Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena
dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.
Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya penyulit
yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia serta
trauma radiasi. Pada makalah ini akan lebih dibahas mengenai trauma kimia.
Trauma ini terjadi akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa
yang dapat merusak struktur bola mata. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7
ataupun zat basa pH > 7. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi,
durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan
basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan
peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga.
Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma
kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.
Berdasarkan data US Bureau of Labour tahun 2016 terjadi lebih dari dua puluh ribu
kasus trauma kimia mata di Amerika Serikat. Dari eksposur terhadap asam, produk yang
mengandung asam dan bahan kimia menyebabkan 10 kematian, 83 kasus keracunan berat, dan
1788 kasus keracunan sedang. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam : basa antara 1:1 sampai
1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan.
Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16
% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93
%) dengan umur rata-rata 31 tahun.

1
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. C
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 1 Juni 1982
Usia : 34 Tahun
Alamat : Kp. Keroncong RT 01 RW 03 Bojongmalaka Baleendah
Bandung
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta (PT Panasia)
Pendidikan : SMK
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal Berobat ke RSBSA : 14 Maret 2017
Jam datang : 09.15 WIB
No. Rekam Medik : SA006103

1.2. Anamnesa
A. Keluhan Utama:
Kedua mata perih dan merah sejak 30 menit SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang IGD RSBSA dengan keluhan kedua mata perih dan merah setelah terkena
cipratan zat kimia sejak 30 menit sebelum masuk RS. Mata pasien terkena cipratan
cairan aseton, pada saat pasien sedang bekerja kerika akan membuka tutup wadah cairan
tersebut, secara tiba-tiba cairan tersebut menyemprot dan mengenai kedua mata pasien.
Ketika sedang bekerja pasien tidak menggunakan kacamata pelindung sehingga cairan
yang terciprat langsung kontak dengan mata pasien, kemudian pasien mengeluhkan
matanya terasa perih, panas seperti terbakar dan menjadi merah. Pasien juga merasa
matanya menjadi berair terus menerus. Setelah kejadian pasien tidak melakukan apapun
pada matanya dan segera ke RSBSA.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami trauma mata seperti ini sebelumnya. Gangguan
penglihatan (kabur) sebelumnya juga tidak pernah dialami oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.

D. Riwayat Alergi
Riwayat alergi (-).

E. Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan sebelumnya.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR: : 22 x/menit
Suhu : afebris
Pemeriksaan fisik : Dalam batas normal

1.4. Pemeriksaan Oftalmologi

OD Status Oftalmologi OS

6/6 Visus 6/6

Ortoforia Posisi Bola Mata Ortoforia

Baik kesegala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah

Tenang Palpebra Tenang

Injeksi konjunctiva (+) Konjungtiva Injeksi konjunctiva(+)

Tenang Sklera Tenang

3
Jernih Kornea Jernih

Dalam BMD Dalam

Bentuk bulat, warna Iris Bentuk bulat, warna cokelat


cokelat

3mm, Bulat, letak Pupil 3mm, Bulat, letak sentral,


sentral, RCL/RCTL (+/+) RCL/RCTL (+/+)

Jernih Lensa Jernih

Normal/palpasi TIO Normal/palpasi

Papil bulat, batas tegas, Funduskopi Papil bulat, batas tegas,


CDR 0.3, RM (+) CDR 0.3, RM (+)

1.5. Resume
Pasien datang ke IGD RSBSA Persahabatan dengan keluhan kedua mata perih dan merah
sejak 30 menit SMRS akibat terkena cipratan kimia aseton. mata terasa perih, panas seperti
terbakar, menjadi merah, dan mata menjadi berair terus menerus. Saat kejadian pasien tidak
menggunakan kacamata pelindung saat bekerja, dan setelah kejadian itu pasien langsung ke
RSBSA. Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal, pada pemeriksaan
oftalmologis ditemukan injeksi konjungtiva (+) pada ODS.

1.6. Diagnosis Kerja


Trauma Kimia ODS ec aseton

1.7. Penatalaksanaan
Irigasi selama 30 menit
Consul dr Agung, Sp.M
Cendoxitrol Eye Drop 6x ODS
Edukasi pasien:
o Mengenai penyakit dan komplikasinya
o Selalu menggunakan alat pelindung saat bekerja supaya kejadian seperti ini tidak
terulang kembali
o Kontrol kembali ke poliklinik mata.

4
1.8. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam ODS : Dubia ad bonam
Ad Sanationam ODS : Dubia ad Bonam

Gambar. Mata pasien setelah diirigasi

5
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI BOLA MATA

Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang komplek. Mata
terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan sistem persarafan. Pada
bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anatomi bola mata. Bola mata berbentuk bulat dengan
diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bagian bola mata paling depan adalah kornea.
Gambar 1 Anatomi Bola Mata

6
Palpebra
Palpebra terdapat 2 buah yaitu: palpebra superior dan palpebra inferior. Celah di antara kedua
palpebra ini disebut Rima palpebra. Pertemuan kedua palpebra ini pada sisi medial disebut
Canthus Medialis, sedangkan pada sisi lateral disebut Canthus Lateralis. Pada Canthus Medialis
terdapat lipatan conjunctiva ke arah temporal disebut Plica semilunaris, di sebelah medial
terdapat penonjolan kecil yang disebut caruncula lacrimalis.

Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrana mukosa transparan yang menutupi permukaan dalam
palpebra (Conjunctiva palpebrae) dan permukaan depan mata (Conjunctiva bulbi). Pada daerah
peralihan antara kedua konjungtiva tersebut terdapat lipatan yang membentuk kantung antara
palpebra dengan bola mata yang disebut Fornix conjunctiva superior dan inferior. Permukaan
konjugtiva dilapisi oleh epitel silindris berlapis dengan sel goblet. Di bawah epitel terdapat
lamina propria yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan dapat ditemukan pembuluh darah. Sel
goblet pada epitel akan menghasilkan mukus yang merupakan bagian dari air mata. Di daerah
limbus, epitel konjungtiva akan berubah menjadi epitel berlapis gepeng dan melanjutkan diri
menjadi epitel kornea.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm dan memiliki berat 7,5 gram.
Terletak di dalam rongga orbita yang berfungsi sebagai protektor tulang yang keras; dan
terbenam di dalam lemak orbita, yang berfungsi sebagai bantalan untuk meredam getaran.
Dinding bola mata dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Tunika Fibrosa Bulbi
a) Sklera: bagian bola mata yang berwarna putih, menempati 5/6 posterior bola mata
Terdiri dari jaringan fibrosa kuat, tidak elastis, dan relatif avaskular. Jaringan
fibrosa kuat ini terdiri dari serabut kolagen tipe I dengan anyaman serabut
elastis di antaranya, dan fibroblas yang berbentuk gepeng-memanjang.
Merupakan tempat perlekatan otot-otot ekstraokular (M. rectus superior dan
inferior, M. rectus lateral dan medial, M. oblikus superior dan inferior)
Bagian depan sklera dibatasi oleh konjungtiva bulbi yang transparan dan
mengandung banyak pembuluh darah kecil

7
Bagian belakang sklera terdapat lamina cribosa, suatu bangunan yang
berlubang-lubang, tempat Nervus Opticus menembus bola mata
Peralihan sklera dan kornea disebut limbus kornea
b) Kornea: bagian yang transparan, menempati 1/6 anterior bola mata
Tidak mengandung pembuluh darah (avaskular)
Sangat sensitive, dipersarafi oleh N-V1 berperan dalam refleks kornea
Terdiri dari 5 lapisan:
Lapisan Epitel Kornea
Membrana Bowman
Stroma/Substansia Propia
Membrana Descemet
Lapisan Endotel Kornea

Gambar 2. Lapisan Kornea


2. Tunika Vaskulosa Bulbi
a) Koroid
Terdiri dari unsur-unsur pembuluh darah yang berasal dari a. ciliaris brevis, dan
pengembalian darah oleh vena vorticose
Didapatkan jaringan ikat longgar, dengan banyak serabut kolagen dan elastis,
melanosit, fibroblas, makrofag, limfosit, sel mast, dan sel plasma

8
Banyaknya melanosit pada lapisan ini, menyebabkan lapisan koroid khas warna
hitam, dan menyebabkan cahaya tidak dapat menembus lapisan ini selain
melalui pupil
Terdiri dari 3 lapisan:
Stroma koroid
Tersusun dari arteri dan vena dengan ukuran relatif besar, serabut kolagen
dan elastis, fibroblas, otot polos, neuron dari sistem saraf otonom, dan
melanosit
Kariokapilaris
Tersusun dari banyak pembuluh kapiler, sehingga tampak berlubang-
lubang. Lapisan ini berperan dalam penyediaan nutrisi dan oksigen untuk
lapisan luar retina
Membrana Bruch
Sebuah lapisan dengan ketebalan 1-4 m. bagian tengahnya tersusun dari
serabut elastis yang kemudian diimpit oleh seraabut kolagen pada kedua
sisinya. Pada bagian luar dari serabut kolagen, terdapat lamina basalis yang
merupakan bagian dari pembuluh kapiler lapisan kariokapilaris di satu sisi,
dan lamina basalis epitel pigmentosum retina pada sisi yang lain.
b) Corpus ciliare: lanjutan koroid ke bagian anterior
Tersusun dari jaringan ikat longgar, serabut elasatis, pembuluh darah, melanosit,
dan terdiri dari lapisan yang sama seperti koroid, tetapi tanpa koriokapilaris
Permukaan dalam corpus ciliare dibagi menjadi:
Corona cilliaris (pars plicata): bagian yang sempit di sebelah anterior
Corpus ciliare menopang lensa melalui serabut-serabut Zonula ciliaris
Zinii yang berinsersi ke dalam capsula lensa
Orbicularis cilliaris (pars plana): daerah yang lebih lebar di bagian posterior
M. ciliaris yang memanjang sampai limbus corneae, berperan dalam
mengatur ketegangan zonula ciliaris zinii yang kemudian berefek pada
pencembungan lensa

9
Gambar 3. Tunika Vaskulosa Bulbi
c) Iris
Membagi ruangan di antara cornea dan lensa menjadi camera anterior dan
camera posterior
Mengandung pigmen yang bervariasi
Ujung-ujung iris membentuk gambaran pupilla
Otot-otot pada iris dapat mempengaruhi besarnya pupilla, yaitu:
M. spincter pupillae / M. constrictor pupillae yang dikontrol oleh
komponen parasimpatis (N. III)
M. dilator pupillae yang dikontrol oleh persarafan simpatis

3. Tunika Interna Bulbi


Lapisan terdalam bola mata adalah retina
a) Secara garis besar, retina dibagi 2 bagian fungsional:
Bagian optik, bagian retina yang sensitif terhadap pencahayaan, terdiri atas
lapisan saraf dan lapisan pigmen yang melekat erat pada koroid. Bagian ini
berakhir di ora serrata, berbatasan dengan corpus ciliare
Non visual, merupakan lanjutan lapisan pigmen yang berasal dari corpus ciliare
b) Fundus: belahan posterior retina, dapat terlihat gambaran:

10
Discus nervi optici = papila nervi optici, dari sini akan tampak gambaran
percabangan pembuluh darah (a. centralis retinae) dan saraf yang berhubungan
dengan retina. Karena daerah ini bebas dari photoreceptor, maka dikenal pula
sebagai titik buta
Macula lutea, terletak lateral terhadap papilla nervi optici, di bagian tengah
macula lutea tampak fovea centralis
c) Terdiri dari 10 lapisan, dari luar ke dalam:
Epitelium pigmentalis
Stratum cont et bacilli
Membrana limitans externa
Stratum granularis externa/nuclearis
Stratum plexiformis externa
Stratum granularis interna
Stratum plexiformis interna
Stratum ganglionaris
Stratum N. optici
Membrana limitans interna

Gambar 4. Tunika interna bulbi

11
Ruang-Ruang dan Isi Bola Mata
1. Camerae Bulbi
a) Camera Oculi Anterior (COA) terletak antara kornea dan iris
b) Camera Oculi Posterior (COP) terletak antara iris dan lensa
c) Ruangan ini berisi Humor Aquosus, cairan encer seperti air
Humor aquosus disekresi oleh processus ciliaris yang kemudia dialirkan ke
camera posterior
Melalui pupil, humor aquosus selanjutnya dialirkan ke camera anterior
Kemudian dialirkan ke sistem vena melalui sinus venosum sclerae (Canalis
Schlemm) di sudut camera anterior
2. Lensa Mata
a) Lensa bersifat transparan, biconvex, fleksibel, terletak tepat di belakang iris
b) Terdiri dari 3 komponen utama:
Kapsul lensa
Merupakan membran basal yang sangat tebal (10-20m) dan terutama
terdiri dari kolagen tipe IV dan glikoprotein. Berfungsi untuk melindungi
struktur yang ada di bawahnya, dan sebagai tempat melekatnya zonula zinii
Epitel lensa
Terdiri dari selapis sel epitel kuboid, dan hanya terdapat pada permukaan
anterior lensa. Pada ujung posterior epitel, dekat ekuator lensa, epitel lensa ini
aktif membelah diri untuk kemudian berdiferensiasi menjadi serat lensa.
Serat lensa
Berasal dari diferensiasi sel epitel lensa, yang inti dan organelanya
menghilang, lalu terus memajang sampai berukuran 7-10 milimeter, dan
kemudian terisi oleh protein kristalin. Serat serat lensa ini akan tersusun secara
padat membentuk suatu jaringan transparan. Produksi serat lensa berlangsung
seumur hidup, tetapi semakin tua maka produksinya akan semakin berkurang.

12
3. Corpus Viterum
Didapatkan di belakang lensa dan corpus ciliare, berisi humor viterus yang
transparan dan bersifat semigelatin, berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola
mata
TRAUMA KIMIA PADA MATA

1. Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya
bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat
menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.

2. Etiologi
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan
jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut.
Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai
bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada
mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan
yang harus segera dilakukan.
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat
pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil,
yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka
bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang
karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es,
sabun, shampo, kapur gamping, semen, tinner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda
kuat.

13
3. Patofisiologi
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak
dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh
zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan
dikornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. Bila
bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang
mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan
bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superficial
saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, asam sulfit, asam hidrklorida, zat
pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil,
yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka
bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang
karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu
pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride
dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung
dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa
terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan
pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem
sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan
neurologik.

14
Gambar 5. Menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana yang nantinya akan cenderung untuk masuk
kebilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.

Gambar 6. Menunjukkan mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil
yang melebar karena peningkatan tekanan intraokular.

15
Trauma Basa

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.
Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar.
Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan
cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses
safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel
diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen
kornea.
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik
mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan
berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua
unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.

16
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin
lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah
tangga, soda kuat.
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam :
a. Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
b. Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang
dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
c. Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan
sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
d. Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat
buruk)

Gambar 7 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali9


4. Mekanisme perjalanan penyakit
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan
yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

17
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
2. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.10

5. Klasifikasi derajat keparahan


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi tingkat keparahan trauma kimia berdasarkan M.J.Roper Hall
Grade Kornea Konjungtiva Prognosis

I Erosi kornea Iskemia (-) Baik

II Keruh, detail iris Iskemia<1/3limbus Baik


jelas

Kerusakan epitel
III Iskemia 1/3 1/2 Kurang baik
total,stroma
limbus
keruh, detail iris
kabur .

Keruh/putih,detail Iskemia>1/2limbus
IV Jelek
iris tak tampak.

18
Gambar 8 Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4 10

Klasifikasi tingkat keparahan akibat trauma kimia berdasarkan Hughes :


1. Ringan : a. erosi kornea
b. kornea agak keruh
c. tidak ada iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera
2. Sedang : a. kornea keruh , detail iris tak tampak .
b. iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera minimal
3. Berat : a. pupil tak tampak
b. konjungtiva dan sklera kemosis hebat , pucat (blanching)

19
6. Diagnosa
Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma
kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.

6.1 Gejala Klinis

Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera
terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa,
kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun
sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.

6.2 Anamnesa
Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot
gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat
kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi.
Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya
benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat
ledakan.

6.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah
terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal
sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan
pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk
memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular,
konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang
menetap dan berulang.

20
6.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat
pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.

Gambar 9 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH

7. Diagnosa Banding
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama
yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis, konjugtivitis hemoragik akut,
keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.

8. Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin.
Tujuan dari terapi ini adalah menekan inflamasi, nyeri dan risiko inflamasi. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea..

21
Tatalaksana emergensi, dapat diberikan:
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak
boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal
dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata
atas untuk dapat mengirigasi fornices.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan
kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan menggunakan moistened
cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari fornix dalam.

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia berdasarkan derajat ringan hingga sedang
meliputi:(10
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih
mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan
menambahkan EDTA.

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme silier
dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin,
ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

22
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular
dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid dapat
mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh
digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen
dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan
risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti
inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan intraocular. Peningkatan tekanan intraocular
bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blockade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch setelah diberikan obat tetes atau salep mata
8. Dapat diberikan air mata artifisial
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi kornea.
Obat tambahan yang biasa diberikan:

a. Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan secara topikal
dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam askorbat 10% terbukti dapat
menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru digunakan pada tahap eksperimental
(asam askorbat topikal 10%, setiap 2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).
b. Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian topikal 10
% setiap 2 jam selama 10 hari.
c. Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil dan
mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik (doksisiklin 2 x 100 mg)4
d. Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih belum di
lakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai media irigasi atau untuk

23
tetes mata. Bahan bahan mengandung Magnesium juga digunakan pada kasus ini. Sayangnya,
masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi terapi tersebut. Irigasi mengunakan
magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini
dilaporkan masih dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan sebagai
tetes mata setiap 2 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat mengiritasi mata dan menimbulkan
ulserasi kornea.Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak
direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.
e. Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel limbus dan
membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft konjungtiva atau membran
mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti, serta keratoprostheses.

Gambar 10 Irigasi dan Pembebatan pada Mata

Gambar 12 Irigasi dengan Lensa Morgan


Gambar 11 Irigasi dengan Kanul

24
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi,
membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.
1. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED
dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
2. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin
1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
3. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas
kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik
dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular
dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
asetazolamid (diamox) 500 mg.
5. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik
(doksisiklin 100 mg).
6. Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan
barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon
inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari.
Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

25
Pembedahan
1. Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
2. Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

9. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:
1. Simblefaron, yaitu gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatika
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi

26
Gambar 11 Simblefaron Gambar 12 Phthisis bulbi

10. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat
pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

Gambar 13 Cooked Fish Eye Appearance8

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable, 2005. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington.

2. Colby K . Chemical injuries of the cornea.Focal Points: Clinical Modules for


Ophthalmologists. 2010. American Academy of Ophthalmology. San Francisco

3. Gerhard K. Lang, 2006. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.

4. Ilyas, Sidarta, 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

5. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. IDI. 2014. Jakarta

6. Kemenkes. Penyakit Mata Akibat Kerja. Kemenkes. 2011. Jakarta

7. Parul Singh. Ocular Chemical Injuries and Their Management. Oman J Ophthalmol. 2013
May-Aug; 6(2): 8386

8. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Ophtalmologic Approach to Chemical Burns. 2016.


eMedicine Journal.

9. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE, 2011. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta.

10. Wendell J. Scott. Emergency Eye Rinse for Chemical Injuries New Considerations.. JAMA
Ophtalmol. 2015;133(3):245

28

Anda mungkin juga menyukai