Anda di halaman 1dari 4

1.

LONCENG CAKRA DONYA (MIKRO)

KETERANGAN :
DIBUAT TAHUN : 1414 M
OLEH : LAKSAMANA CHENG HO
DIGUNAKAN PADA : KAPAL CAKRA DONYA

SEJARAH :

Hubungan baik dua kerajaan Islam, antara Aceh


dan China, lonceng tersebut sebagai buktinya.
Laksamana Cheng Ho yang kala itu mengunjungi
Nusantara selama tujuh kali. Pada kesempatan
keempatnya, tahun 1414 M memberi sebuah lonceng
raksasa kepada Sultan di kerajaan Samudra Pasai
sebagai hadiah dari Kaisar penguasa Tiongkok. Lonceng
berbentuk stupa ini, dibuat pada 1409 M. Pada masa
Kesultanan Aceh, dibawah Sultan Iskandar Muda (1607-
1636), lonceng tersebut kerap digunakan dalam Kapal
Perang Kesultanan Aceh, Kapal yang bernama Cakra
Donya itu juga mampu menampung sekira 800 prajurit.

Pada lonceng ini terdapat hiasan-hiasan dengan


simbol-simbol (ukiran-ukiran) dalam bentuk huruf Arab dan huruf Cina. Simbol-simbol dalam
huruf Arab untuk saat ini tidak dapat dibaca lagi. Diduga bahwa tuangan-tuangan lonceng itu
dahulu diberi lapisan-lapisan emas. Tanda-tanda yang bermacam-macam itu telah dipahat
ke dalam besinya dan emasnya telah dimasukkan pada aluran-alurannya. Namun sekarang
emasnya telah hilang dari bentuk-bentuk hurufnya dan mungkin sekali sudah diambil oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hingga kini Lonceng raksasa ini menjadai simbol
atau icon khusus Kota Banda Aceh.

2. RUMOH ACEH (MESO)

FUNGSI :

Selain memiliki fungsi sebagai identitas budaya, rumah Krong Bade juga memiliki
fungsi praktis yaitu sebagai rumah tinggal masyarakat Aceh. Untuk menunjang fungsi
praktisnya tersebut, rumah adat Aceh ini dibagi menjadi beberapa ruangan dengan
kegunaannya masing-masing, yaitu:

SEJARAH :

Kepercayaan individu atau masyarakat dan kondisi alam di mana individu atau
masyarakathidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur bangunan,
rumah, yangdibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi Daerah
Istimewa Aceh,Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang
antara 2,50-3meter, terdiri dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang
dinamakan rambat.Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan
lima ruang memiliki24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa
dilakukan dengan mudah,tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri
atau kanan rumah. Bagianini biasa disebut sramoe likot atau serambi belakang dan sramoe
reunyeun atau serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke Rumoh yang selalu berada di
sebelah timur.Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang
dewasa.Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang
yangmasuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan
ruangyang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja.
Semuaorang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di
rawa) yangdilapisi tikar pandan.Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi
merupakan ekspresi keyakinan terhadapTuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu,
melalui Rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh
masyarakat Aceh.

Adaptasi masyarakatAceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk Rumoh


Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya ang terbuat dari kayu pilihan,
dindingnya dari papan, danatapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika
mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku
tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu,
beratap daun rumbia,dan tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200
tahun.Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat
dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu
bagiandepan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat.
3. TAMAN PUTROE PHANG (MAKRO)

KETERANGAN
DIBUAT OLEH : SULTAN ISKANDAR MUDA
FUNGSI : PENGHUBUNG ANTARA ISTANA
DENGAN GUNONGAN

SEJARAH :

Taman Putroe Phang dibangun oleh Sultan


Iskandar Muda (1608-1636) atau disebut juga
Gunongan. Sultan Iskandar Muda Membangun Taman
Putroe Phang untuk Permaisurinya, Putri Pahang.

Menurut sejarah, Putri Pahang selalu merasa


rindu akan kampung halamannya, Pahang, Malaysia.
Sultan yang mengetahui kerinduan permaisurinya
kemudian membangun taman sari ini, berbentuk menyerupai bukit-bukit yang terdapat di
Pahang. Aslinya Putri Pahang atau dalam bahasa Aceh Putroe Phang bernama Putri
Kamaliah. Namun rakyat Aceh memanggilnya dengan sebutan Putroe Phang.

Tidak hanya cantik, tapi beliau juga seorang


wanita yang cerdas. Beliau adalah penasehat
suaminya dalam pemerintahan. Seperti terlihat
dalam semboyan yang banyak dikenal dalam
kehidupan bermasyarakat. Beliau juga membuat
hukum tentang perlindungan anak dan perempuan.

Hukum ini kemudian diterjemahkan dan


diwujudkan oleh putri beliau, Ratu Safiatuddin
sehingga di Aceh Besar dan Aceh Pidie, hukum waris
tidak saja berdasarkan pada hukum Islam, tapi juga
dipengaruhi oleh hukum adat. Misalnya oleh orang
tua, rumah selalu diwariskan pada anak
perempuan.Mungkin hal inilah yang menyebabkan
munculnya sebutan porumoh/peureumoh (pemilik
rumah) untuk istri dalam masyarakat Aceh.

ALASAN DIKONSERVASI :

Taman Putroe Phang memiliki luas 5 ha atau 4.760 m2 saat ini di jadikan sebagai
taman rekreasi wisata yang dikelola oleh pemda kota Banda Aceh dan sudah tertata
demikian indah, sehingga lokasi ini tidak pernah sepi dikunjungi oleh para wisata lokal
maupun manca negera. Pada umumnya pengunjung lokal sangat ramai di sore hari mencari
hiburan bersama anak-anak dan keluarganya.
PELESTARIAN ARSITEKTUR
NAMA : MURDANIL AMSAL
NIM : 140701026
DOSEN PEMBIMBING : MASDAR JAMALUDDIN MT.

Anda mungkin juga menyukai