Anda di halaman 1dari 30

I.

Judul Percobaan : Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


II. Tanggal Percobaan : Rabu, 19 April 2017 pukul 09.40
III. Selesai Percobaan : Rabu, 19 April 2017 pukul 12.00
IV. Tujuan Percobaan :
1. Menentukan komposisi eluen yang tepat dengan metode cincin
terkonsentrasi
2. Menentukan Rf dari zat warna pada tanaman dengan menggunakan pelat
KLT
V. Dasar Teori
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-
komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya
yang merupakan fase stasioner (fase diam) dan yang lainnya berupa fase
mobil (fase gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase
stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan
fase gerak cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu
komponen pada fase diam dan perbedaan kelarutannya dalam fase gerak,
komponen-komponen suatu campuran dapat dipisahkan. komponen yang
kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorpsi
pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau
kurang terserap akan bergerak lebih cepat (Keenan, 1990).
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia
karena kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk
memperoleh materi murni dari suatu campuran, harus dilakukan pemisahan.
Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran.
Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi
molekul-molekul komponen di antara dua fase (fase gerak dan fase diam)
yang kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul komponen
berinteraksi secara lemah dengan fase diam maka komponen tersebut akan
bergerak lebih cepat meninggalkan fase diam. Keberhasilan pemisahan
kromatografi bergantung pada daya interaksi komponen-komponen
campuran dengan fase diam dan fase gerak. Apabila dua atau lebih
komponen memiliki daya interaksi dengan fase diam atau fase gerak yang
hampir sama maka komponen-komponen tersebut sulit dipisahkan
(Khopkar, 1993).
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja
berdasarkan prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium
tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan
antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat
komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan
tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat (Kurniawan, 1977).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase
gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak
pada laju yang berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode
pemisahan komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes
menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi,
difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent
dan eluent yang digunakan (Kantasubrata, 1993).
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat 2 menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula
dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif
tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika) (Kantasubrata, 1993).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup
sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu
bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut.
Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer
Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
padacara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya,
yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan
kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis
adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam.Fasa diam
KLT terbuat dari serbuk halus dengan ukuran 5 sampai 50 m. Serbuk halus
ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak
molekul atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan
adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silicagel, aluminium dan
serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil
dipermukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-
molekul polar (Soebagio,2002 : 87)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipidalipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas (Anwar, 1996).

Gambaran proses pemisahan dengan KLT


Sumber: http://tlmmiftahul.blogspot.co.id/2014/01/kromatografi.html

KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi


kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi
senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut
yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa
yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang
tidak bereaksi dengan pereaksipereaksi yang lebih reaktif seperti asam
sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan
dengan nilai Rf dari senyawa standar (Day & Underwood, 1997).
Untuk membantu mengidentifikasi zat-zat yang ada dapat dihitung
nilai Rf (Retardationfactor) dari masing-masing zat yang ada pada
kromatogram. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
jarak (spot)bergerak ke atas
Rf =
batas bawah atau batas permukaan eluen
Persamaan tersebut dapat dijabarkan dengan pendekatan sebagai
berikut: Menurut Cremer dan Muller, jika molekul zat terlarut tertentu
dalam keadaan terus-menerus bergerak dari fasa diam ke fasa bergerak dan
sebaliknya, beberapa molekul karena tidak sama energinya, akan tinggal
lebih lama dari yang lainnya dalam fasa bergerak ataupun ada yang tinggal
lebih sebentar. Ini akan menghasilkan suatu pita yangmerupakan kurva
konsentrasi krakteristik, mirip dengan kurva distribusi (Khopkar, 1990: 148)
Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari
titik asal.Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 Pelaksaanan
kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina
yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut
atau campuran pelarut yang sesuai. Pelaksanaan ini biasanya dalam
pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau
pemisahan dan isolasi pigmen tanaman yang berwarna hijau dan kuning
Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna
yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna. Contoh
pelaksanaan kromatografi lapis tipis: Sebuah garis menggunakan pinsil
digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran
pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di
lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan (Sudjadi, 1988).
Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan
bergerak selayaknya kromatografi dibentuk. Ketika bercak dari campuran
itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup
berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan
bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi
dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan
kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring
yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap
mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada
lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna
akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai
perbedaan bercak warna. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas
dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-
komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase
diam (Sudjadi, 1988).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di
antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat
berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik
maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro
maupun mikro. Ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik
di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah, alat
ekstraksi Soxhlet,sampai yang paling rumit yaitu Counter Current Craig.
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat bercampur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding
distribusi ini tidak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang
mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua
pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan juga temperatur (Vogel, 1985).
Ekstraksi yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan alat
bernama corong pisah. Corong pisah memiliki prinsip memisahkan zat
pelarut dan terlarut berdasarkan tingkat kepolaran zat dan massa jenis zat
yang berbeda. Cara menggunakan corong pisah adalah dengan
memasukkan bahan yang akan diekstraksi, kemudian kran dan tutup
corong ditutup rapat dengan posisi sesuai dengan gambar. Praktikan
mengocok larutan harus searah agar distribusi zat berjalan sempurna.
Sesekali kran corong pemisah dibuka untuk membuang gas yang terbentuk
dari hasil pengocokan ekstraksi. Ekstraksi telah selesai atau telah terjadi
sempurna apabila ketika membuka kran corong pemisah, gas yang
dihasilkan sudah tidak ada.

Gambar 1 dan 2: cara menggunakan corong pisah

Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa saat membuka


kran corong pemisah untuk membuang gas, yang benar adalah gambar
nomor 2 karena posisi corong menghadap ke luar (tidak diarahkan ke
praktikan lain). Apabila gambar nonor 1 dilakukan, hal tersebut akan
membahayakan praktikan karena corong menghadap ke atas (bagian wajah
praktikan).
VI. Alat dan Bahan
Alat-alat
1. Mortal dan alu 2 buah
2. Corong pisah 2 buah
3. Pipet tetes 10 buah
4. Pipa kapiler 10 buah
5. Gelas ukur 2 buah
6. Gelas kimia 10 buah
7. Pelat KLT 4 buah
8. Gelas pengembang 6 buah
9. Selotip secukupnya

Bahan-bahan
1. Daun pandan suji secukupnya
2. Kunyit secukupnya
3. Metanol secukupnya
4. Etanol secukupnya
5. Diklorometana secukupnya
6. Heksana secukupnya
7. Kloroform secukupnya

VII. Prosedur percobaan


1. Persiapan sampel

Daun pandan suji Kunyit


- Diblender - Diblender
- Ditimbang sebanyak 25 - Ditimbang sebanyak 25
gram gram
- Direndam dalam 25 mL - Direndam dalam 25 mL
metanol sampai berwarna etanol sampai berwarna
cukup tua cukup tua
- disaring - disaring
Filtrat Residu
- Dimasukkan ke dalam
corong pisah
- Ditambahkan 25 mL
diklorometana
- Dikocok searah sambil
sesekali dibuang gasnya
- didiamkan

Lapisan bawah Lapisan atas


- Diambil dan digunakan
sebagai sampel

Sampel

2. Persiapan pelat

Pelat
- Dioven selama 10 menit

Metode cincin Penentuan Rf


terkonsentrasi
- Dipotong 2 x 5 cm
- Dipotong 3 x 5 cm - Diberi batas dengan pensil
- Diberi titik-titik dengan dengan batas bawah 0,5
pensil dengan jarak 1 cm cm dan batas atas 1 cm
sehingga muat 6 titik
Pelat
Pelat
3. Persiapan eluen
a. Cincin terkonsentrasi

Metanol
- Dicampur dengan diklorometana ke
dalam vial-vial dengan perbandingan 3:7
; 4:6 ; 5:5 ; 6:4 ; 7:3 ; 8:2 ; atau 2:6

Eluen

b. Penentuan Rf

Kertas saring
- Dimasukkan dalam gelas hingga
menutupi seluruh tabung
- Dimasukkan 5 mL campuran metanol
dan diklorometana dengan perbandingan
yang paling tepat
- Ditutup dengan pelat kaca sampai kertas
saring basah seluruhnya

Eluen

4. Tahap penotolan dan pengembangan sampel


a. Cincin terkonsentrasi
Sampel

- Diditotolkan 2-3 kali dengan pipa kapiler pada 6


titik yang sebelumnya telah dibuat
- Diberi kode A-F
- Diambil campuran vial A
- Ditotol pada noda A
- Dilakukan pada noda B-F
- Diamati
- dibandingkan

Hasil
b. Penentuan Rf

Pigmen tanaman kunyit dan daun pandan suji


- Diditotolkan 2-3 kali dengan pipa kapiler pada
batas bawah pelat KLT
- Dimasukkan pelat ke dalam gelas secara hati-hati
dengan menggunakan pinset dan jangan sampai
noda terkena eluen
- Ditutup gelas dengan pelat kaca
- Dibiarkan mengembang sampai batas atas
- Diambil pelat KLT dengan hati-hati saat sudah
sampai batas atas
- Diamati
- Diberi tanda dengan pensil
- Dikeringkan
- Ditutup noda dengan selotip agar warna tidak pudar
- Ditentukan Rf yang dihasilkan tiap komponen

Hasil
VIII. Data Pengamatan

No Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan


1. Persiapan Sampel Sebelum Didapatkan pigmen Dari percobaan yang telah
a. Daun Pandan Suji Daun pandan suji = hijau sampel dari pandan dan dilakukan, didapatkan eluen

Daun pandan suji Kunyit = oranye kunyit yang tepat untuk sampel

- Diblender Metanol = jernih, tidak daun pandan suji yaitu kode


- Ditimbang sebanyak 25 gram berwarna F = Heksan (4,5) :
- Direndam dalam 10 mL metanol sampai Etanol = jernih, tidak berwarna Kloroform(1) : Etanol(4,5)
cukup tua
Diklorometana = jernih, tidak dan untuk sampel kunyit juga
- Disaring
berwarna kode F.
Diperoleh juga nilai Rf noda
Filtrat Residu dari masing-masing sampel :
Sesudah
- Dimasukkan ke dalam corong pisah Daun pandan suji Daun pandan suji :
- Ditambah 25 mL Diklorometana Rf1 = 0,6574
Daun dihaluskan + metanol =
- Dikocok searah sambil sesekali dibuang
larutan berwarna hijau tua Rf2 = 0,7269
gasnya
- Didiamkan keruh Rf3 = 0,7500
Rf4 = 0,8056
Disaring = filtrat berwarna
Kunyit :
hijau, residu berwarna hijau
Lapisam bawah Lapisan atas
Rf1 = 0,2636
muda
Rf2 = 0,8455
Lapisam bawah Filtrat + diklorometana = Rf3 = 0,9000
larutan berwarna hijau tua
- Diambil dan digunakan sebagai sampel
noda keruh
Dikocok + didiamkan =
Sampel terdapat dua lapisan, lapisan
atas berwarna hijau tua (+++)
b. Kunyit jernih, dan lapisan bawah

Kunyit berwarna hijau (+) keruh


terdapat endapan hijau
- Diblender
- Ditimbang sebanyak 25 gram Sampel = larutan berwarna
- Direndam dalam 10 mL etanol hijau tua (+++) jernih
sampai cukup tua
- Disaring
Kunyit
Kunyit dihaluskan + etanol =
Filtrat Residu larutan berwarna cokelat tua
- Dimasukkan ke dalam corong pisah keruh
- Ditambah 25 mL Diklorometana Disaring = filtrat berwarna
- Dikocok searah sambil sesekali
dibuang gasnya kuning kecokelatan, residu
- Didiamkan berwarna cokelat
Filtrat + diklorometana =
larutan berwarna kuning
kecokelatan keruh
Dikocok + didiamkan =
Lapisan bawah Lapisam atas terdapat dua lapisan, lapisan
- Diambil dan digunakan sebagai sampel atas berwarna kuning
noda kecokelatan (+++) jernih, dan
lapisan bawah berwarna
Sampel
cokelat (+) keruh terdapat
endapan cokelat
Sampel = larutan berwarna
kuning kecokelatan (+++)
jernih
2. Persiapan pelat
Pelat
- Dioven selama 10 menit

Metode cincin Penentuan Rf


terkonsentrasi
- Dipotong 2x5
- Dipotong 2x5 cm
cm - Diberi batas
- Diberi titik- dengan pensil
titik dengan dengan batas
pensil dengan bawah 0,5 cm
jarak 1 cm dan batas atas
sehingga muat 1 cm
6 titik
Pelat
Pelat
3. Persiapan Eluen Eluen untuk cincin Heksana = non polar
a. Cincin Terkonsentrasi terkonsentrasi Kloroform = semi polar
Heksan:kloroform:etanol Etanol = polar
Metanol
A 1 : 4,5 : 4,5
- Dicampur dengan diklorometana ke
B 3 : 4 : 3
dalam vial-vial dengan perbandingan
3:7 , 4:6 , 5:5 , 6:4 , 7:3 , 8:2 , 2:6 C 3 : 3 : 4

Eluen D 4 : 3 : 3
E 4,5 : 4,5 : 1
F 4,5 : 1 : 4,5
b. Penentuan Rf

Kertas saring

- Dimasukkan ke dalam gelas hingga


menutupi seluruh tabung.
- Dimasukkan 5 mL campuran metanol
dengan perbandingan yang paling
tepat.
- Ditutup dengan pelat kaca sampai
kertas saring basah seluruhnya
Eluen
4. Tahap Penotolan dan Pengembangan Sampel Daun pandan betawi
a. Cincin Terkonsentrasi menggunakan eluen F
Sampel Kunyit menggunakan eluen F

- Ditotolkan 2-3 kali dengan pipa


kapiler pada 6 titik yang sebelumnya
telah dibuat
- Diberi kode A-F
- Diambil campuran vial A
- Ditotolkan pada noda A(dilakukan
juga pada noda B-F sesuai dengan
kode campuran vialnya).
- Diamati
- Dibandingkan

Cincin terkonsentrasi
yang paling sesuai
dengan sampel
b. Penentuan Rf Data pengukuran noda
Pigmen daun pandan suji dan kunyit X X

- Ditotolkan 2-3 kali dengan pipa Sampel kiri kanan
(cm)
kapiler pada batas bawah pelat KLT (cm) (cm)
- Dimasukkan pelat ke dalam gelas
3,55 3,55
secara hati-hati dengan pinset, Daun
jangan sampai noda terkena eluen. 3,90 3,95
Pandan 5,40
- Ditutup gelas dengan pelat kaca 4,00 4,10
- Dibiarkan mengembang sampai Suji
4,35 4,35
tanda batas atas
- Diambil pelat KLT dengan hati-hati 1,50 1,40
saat sudah sampai batas atas Kunyit 4,60 4,70 5,50
- Diamati
4,95 4,95
- Diberi tanda dengan pensil
- Dikeringkan
- Ditutup noda dengan selotip agar
warna tidak pudar
- Ditentukan Rf yang dihasilkan tiap
komponen.
Nilai Rf
IX. Analisis dan Pembahasan

Pada praktikum yang berjudul Kromatografi Lapis Tipis ini


bertujuan untuk menentukan komposisi eluen yang tepat dengan metode
cincin terkonsentrasi sekaligus menentukan Rf dari zat warna pada
tanaman kunyit dan pandan betawidengan menggunakan pelat KLT.
Praktikum ini terdiri dari 4 tahapan. Tahap pertama yaitu
persiapan sampel, dalam percobaan ini digunakan dua macam sampel
yaitu kunyit dan pandan betawi. Digunakan 2 sampel ini karena
pada daun pandan suji terdapat suatuzat yang bernama klorofil, klorofil
adalah zat warna hijau pada daun, zat ini mudah untuk diteliti proses
kromatografinya. Sedangkan pada kunyit terdapat zat bernama
kurkumin yangmemberi warna kuning yang kuat pada kunyit.
Kurkumin juga mudah untuk diteliti proseskromatografinya sehingga
digunakan pada proses ini. Adanya klorofil pada daun pandan suji dan
kurkumin pada kunyit yang kuat, mampu membuat kedua bahan ini
memberikan pewarna alami pada makanan.
Struktur klorofil :
Klorofil A
Klorofil B

Struktur kurkumin[1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-
3,5-dion] :

Klorofil strukturnya bersifat non polar meskipun ada bagian


yang bersifat polar. Sifat non polar ini sama seperti hidrokarbon. Hal ini
yang menyebabkan klorofil mudah larut dalam pelarut non polar seperti
eter. Daun suji memiliki kandungan kimia alkaloid, saponin, flavonoid,
tannin,polifenol klorofil a dan b. Klorofil a termasuk dalam pigmen
yang disebutporfirin, hemoglobin juga termasuk di dalamnya. Klorofil a
mengandung atomMg yang diikat dengan N dari 2 cincin pirol dengan
ikatan kovalen serta oleh duaatom N dari dua cincin pirol lain melalui
ikatan koordinat yaitu N dari pirol yangmenyumbangkan pasangan
elektronnya pada Mg.
Dari struktur kimia, dapat dilihat bahwa klorofil a bersifat
kurang polar atau bahkan sering digolongkan sebagai senyawa non
polar,sedangkan klorofil b berifat polar. Sifat kimia dari klorofil
dipengaruhi olehkarbon ketujuh yang mengandung residu propionat,
dan teresterifikasi denganfitol.Pada sampel daun pandan suji
kemungkinan klorofil yang dominan adalah klorofil a, sehingga pelarut
yang digunakan untuk mengekstrak klorofilnya adalah metanol yang
bersifat lebih polar daripada alkohol yang lain. Sedangkan pada kunyit
yang mengandung kurkumin digunakan pelarut etanol dimana etanol
lebih non polar daripada metanol. Hal ini mengindikasikan bahwa
kurkumin bersifat lebih non polar daripada klorofil.Rimpang kunyit
mengandung 28% Glukosa, 12% Fruktosa, 8% Protein, Vitamin C, dan
mineral kandungan Kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi, 1,3-
5,5% minyak atsiri yang terdiri 60 % keton seskuiterpen, 25%
zingiberina dan 25 % kurkumin beserta trunannya.
Kurkumin adalah senyawa polifenol dengan rumus senyawa
C21H20O6.Kurkumin memiliki titik lebur 183 C tidak larut dalam air
dan eter.Larut dalam etil asetat, etanol, metanol, benzena, asam asetat
glasial, aseton, dan alkali hidroksida.Pemilihan pelarut dalam proses
pengekstrakan tidak boleh salah atau tertukar. Karena jikasalah atau
tertukar zar warna/pigmen dalam sampel tidak akan larut sehingga
pigmen tidak dapat keluar atau tidak dapat digunakan.
Daun pandan yang sudah ditumbuk ditimbang 25 gram, dan
kemudian ditambahkan 10 mL metanol sampai larutan berwarna cukup
tua kemudian diaduk agar tercampur rata. Fungsi dari penambahan
metanol untuk melarutkan pigmen yang terkandung di dalam daun
pandan. Digunakan metanol karena metanol merupakan pelarut yang
tepat untuk melarutkan pigmen dalam daun pandan.Kemudian diambil
filtratnya yang berwarna hijau tua (+++), pengambilan filtrat tidak
dilakukan dengan tangan karena akan menyebabkan kontaminasi
terhadap filtrat, pemisahan dilakukan dengan menggunakan saringan
dikarenakan metanol dan etanol bersifat karsinogen yang dapat
membahayakan tubuh. Filtrat yang dihasilkan tersebut selanjutnya
diekstrak dengan memasukkannya kedalam corong pisah dan
ditambahkan dengan 25 mL Diklorometana yang tidak terlalu polar
(jernih, tidak berwarna). Penambahan diklorometana ini bertujuan
untuk agar kurkumin yang terdapat di dalam kunyit maupun klorofil
yang terdapat dalam daun pandan suji larut ke diklorometana.
Kemudian mengocok larutan yang terdapat dalam corong pisah dengan
perlakuan karena distribusi zat akan lebih baik kalau membuat pusaran
daripada dikocok. Fungsi pengocokan yaitu untuk mempercepat
terjadinya distribusi yang disebabkan karena tumbukan-tumbukan antar
partikel campuran yang juga cepat ketika dilakukan pengocokan. Selain
itu juga tidak lupa untuk sesekali membuang gas hingga tidak timbul
gas lagi untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan.
Selanjutnya larutan tersebut didiamkan beberapa menit sampai
terbentuk 2 lapisan. Dimana pengocokan atau proses ekstraksi
dihentikan saat gas yang dihasilkan sudah habis. Sehingga tidak
munculnya gas merupakan tanda bahwa reaksi sudah berjalan
sempurna.Pada saat membuka kran jangan menghadapkan lubang kran
corong pisah kemuka kita. Karena kemungkinan gas yang dihasilkan
dari larutan tersebut berbahaya bagi kita. Dapat dilihat cara memegang
dan mengeluarkan gas saat menggunakan corong pisah, yaitu sebagai
berikut :

Setelah dikocok kemudian didiamkan dan terlihat terdapat dua


lapisan, lapisan atas berwarna hijau tua (++) sedangkan lapisan bawah
berwarna hijau dan terdapat endapan hijau muda.Lapisan atas inilah
yang digunakan sebagai pigmen sampel.
Sedangkan pada kunyit yang sudah diparut ditimbang 25
gram, dan kemudian ditambahkan 10 mL etanol sampai larutan
berwarna cukup tua kemudian diaduk agar tercampur rata. Fungsi dari
penambahan etanol untuk melarutkan pigmen yang terkandung di dalam
kunyit. Digunakan etanol karena etanol merupakan pelarut yang tepat
untuk melarutkan pigmen dalam kunyit. Kemudian diambil filtratnya
yang berwarna hijau tua (+++), pengambilan filtrat tidak dilakukan
dengan tangan karena akan menyebabkan kontaminasi terhadap filtrat,
pemisahan dilakukan dengan menggunakan saringan dikarenakan
metanol dan etanol bersifat karsinogen yang dapat membahayakan
tubuh. Filtrat yang dihasilkan tersebut selanjutnya diekstrak dengan
memasukkannya ke dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 25
mL Diklorometana (jernih, tidak berwarna). Penambahan
diklorometana ini bertujuan untuk agar kurkumin yang terdapat di
dalam kunyit maupun klorofil yang terdapat dalam daun pandan suji
larut ke diklorometana. Kemudian mengocok larutan yang terdapat
dalam corong pisah dengan perlakuan karena distribusi zat akan lebih
baik kalau membuat pusaran daripada dikocok. Fungsi pengocokan
yaitu untuk mempercepat terjadinya distribusi yang disebabkan karena
tumbukan-tumbukan antar partikel campuran yang juga cepat ketika
dilakukan pengocokan. Selain itu juga tidak lupa untuk sesekali
membuang gas hingga tidak timbul gas lagi untuk melepaskan tekanan
uap yang berlebihan.
Selanjutnya larutan tersebut didiamkan beberapa menit sampai
terbentuk 2 lapisan. Dimana pengocokan atau proses ekstraksi
dihentikan saat gas yang dihasilkan sudah habis. Sehingga tidak
munculnya gas merupakan tanda bahwa reaksi sudah berjalan
sempurna. Pada saat membuka kran jangan menghadapkan lubang kran
corong pisah kemuka kita.Karena kemungkinan gas yang dihasilkan
dari larutan tersebut berbahaya bagi kita.Setelah dikocok kemudian
didiamkan dan terlihat terdapat dua lapisan, lapisan atas berwarna
kuning kecokelatan (++) sedangkan lapisan bawah berwarna cokelat
dan terdapat endapan cokelat.Lapisan atas inilah yang digunakan
sebagai pigmen sampel.
Tahap kedua adalah persiapan pelat.Terlebih dahulu
dipersiapkan 4 buah pelat, dimana 2 pelat berukuran 2x5 dan 2 pelat
berukuran 2x7. Selanjutnya kedua pelat yang berukuran 2x5 diberi 6
buah titik dengan pensil dimana antar titik berjarak 1 cm, adanya jarak
pada titik-tititk difungsikan agar daerah cincin konsentrasi dapat
terlokalisasi atau tidak meluber ke titik lainnya. Jika noda sampai
meluber ke titik yang lain menyebabkan sulitnya penentuan cincin yang
polar. Sedangkan yang berukuran 2x7 diberi batas dengan pensil, untuk
batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm serta jarah antar titik untuk
noda sampel adalah 1 cm.Dalam hal ini digunakan pensil dikarenakan
noda yang dihasilkan pensil tidak akan ikut terurai dengan sampel
maupun eluen sedangkan jika menggunakan bolpoin, tinta akan ikut
tercampur pada eluen dan akan ikut terurai menjadi beberapa warna
sehingga akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Kemudian Pelat
yang akan digunakan dioven dalam suhu 1100 C selama 10 menit. Hal
ini dilakukan karena bahan adsorben yang digunakan adalah silka gel.
Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang
akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar. Air
yang terserap dalam gel mencegah molekul-molekul polar dari
pencapain permukaan.Untuk mengatasinya gel diaktifkan dengan
pemanasan sehingga air yang terserap dapat dikeluarkan.
Tahap ketiga adalah persiapan eluen serta penotolan dan
pengembangan sampel.Setelah pelat dioven, pada titik titik yang
telah ditandai pada masing masing pelat ditotolkan 2-3 totol sampel
pandan pada pelat 1 dan sampel kunyit pada pelat 2 dengan
menggunakan pipa kapiler sampai warna terlihat jelas. Kemudian pada
tiap tiap noda ditotolkan dengan 6 macam eluen dengan kode A-F
yang berbeda dengan komposisi sebagai berikut sesuai dengan kode
sampel A-F pada plat :
Eluen A terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 1,0: 4,5 : 4,5
Eluen B terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 3,0 : 4,0 : 3,0
Eluen C terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 3,0 : 3,0 : 4,0
Eluen D terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 4,0 : 3,0 : 3,0
Eluen E terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 4,5 : 4,5 : 1,0
Eluen F terdiri dari heksana : kloroform : etanol = 4,5 : 1,0 : 4,5
Sifat dari masing-masing eluen :
Heksana : non polar
Kloroform : semi polar
Etanol : polar
Eluen dengan berbagai perbandingan di atas bertujuan untuk memilih
eluen yang paling baik atau tepat untuk digunakan dalam penentuan Rf.
Berdasarkan percobaan diperoleh pada daun pandan suji dan
kunyit didapatkan macam-macam bentuk noda. Pada kode vial F baik
pada sampel pandan suji maupun kunyit cenderung bersifat cukup
polar, hal ini terlihat dari cincin yang dibentuk terlihat teratur dan
pelebaran cincin tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pada sampel
pandan sujikode A, C, dan E cenderung bersifat kurang polar, terlihat
dengan noda yang tidak membentuk cincin, walaupun terbentuk cincin,
cincin yang dihasilkanpun sangat kecil.Sedangkan kode B dan D
cenderung bersifat terlalu polar yang ditunjukkan tetrlalu lebarnya
cincin dan cincin yang dihasilkan tidak rata (bergerigi).Pada sampel
kunyit kode A-D cenderung bersifat terlalu polar ditunjukkan tetlalu
lebarnya cincin dan cincin yang dihasilkan tidak rata
(bergerigi).Sedangkan kode E cenderung bersifat kurang polar, terlihat
dengan noda yang tidak membentuk cincin, walaupun terbentuk cincin,
cincin yang dihasilkanpun sangat kecil.Sehingga dapat disimpulkan
bahwa eluen yang sesuai adalah kode vial F. Tabel hasil cincin
terkonsentrasi:

Pelarut
A B C D E F
Sampel
Pandan betawi KP TP KP TP KP CP
Kunyit TP TP TP TP KP CP

Keterangan :
KP = Kurang Polar
CP = Cukup Polar
TP = Terlalu Polar
Tahap keempat adalah menentukan nilai Rf. Langkah pertama
yang dilakukan adalah menyiapkan chamber yang sudah diisi dengan
eluen yang sesuai dari hasil cincin terkonsentrasi yaitu kode F dan
secepat mungkin ditutup rapat dengan pelat kaca lalu didiamkan
beberapa menit.Tujuan dari chamber ditutup dengan pelat kaca adalah
agar kondisi dalam gelas tersebut benar-benar jenuh oleh uap dari
pelarut.
Kemudian dua buah pelat berukuran 2x7 yang sudah dioven
sebelumnya, diberi totolan noda sampel masing-masing 2 noda dengan
jarak 1 cm. Pelat 1 untuk sampel pandan betawi dan pelat 2 untuk
sampel kunyit. Kemudian pelat dimasukkan ke dalam gelas chamber
dengan hati-hati menggunakan pinset sehingga posisi pelat bagian
bawah menyentuh dasar gelas dengan posisi agak miring dan segera
ditutup dengan pelat kaca. Noda dibiarkan mengembang sampai eluen
mencapai batas atas pelat, kemudian pelat segera diangkat. Tiap-tiap
noda sampel terelusi sehingga terbentuk beberapa noda. Lalu noda-noda
yang terbentuk tersebut diberi tanda dengan pensil, kemudian
dikeringkan dan ditutup dengan selotip agar noda tidak memudar
warnanya. Langkah selanjutnya adalah mengukur dan menghitung nilai
Rf yang didapatkan. Pada sampel daun pandan suji didapatkan 4 buah
noda, sedangkan pada sampel kunyit didapatkan 3 noda.Banyaknya
jumlah noda yang tidak sama tersebut menandakan bahwa kandungan
pigmen antara sampel kunyit dan daun pandan tersebut tidak sama.
Dari hasil pengukuran didapatkan data sebagai berikut :
Sampel X kiri (cm) X kanan (cm) (cm)
3,55 3,55
3,90 3,95
Daun Pandan Suji 5,40
4,00 4,10
4,35 4,35
1,50 1,40
Kunyit 4,60 4,70 5,50
4,95 4,95
Setelah didapatkan data tersebut, maka dapat dihitung nilai Rf yang
dihasilkan dari masing-masing noda yang didapatkan dengan rumus :
jarak yang ditempuh oleh komponen
Rf =
jarak yang ditempuh eluen
Sehingga dari perhitungan dengan rumus tersebut, didapatkan nilai Rf
dan nilai Rf rata-rata dari masing-masing noda seperti dalam tabel
berikut :
Sampel Rf I Rf II Rf Nama Senyawa
0,6574 0,6574 0,6574 Jingga
Daun Pandan 0,7222 0,7315 0,7269 Klorofil a
Suji 0,7407 0,7593 0,7500 Klorofil b
0,8056 0,8056 0,8056 Kuning
Bis-
0,2727 0,2545 0,2636
desmetoksikurkumin
Kunyit
0,8364 0,8545 0,8455 Desmetoksikumin.
0,9000 0,9000 0,9000 Kurkumin

Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa, pada noda yang
dihasilkan oleh daun pandan suji komponen C dengan nilai Rf besar,
senyawa tersebut dapat diidentifikasikan sebagai klorofil b karena
termasuk senyawa polar.Dari struktur kimianya, dapat dilihat bahwa
klorofil a bersifat kurang polar atau bahkan sering digolongkan sebagai
senyawa non polar,sedangkan klorofil b berifat polar yang ditandai
dengan noda berwarna hijau kekuningan dan klorofil a bersifat non
polar yang ditandai dengan noda berwarna hijau kebiruan.Sedangkan
senyawa yang paling nonpolar adalah komponen C dengan nilai Rf
besar, senyawa tersebut dapat diidentifikasikan sebagai kurkumin
karena kurkumin adalah senyawa non polar, terbukti bahwa tidak bisa
berikatan lama dengan fasa diam silika gel yang menyebabkan nilai Rf
tinggi.
Senyawa pada komponen A adalah senyawa polar yaitu Bis-
desmetoksikurkumin yang ditandai dengan noda berwarna jingga.
Kurkumin memiliki dua struktur yaitu struktur bentuk enol dan struktur
bentuk keto.Struktur bentuk enol lebih dominan pada larutan sedangkan
bentuk keto lebih dominan pada padatan.Pada struktur senyawa
kurkumin bentuk enol terdapat tiga gugus -OH (alkohol), satu gugus -
CO (keton), dan dua gugus eter.Di karenakan gugus eter yang ada lebih
banyak dari pada senyawa desmetoksikumin sehingga kurkumin
bersifat lebih tidak polar dari pada kedua senyawa yang
teridentifikasi.Hal ini ditunjukkan pula pada nilai Rf yang paling besar.

X. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan cincin terkonsentrasi baik sampel pandan ataupun
kunyit keduanya cocok menggunakan pelarut (eluen) F yang terdiri
dari heksana :kloroform : etanol dengan perbandingan 4,5 : 1,0 :
4,5, karena pada eluen ini noda yang terbentuk cukup polar.
2. Nilai Rf pada masing masing sampel adalah sebagai berikut :
a. Daun pandan suji memiliki 4 nilai Rf yaitu :
Rf 1 = 0,6574; Rf2 = 0,7269; Rf 3= 0,7500; Rf 4 = 0,8056.
b. Pandan memiliki 3 nilai Rf yaitu :
Rf1 = 0,2636; Rf2 = 0,8455; Rf 3 = 0,9000
Jawaban Pertanyaan
1. Apakah yang terjadi jika eluen yang digunakan sebagai pelarut
pengembang pada KLT terlalu polar atau kurang polar? Mengapa?
Jawab:
Jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT terlalu
polar, maka seluruh noda yang ditotolkan pada pelat akan naik sampai
batas atas pelat tanpa mengalami pemisahan. Sebaliknya, jika eluen yang
digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT kurang polar, maka
noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak.

2. Apa fungsi kertas saring pada percobaan penentuan Rf?


Jawab:
Kertas saring pada percobaan penentuan Rf berfungsi untuk menjenuhkan
gelas dengan uap pelarut setelah dibasahkan dengan uap dari campuran
pelarut pengembang.

3. Mengapa permukaan pelat KLT tidak boleh rusak?


Jawab:
Pelat KLT tidak boleh rusak agar warna pada sampel dapat terpisah
dengan baik.

4. Mengapa pelat KLT yang digunakan harus dikeringkan dulu dalam oven?
Jawab:
Pelat KLT yang digunakan harus dikeringkan dulu dalam oven agar pelat
bebas dari molekul-molekul air yang terikat. Jumlah air yang terikat sangat
berpengaruh pada pemisahan, karena air terikat sangat kuat pada adsorben
sehingga menghambat terjadinya kesetimbangan dengan molekul-molekul
analit

5. Mengapa batas atas dan batas bawah pelat harus diberi tanda dengan
pensil?
Jawab:
Batas atas dan batas bawah pelat harus diberi tanda dengan pensil karena
dengan menggunakan pensil maka warnanya tidak dapat menyebar pada
pelat, dan tidak mempengaruhi warna pada sampel yang diujikan. Namun
jika menggunakan pulpen, maka tinta pulpen warnanya akan menyebar
dan mempengaruhi warna pada sampel.
Daftar Pustaka

Anwar, chairil, dkk. 1996. Pengantar praktikum kimia organik. Yogyakarta


Day& Underwood. 1997. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta:Erlangga.
Handayani, Sri, dkk. 2005. Kromatografi lapis tipis untuk penentuan kadar
herperidin dalam kulit buah jeruk. Jurnal penelitian saintek, vol 10, no.1,
April 2005: 53-68.
Kantasubrata, J. 1993. Warta Kimia Analitik Edisi III. Situs Web Resmi Pusat
Penelitian Kimia LIPI.
Keenan, 1990. Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga.
Khopkar, S. M. 1993. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI Press.
Kurniawan, Yahya. 2008. Pengaruh Jumlah Umpan Dan Laju Alir Eluen Pada
Pemisahan Sukrosa Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi.
http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/jid/vol5no1/yahya.pdf
Sudjadi. 1988. Metode pemisahan. Yogyakarta:Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai