Referat Bronopnemonia
Referat Bronopnemonia
Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis Panjatkan Kekhadirat Allah SWT, Karena izin Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia
tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Silia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring.
2
Gambar 1. Anatomi bronkus beserta cabangnya.5
Pada pemeriksaan luar paru kanan lebih pendek dan lebih berat
dibanding paru kiri. Paru kanan dan kiri dibagi oleh alur yang disebut incissura
interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus,
yaitu:4
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior.
2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis.
3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: superius, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal.
3
Paru kiri dibagi menjadi 2 lobus, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.
2. Lobus Inferior
4
B. Gambaran Radiologi Thoraks Normal
Diafragma
5
Diafragma kanan biasanya lebih tinggi dibandingkan sisi kiri, walau
kadang-kadang dapat terjadi sebaliknya.7
Trakea
Berada pada garis tengah dengan bifurkatio setinggi T6. Trakea
mengalami defisiasi sedikit ke kanan setinggi tonjolan aorta.7
Lapangan paru
Arteri intrapulmonal menyebar dari hilus pulmonal dan semakin
mengecil menuju perifer memberikan sebagian besar gambaran paru,
dengan komponen yang lebih kecil dari vena pulmonalis. Paru kanan di
bagi menjai tiga lobus: lobus atas, lobus tengah yang kecil, dan lobus
bawah. Paru kiri memiliki 2 lobus bagian atas (termasuk lingula) dan
bagian bawah
6
Paru
Lakukan pemindaian pada kedua paru, dimulai dari bagian apex dan terus
kebawah. Bandingkan penampangkan setiap zona dengan sisa lainnya.
(paru dapat dibagi kira-kira dibagi menjadi tiga zona: atas, tengah, dan
bawah). Satu-satunya bayangan yang terlihat secara normal selain fisura
secara normal pastilah berasal dari vaskular, sehingga konsentrasilah
untuk mencari bayangan homogen pada tiap area atau lesi masa.
Mungkin lebih mudah untuk menjelaskan suatu opasitas di dalam suatu
zona dan kemudian menentukan lobus paru. 7
Bayangan hilus
Merupakan tempat yang paling sering untuk limfadenopati dan
karsinoma bronkus: cari peningkatan densitas dan ketidakteraturan
seperti pembesaran bayangan hilus. 7
Bayangan jantung
Perhatikan ukuran dan bentuk jantung. Pembesaran ruang jantung
tertentu sering sulit diidentifikasi: perhatikan dan berikan tanggapan pada
ukuran jantung secara keseluruhan. 7
Mediastinum
Nilai adanya lesi masa dan pergeseran mediastinum oleh trakea dan
bayangan jantung. 7
Diafragma
Sudut kostophrenikus harus terlihat jelas, lancip, dan dalam. Sudut yang
tumpul mungkin mengindikasikan adanya efusi pleura atau penebalan
pleura lama. Permukaan bagian atas harus tegas: ketegasan yang buruk
sering menunjukan adanya kelainan paru basal. Pendataran diafragma
menunjukkan adanya hiperplasi dan penyakit jalan napas obstruksi. 7
7
Perhatikan bagian tepi film; perhatikan iga untuk mengetahui adanya
fraktur atau deposit sekunder; penampakan bayangan payudara dan
apakah telah dilakukan mastektomi; bagian bawah diafragma; bahu, dan
sebagainya. 7
Lateral: mengetahui lokasi kelainan yang terlihat pada posisi PA.
Anteroposterior (AP): digunakan untuk pasien yang sakit; karena adanya
pembesaran, sulit untuk menilai ukuran jantung padsa proyeksi ini.
Supine: berguna pada bayi dan pasien sakit; tidak mungkin menilai ukuran
jantung pada posisi ini.
Tegak: mendeteksi gas dibawah diafragma pada kecurigaan perforasi
viskus abdominalis.
8
Oblik : berguna untuk memperlihatkan kelalinan pleura, dinding dada dan
iga
Posisi apikal : pasien berdiri tegak dan bersandar kebelakang untuk
memberikan pandangan bebas tulang pada apeks paru
Ekspirasi: pneumothoraks akan tampak lebih jelas.
Lateral dekubitus: efusi pleura yang sedikit atau efusi subpomonal dapat
diketahui lebih mudah dengan miring ke sisi yang terkena. Namun
demikian, pemeriksaan ultrasonografi merupakan pilihan yang lebih
mudah.7
C. FISIOLOGI
9
(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara
atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan
disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti
proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.
Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut,
faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.10
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.10
D. ETIOLOGI
10
pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan
Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis,
Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.11,12,13
E. PATOFISIOLOGI
11
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema
dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.14
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.14
12
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.14
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.14
F. MANIFESTASI KLINIS
13
Inspeksi : Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung
d dan mulut, retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai
ron ronki basah gelembung halus sampai sedang.15
G. KLASIFIKASI
14
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi: 16
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua.
3. Pneumonia interstisial.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
a. Radiologi
Bercak-bercak dengan jaringan sehat disekitarnya
Awan tipis/tebal atau bercak berkofluens, bila proses sudah meluas,
(noduler opak kecil, berbatas tegas dan berkelompok irregular)
Perselubungan ringan pada seluruh paru-paru tengah dan bawah.
Letaknya biasanya di lapang paru bawah/tengah, walaupun bias diatas
paru: oleh karena perluasan proses infeksi bronkial menuju ruangan
paru-paru yang dipengaruhi oleh gravitasi. Makanya pada bayi sering di
lapang tengah paru (soalnya banyak berbaring).17
16
Gambar 8. Gambaran perbedaan pneumonia lobar dan pneumonia lobularis
(Bronkopneumonia)18
17
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah.19
18
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opak (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peri bronkial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B).
Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multi fokal, tepi tidak rata,
corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal,
namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C).21
19
Gambar 2.12 Foto thoraks PA pneumonia lobularis (bronkopneumonia)21
b. CT Scan
Gambar 2.13
Gambaran
bronkopneumonia21
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer. 21
c. Laboratorium
20
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, infeksi rendah atau
normal dapat disebabkan oleh infeksi virus atau pada infeksi berat hingga tidak
terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi gram negative atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.15
I. PENATALAKSANAAN
a. Antibiotik
Pilihan empiris antibiotik untuk pasien bronkopneumonia yang tidak
memerlukan perawatan intensive biasanya berespon terhadap beta laktam generasi
ke tiga (seperti Ceftriakson atau Cefotaxim) dengan atau tanpa Macrolid
(Claritromisin atau Azitromicin dianjurkan jika ada kecurigaan infeksi H.
influenza) atau Fluoroquinolon (dengan peningkatan kemampuan membunuh S.
pneumoniae). Antibiotic alternative antara lain Cefuraxime dengan atau tanpa
Macrolid atau Azitromicin saja. Pilihan antibiotik dapat tunggal atau kombinasi.
Antibiotik tunggal yang paling cocok diberikan yang gambaran klinisnya sugestif
disebabkan oleh tipe kuman yang sensitif. Kombinasi antibiotik diberikan dengan
maksud untuk mencakup spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk
meningkatkan aktivitas spektrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapatkan
hasil kultur dan tes sensitivitas maka hasil ini dapat dijadikan untuk memberikan
antibiotik tunggal.22
b. Terapi suportif
Terapi O2 untuk mencapai saturasi 95-96%
Nebulizer untuk pengenceran dahak yang ketal, dapat disertai bronkodilator
bila disertai bronkospasme
Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
Pemberian cairan.22
J. KOMPLIKASI
21
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thoraks (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.23
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Levison, M. Pneumonia, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
2002. Jakarta: EGC
2. Soeparman Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1999. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.hal: 695-705
3. Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia. RISKESDAS 2013.
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-pneumonia.pdf. Diakses pada
tanggal 12 desember 2015.
4. Snell, R. S. Anatomi Klinik Edisi 6. 2006. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2.
Edisi 21. 2000. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
6. Bhardwaj U. Emergency Radiology in Surgery.
www.slideshare.net/503mad/radiology-in-surgery-by-dr-upendra. Diakses
pada tanggal 16 desember 2015
7. Patel Pradip R, Lecture Note Radiologi. 2007. Jakarta : Erlangga.
8. Lim I. Chest x-ray radiography.
http://www.radtechonduty.com/2015/02/chest-xray.html. Diakses pada
tanggal 16 desember 2015.
9. Ahmad N. Tips and techniques for decubitus and oblique chest x-rays.
http://www.auntminnie.com/index.aspx?
sec=ser&sub=def&pag=dis&ItemID=52402#nav-right. Diakses pada
tanggal 16 desember 2015..
10. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. 2004. Jakarta: EGC.
11. Robins, Kumar. Buku Ajar Patologi II. 1995. Jakarta: EGC.
12. Thomson, A.D., Cotton, R.E. Catatan Kuliah Patologi. 2010 Jakarta:
EGC.
13. Putri, Enda Silvia. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia
Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009.
2010. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
14. Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. 2001. Surabaya:
Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair
24
15. Reynolds J H, McDonald, Alton H, Pneumonia in the Immuno competent
patient: Review Article; The British Journal of Radiology, 2010.
16. Rasad Siriraj. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. 2005. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
17. Mirna, dkk. Kumpulan Kasus dan Exspertise Radiologi. Edisi 1. 2000.
Bandung : mediaDIKA
18. Betty JT. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography.
2002. USA: Department of General Surgery College of Medicine
University of Kentucky
19. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari
Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). 2010. Jakarta: Penerbit
EGC.
20. Hartono L. Petunjuk membaca foto untuk dokter umum. Cetakan IV. 1995.
Jakarta: EGC;
21. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of
Pulmonary Infections 1st edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins.
22. Tierney, L, dkk. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).
2002. Jakarta: Salemba Medika.
23. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003;
25