
streptokokus grup A, sedangkan infeksi pada kaki disebabkan oleh bakteri
streptokokus non-grup A. Bakteri ini menghasilkan toksin sehingga menimbulkan
reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak berwarna merah cerah,
plak edematous dan bulla.2 Erisipelas pada wajah berawal dari bercak merah
unilateral dan kemudian terus-menerus menyebar melewati hidung sampai ke sisi
sebelahnya sehingga menjadi simetris. Nasofaring mungkin menjadi port of the
entry erisipelas pada wajah bila disertai dengan riwayat streptokokal faringitis.
Pada erisipelas di daerah extremitas inferior, pasien mengeluh adanya pembesaran
kelenjar limfatik femoral dan disertai demam.1

6.4 Gejala klinis


Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu, menggigil,
nyeri kepala, muntah dan nyeri sendi.3,5,6 Kelainan kulit yang utama adalah
eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi
dengan tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bulla dan terdapat
leukositosis.5
Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke
inflamasi berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu titik
dan dapat menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak kemerahan,
panas, terasa sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas tegas dengan
bagian tepi meninggi yang dapat dirasakan saat di palpasi dengan jari. Pada
beberapa kasus, vesikel dan bulla berisi cairan seropurulen. Pembengkakan nodus
limfe di sekitar infeksi sering ditemukan. Bagian yang paling sering terkena
adalah kaki dan wajah.. Pada kaki, sering ditemukan edema dan lesi bulla.
Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat hidung atau di depan
cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala. Infeksi biasanya terjadi
bilateral dan ia jarang disebabkan oleh trauma. 7

6.5 Diagnosis
a. Anamnesis 1
Keluhanan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah dan/atau kaki disertai
rasa nyeri.
Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral lama-kelamaan
menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem di tungkai bawah yang
sebelumnya dirasakan nyeri di area lipatan paha. Disertai gejala-gejala konstritusi
seperti demam, malaise, flu, menggigil, sakit kepala, muntah dan nyeri sendi.

33
Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat penjepitan tali
pusat yang tidak steril pada bayi
Riwayat pengobatan : pernah dioperasi
Faktor resiko : vena statis, obesitas, limfaedema
b. Pemeriksaan fisis 4
Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas garukan dan abrasi,
bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik femoral.
Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya
meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang berisi cairan seropurulen.
c. Pemeriksaan penunjang 3
Bakteri dapat di indentifikasi melalui pemeriksaan biopsi kulit dan kultur. Spesimen
untuk kultur bisa diambil dari apusan tenggorokan, darah dan cairan seropurulen pada
lesi. Pada pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya polimorfonuklear
leukositosis, meningkatnya laju endap darah (LED) dan juga meningkatnya C-reaktif
protein.

Gambar 1. Erisipelas. Bercak Gambar 2. Erisipelas. Bercak eritem pada


kemarahan pada tungkai bawah yang kedua pipi yang berbatas tegas. Pasien
disertai rasa nyeri yang batas tegas. 1 disertai rasa nyeri, demam dan menggigil. 1

7 Diagnosis banding
a. Selulitis

b. Dermatitis Kontak Alergi

6.7 Penatalaksanaan
Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki yang
diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptik.
Penicilline merupakan obat antibiotik pilihan utama dan memberikan respon
sangat bagus untuk penyembuhan erisipelas. Pemberian obat harus disesuaikan
dengan kondisi penyakitnya :
a. Infeksi sedang 5

34
- Procaine penicillin (penicillin G) 600,00 IU i.m 1-2x setiap hari
- Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari
- Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan dicloxacillin 500-
1000 mg p.o
- Jika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau
clindamycin 150 300 mg p.o
b. Infeksi berat 5
- Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit
infeksi
- Penicillin G 10,000,000 IU i.v
- Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-1000
mg i.v atau flucloxacillin 1 g i.v
- Jika pasien alergi penicillin, berikan vancomycin 1.0-1.5 g i.v setiap
hari
Obat Topikal2 :
Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %.
Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin,
Garamycin, Gentamycin.

6.8 Prognosis
Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi tidak
menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan terapi
antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien yang
memiliki faktor predisposisi.2 Jika tidak diobati akan ia menjalar ke sekitarnya
terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama, dapat terjadi
elephantiasis.6

G. Kusta

7.1 Definisi
Kusta adalah penyakit infeksi granulomatous kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae, terutama mengenai kulit, sistem saraf perifer,
namun dapat juga terjadi sistem pernapasan bagian atas, mata, kelenjar getah
bening dan testis dan sendi-sendi.

7.2 Etiologi
Meskipun gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor
pencetus reaksi kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum
diketahui. Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas
akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan
imunitas yang telah ada.
35
Faktor pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya hal tersebut ialah
infeksi, stress mental dan fisik, kehamilan , vaksinasi, faktor hormonal dan
nutrisi. 4,6,7

7.3 Klasifikasi
Pengklasifikasian reaksi kusta yang paling banyak dipakai dewasa ini adalah1 :
1. Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi
reversal upgrading)
2. Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
(ENL/eritema nodusum leprosum), dan
3. Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk yang
lebih berat.
Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1
dan tipe 2 yaitu pada reaksi tipe yang memegang peranan adalah imunitas
seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah
imunitas humoral.

Tabel 1. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2

No Gejala / Tanda Tipe 1 Tipe2

1. Kondisi umum Baik atau demam ringan Buruk, disertai malaise

dan febris

2. Peradangan di kulit Bercak kulit lama Timbul nodul


menjadi
kemerahan, lunak dan
lebih meradang
nyeri tekan. Biasanya
(merah),
pada lengan dan
dapat timbul bercak
baru. tungkai. Nodul dapat

pecah (ulserasi)

3. Waktu terjadi Awal pengobatan MDT Biasanya setelah

pengobatan yang lama,

36
umumnya lebih dari 6

bulan

4. Tipe Kusta Dapat tipe PB dan MB Hanya terjadi pada MB

5. Saraf Sering terjadi, Dapat terjadi


umumnya

berupa nyeri tekan saraf

dan/atau gangguan
fungsi

saraf

6. Peradangan pada Hampir tidak ada Terjadi pada mata,

organ lain KGB, sendi, ginjal,

testis, dll

Tabel 2. Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat Tipe 1 dan Tipe 2

No Gejala / Tipe 1 Tipe 2

Tanda

Ringan Berat Ringan Berat

1. Kulit Bercak : Bercak : Nodul : Nodul : merah,

merah, tebal, merah, tebal Merah, panas, panas,nyeri yang

panas, nyeri panas, nyeri nyeri bertambah parah

yang bertambah sampai pecah

parah sampai
pecah

37
2. Saraf Tepi Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada

perabaan (-) perabaan (+) perabaan (-) perabaan (+)

3. Keadaan Demam (-) Demam (+) Demam (+) Demam (+)

Umum

4. Gangguan - - - +

pada organ Terjadi

lain peradangan

pada:

Mata :
Iridocyclitis

Testis:Epididim
oorchitis

Ginjal : Nefritis

Kelenjar limpa:

Limfadenitis

Gangguan pada

tulang, hidung

dan tenggorokan

* Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai

reaksi berat

38
7.4 Gejala Klinis
Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada: multiplikasi dan
diseminasi kuman M. Leprae, respons imun penderita terhadap kuman M. Leprae
dan komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai


kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta
lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline
leprosy).

Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi


kutaneus, neuropathi, dan mata. Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan
distribusi lesi pada kulit. Makula hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol
sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa
plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat
sering sebagai indikasi tipe borderline.

Tanda-tanda umum dari neuropati lepra : 1) neuropati sensoris jauh lebih


umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi neuropati motorik murni dapat
juga muncul. 2) mononeuropati dan multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan
saraf ulna dan peroneal yang lebih sering terlibat dan 3) neuropati perifer simetris
dapat juga timbul

Gejala dari neuropati lepra biasanya termasuk berikut: a) anesthesia, tidak


nyeri, patch kulit yang tidak gatal, pasien dengan lesi kulit yang menutupi cabang
saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya kerusakan motoris
dan sensoris.

b) deformitas yang disebabkan kelemahan dan mensia-siakan dari otot-otot yang


diinervasi oleh saraf perifer yang terpengaruh (claw hand atau drop foot
menyusul kelemahan otot), c) gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi
hilangnya sensasi, paresthesia dalam distribusi saraf-saraf yang terpengaruh,
nyeri neuralgia saat saraf memendek atau diregangkan dan d) lepuh yang timbul
spontan dan ulcus tropik sebagai konsekuensi dari hilangnya sensoris

Gejala yang terlihat pada suatu reaksi

reaksi reversal onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan
munculnya lesi-lesi kulit yang baru
reaksi ENL nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri
otot, dan mata merah.Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa
nodus eritema,dan nyeri dengan tempat predileksi di lengan dantungkai.
39
Bila mengenai organ lain dapat menimbulkangejala seperti iridosiklitis,
neuritis akut,limfadenitis,arthritis,or kitis, dan nefritis yang akut dengan
adanya proteinuria.Ia juga dapat disertai gejala konstitusi dari ringan
sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik pula.
Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf
perifer yang menghasilkan claw hand atau drop foot.

Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan
alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya.
Sekunder disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis
N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus
yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian bagian mata lainnya. Secara
sendirian atau bersama sama akan menyebabkan kebutaan10.

7.5 Pemeriksaan Penunjang


Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada reaksi
kusta antara lain :10

a. Pemeriksaan laboratorium, seperti :


1. Hitung sel darah lengkap
2. Glukosa darah, BUN, creatinine, liver function tests
3. HIV status, terutama nonresponder
4. Kerokan kulit dan atau mukosa hidung untuk AFB
5. Keluarga dan atau screening kontak untuk bukti terjangkit

b. Pemeriksaaan bakterioskopik
Pada pemeriksaan bakterioskopik di ambil sediaan dari kerokan jaringan
kulit atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA
ZIEHL NEELSON.

40
Gambar 6 : Kuman solid

c. Imaging Studies
1. Foto thorak
2. Foto rontgen untuk mendeteksi keterlibatan tulang
3. MRI atau CT dari sendi neurophatik saat diperlukan
4. Magnetic resonance (MR) neurography pada kondisi khusus
5. Ultrasonography dan Doppler ultrasonography
Tes Yang Lain

1) Tes Imunologi
a. Lepromin test
b. Respon imun seluler melawan M leprae juga dapat dipelajari
dengan lymphocyte transformation test dan lymphocyte migration
inhibition test (LMIT). Tes berdasar pada deteksi antibody M lepra
atau antigen.
c. Tes serologi
d. Estimasi dari komponen spesifik M leprae pada jaringan
2) DNA Recombinant dan polymerase chain reaction (PCR)
3) Penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk sebagai
berikut:
konduksi yang melambat secara segmental terlihat pada tempat-
tempat terperangkap (segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal
memanjang, berkurangnya (sensorik atau motorik) velositas konduksi
saraf
berkurangnya amplitude dari evoked motor responses (compound
muscle action potentials [CMAPs] atau hilangnya amplitodo rendah
dari potensial sensoris.
Saraf-saraf yang paling sering terlibat didalamnya adalah saraf
ulnaris, peroneal, median, dan saraf-saraf tibial.
Sedangkan pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan histopatologi. 6,8,12

1. Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel


darah merah dalam urine yang dapat menunjukkan terjadinya
41
glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop, dapat terlihat kompleks imun pada glomerulus ginjal. Pada
pemerksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN, trombositosis,
peninggian LED, anemia normositik normokrom dan peninggian kadar
gammaglobulin
2. Pemerikaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa
lapisan infiltrat pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan
LL. Selain itu, akan tampak peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi
kapiler pada dermis bagian atas dan pada dermis bagian bawah terdapat
infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang lokalisasinya disekeliling
pembuluh darah dan menyerang dinding pembuluh darah. Terdapat
pembengkakan dan edema endothelium vena, arteriole dan arteri-artei
kecil pada lasi ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat disekitar
pembuluh darah. Kerusakan dinding vaskuler ini mengakibatkan
ekstravasasi eritrosit.

7.6 Penatalaksanaan
Prinsip dalam penatalaksanaan reaksi kusta : 6

1. Mengontrol neurtis akut dalam rangka pencegahan anastesi, paralisis


dan kontraktur
2. Menghentikan kerusakan pada mata dan mencegah kebutaan.
Lebih jauh beberapa kepustakaan menyatakan bahwa penatalaksanaan reaksi
kusta itu sendiri berbeda tergantung manifestasi dan berat ringannya penyakit.
13

a . Reaksi ringan

Pada reaksi ENL ringan dapat diberikan analgesik / antipiretik seperti


Aspirin atau Asetaminofen.

b. Reaksi berat

Berikut adalah pedoman WHO untuk pengelolaan reaksi eritema nodosum


leprosum (ENL) berat.

Prinsip umum:

42
1. Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat bervariasi dalam
manifestasinya.
2. Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di pusat
rujukan.
3. Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat disesuaikan oleh
dokter sesuai dengan kebutuhan pasien individu
Manajemen dengan kortikosteroid:

1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.


2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dan
nyeri.
3. Gunakan prednisolon dengan dosis per hari tidak melebihi 1mg/KgBB
dengan total durasi pemberian 12 minggu.

Manajemen dengan klofazimin dan kortikosteroid:

Adapun pemberiannya adalah untuk indikasinya pada kasus ENL berat


yang tidak berespon dengan pengobatan kortikosteroid atau dimana risiko
toksisitas dengan kortikosteroid yang tinggi.

1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.


2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dan
nyeri.
3. Gunakan prednisolon dengan dosis per hari tidak melebihi 1mg/KgBB.
4. Mulai pemberian klofazimin 100mg 3xsehari selama maksimum 12
minggu.
5. Teruskan terapi standar prednisolon. Dilanjutkan dengan pemberian
klofazimin seperti di bawah ini.
Manajemen dengan klofazimin saja:

Indikasinya pada kasus ENL berat dimana terdapat kontraindikasi


penggunaan kortikosteroid.

1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.


2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dan
nyeri.
3. Mulai pemberian klofazimin 100mg 3xsehari selama maksimum 12
minggu.
43
4. Kurangi dosis klofazimin sampai 100mg 2xsehari selama 12 minggu dan
kemudian 100mg 1 x sehari selama 12-24 minggu.
Obat lain yang berguna dalam pengobatan reaksi ENL adalah
pentoxifylline saja atau dalam kombinasi dengan klofazimin / prednisolone.
Karena alasan efek samping teratogenik, WHO tidak menganjurkan
penggunaan thalidomide untuk manajemen reaksi ENL pada kusta.

44

Anda mungkin juga menyukai