Anda di halaman 1dari 27

REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Laporan referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepanitraan


Klinik Senior Departemen Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Pertamina Bintang
Amin, Bandar Lampung

Oleh:

Asti Rahmita P, S. Ked


RA Ginda Prasilly, S. Ked
Sri Zuryani, S. Ked
Taufik Rizal, S. Ked

Pembimbing: dr. Silman Hadori, Sp. Rad, MH. Kes

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ILMU RADIOOGI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kekhadirat Allah SWT, Karena izin Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Laporan referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti


kegiatan Kepanitraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Radiologi yang
dilaksanakan di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada. Pada Kesempatan
ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Silman Hadori, Sp. Rad, MH.
Kes selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan agar tugas ini lebih akurat dan bermanfaat. Tentunya
penulis menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca agar kedepannya penulis dapat memperbaiki dan menyempurnakan
kekurangan tersebut. Besar harapan penulis agar laporan referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru
bagi mahasiswa untuk meningkatkan keilmuannya.

Bandar Lampung, Desember 2015

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah masih terus menjadi masalah


kesehatan utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab
baru atau lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat anti-mikroba telah banyak
ditingkatkan. Selain itu, masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan
pendekatan diagnostik dan penanganannya.1,2

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.2

Menurut Riskesdas, penyebab kematian balita karena pneumonia adalah


no 2 dari seluruh kematian balita (15, 5%). Sehingga jumlah kematian balita
akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x 196.579), atau rata-
rata 83 orang balita meninggal setiap hari akibat pneumonia. Angka ini sangat
besar, sehingga perlu menjadi perhatian bagi pengelola program ISPA.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PARU

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia
tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda.

Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran


udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak
merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan
kartilago, yang kemudian disebut bronkiolus. Bronkiolus terminalis membuka saat
pertukaran udara dalam paru-paru.4

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Silia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring.

Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme


pertahanan paru. Sel goblet pada trakea dan bronkus memproduksi musin dalam
retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya
pada beberapa gangguan seperti bronkitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi
mukus dan peningkatan produksi sputum.4

Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal


sampai terminal: bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.4

2
Gambar 1. Anatomi bronkus beserta cabangnya.5

Pada pemeriksaan luar paru kanan lebih pendek dan lebih berat
dibanding paru kiri. Paru kanan dan kiri dibagi oleh alur yang disebut incissura
interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus,
yaitu:4

1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior.

2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis.

3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: superius, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal.

3
Paru kiri dibagi menjadi 2 lobus, yaitu:

1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: superius, anteromediobasal, laterobasal, dan


posterobasal4

Gambar 2. Gambaran segmentum


pada paru.5

4
B. Gambaran Radiologi Thoraks Normal

Gambar 3. Ilustrasi anatomi thoraks.6

Beberapa perhatian yang berkaitan dengan gambaran radiologi thoraks:7


Bayangan hilus
Secara dominan disebabkan oleh arteri pulmonalis; hilus kiri lebih kecil
dan sedikit lebih tinggi dibandingkan hilus kanan.7
Fisura horizontal
Suatu bayangan garis rambut berwarna putih yang memisahkan lobus
kanan atas dan tengah dan meluas sampai hilus kanan: fisura ini tidak
selalu terliahat.7
Bayangan jantung
Atrium kanan terlihat sedikit di sebelah kanan tulang belakakng torakal.
Batas inferior dibentuk oleh ventrikel kanan dan batas kiri oleh ventrikel
kiri.7

Diafragma

5
Diafragma kanan biasanya lebih tinggi dibandingkan sisi kiri, walau
kadang-kadang dapat terjadi sebaliknya.7
Trakea
Berada pada garis tengah dengan bifurkatio setinggi T6. Trakea
mengalami defisiasi sedikit ke kanan setinggi tonjolan aorta.7
Lapangan paru
Arteri intrapulmonal menyebar dari hilus pulmonal dan semakin
mengecil menuju perifer memberikan sebagian besar gambaran paru,
dengan komponen yang lebih kecil dari vena pulmonalis. Paru kanan di
bagi menjai tiga lobus: lobus atas, lobus tengah yang kecil, dan lobus
bawah. Paru kiri memiliki 2 lobus bagian atas (termasuk lingula) dan
bagian bawah

Gambar 4. Gambar dan keterangan rontgen thoraks norma.6

Menilai gambaran radiologi thoraks7

6
Paru
Lakukan pemindaian pada kedua paru, dimulai dari bagian apex dan terus
kebawah. Bandingkan penampangkan setiap zona dengan sisa lainnya.
(paru dapat dibagi kira-kira dibagi menjadi tiga zona: atas, tengah, dan
bawah). Satu-satunya bayangan yang terlihat secara normal selain fisura
secara normal pastilah berasal dari vaskular, sehingga konsentrasilah
untuk mencari bayangan homogen pada tiap area atau lesi masa.
Mungkin lebih mudah untuk menjelaskan suatu opasitas di dalam suatu
zona dan kemudian menentukan lobus paru. 7

Bayangan hilus
Merupakan tempat yang paling sering untuk limfadenopati dan
karsinoma bronkus: cari peningkatan densitas dan ketidakteraturan
seperti pembesaran bayangan hilus. 7

Bayangan jantung
Perhatikan ukuran dan bentuk jantung. Pembesaran ruang jantung
tertentu sering sulit diidentifikasi: perhatikan dan berikan tanggapan pada
ukuran jantung secara keseluruhan. 7

Mediastinum
Nilai adanya lesi masa dan pergeseran mediastinum oleh trakea dan
bayangan jantung. 7

Diafragma
Sudut kostophrenikus harus terlihat jelas, lancip, dan dalam. Sudut yang
tumpul mungkin mengindikasikan adanya efusi pleura atau penebalan
pleura lama. Permukaan bagian atas harus tegas: ketegasan yang buruk
sering menunjukan adanya kelainan paru basal. Pendataran diafragma
menunjukkan adanya hiperplasi dan penyakit jalan napas obstruksi. 7

Tulang dan jaringn lunak

7
Perhatikan bagian tepi film; perhatikan iga untuk mengetahui adanya
fraktur atau deposit sekunder; penampakan bayangan payudara dan
apakah telah dilakukan mastektomi; bagian bawah diafragma; bahu, dan
sebagainya. 7

Posisi Pemeriksaan Rontgen Thoraks


Sudut pandang standar yang digunakan adalah proyeksi posteroanterior
(PA) dengan bagian depan dada pasien berlawanan dengan film dan pancaran
sinar-X diarahkan pada punggung; posisi lainnya disebutkan dibawah ini.7


Lateral: mengetahui lokasi kelainan yang terlihat pada posisi PA.

Anteroposterior (AP): digunakan untuk pasien yang sakit; karena adanya
pembesaran, sulit untuk menilai ukuran jantung padsa proyeksi ini.

Supine: berguna pada bayi dan pasien sakit; tidak mungkin menilai ukuran
jantung pada posisi ini.

Tegak: mendeteksi gas dibawah diafragma pada kecurigaan perforasi
viskus abdominalis.

Gambar 5. Macam-macam posisi foto rontgen thoraks8

Proyeksi proyeksi berikut jarang digunakan.

8

Oblik : berguna untuk memperlihatkan kelalinan pleura, dinding dada dan
iga

Posisi apikal : pasien berdiri tegak dan bersandar kebelakang untuk
memberikan pandangan bebas tulang pada apeks paru

Ekspirasi: pneumothoraks akan tampak lebih jelas.

Lateral dekubitus: efusi pleura yang sedikit atau efusi subpomonal dapat
diketahui lebih mudah dengan miring ke sisi yang terkena. Namun
demikian, pemeriksaan ultrasonografi merupakan pilihan yang lebih
mudah.7

Gambar 6. Gambaran posisi oblik (gambar atas) dan decubitus (gambar


bawah) 9

C. FISIOLOGI

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi


sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi

9
(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara
atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan
disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti
proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.
Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut,
faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.10

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.10

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai


konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental,
bronkus subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus
nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus
respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan
alveoli.10

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan


sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris
sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga,
bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang
keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian
percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan
percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai
kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus
alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian
respirasi.10

D. ETIOLOGI

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim


paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus

10
pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan
Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis,
Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.11,12,13

Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan


bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H.
influenza, Proteus sp dan Pseudomonas aeruginosa. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang
bervariasi. Virus, tuberkulosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah
dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi
sesuai agen etiologinya. 11,12,13

E. PATOFISIOLOGI

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,


aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-
lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus
bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi
cairan dan sisa-sisa sel.14

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan


bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi
sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus

11
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema
dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.14

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.14

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.14

3. Stadium III (3 8 hari)

12
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.14

4. Stadium IV (7 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.14

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.(14

F. MANIFESTASI KLINIS

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris


bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40
derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispneu pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan
diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah
beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.15

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

13
Inspeksi : Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung
d dan mulut, retraksi sela iga.

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai
ron ronki basah gelembung halus sampai sedang.15

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya


daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. 15

G. KLASIFIKASI

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.16

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: 16


1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab: 16


1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia.

14
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi: 16
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua.
3. Pneumonia interstisial.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

15
a. Radiologi

Gambar 7. Gambaran rontgen bronkopneumonia16


Bercak-bercak dengan jaringan sehat disekitarnya

Awan tipis/tebal atau bercak berkofluens, bila proses sudah meluas,
(noduler opak kecil, berbatas tegas dan berkelompok irregular)


Perselubungan ringan pada seluruh paru-paru tengah dan bawah.
Letaknya biasanya di lapang paru bawah/tengah, walaupun bias diatas
paru: oleh karena perluasan proses infeksi bronkial menuju ruangan
paru-paru yang dipengaruhi oleh gravitasi. Makanya pada bayi sering di
lapang tengah paru (soalnya banyak berbaring).17

16
Gambar 8. Gambaran perbedaan pneumonia lobar dan pneumonia lobularis
(Bronkopneumonia)18

Gambar 9. Gambaran patchy apperance pada bronkopneumonia18

17
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah.19

Gambar 10. Gambaran bronkopneumonia20

Bilateral bronkopneumonia: terlihat densitas berupa bercak-bercak yang


difus diseluruh paru. Bronkopneumoni bisa bilataeral, seperti pada kasus ini,
tetapi bisa juga hanya terbatas pada satu bagian paru saja. Bisa disebabkan oleh
berbagai jenis infeksi, termasuk tuberkulosa.20

18
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opak (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peri bronkial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B).
Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multi fokal, tepi tidak rata,
corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal,
namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C).21

Gambar 2.11 Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada


bronkopneumonia21

Pada foto thoraks posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen


pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa.5

19
Gambar 2.12 Foto thoraks PA pneumonia lobularis (bronkopneumonia)21
b. CT Scan

Gambar 2.13

Gambaran

CT- scan pada

bronkopneumonia21
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer. 21
c. Laboratorium

20
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, infeksi rendah atau
normal dapat disebabkan oleh infeksi virus atau pada infeksi berat hingga tidak
terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi gram negative atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.15

I. PENATALAKSANAAN

a. Antibiotik
Pilihan empiris antibiotik untuk pasien bronkopneumonia yang tidak
memerlukan perawatan intensive biasanya berespon terhadap beta laktam generasi
ke tiga (seperti Ceftriakson atau Cefotaxim) dengan atau tanpa Macrolid
(Claritromisin atau Azitromicin dianjurkan jika ada kecurigaan infeksi H.
influenza) atau Fluoroquinolon (dengan peningkatan kemampuan membunuh S.
pneumoniae). Antibiotic alternative antara lain Cefuraxime dengan atau tanpa
Macrolid atau Azitromicin saja. Pilihan antibiotik dapat tunggal atau kombinasi.
Antibiotik tunggal yang paling cocok diberikan yang gambaran klinisnya sugestif
disebabkan oleh tipe kuman yang sensitif. Kombinasi antibiotik diberikan dengan
maksud untuk mencakup spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk
meningkatkan aktivitas spektrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapatkan
hasil kultur dan tes sensitivitas maka hasil ini dapat dijadikan untuk memberikan
antibiotik tunggal.22
b. Terapi suportif

Terapi O2 untuk mencapai saturasi 95-96%

Nebulizer untuk pengenceran dahak yang ketal, dapat disertai bronkodilator
bila disertai bronkospasme

Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak

Pemberian cairan.22

J. KOMPLIKASI

21
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thoraks (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.23

22
BAB III

KESIMPULAN

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.2

Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,


konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah.19
Penanganan bronkopneumonia terdiri dari terapi medikamentosa berupa
pemberian antibiotik dan terapi supportif. Hasil pengobatan biasanya bagus,
namun tingkat mortalitas lebih tinggi pada penderita manula. 22

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Levison, M. Pneumonia, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
2002. Jakarta: EGC
2. Soeparman Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1999. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.hal: 695-705
3. Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia. RISKESDAS 2013.
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-pneumonia.pdf. Diakses pada
tanggal 12 desember 2015.
4. Snell, R. S. Anatomi Klinik Edisi 6. 2006. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2.
Edisi 21. 2000. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
6. Bhardwaj U. Emergency Radiology in Surgery.
www.slideshare.net/503mad/radiology-in-surgery-by-dr-upendra. Diakses
pada tanggal 16 desember 2015
7. Patel Pradip R, Lecture Note Radiologi. 2007. Jakarta : Erlangga.
8. Lim I. Chest x-ray radiography.
http://www.radtechonduty.com/2015/02/chest-xray.html. Diakses pada
tanggal 16 desember 2015.
9. Ahmad N. Tips and techniques for decubitus and oblique chest x-rays.
http://www.auntminnie.com/index.aspx?
sec=ser&sub=def&pag=dis&ItemID=52402#nav-right. Diakses pada
tanggal 16 desember 2015..
10. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. 2004. Jakarta: EGC.
11. Robins, Kumar. Buku Ajar Patologi II. 1995. Jakarta: EGC.
12. Thomson, A.D., Cotton, R.E. Catatan Kuliah Patologi. 2010 Jakarta:
EGC.
13. Putri, Enda Silvia. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia
Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009.
2010. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
14. Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. 2001. Surabaya:
Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair

24
15. Reynolds J H, McDonald, Alton H, Pneumonia in the Immuno competent
patient: Review Article; The British Journal of Radiology, 2010.
16. Rasad Siriraj. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. 2005. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
17. Mirna, dkk. Kumpulan Kasus dan Exspertise Radiologi. Edisi 1. 2000.
Bandung : mediaDIKA
18. Betty JT. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography.
2002. USA: Department of General Surgery College of Medicine
University of Kentucky
19. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari
Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). 2010. Jakarta: Penerbit
EGC.
20. Hartono L. Petunjuk membaca foto untuk dokter umum. Cetakan IV. 1995.
Jakarta: EGC;
21. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of
Pulmonary Infections 1st edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins.
22. Tierney, L, dkk. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).
2002. Jakarta: Salemba Medika.
23. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003;

25

Anda mungkin juga menyukai