Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Craniofacial Dysostosis atau Crouzon syndrom adalah kelainan


kongenital herediter yang jarang ditemukan dan diatandai dengan penutupan
sutura cranial lebih dini (premature cranial synostosis) ; dimana hampir
menyerupai tipe lain dari prematur cranial synostosis seperti Apert syndrome
dan simple cranial synostosis. Syndrome crouzon merupakan bagian dari
craniofacial synostosis, berupa sekumpulan gejala klinis dan merupakan
kelainan genetik. Ditandai dengan penutupan dini dari tempurung kepala,
dasar tengkorak, dan midface sutura. Nama lain dari craniofacial Dysostosis
yang sering orang gunakan adalah : Craniofacial dysarthrosis, Craniofacial
Dysostosis, Craniofacial dysostosis syndrome, Craniofacial dysostosis type
1; CFD1, Crouzon craniofacial dysostosis, Crouzon's Disease, Crouzons
Disease. 2,3,4

2.2. Epidemiologi

Penderita crouzon syndrome secara internasional sangat rendah, dan bahkan


jarang terlihat di seluruh dunia. Di USA prevalensinya 1 kasus per 60.000
(kira-kira 16,5 kasus setiap 1 juta populasi pada kelahiran hidup). Crouzon
sindrom terdapat sekitar 4,8% dari semua kasus craniosynostosis.3 Ras dan
jenis keiamin tidak berpengaruh terhadap sindrom ini. Crouzon sindrom
dideteksi pada bayi baru lahir atau pada masa kanak-kanak karena gambaran
dismorfik. Obstruksi jalan nafas dapat mengakibatkan gangguan pernafasan
akut. Atrofi optic dan peningkatan intracranial dapat pula terjadi. Tekanan
intracranial yang tinggi disebabkan oleh disproporsi antara craniostenosis dan
perkembangan otak yang dapat menyebabkan kematian.

3
2.3. Anatomi

Cranium terdiri atas serangkaian tulang-tulang yang saling berhubungan,


sebagian besar membentuk synarthrosis dan hanya mandibula yang
membentuk persendian dengan tulang temporal berbentuk dtarthrosis
(articulatio temporomandibularis). Cranium pada umumnya dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
1. Neurocranium
2. Viscerocranium (splanchnocranium)

Neurocranium membentuk cavitas cranii, dan tulang-tulang yang


membentuknya adalah os frontale, os ethmoidale, os sphenoidale, os
occipitale, os temporale dan os parietale. Viscerocranium membentuk wajah,
dibentuk o!eh sebagian dari os frontale, os nasale, os lacrimale, os
zygomaticum, os maxilla dan mandibula.

Superior cranium berbentuk oval dengan bagian posterior yang lebih besar.
Diantara keempat buah tuiang tersebut terdapat sutura yakni sutura coronaria
yang menghubungkan tulang frontale dan parietale, sutura sagitalis yang
menghubungkan parietal kiri dan kanan, dan sutura tambdoidea yang
menghubungkan parietale dan occipitale. Pertemuan antara sutura coronaria
dan sutura sagitalis membentuk bregma yang pada bayi terbuka disebut
fontanel anterior dan menutup pada usia 2 tahun. Pertemuan antara sutura
sagitalis dengan sutura lambdoidea disebut lambda (diraba sebagai suatu
cekungan) yang pada masa kehidupan foetal masih terbuka disebut fontanel
posterior dan segera menutup segera sebelum bayi lahir.

Bagian anterior dari cranium membentuk dahi (forehead), orbita, tonjolan


pipi, hidung, rahang atas dan rahang bawah. Sedangkan bagian lateral is
cranium dibentuk oleh sebagian tulang temporale.6

4
Gambar 1.struktur tulang yang membentuk superior cranium dan sutura6

2.4. Etiologi

Pada beberapa individu, crouzon sindrom diturunkan sebagai suatu autosomal


dominan dengan beberapa ekspresi. Sifat pembawaan manusia termasuk
penyakit genetik, merupakan hasil interaksi dari dua gen, salah satunya
berasal dari ayah dan satunya dari ibu, dalam penyakit dominan, suatu
turunan tunggal dari gen penyakit (yang diterima baik dari gen ayah atau ibu)
akan memperlihatkan dominasi gen normal yang lain dan mengakibatkan
penyakit tersebut tampak. Resiko transmisi penyakit dari orang tua ke
keturunannya berpengaruh 50% untuk setiap kehamilan dengan mengabaikan
jenis kelamin dari anak tersebut. Resikonya sama untuk setiap kehamilan
individu lain yang mengidap crouzon sindrom yang mungkin tidak
mempunyai riwayat keluarga. Kasus seperti ini dapat dipikirkan akibat dari
perubahan mutasi gen baru yang muncul secara sporadik. Menurut laporan
dari literatur medis kasus sporadik mungkin dihubungkan dengan
meningkatnya umur ayah. Pada kebanyakan kasus, individu dengan mutasi
gen untuk crouzon sindrom akan menampakkan tanda-tanda dan gejala yang
berhubungan dengan penyakit. Pada beberapa keluarga dan kasus sporadik,
menunjukkan bahwa crouzon sindrom disebabkan oleh mutasi tertentu pada
gen fibroblast growth factor receptor-2 (FGFR2) Gen diperlihatkan pada
lengan panjang (q) kromosom 10 (10q26). Kromosom ditemukan di dalam
nucleus dari semua badan sel. Kromosom ini msmbawa karakteristik genetik

5
dari setiap individu. Sepasang kromosom manusia dinomori X dan Y untuk
laki-iaki dan dua kromosom X untuk perempuan. Setiap kromosom
mempunyai lengan pendek yang ditunjukkan dengan "P" dan lengan panjang
diidentifikasi dengan huruf "q". Kromosom kemudian dibagi lagi menjadi
bagian-bagian yang dinomori. Sebagai contoh, "10q26': menunjukkan ke pita
26 pada lengan panjang dari kromosom 10. Gen FGFR mengatur produksi
dari protein yang dikenal sebagai fibroblast growth factor receptor. Mutasi
genetik tersebut yang mengganggu fungsi dari setiap protein yang
menyebabkan kelainan dari pertumbuhan tulang dan perkembangannya, yang
akhirnya mendorong ke arah malformasi tertentu dari area craniofacial. Bukti
menunjukkan bahwa perbedaan mutasi dalam gen FGFR2 dapat menyebabkan
sejumlah penyakit yang saling berhubungan, termasuk beberapa kasus dari
Apert's sindrom. Menurut beberapa laporan, mutasi FGFR2 tertentu dapat
mengakibatkan crouzon sindrom pada beberapa keluarga, sedangkan mutasi
yang sama menyebabkan Pleiffer sindrom pada keluarga lain.3,4,5,7

Gambar.2 sitogenik lokasi pada Crouzon sindrom: 10q25.3-q263,4,5,7

6
2.5. Patogenesis

Displasia tulang rangka (termasuk craniofacial dysostosis) disebabkan oleh


malformasi dari mesenkim dan ectoderm. Faktor teratogenik yang tidak
diketahui dapat juga dilibatkan. Displasia diwariskan secara autosom
dominant. Displasia disebabkan oleh mutasi gen FGFR2 yang dapat menjadi
penyebab dari crouzon sindrom. Synostosis dim dari sutura coronal, sagiatal,
dan kadang-kadang lambdoidea muncul pada tahun pertama kelahiran dan
lengkap pada usia 2-3 tahun. Menutupnya sutura dengan cepat dapat
menunjukkan derajat deformitas dan kecacatan. Sekali sutura tersebut
bergabung. perkembangan perpendicular kearah sutura tersebut menjadi
terbatas dan penyatuan tulang-tulang tersebut seolah-olah teriihat seperti
struktur tulang yang tunggal. Kompensasi perkembangan muncul pada bekas
sutura yang terbuka untuk memenuhi perkembangan otak selanjutnya. Sutura
synostosis yang multiple seringkali memperluas penyatuan dini dari sutura
tengkorak, ini menyebabkan hipoplasia midfacial, kantong mata dangkal,
hipoplasia maksilla dan kadang-kadang terjadi obstruksi jalan nafas bagian
atas.4,7

2.6. Gambaran Klinis

Sindrom Crouzon (Acrocephalosyndactyly type II) ditandai oleh penutupan


prematur dari sutura calvaria, hipoplasia midface, orbita yang dangkal, dan
proptosis okular (pada gambar). Gambaran klinik tersebut pertama kali
digambarkan oleh Crouzon, seorang neurologist berkebangsaan Prancis, pada
tahun 1912. Pola pewarisannya bersifat autosom dominan. Variabilitas jenis
dari gambaran dominan yang membuat sindrom Crouzon dikenal secara luas.

7
Sindrom Crouzon pada pria muda. Perhatikan midface hypoplasia, shallow orbits
dan proptosis okular

Penyatuan prematur dari kedua sutura menghasilkan bentuk kepala yang


brachicephalik yang merupakan deformitas calvarial yang paling umum
ditemukan. Akan tetapi scaphocephaly, Trigonocephaly, serta deformitas
clover-leaf skull telah ditemukan. Craniosynostosis seringkali telah sempurna
pada usia 2 hingga 3 tahun, akan tetapi ada kalanya sutura-sutura tersebut
menyatu pada saat lahir. Sutura basis crania seringkali terlibat, menghasilkan
midface hypoplasia atau hipoplasia maksilla. Hipoplasia maksilla ditunjukkan
oleh lebar dental arch yang berkurang dan puncak palatal arch yang
mengerut. Pertumbuhan normal mandibula menghasilkan suatu maloklusi
kelas III. Midface hypoplasia digambarkan dengan tulang orbita yang dangkal
dengan exorbitisme, yang selalu ditemukan dan menyebabkan konjungtivitis
atau keratitis karena paparan cahaya. Exorbitisme dapat amat parah sehingga
terjadi herniasi bulbus oculi melalui kelopak mata, yang membutuhkan
tindakan reduksi segera. Sehingga pasien sindrom Crouzon sering memiliki
penampakan frog-like (seperti kodok), dimana tulang midface mengalami
retrusi, mennyebabkan exopthalmus dan exotropia. Masalah-masalah akut,
strabismus dan hipertelorisme telah banyak dilaporkan. Defisit pendengaran
konduktif tidak jarang ditemukan. Pada umumnya tidak dilaporkan kelainan
jari-jari tangan pada populasi pasien ini.

8
Terdapat variasi gejala klinik dari Sindrom Crouzon, akan tetapi proptosis
okular selalu didapatkan bahkan jika tidak ditemukan craniosynostosis yang
merupakan syarat ditegakkannya diagnosis sindrom Crouzon. Gejala lain
yang dihubungkan dengan kondisi ini yaitu hilangnya pendengaran, deviasi
septum nasal, kalsifikasi ligamentum stylohyoideus, kelainan tulang cervical
dan stenosis foramen jugular.1

Sebagian besar kasus Craniosynostosis nyata pada saat lahir dan ditendai
dengan deformitas tengkorak yang merupakan akibat langsung fusi sutura
premature. Palpasi sutura mengungkapkan adanya rigi tulang yang menonjol.
Dan fusi sutura dapat diperkuat dengan roentenogram kepala atau scan tulang
pada kasus yang meragukan.1 Penutupan premature sutura sagitalis
mengakibatkan tengkorak memanjang dan sempit atau skafosefali, Bentuk
Craniosynostosis yang paling lazim. Skafosefali disertai dengan oksiput yang
menonjol dan dahi lebar, serta fontanela anterior yang kecil atau tidak ada.
Keadaan ini adalah sporadik atau lebih lazim pada laki-laki, dan sering
menyebabkan kesulitan selama persalinan karena disproporsi kepala panggul.
Skafosefali tidak mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial atau
hidrosefalus, dan pemeriksaan neurologis terhadap penderita yang terkena
normal.1

Plagiosefali frontal merupakan bentuk Craniosynostosis paling lazim


berikutnya dan ditandai oleh datarnya dahi unilateral, menonjolkan orbita
ipsilateral dan alis, seta telinga disisi yang terkena menonjol. Keadaan ini
lebih lazim pada wanita dan merupakan akibat dari fusi premature sutura
koronaria dan sfenofrontalis. Tindakan bedah membuahkan hasil yang
menyenangkan secara kosmetis. Plagiosefali oksipital paling sering akibat
dari posisi saat masa bayi dan lebih lazim pada anak yang tidak bergerak atau
cacat, namun fusi atau sklerosis sutura lambdoid dapat menyebabkan ratanya
oksipital unilateral dan pencembungan tulang frontalis ipsilateral.1

9
Trigonosefali merupakan bentuk kraniosinostisis yang jarang karena fusi
premature sutura metopik. Anak ini mmempunyai dahi bentuk lunas kapal
dan hipotelorisme, serta berisiko disertai kelainan perkembangan otak depan.8
Turrisefali merujuk pada kepala berbentuk kerucut karena fusi premature
sutura koronaria dan sering sfenofrontalis dan frontoetmoidalis. Deformitas
kleeblattschadel adalah tengkorak berbentuk aneh yang menyerupai daun
semanggi. Anak ini memiliki tulang temporal yang sangat menonjol, dan
cranium lainnya kontriksi. Hidrosefalus merupakan komplikasi yang lazim.1

Fusi prematur dari hanya salah satu sutura jarang menyebabkan defisit
neurologis. Pada keadaan ini, indikasi satu-satunya untuk operasi adalah
memperbaiki penampilan kosmetik anak, dan prognosisnya tergantung pada
sutura yang terlibat dan pada tingkat kelainan bentuk. Komplikasi neurologis,
lebih mungkin terjadi bila dua sutura atau lebih terfusi dalam hal ini tindakan
operasi sangat penting.1 Gangguan genetika yang paling menonjol yang
disertai dengan Craniosynostosis meliputi sindrom Crouzon, Apert,
Carpenter, Chotzen dan Pfeiffer. Sindrom Crouzon ditandai dengan
Craniosynostosis premature dan diwariskan sebagai ciri dominan autosom.
Bentuk kepala tergantung pada waktu dan urutan fusi sutura namun yang
paling sering mengakibatkan mengurangnya diameter depan ke belakang atau
tengkorak brakisefalik karena penutupan sutura koronaria bilateral. Orbita
kurang berkembang dan proptosis ocular menonjol. Hipoplasie maksila dan
hipertelorisme orbita merupakan gambaran wajah yang khas.1

Sindrom Apert mempunyai banyak tanda yang sama dengan sindrom


Crouzon. Namun, sindrom Apert biasanya merupakan keadaan sporadik,
meskipun mungkin terjadi pewarisan dominan autosom. Sindrom ini disertai
dengan fusi premature banyak sutura, termasuk sutura koronaria, sagitalis,
skuamosa, dan lambdoid. Wajah cinderung asimetris, dan mata kurang
proptosis dibandingkan dengan sindrom Crouzon. Sindrom Apert ditandai

10
dengan sindaktili jari ke-2, ke-3, dan ke-4 yang dapat menyatu dengan ibu jari
dan jari ke-5. Kelainan serupa sering terjadi pada kaki, dan spina servikalis.1

Sindrom Carpenter diwariskan sebagai keadaan resesif autosom, dan banyak


fusi sutura cenderung mengakibatkan deformitas kleeblattschadel. Sindaktili
jaringan lunak tangan dan kaki selalu ada, dan retardasi mental adalah lazim.
Disamping itu, (namun tidak lazim), kelainan meliputi penyakit jantung
kongenital, kekeruhan kornea, coxa valga, dan genu valgum.1 Sindrom
Chotzen ditandai dengan Craniosynostosis dan plagiosefali asimetris.
Keadaan ini merupakan simdrom genetic yang paling menonjol dan
diwariskan sebagai ciri dominan autosom. Sindrom ini disertai dengan
asimetris wajah, ptosis kelopak mata, jari-jari pendek, dan sindaktili jaringan
lunak jari ke-2 dan ke-3.1 Sindrom Pfeiffer paling sering disertai dengan
turrisefali. Mata menonjol dan berjarak lebar, dan ibu jari tangan serta ibu jari
kaki pendek dan lebar. Mungkin ada sindaktili jaringan lunak parsial.
Sebagian kasus tampak spordik, namun dilaporkan merupakan pewarisan
dominan autosom.1 Masing-masing sindrom genetika beresiko anomaly
tambahan, termasuk hidrosefalus, meningkatnya tekanan intracranial,
papilledema, atrofi optic karena kelainan foramin optic, masalah pernapasan
akibat deviasi sekat hidung atau atresia koana, serta gangguan bicara dan
tuli.1

2.7. Diagnosis

Craniofacial dysostosis pada umumnya didiagnosa pada kelahiran atau pada


masa kanak-kanak berdasarkan suatu penemuan klinik yang seksama atau
dengan suatu tes khusus misalnya pengujian molekuler untuk
mengidentifikasi mutasi gen dari FGFR2 dan juga pemeriksaan tambahan
yaitu dengan X-RAY dan CT-Scan (Computed Tomografi) atau dengan MRI
(Magnetic Resonance Imaging).5,7

11
Gambar. 4 : Foto X-ray pasien Crouzon syndrome, abnormal bentuk kepala,
dengan prematur fusi dari sutura sagital hipoplastik dan rahang atas, yang
sangat tidak sepadan dengan normal mandibula.5,7,8

Gambar. 5 :Tiga dimensi CT scan menunjukkan brachycephaly. Diameter AP


memendek, dengan sutura coronal menyatu dan sutura lambdoid terbuka.5,7,8

Pemeriksaan-pemeriksaan lain :
Pemeriksaan Ophthalmologic dengan ophthalmoscopy
Pemeriksaan Laryngologic dengan audiography
Pemeriksaan umum dengan ECG
Pemeriksaan Psychiatric dan tes psikologi.
Pemeriksaan Stomatologic
EEG tegangan rendah, menurunkan rsiko convulsif
Tes Genetic.

12
2.7. Penatalaksanaan

2.8. Prognosis
Prognosis untuk craniosynostosis bervariasi tergantung pada apakah jahitan
kranial satu atau beberapa terlibat atau kelainan lain yang hadir. Prognosis
yang lebih baik bagi dengan keterlibatan jahitan tunggal dan tidak ada
kelainan yang berhubungan.7,8 Hal ini penting untuk mendeteksi dan
mengobati craniosynostosis awal. Craniosynostosis yang tidak diobati akan
tetap sama atau memperburuk sebagai tumbuh seorang anak dan dapat
mempengaruhi perkembangan anak mental dan fisik. Kondisi neuromuskuler
yang terkait juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Seorang anak
dengan craniosynostosis akan memerlukan evaluasi medis yang sedang
berlangsung untuk memastikan bahwa otak, tengkorak, dan tulang wajah
yang berkembang dengan baik.7,8

13

Anda mungkin juga menyukai