Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan negara dengan individu yang berkaitan dengan tanah

tercermin dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

yakni: bumi, air,serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal

ini kemudian menjadivisi, misi, dan spirit Undang-undang Dasar No. 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dengan Land

Reform sebagai agenda utama.Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

mengandung amanatkonstitusional yang sangat mendasar yaitu bahwa

pemanfaatan dan penggunaan tanah dan seluruh kekayaan alam harus dapat

mendatangkan kemakmuran dankesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

seluruh rakyat Indonesia.

Penguasaan tanah diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berbagai upaya dilakukan oleh

manusia untuk dapat menguasai tanah dan tentunya mempertahankan juga

dari pihak lain,karena itu penguasaan tanah harus dilandasi atas hak yang

sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).

Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai

1
dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (2) UUPA ditentukan

adanya macam-macam bagian tubuh.

Bumi dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk

keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam

batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain

yang lebih tinggi.

Pelepasan hak atas tanah adalah perbuatan hukum melepaskan

hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah dan benda-

benda yang terdapat di atasnya, dengan memberikan ganti kerugian atas

dasar musyawarah, sehingga tanah yang bersangkutan menjadi tanah negara

dan kemudian diberikan hak baru yang sesuai kepada pihak yang

memerlukan tanah. Setelah pelepasan hak terjadi, maka status tanah adat

tersebut berubah menjadi tanah negara, maka pihak yang membutuhkan

harus melakukan prosedur permohonan hak terhadap tanah negara.

Tata cara permohonan hak dapat dilakukan apabila tanah yang tersedia

berstatus tanah negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

Dalam pengertian ini, termasuk tanah negara yang berasal dari pembebasan

hak atau pelepasan hak untuk kepentingan pihak lain. Untuk memperoleh

hak atas tanah, baik melalui konversi (pengakuan hak dan penegasan hak)

maupun dengan permohonan baru atas tanah negara, tetap harus melalui

suatu proses untuk didaftarkan menjadi hak milik seseorang tersebut.

2
Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian hak atas tanah

yang dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa

orang bersama-sama atau suatu badan hukum.

Selanjutnya, pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam

Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria. Kewenangan pemberian hak atas tanah

dilaksananakan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sesuai dengan

ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3

Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan

Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa :

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum.

Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor

3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan

Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa :

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberikan

keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak

dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah Badan

Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III.

Selain dari pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor

3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan

3
Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara di atas, dasar hukum tata cara

memperoleh tanah Negara juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan.

Tata cara permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah Negara

diawali dengan syarat-syarat bagi pemohon. dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan

menentukan bahwa :

Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas

tanah negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui Kepala

Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya melikputi letak tanah yang

bersangkutan. Dalam permohonan tersebut memuat keterangan mengenai

pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan

data fisik serta keterangan lainnya berupa keterangan mengenai jumlah

bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon termasuk

bidang tanah yang dimohon serta keterangan lain yang dianggap perlu.

Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri Negara

Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi

letak tanah yang bersangkutan untuk diproses lebih lanjut berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

4
Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan

melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu sebagai berikut :

a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.

b. Mencatat dalam formulir isian.

c. Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian.

d. Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan

untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah lengkap dan

telah diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian

Hak Atas Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran haknya ke

Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang

bersangkutan, untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai tanda

lahirnya hak atas tanah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian serta penjelasan singkat dari latar belakang penulisan

tersebut,maka ada beberapa masalah yang dibahas dalam penulisan ini yaitu:

1. Bagaimana tinjauan yuridis atas pemalsuan dokumen terhadap penjualan

lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di desa Loyow, Kecamatan Nuangan?

2. Faktor faktor apa sajakah yang mendasari, terjadinya penjualan lahan

Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Loyow Kecamatan Nuangan?

5
1.3 Tujuan Penulisan

Secara umum pembahasan mengenai tentang tinjauan yuridis atas

dokumen jual beli terhadap penujalan lahan HPT Di Desa Loyow

Kecamatan Nuangan yakni dalam proses penyidikan dari pihak yang

berwenang,oleh karena itu penulis ingin melanjuatkan penelitian kasus ini

sampai dengan selesai,adapun yang menjadi tujuan dari penulis yaitu:

1. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam menindak lanjuti kasus

penjualan lahan Hutan Produksi Tetap (HPT) Di Desa Loyow Kematan

Nuangan.

2. Untuk mengetahui alasan alasan penjualan lahan Hutan Produksi Terbatas

di Desa Loyow Kecamatan Nuangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi 2 (dua) hal yakni aspek teoritis dan

praktis yaitu:

1. Secara teoritis :

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemikiran positif

terhadap penulis dan juga secara umum kepada masyrakat Desa Loyow

Kecamatan Nuangan serta berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan

di bidang hukum perdata maupun pidana.

6
b. Hasil penelitian ini di harapkan penulis dapat memberikan kejelasan dalam

kasus penjualan Lahan Hutan Produksi Tetap (HPT) di Desa Loyow

Kecamatan Nuangan.

2. Secara Praktis :

Untuk bisa memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat

setempat khususnya Masyarakat Desa Loyow Kecamatan Nuangan melalui

pendekatan secara yuridis formal dalam praktek pelanggaran hukum

terutama di wilayah Desa Loyow, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang

Mongondow Timur.

1.5 Metode Pnenlitian

A. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggrisyaitu

research, yaitu yang berasal dari re (kembali) dan to search (mencari).

Pada dasarrya yang di cari itu adalah pengetahuan yang benar untuk

menjawab atau ketidaktahuan tertentu dengan mengunakan logika berfikir

yang di tempuh melalui penalaran deduktif dan sistematis dalam

penguraiannya.

Peneltian hukum merupakan suatau kegiatan ilmiah, yang di

dasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang

bertujuanuntuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum yang

tertentu, dengan jalan menganalisanya serta juga di adakan pemeriksaan

yang mendalam terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul di

dalam gejala yang bersangkutan.

7
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

adalah metode pendekatan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum

empiris mengacu pada sebuah metode penilitian hukum yang berupaya

untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan

melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Dalam

hubungan ini dilakukan pengukuran dan analisis terhadap Tinjaunan

Yuridis Atas Dokumen Jual Beli Terhadap Penjualan Lahan Hutan

Produksi Tetap (HPT) Didesa Loyow Kecamatan Nuangan.

B. Sumber Data

Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum

primer maupun bahan hukum sekunder juga bahan hukum tersier.

1. Bahan Hukum Primer

data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Data primer

diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan (field

research) dengan cara wawancara.

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-

keterangan.

2. Bahan Hukum Sekunder

data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Pengumpulan

data ini dilakukan dengan studi atau penelitian kepustakaan (library

8
research) yaitu dengan mempelajari peraturan-peraturan, buku-buku

yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan

terdiri dari data sekunder dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum penunjang pada dasarnya mencakup pertama,

bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikenal dengan nama

bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Contohnya adalah misalnya abstrak perundang - undangan, bibliografi

hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majala

hukum, kamus hukum dan seterusnya. Dan kedua bahan-bahan

primer, sekunder dan penunjang (tersier) diluar bidang hukum

misalnya yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik,

filsafat dan lain sebagainya, yang oleh para penelitian hukum

dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.

C. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini penulis mengunakan tehnik pengumpulan data

sebagai brikut

a. Penelitian lapangan

Merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data

primer yang di lakukan dengan cara terjun langsung kelapangan

objek penelitian

9
b. Merupakan perpustakaan

Merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan data dengan cara mengumpulkan, membaca,

mengutip dari leteratur, dokumen-dokumen dan bahan pustaka

lainnya serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dan

relevan dengan permasalahan yang diteliti.

D. Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat

ditafsirkan.Dalam hal ini, analisis yang digunakan adalah analisis data

kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka

secara langsung. Dengan demikian maka setelah data primer dan data

sekunder berupa dokumen diperoleh lengkap, selanjutnya dianalisis

dengan peraturan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Analisis juga dengan menggunakan sumber-sumber dari para ahli

berupa pendapat dan teori yang berkaitan dengan masalah hutan

produksi,hal-hal yang bersifat khusus ke hal yang bersifat umum guna

memperoleh kesimpulan.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aspek Hukum Yuridis

Aspek yuridis yaitu semua hal yang mempunyai arti hukum

yang di akui sah oleh pemerintah,atau aturan ini bersifat baku dan

mengingkat semua orang di wilayah dimana hukum tersebut berlaku,

sehingga jika ada orang yang melanggar hukum tersebut bisa di kenai

hukuman, aturan tersebut memiliki sifat memaksa sehingga semua

orang tanpa terkecuali termasuk para penegak hukum juga harus

mematuhinya.

Adapun hukum yuridis ada yang bentuk lisan ada juga

berbentuk tulisan contoh: hukum yurisid dalam bentuk tertulis adalah

Undang - undang peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan

gubernur dan peraturan daerah. Sedangkan contoh yuridis dalam bentuk

lisan yaitu:hukum adat,meskipun hadir dalam berbentuk tidak tertulis,

hukum adat wajib di indahkan dan di patuhi oleh warga masyarakat

dimana hukum adat itu berlaku di indonesia, hukum adat berlaku sesuai

adat masing-masing daerah, dan sangat bisa jadi hukum adat di satu

daerah berbeda dengan daerah yang lain.

Hukum yuridis dalam bentuk tertulis memiliki kelengkapan

hukum yang bertindak sebagai penegak hukum apabila terjadi kasus

11
pelanggaran,maka aparat penegak hukum ini lah yang akan mengurus

proses hukumnya.

Ini berbeda dengan hukum adat karena tidak memiliki

perangkat hukum jika terjadi pelanggar masyarakat sendirilah di pimpin

ketua adat yang akan di berikan sangsi yang di berikan biasanya berupa

(sangsi sosial) sangsi sosial yang di maksud merupakan target

pelanggaran tentang aturan adat setempat yakni sangsi sosial yang

berupa nasihat terhadap masyrakat yang melakukan pelanggaran hukum

adat yang di bentuk oleh sistem hukum yuridis informal,adapun yang

menjadi merupakan ketua adat adalah hasil dari musyawara mufakat

bagi leluhur adat yang di bentuk secara hukum.

2.2 Pengertian Dokumen Jual Beli

Menurut kamus besar bahasa indonesia dokumen diartikan sbagai

Surat yang tertulis atau tercetak dapat digunakan sebagai barang bukti

keterangan misalnya, akta kelahiran dan surat perjanjian;Barang cetakan

atau naskah karangan yang di kirimkan melalui pos; Rekaman

suara,gambar di film dan sebagainya yang dpat dijadikan bukti keterangan.

Sedangkan dalam arti sempit dokumen dapat diartikan sebagai

catatan tertulis atau tercetak yang dapat meberikan penjelasan bukti dan

petunjuk dan mempunyai makna yang tersirat tentang sesuatu hal yang

terkait dengan aktivitas yang dilakukan dilingkungan kerja, maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian documen adalah sebuah data yang tertulis

12
maupun tercetak yang dapat memberikan penjelasan, bukti dan petunjuk

penting yang dimiliki secara pribadi maupun dilingkungan kantor.

Maka dari itu dokumen jual beli merupakan bagian dari hukum

perdata yang apabila terjadi suatu perkara merupakan hal yang dapat

dituntut atau diajukan tuntutannya di depan pengadilan. Faktanya;

dokumen jual beli kerap kali kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari

namun pada umumnya kita tidak benar-benar menyadari bahwa apa yang

kita lakukan adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan suatu

akibat hukum apabila terjadi kecurangan atau salah satu pihak

mengingkari adanya perjanjian tersebut.

Pengertian jual beli menurut KUHPerdata dan pengertian jual beli

dalam hukum adat sangat jauh perbedaannya. Walaupun kemudian

keduanya sama-sama menggunakan istilah hukum adat.

Hukum adat lebih menitik beratkan pada pada perbuatan serah

terima sedangkan dalam hukum barat (KUHPerdata) lebih menitikberatkan

pada perjanjian dimana para pihak mengikatkan diri. Pengertian jual beli

menurut KUHPerdata pasal 1457 adalah suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu menikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan

pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.

Dalam hukum barat, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua

belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai harga yang

13
diperjualbelikan sesuai dengan bunyi pasal 1458 : jual-beli itu dianggap

telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini

mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun

kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Menurut Hukum adat, jual beli merupakan suatu perbuatan hukum

yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada

pembeli untuk selama-lamanya pada saat mana pembeli menyerahkan

harganya pada penjual, pembayaran harganya dan penyerahan haknya

dilakukan pada saat yang bersamaan meskipun pembayarannya baru

sebagian, menurut hukum adat sudah dianggap dibayar penuh. Jadi di

dalam hukum adat jual beli dilakukan dengan tunai.

Dalam hukum adat sisa pembayaran dianggap harga yang pada

kenyataannya belum dibayar penuh dianggap sebagai hutang pembeli

kepada penjual atas perjanjian utang-piutang yang dianggap terjadi antara

penjual dan pembeli.

Namun hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah

kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal

612, 613, dan 616 KUHPerdata (pasal 1459 KUHPerdata) yaitu

penyerahan benda bergerak terkecuali benda yang tak bertubuh dilakukan

dengan penyerahan yang nyata atas benda itu atau atas nama pemilik

dengan penyerahkan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan

itu berada, penyerahan tersebut harus dibuatkan fakta autentik.

14
Jual beli menurut UUPA adalah perbuatan hukum yang berupa

penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh

penjual kepada pembeli yang pada saat itu juga menyerahkan harganya

kepada penjual jual-beli yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah

dari penjual kepada pembeli itu termasuk hukum agraria.

Dalam pasal 1458 KUHPerdata ditemukan pengertian bahwa jual

beli adalah suatu perjanjian konsensuil dimana secara sederhana dapat

dikatakan bahwa pada dasarnya setiap penerimaan yang diwujudkan dalam

bentuk pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun

yang dibuat dalam bentuk tertulis menunjukkan saat lahirnya perjanjian.

Menurut pasal 1457 KUHPerdata merumuska jual beli sebagai :

suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar

harga yang telah dijanjikan menunjukkan bahwa suatu perbuatan jual beli

adalah merupakan pula suatu perjanjian yang bertimbal balik.

Tujuan jual beli Jual beli bersifat konsensuil artinya dalam

peristiwa jual beli ini ada telah lahir dan mengikat para pihak. Yaitu

penjual dan pembeli segera setelah mereka mencapai kata sepakat

mengenai kebendaan yang diperjualbelikan dan harga yang harus

dibayarkan. Dengan kesepakatan tersebut, pembeli berkewajiban untuk

membayar harga pembelian dan penjual terikat untuk menyerahkan

kebendaan yang dijual tersebut.

15
Dalam hubungannya dengan penyerahan hak milik ini maka perlu

diperhatikan ketentuan pasal 584 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

Hak milik atas suatu benda tidak dapat diperoleh dentgan cara lain

melainkan dengan cara pemilikan (pendakuan), karena karena perlekatan,

karena daluwarsa, karena pewarisan baik menurut Undang-Undang

maupun surat wasiat, dan dengan penunjukan maupun penyerahan

berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik,

dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap barang

itu.

Tujuan dari diadakannya suatu proses jual beli adalah untuk

mengalihkan hak milik atas kebendaan yang dijual. Dari ketentuan pasal

584 tersebut maka secara mutlak cara untuk memperoleh hak milik

tersebut adalah dengan kelima cara sebagaimana yang telah disebutkan

diatas. Ketentuan dari pasal 584 tersebut yang menyatakan bahwa hajh

milik atas kebendaan tersebut dapat diperoleh dengan penyerahan

berdasarkan atas suatu peristiwa perdata. Untuk memindahkan hak milik,

dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan

itu. Ketentuan itu mensyaratkan bahwa untuk memperoleh hak milik

berdasarkan penyerahan , harus memenuhi 2 syarat:

1. Adanya peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik.

2. Dilakukan penyerahan.

16
Dalam KUHPerdata tidak dengan tegas memberikan pengertian

dari peristiwa perdata hakikat penyerahan kebendaan, secara sederhana

bahwa apa yang termasuk dalam perjanjian yang dibuat oleh dua pihak

dengan tujuan menyerahkan hak milik atas kebendaan tertentu. Dalam

konteks ini maka tujuan dari penyerahan ini dapat kita lihat dalam :

1. Jual Beli, yang diatur dalam Bab V Buku III KUHPerdata.

2. Tukar Menukar, yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHPerdata.

3. Hibah, diatur dalam Bab X Buku III KUHPerdata.

Menurut pasal 1686 : Hak milik atas benda-benda yang

termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu telah diterima

secara sah, tidaklah berpindah pada penerima hibah selainnya dengan jalan

penyerahan yang dilakukan menurut pasal 612, pasal 613, dan pasal 616

dan selanjutnya.

Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke

dalam kekuasaan dan kepunyaan pembeli. Sedangkan kebendaan bergerak

karena sifatnya adalah kebendaan yang dapat berpindah atau dapat

dipindahkan. Kapal kapal, perahu perahu, perahu perahu tambang ,

gilingan gilingan dan tempat permandian yang dipasang di perahu atau

yang beriri terlepas dari benda lain adalah kebendaan bergerak. Yang

dianggap sebagai kebendaan bergerak adalah karena ditentukan oleh

Undang Undang yaitu :

17
1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan bergerak.

2. Hak atas bunga bunga yang dijanjikan, baik bunga yang diabadikan

maupun bunga cagak hidup.

3. Perikatan-perikatan dan tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang

dapat ditagih atau yang yang mengenai kebendaan bergerak.

4. Sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan perdagangan uang,

persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda -

benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah yang

bersangkutan dan perusahaan itu merupakan kebendaan tidak

bergerak. Sero-sero atau andil andil itu dianggap kebendaan

bergerak, akan tetapi hanya pada pesertanya selama perjanjian

berjalan.

5. Andil atas perutangan negara indonesia baik andil karena pendaftaran

dalam buku besar, maupun dalam surat-surat pengakuan utang,

sertifikat sertifikat, obligasi dan surat- surat berharga lainnya.

Beserta kupon kupon atau surat tanda bunga yang termasuk di

dalamnya.

6. Sero sero atau kupon obligasi dalam perutangan lain, termasuk juga

perutangan yang dilakukan Negara asing.

Kebendaan tidak bergerak ialah;

1. Pekarangan pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya.

2. Penggilingan kecuali yang dibicarakan dalam pasal 510 KUHPerdata.

18
3. Pohon dan tanaman lading yang dengan akarnya menancap dalam

tanah, buah pohon belum dipetik demikian pula barang barang

tambang seperti batu bara, sampah bara dan sebagainya selama benda-

benda itu belum terpisah atau digali dari tanah.

4. Kayu tebangan dari hutan tebangan dan kayu dari pohon pohon yang

berbatang tinggi selama kayu tersebut belum ditebang.

5. Pipa- pipa dan got yang diperuntukkan guna menyalurkan air dari

rumah atau pekarangan: dan pada umumnya segala sesuatu yang

menancap pada pekarangan atau terpaku pada bangunan rumah.

Kewajiban penjual menurut Pada pasal 1458 KUHPerdata, pada

prinsipnya penjual memiliki kewajiban:

1. Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada

pembeli hingga saat penyerahannya.

2. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan

atau jika tidak telah ditentukan saatnya atas pemintaan pembeli.

3. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.

Menurut pasal 1460 : Jika kebendaan yang dijual itu berupa

barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian

adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum

dilakukan, dan penjual berhak menuntut harganya.

19
Menurut pasal 1461 : Jika barang barang tidak dijual menurut

tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang barang

itu tetap atas tanggungan penjual hingga barang- barang ditimbang,

dihitung atau diukur. Dan ditentukan pula dalam pasal 1462 : jika

sebaliknya barang-barang dijual menurut tumpukan, maka barang barang

itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung

atau diukur.

Dalam pasal 7 UU Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa

kewajiban pelaku usaha yaitu:

1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan atau jasa serta memberikan penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3. Memperlakukan konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

4. Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan. Berdasarkan ketentuan mutu standar barang dan jasa

yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang

dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan /atau diperdagangkan.

20
6. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan atas barang/jasa

yang diperagangkan.

7. Memberi kompensasi apabila barang atau jasa tidak sesuai dengan apa

yang diperjanjikan.

Kewajiban pembeli menurut pasal 1513 kewajiban utama pembeli

adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana

yang ditetapkan menurut persetujuan.

Selanjutnya jika pada saat jual beli disepakati tidak telah ditetapkan

waktu dan tempat pembayarannya, pasal 1514 menentukan bahwa jika

pada waktu membuat persetujuanm tidak ditetapkan tentang itu maka

pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu di mana penyerahan

harus dilakukan.

Hak penjual dan pembeli Rumusan pasal 1517 KUHPerdata

menyebutkan : Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka

penjual dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan

ketentuan pasal 1266 dan 1267.

Sebagaimana suatu hal yang esensi dalam jual beli maka sejalan

dengan hak penjual untuk tidak menyerahkan kebendaan sebelum dibyar,

maka kepada pembeli juga selayaknya diberikan hak bahwa dia tidak

diwajibkan untuk membayar jika ia tidak dapat memiliki dan menguasai

21
serta memanfaatkan dan menikmati kebendaan yang dibeli tersebut secara

aman dan tenteram, kecuali jika hal tersebut telah dilepaskan olehnya.

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1516 KUHPerdata yang

menyatakan : Jika pembeli, dalam penguasaanya, diganggu oleh suatu

tuntutan hukum yang berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan untuk

meminta kembali barangnya, atau jika pembeli mempunyai suatu alasan

untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya,maka ia

dapart menangguhkan pembayaran harga pembelian, hingga penjual telah

menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih

memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli

diwajibkan membayar biarpun dengan segala gangguan.

Pada pasal 1491 jo pasal 1492 KUHPerdata lebih ditegaskan dan

menyatakan : penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap

pembeli adalah untuk menjamin 2 hal, yaitu:

1. Penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram;

2. Terhadap adanya cacat cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau

yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan

pembeliannya.

Pengertian dari jual beli dapat berarti suatu perjanjian yang

bertimbal balik dan suatu perjanjian yang konsensuil. Maksudnya disini

adalah perbuatan jual beli ini menimbulkan suatu kewajban bagi kedua

22
belah pihak yang saling berkaitan antara pihak penjual dan pembeli dan

ditandai dengan adanya suatu penerimaan yang dilakukan oleh pembeli

dan penyerahan yuang dilakukan oleh penjual; Dalam peristiwa jual beli

ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban penjual

maupun pembeli memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian diantara

mereka. Dimana perjanjian tersebut berlaku selayaknya undang undang

bagi kedua belah pihak. pihak penjual berhak memperoleh pembayaran

atas kebendaan yang telah diserahkan dan pembeli berhak untuk

memperoleh jaminan atas kebendaan yang diterima dari penjual.

Dalam surat perjanjian jual beli memiliki langkah-langkah

pembuatan, dalam pengertian surat perjanjian beli berfungsi dan bertujuan

memudahkan kita dalam mendefiniskan surat perjanjian jual beli dan

memudahkan kita dalam penyusunan surat perjanjian jual beli serta dapat

memudahkan dalam membedakan jenis - jenis surat lainnya.

Surat perjanjian jual bali sebagai fakta dalam proses perjanjian jual

beli sebagai pembuktian atau akta tentang pembuatan , kenyataan atau

kondisi dalam kesepakatan di anatara dua pihak yang berkaitan dalam jual

beli. Surat perjanjian jual beli memakai meterai serta terdiri atas pasal -

pasal atau perincian atas mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak,

surat jual beli dapat pula memudahkan kita mengetahui cara - cara

penyusunan atau pembuatan surat perjanjian jual beli karena contoh surat

perjanjian jual beli sudah tersusun seperti yang ada dalam langakah -

23
langkah penyusunan surat perjanjian jual beli seperti langkah - langkah

penyusunan surat perjanjian jual beli.

1. Menentukan barang yang akan diperjual belikan beserta

kualifikasinya, seperti letak atau batas - batasnya, luas dan harganya.

2. Menentukan pihak - pihak yang terikat dalam perjanjian itu: nama,

alamat, pekerjaan, dan usaha.

3. Menentukan hak dan kewajiban kedua belah pihak berdasarkan

kesepakan bersama.

4. Menulis kembali rancangan itu menjadi.

2.3 Pengertian Hutan Produksi

Lahan luas yang ditumbuhi berbagai pohon liar maupun budi daya.

Hutan banyak memberikan hasil berupa kayu, rotan, getah damar, getah

jelutung, kemenyan, dan sebagainya. Hutan produksi adalah hutan yang

memberikan hasil hutan berupa kayu, rotan, kemenyan, dan hasil hutan

lainnya.

Hutan produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan. suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan

sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan atau

memproduksi hasil hutan bagi kepentingan masyarakat, dibidang industri

dan ekspor. Hutan ini ditentukan dengan batas-batas suatu HPH (Hak

Penguasaan Hutan) dan dikelola untuk menghasilkan kayu.

24
Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi

dengan penanaman kembali dan pertumbuhan ulang sehingga hutan terus

menghasilkan kayu secara lestari. Secara praktis, hutan - hutan di kawasan

HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang ditebang habis.

Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang dimanfaatkan

untuk memproduksi hasil hutan. Negara bisa memberikan hutan negara

berupa konsesi kepada pihak swasta untuk dimanfaatkan dan dikelola hasil

hutannya. Terkecuali di Pulau Jawa, pengelolaan hutan produksi yang

berada di areal hutan negara dikelola oleh Perum Perhutani, perusahaan

milik negara. Hasil hutan yang dimaksud bisa berupa kayu atau non kayu.

Menurut Undang - undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,

pengertian hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok memproduksi hasil hutan. Indonesia memiliki 129 juta hektar

kawasan hutan, lebih dari setengahnya atau sekitar 72 juta hektar berupa

hutan produksi. Sisanya masuk ke dalam hutan konservasi dan hutan

lindung.

Hutan produksi dikelompokkan menjadi 3 yaitu, Hutan Produksi

Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang

dapat dikonversi (HPK):

1. Hutan Produksi Tetap (HP), hutan yang bisa dieksploitasi hasil

hutannya dengan cara tebang pilih maupun tebang habis. HP biasanya

berupa kawasan hutan yang memiliki kelerengan landai, tanah yang

rendah erosi dan memiliki curah hujan yang kecil. Faktor-faktor

25
kelerengan, erosi dan curah hujan tersebut ditentukan dengan cara

menghitung indeksnya berdasarkan metode skoring. Areal hutan yang

ditetapkan sebagai HP harus memiliki skor dibawah 125, dan areal

tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan lindung.

2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat

dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas ini

merupakan hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan

intensitas yang rendah. Hutan produksi terbatas ini pada umumnya

berada di wilayah pegunungan di mana lereng - lereng yang curam

mempersulit kegiatan pembalakan. Areal yang bisa ditetapkan sebagai

HPT setidaknya memiliki skor 125-174, diluar kawasan lindung

seperti hutan konservasi atau hutan lindung.

3. Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK):

a. Kawasan hutan yang dipengaruhi faktor kelas lereng, jenis tanah

dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan

angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar

hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam.

b. Kawasan hutan yang memiliki ruang dicadangkan untuk

digunakan bagi pengembangan permukiman, transmigrasi,

pertanian dan perkebunan. Kegiatan yang diizinkan untuk Hutan

Produksi adalah untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

Kayu Hutan Alam (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

26
Untuk Hutan Produksi Terbatas karena pertimbangan kelerengan

maka tidak diperbolehkan melakukan tebang habis (land clearing) untuk

HTI biasanya HPT pengelolaannya dengan Tebang Pilih Tanam Indonesia

(TPTI). Sedangkan Hutan Produksi Konversi aktivitas yang dilakukan

lebih kepada penggunaan sektor non-kehutanan.

Ciri Kawasan untuk Hutan Produksi; Hutan produksi sendiri adalah

areal hutan yang memang diperuntukkan sebagai kawasan hutan yang

berfungsi untuk menghasilkan hasil-hasil hutan yang dipergunakan untuk

kepentingan konsumsi masyarakat luas, industri baik import maupun

ekspor. Hutan ini pun memang biasanya terletak di batas-batas suatu HPH

dan memang dikelola untuk menghasilkan berbagi jenis kayu. Hutan-hutan

di kawasan HPH ini memang sering sekali di tebang secara besar-besaran

tanpa melihat hal ke depan yang akan terjadi. Hutan produksi memang

dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Hutan Produksi tetap, hutan yang di eksploitasi atau di manfaatkan

dengan cara tebang pilih maupun tebang habis. Pemanfaatan dan

hutan yang hanya bisa di manfaatkan dengan cara tebang pilih. Hutan

ini memang untuk memproduksi kayu namun dengan intensitas yang

relative rendah. Hutan ini memang umumnya berada di daerah

pegunungan, yang ada di lereng.

2. Hutan produksi yang bisa dikonversi, kawasan hutan di kelas lereng

jenis, tanah dan intensitas hujan memang sudah diperkirakan

27
sebelumnya. Kawasan hutan secara ruang sudah dicadangkan untuk

digunakan sebagai pengembangan transmigrasi ataupun perkebunan

dan pertanian. Ciri - ciri hutan produksi itu sendiri adalah:

a. Dalam kawasan hanaya terdapat satu jenis pohon tanaman atau

pohon, contohnya hutan hutan karet maupun hutan jati.

b. Dipergunakan hanya untuk kebutuhan konsumtif.

c. Area yang digunakan relative luas dikarenakan memang untuk

memenuhi kebutuhan manusia.

d. Biasanya dimiliki oleh PT yang sudah besar atau pun

pemerintah daerah setempat.

e. Pemanfaatan dan penggunaanya sangat diawasi.

Sebenarnya hutan produksi juga dikelompokkan lagi menjadi hutan

rimba dan budidaya, hutan rimba, hutan yang sengaja di budaya, ataupun

dikelola oleh manusia dan hanya ditanami satu jenis tanaman, namun

hutan rimba tidak hanya ditanami satu jenis pohon, namun beberapa jenis

pohon di dalam satu kawasan. Jika hutan rimba, penebangannya harus

dilakukan dengan system tebang pilih secara hati-hati, pohon diharuskan

memiliki umur yang cukup agar yang masih kecil tidak ikut terkena

imbasnya.

2.6 Kreteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi

Metode skoring untuk penentuan fungsi kawasan hutan diawali

penerbitan beberapa peraturan oleh Menteri Pertanian dan Menteri

28
Kehutanan tahun 1980-an. Beberapa aturan terkait kriteria fungsi kawasan

hutan tersebut sebagai berikut

Kriteria hutan produksi dan lindung yang ditetapkan oleh Menteri

Pertanian memberikan kriteria fungsi kawasan hutan berdasarkan sistem

skoring. Faktor-faktor yang dinilai mencakup 3 komponen utama :

1. Kelerengan

2. Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi, dan

3. Curah hujan rata-rata (mm/hari hujan)

Tiga komponen utama (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) diberi

angka penimbang (bobot) masing-masing sebagai berikut : faktor

kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas hujan = 10. Adapun skor

parameter menurut aturan-aturan di atas untuk tiap komponen faktor

sebagai berikut :

Skor setiap kelas kelerengan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80

(diolah)

Skor setiap kelas jenis tanah sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80

(diolah)

Skor setiap kelas curah hujan sesui SK Mentan Nomor

837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Untuk membuat rekomendasi fungsi kawasan hutan, hal pertama yang

perlu dilakukan adalah penentuan batas area yang akan dianalisis. Area

29
tersebut dapat berstatus sebagai kawasan hutan atau calon kawasan hutan.

Idealnya, kawasan yang akan dilakukan proses skoring (hutan produksi

tetap dan hutan produksi terbatas) hendaknya berada di luar kawasan

lindung sesuai aturan yang berlaku, seperti :

1. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan > 40 %

2. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas

permukaan laut 2.000 m atau lebih.

3. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol,

organosol, renzina dengan lereng lapangan > 15 %

4. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya

100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran air

5. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari

200 meter di sekeliling mata air

6. Tanah bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat di

bagian hulu sungai dan rawa

7. Daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan

bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang

tertinggi ke arah darat

8. Memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan konservasi, seperti Taman

Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, dll.

9. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai

hutan lindung.

30
Berkenaan pengecualian tersebut maka area-area yang memenuhi

syarat-syarat di atas secara otomatis memenuhi kriteria kawasan lindung

dan tidak memerlukan sistem skoring untuk rekomendasi fungsi kawasan

hutan. Langkah-langkah penentuan fungsi kawasan hutan secara umum

dapat digambarkan oleh bagan alir berikut ini :

Adapun nilai skor masing-masing fungsi kawasan hutan (hutan lindung,

hutan produksi dan hutan produksi terbatas) adalah sebagai berikut :

1. Skor >= 175, maka dicadangkan sebagai hutan lindung.

2. Skor 125-174, maka dicadangkan sebagai hutan produksi terbatas.

3. Skor <= 124, maka dicadangkan sebagai hutan produksi tetap.

Kawasan yang memenuhi kelayakan skor hutan produksi tetap dapat

saja dicadangkan sebagai kawasan hutan produksi konversi dengan

pertimbangan khusus, seperti pengembangan transmigrasi, permukiman,

pertanian, dan perkebunan.

1.5 Pengukuhan Kawasan Hutan produksi

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang kehutanan menetapkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan

pengukuhan kawasan hutan guna memberikan kepastian hukum atas

kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan

penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan

dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas

dan luas kawasan hutan.

31
Penetapan kawasan hutan yang merupakan tahap akhir dan proses

pengukuhan kawasan hutan telah memberikan status hukum yang jelas

antara lain tidak hanya kelengkapan dokumen yuridis mengenai kawasan

hutan tetapi juga kejelasan fisik batas lapangan. Disamping itu dalam

penetapan kawasan hutan telah jelas mengenai status, letak, batas dan luas

definitif, pengelola kawasan hutan dan lain-lain menyangkut kegiatan

pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan.

Dengan adanya kejelasan status kawasan hutan, maka Pemerintah

dalam hal ini Departemen Kehutanan memudahkan untuk melakukan

pengaturan dan pengurusan yang berkaitan dengan kawasan hutan,

diantaranya mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara

orang/ masyarakat/ badan hukum dengan hutan serta mengatur perbuatan-

perhuatan hukum mengenai kehutanan.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah

dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 serta Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 disebutkan bahwa kewenangan penataan

batas Hutan Produksi dan Hutan Lindung oleh Pemerintah Daerah

sedangkan Kawasan Konservasi oleh Pemerintah Pusat.

Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oeh Menteri untuk

memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas

kaasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan proses:

a. Penunjukan kawasan hutan

32
b. Penataan batas kawasan hutan

c. Pemetaan kawasan hutan dan

d. Penetapan kawasan hutan

Kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan ditetapkan dengan

Keputusan Menteri.

Penunjukan Kawasan Hutan

Penunjukan kawasan hutan dilaksanakan sebagai proses awal suatu

wilayah tertentu menjadi kawasan hutan. Penunjukan kawasan hutan

meliputi:

1. Wilayah Provinsi, penunjukan kawasan hutan dan perairan wilayah

provinsi dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan Rencana Tata

Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan atau pemaduserasian TGHK dengan

RTRWP.

2. Wilayah Tertentu secara parsial (KSA/KPA/TB/THR, HP, HL),

penunjukan wiayah tertentu secara parsial manjadi kawasan hutan harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Usulan atau rekomendasi Gubernur dan atau Bupati/ Walikota;Secara teknis

dapat dijadikan hutan.

Penunjukan kawasan hutan dilampiri peta penunjukan kawasan hutan

Penunjukan kawasan hutan ditentukan berdasakan Peraturan Pemerintah

Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

(RTRWN) sepanjang menyangkut Taman Buru (TB), Hutan Lindung (HL),

33
Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP), dan Hutan

Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Penunjukan kawasan hutan juga ditentukan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam (KSA)

dan Kawasan Pelestarian Alam sepanjang menyangkut Cagar Alam

(CA),Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Tahura dan Taman

Wisata Alam (TWA).

Penataan Batas Kawasan Hutan

Berdasarkan penunjukan kawasan hutan dilakukan penataan batas

kawasan hutan, Tahapan pelaksanaan penataan batas mencakup kegiatan:

1. Pemancangan patok batas sementara

2. Pengumuman hasil pemancangan patok balas sementara

3. Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada

disepanjang trayek batas dan di dalam kawasan hutan

4. Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat di sekitar trayek

batas atas hasil pemancangan batas sementara.

5. Penyusunan Berita Acara Pemancangan batas sementara yang disertai

dengan peta pemancangan patok batas sementara.

6. Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas.

7. Pemetan hasil penataan batas

8. Pembuatan dan penandatangan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata

Batas.

9. Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur

34
Berdasarkan kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan yang

ditetapkan Menteri, Gubernur menetapkan pedoman penyelenggaraan

penataan batas.

Berdasarkan pedoman penyelenggaraan penataan batas, Bupati/

Walikota menetapkan petunjuk pelaksanaan penataan batas. Bupati/

Walikota bertanggung jawab atas penyelengaraan penataan batas kawasan

hutan di wilayahnya.

Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan dilakukan oleh Panitia

Tata Kawasan Hutan. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dibentuk oleh

Bupati/ Walikota. Unsur keanggotaan, tugas fungsi, prosedur dan tata kerja

Panitia Tata Batas Kawasan Hutan diatur dengan Keputusan Menteri,

Panitia Tata Batas Kawasan Hutan antara lain bertugas:

1. Melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan pekerjaan

pelaksanan dilapangan.

2. Menyelesaikan masalah-masalah hak-hak atas lahan/ tanah disepanjang

trayek batas dan hak-hak atas lahan/ tanah di dalam kawasan hutan.

3. Memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan

tata batas di lapangan.

4. Membuat dan menandatangani Berita Acara Tata Batas Kawasan

Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan

5. Hasil penataan batas kawasan hutan dituangkan dalam Berita Acara

Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia Tata

35
Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh Bupati/ Walikota dan

disahkan oleh Menteri.

Pemetaan Kawasan Hutan

Pemetaan dalam rangka kegiatan pengukuhan kawasan hutan

dilakukan melalui proses pembuatan peta: Penunjukan kawasan

hutan,Rencana trayek batas, Pemancangan patok batas

sementara,Penataan batas kawasan hutan, dan Penetapan kawasan hutan

Peta Tata Batas Areal yang dipetakan sebagai kawasan hutan adalah:

1. Peta dasar yang digunakan ditentukan berdasarkan urutan ketersediaan

liputan peta atas kawasan hutan yang dipetakan yaitu Peta Rupa Bumi

(RBI), Peta Topografi (TOP), dan Peta Joint Operation Graphic (JOG).

2. Menggambarkan hasil pelaksanaan penataan batas kawasan hutan

dalam bentuk peta tata batas.

3. Ukuran/ format peta 60 cm x 80 cm (termasuk informasi tepi).

4. Pembuatan peta tata batas mengikuti kaidah-kaidah pemetaan.

Penetapan Kawasan Hutan

Menteri menetapkan kawasan hutan didasarkan atas Berita Acara

Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah

temu gelang. Dalam hal penataan kawasan hutan temu gelang tetapi masih

terdapat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan maka kawasan

hutan tersebut ditetapkan oleh Menteri dengan memuat penjelasan hak-hak

yang ada di dalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang

36
diakui. Hasil penetapan kawasan hutan terbuka untuk diketahui

masyarakat.

2.4 Status Hukum Kawasan Hutan Produksi.

Kawasan hutan produksi adalah wilayah tertentu yang ditunjuk

dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya

sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan,

terdapat unsur yang meliputi:

1. suatu wilayah tertentu.

2. terdapat hutan atau tidak terdapat hutan.

3. ditetapkan pemerintah (Menteri) sebagai kawasan hutan.

4. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.

Hutan berdasarkan fungsinya adalah penggolongan hutan yang

didasarkan pada kegunaannya. Hutan ini dapat digolongkan menjadi tiga

macam, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok memproduksi hasil hutan. Lihat Pasal 6 dan Pasal 7 Undang -

undang Nomor: 41 Tahun 1999. 119 Hutan berdasarkan tujuan khusus,

yaitu penggunaan hutan untuk keperluan penelitian dan pengembangan,

pendidikan dan latihan, serta untuk kepentingan religi dan budaya

setempat.

Lihat Pasal 8 Undang - undang Nomor: 41 Tahun 1999. 120 Hutan

berdasarkan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Di setiap

kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Hutan kota adalah

37
hutan yang berfungsi untuk pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan

air.

Lihat Pasal 9 Undang-undang Nomor: 41 Tahun 1999. Untuk

menentukan status hukum kawasan hutan itu harus dilakukan pengukuhan

hutan. Dan ada tiga tahap dalam melakukan pengukuhan hutan, yaitu:

1. Tahap penunjukan,

2. Tahap pengukuhan, dan

3. Tahap penetapan.

Tahap penetapan kawasan hutan merupakan momentum yang

sangat penting di dalam penentuan status hukum kawasan hutan. Status

hukum kawasan hutan dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri

Kehutanan.

Surat keputusan itu memuat status hukum kawasan hutan, apakah

hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam, atau hutan wisata. Di

samping itu juga memuat tentang luas, batas, dan lokasi kawasan hutan.

Ada dua ciri khas kawasan hutan, yaitu:

2. Adanya penetapan dari Menteri Kehutanan yang dituangkan dalam

Surat Keputusan Menteri Kehutanan, dan

3. Telah ada penetapan batas kawasan hutan.

Selain dari pada itu ada dua konsekuensi logis adanya penetapan

Menteri Kehutanan;

38
2. Mewajibkan Pemerintah Menteri Kehutanan untuk mengurus dan

melindungi kawasan hutan sehingga kawasan itu dapat berfungsi

dengan baik.

3. Mewajibkan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam

perlindungan hutan.

Tujuan pengaturan penetapan kawasan hutan, perubahan status dan

fungsi kawasan hutan yaitu:

1. Menjaga dan mengamankan keberadaan dan kebutuhan kawasan hutan

sebagai penggerak perekonomian lokal, regional dan nasional, serta

sebagai penyangga kehidupan lokal, regional, nasional dan global.

2. Terwujudnya kepastian hukum atas kawasan hutan, serta optimalisasi

pemanfaatan lahan/hutan dalam rangka pembangunan nasional,

sektoral dan daerah.

Berdasarkan terminologi dan tujuan pengaturan penetapan kawasan

hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan tersebut di atas,

melahirkan beberapa implikasi, karena bila menyebut kawasan hutan,

maka frasa batas merupakan komponen dari bangunan yang melekat dan

menyangkut yuridiksi ketentuan perundang-undangan di bidang

kehutanan. Berlakunya yurisdiksi ketentuan bidang kehutanan ditentukan

oleh batas hukum kawasan hutan yaitu batas yang dapat dipertahankan

secara hukum terhadap adanya klaim dari pihak tertentu. Salah satu

penyebab permasalahan kawasan hutan yang paling krusial terletak justru

pada persoalan batas kawasan hutan.

39
Keberadaan kawasan hutan tersebut merupakan hasil dari proses

pengukuhan kawasan hutan, yang meliputi tahapan mulai dari penunjukan

kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan Perubahan

Peruntukan Kawasan Hutan.

kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan. Tahapan tersebut

mengandung konsekuensi hukum kawasan hutan, sehingga secara de jure

kawasan hutan akan ada setelah suatu kawasan minimal ditunjuk oleh

Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan termasuk batas-batasnya

walaupun batas tersebut masih di atas peta.Sampai saat ini kondisi

kawasan hutan di Indonesia dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan,

antara lain kawasan hutan yang belum ditata batas, kawasan hutan yang

telah ditata batas tetapi masih dalam proses pengesahan dan penetapannya.

Kawasan hutan yang sebagian batasnya telah ditata batas dan

disahkan oleh Menteri Kehutanan, kawasan hutan yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kehutanan. Secara faktual kondisi tersebut mengandung

konsekuensi hukum atas keberadaan kawasan hutan dimaksud.

Laju pelaksanaan pembangunan nasional, dinamika perkembangan

penduduk yang terus meningkat dan adanya pemekaran wilayah telah

meningkatkan kebutuhan akan lahan karena tidak ada alternatif lain, maka

banyak kawasan hutan yang telah diduduki (okupasi) secara tidak sah,

kegiatan menduduki kawasan hutan ini sifatnya sangat beragam dari

pembukaan untuk melakukan perladangan, perkebunan,

40
perikanan/pertambakan, pertanian tanaman pangan, pembuatan jalan,

perluasan desa/kota dan sebagainya.

Kebutuhan tersebut sudah tentu mengambil dari lahan yang tidak

dimiliki oleh orang per orang/sekelompok orang, melainkan dari kawasan

hutan yang menurut undang-undang dikuasai oleh negara. Di sisi lain,

untuk menentukan batas definitif kawasan hutan dalam situasi kawasan

yang sudah open acces (tidak bertuan) merupakan pekerjaan yang sangat

besar, karena indikasi beragamnya pelanggaran sudah terjadi di depan

mata.

Secara turun temurun tinggal dan bergantung hidupnya di hutan

dan hasil hutan 125 Ibid. 126 Pasal 50 Undang - undang Nomor: 41 tahun

1999. Kompleksitas yang terjadi dalam pengelolaan kawasan hutan ini

merupakan fakta yang merupakan keniscayaan yang dapat menjadi

pertimbangan dalam hal menentukan pilihan kebijakan yang menisbikan

atau mengesampingkan unsur pelanggaran pidana.

Kondisi ini tentunya menyulitkan aparat kehutanan dan aparat

penegak hukum dalam menyelesaikan secara tuntas pelanggaran dan

pidana dalam pengelolaan kawasan hutan, di satu sisi kegiatan menduduki

kawasan hutan berdimensi pidana, di sisi lain karena menyangkut hajat

hidup orang banyak dan agar tidak berindikasi pada perampasan hak - hak

lokal, maka memberi peluang untuk diselesaikan melalui kepentingan

publik, sosial dan keperdataan.

41
Skema pergeseran penyelesaian konflik kawasan hutan dari pola

reprensif ke pola non reprensif melalui mekanisme konstruksi keperdataan,

dapat diketahui dari adanya kebijakan antara lain tentang perubahan

peruntukan dan fungsi serta penggunaan kawasan hutan, melalui evaluasi

dan revisi tata ruang yang mengakibatkan revisi terhadap penunjukan

kawasan hutan.

Hal ini agar areal kawasan yang berindikasi terdapatnya perizinan

yang tidak jelas secara hukum, berlokasi pemukiman. perambahan,

penambangan liar dan aktivitas lainnya dikeluarkan dari kawasan hutan

alias diubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) dan atau menjadi

Kawasan Budidaya Non - Kehutanan (KBNK).

Dalam mengkaji persoalan pengelolaan kawasan hutan yang

semata-mata meletakkan pada hukum positif normatif semata menjadi

kurang bijaksana, karena ketentuan peraturan perundang - undangan yang

ada sarat duplikasi, lemah sisi harmonisasi serta tidak kontekstual,

sehingga perlu adanya pertimbangan faktor - faktor yang mempunyai

dimensi pragmatikal, legal dan realis. Penyelesaian hukum secara parsial

yang berlangsung selama ini hanya sebatas norma perundang - undangan

belaka atau lebih kepada pemberian kepastian undang - undang dari pada

memberikan keputusan hukum yang bersifat solutif, mempunyai manfaat

dan kemaslahatan umum.

Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan yakni langkah kebijakan

yang diambil tidak pernah menukik pada dekonstruksi atau rekonstruksi

42
seluruh sistem, tentu saja pembaruan macam ini tidak akan berhasil dalam

mentransformasikan konfigurasi dan fungsi hukum sebagai pranata yang

fasilitatif dan solutif.

43
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Dalam Pelestarian

Hutan Produksi Terbatas

A. Peran Pemerintah Dalam Pelestarian Hutan Produksi Terbatas

Pemrintah kabupaten bolaang mongondow timur dalam membahas

tentang hutan, biasanya akan berkaitan dengan pegunungan, sebab

kawasan hutan adalah merupakan kawasan pegunungan. Lahan di

pegunungan yang masih merupakan kawasan hutan adalah lahan yang

sangat banyak memberikan manfaat untuk pertanian, selain itu hutan juga

sangat penting untuk menjaga fungsi lingkungan Daerah Aliran Sungai

(DAS) dan penyangga daerah di bawahnya (Daerah Rata Kombot).

Upaya pemerintah kabupaten yang di tugaskan dalam peraturan

daerah(Perda) tidak lain adalah:

1. Pengawasan(Controling)hutan produksi terbatas

2. Pengelolaan kawasan hutan yang berdiri di atas gunung rata

kombot

3. Pelaksanaan pungsi pelestarian dalam mengembangkan status

perlindungan hutan

Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah satu

penerapan yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang

44
sebenarnya adalah memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang

mengindahkan estitika dan kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan

kelanjutan hasil tanaman, hewan, bahan-bahan yang berguna dengan

menciptakan siklus seimbang antara hasil (output) dan pembaharuan.

Kesadaran lingkungan harus ditumbuhkembangkan pada

masyarakat sejak dini. Misalnya dari pendidikan atau melalui

pemberitahuan secara turun temurun. Tekanan sosial dan ekonomi

masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam dapat

ditumbuhkembangkan melalui upaya pemberian informasi tentang

lingkungan sehingga akan meningkatkan kesadaran lingkungan

masyarakat.

Kawasan hutan perlu dipertahankan berdasarkan pertimbangan

fisik, iklim dan pengaturan tata air serta kebutuhan sosial ekonomi

masyarakat dan Negara. Hutan yang dipertahankan terdiri dari hutan

lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan konservasi, hutan produksi

terbatas dan hutan produksi. Di dalam hutan-hutan tidak boleh dilakukan

kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi hutan tersebut. Hutan

mempunyai fungsi pelindung terhadap tanah dari tetesan hujan yang jatuh

dari awan yang mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya itu

dengan energi tertentu tetesan hujan akan memukul permukaan tanah dan

melepaskan butiran tanah sehingga akan terjadi erosi percikan.

45
Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas

permukaan tanah, aliran air ini mempunyai energi tertentu juga, makin

curam dan panjangnya lereng tempat air mengalir makin besar energinya,

energi yang ada pada aliran permukaan ini akan mengelupaskan

permukaan tanah sehingga terjadi erosi permukaan. Aliran permukaan

dapat juga menyebabkan terbentuknya alur permukaan tanah yang disebut

dengan erosi alur.

Jika ada hutan maka tetesan air hujan akan jatuh pada tajuk-tajuk

tanaman yang ada di hutan tersebut, terlebih lagi bila tajuk tersebut

berlapis-lapis sebagian air hujan tersebut, akan menguap kembali ke udara

dan sebagian lagi akan jatuh ke tanah melalui tajuk- tajuk tanaman dari

yang teratas sampai ke tajuk tanaman yang terendah, akibatnya energi air

hujan tersebut di patahkan atau diturunkan kekuatannya oleh tajuk- tajuk

tanaman yang berlapis tadi, hingga akhirnya air hujan yang jatuh pada

tanah dari tajuk yang terndah energinya hanya yang kecil saja sehingga

kekuatan pukulan air hujan pada permukaan tanah tidak besar, dengan

demikian erosi percikan hanya kecil.

Apabila hutan tidak dipertahankan atau dilestarikan fungsi

perlindungan hutan terhadap tanah akan hilang sehingga akan terjadi erosi

bahkan longsor seperti yang banyak terjadi sekarang ini bila musim hujan

datang. Erosi akan semakin besar dengan besarnya intensitas hujan serta

makin curam dan panjangnya lereng. Akibat adanya erosi kesuburan tanah

46
akan berkurang karena lapisan atas sudah terkikis dan terbawa oleh air

sehingga akan menurunkan produksi tanaman dan pendapatan petani.

B. Metode Pelestarian Hutan

Sumber masalah kerusakan lingkungan terjadi sebagai akibat

dilampauinya daya dukung lingkungan, yaitu tekanan penduduk terhadap

lahan yang berlebihan. Usaha, cara, dan metode pelestarian hutan dapat

dilakukan dengan mencegah perladangan berpindah yang tidak

menggunakan kaidah pelestarian hutan , waspada dan hati- hati terhadap

api dan reboisasi lahan gundul serta tebang pilih tanam kembali.

Perladangan berpindah sering dilakukan oleh masyarakat yang bermukim

di pedesaan. Pengaruhnya terhadap pelestarian hutan tidak akan besar

karena mereka dalam melakukan kegiatan pada lahan yang tidak terlalu

luas. Cara yang mereka gunakan biasanya masih tradisional dan usaha

taninya bersifat subsisten dan mereka tidak menetap.

1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah

Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan

tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang

ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab

membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan

pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk

menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.

47
2. Waspada-Waspadalah Hati-Hati Terhadap Api Hindari membakar

sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun,

membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat

menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau

di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-

hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu

kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga

tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.

3. Reboisasi Lahan Gundul dan Metode Tebang Pilih

Kombinasi kedua teknik adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh

para pelilik sertifikan HPH atau Hak Pengelolaan Hutan. Para

perusahaan penebang pohon harus memilih-milih pohon mana

yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah

meneang satu pohon sebaiknya diikuti dengan penanaman kembali

beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang

tersebut. Lahan yang telah gundul dan rusak karena berbagai hal

juga diusahakan dilaksanakan reboisasi untuk mengembalikan

pepohonan dan tanaman yang telah hilang.

4. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana

Dengan menempatkan satuan pengaman hutan yang jujur dan

menggunakan teknologi dan persenjataan lengkap diharapkan

mempu menekan maraknya aksi pengrusakan hutan oleh oknum-

oknum yang tidak bertanggung jawab. Bagi para pelaku kejahatan

48
hutan diberikan sangsi yang tegas dan dihukum seberat-beratnya.

Hutan adalah aset / harta suatu bangsa yang sangat berharga yang

harus dipertahankan keberadaannya demi anak cucu di masa yang

akan datang.

Namun untuk perladangan yang luas perlu dilakukan usaha tani

yang memenuhi kaidah-kaidah pelestarian hutan dan harus ada

pencagahan perladangan berpindah.

Biaya yang dikeluarkan untuk reboisasi dan penghijauan sudah

sangat besar namun hasilnya tidak menggembirakan , banyak pohon yang

ditanam untuk penghijauan dan reboisasi dimatikan lagi oleh penduduk

karena perpindahan ladang dan pembukaan lahan baru, untuk itu salah satu

cara yang dapat dilakukan untuk reboisasi adalah dengan sistem tumpang

sari, dalam sistem ini peladang diperbolehkan menanam tanaman pangan

diantara larikan pohon dengan perjanjian petani memelihara pohon hutan

yang ditanam dan setelah kira-kira lima tahun waktu pohon sudah besar

petani harus pindah, namun dalam kenyataan petani banyak tidak

memelihara pohon atau bahkan mematikan pohon tersebut karena

dianggap mengganggu tanaman usaha taninya sehingga tidak jarang

mereka menetap di tempat tersebut.

C. Pelestarian Hutan Dan Potensi Ekonomi

Pemerintah kabupaten dalam pengembangan potensi ekonomi di

ambil dari hasil pemanfaatan sumber daya alam yang berada di lingkungan

49
ekologi daerah rata kombot,Nilai ekonomi yang dihasilkan dari masing-

masing tipe pemanfaatan sumber daya alam (hasil hutan kayu, non kayu,

tambang, perikanan, pertanian, pariwisata, dll) serta nilai ekonomi dari

jasa lingkungan yang disediakan oleh kawasan hutan , hendaknya tidak

dilihat sebagai nilai-nilai yang terpisah satu sama lain, karena setiap

kegiatan pemanfaatan sumber daya alam (kegiatan ekonomi lain) tidak

berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dan saling memberikan

dampak satu sama lain.

Prinsip-prinsip yang menyangkut faktor pembatas dan

produktivitas di masa lalu telah menetapkan pokok penerapan ekologi

untuk pertanian dan kehutanan, tetapi untuk alasan-alasan yang telah

dikemukakan , para ahli pertanian dan kehutanan sekarang harus berfikir

bahwa tanaman dan hutannya mempunyai hasil lain selain dari makanan

dan serat, dalam pengertian ekosistem manusia secara keseluruhan.

Komponen-komponen sistem pertanian berinteraksi secara baik

ketika komponen-komponen itu terlepas dari fungsi utamanya,

meningkatkan kondisi-kondisi bagi komponen lain yang berguna di dalam

sistem pertanian, misalnya; menciptakan iklim mikro yang cocok bagi

komponen lain, menghasilkan senyawa kimia untuk mendorong komponen

yang diinginkan atau menekan komponen yang berbahaya (pengaruh

alelopatis dari pengeluaran akar atau mulsa)., memproduksi pelapis tanah

atau struktur akar untuk meningkatkan konservasi air dan

50
tanah,mengusahakan sistem akar yang dalam untuk meningkatkan daur

ulang air dan unsur hara.

Manfaat atau fungsi hutan bagi kehidupan manusia secara langsung

maupun tidak langsung sangat banyak dan beragam. Hutan tidak saja

sebagai sumber kayu dan hasil hutan lainnya yang memberikan manfaat

ekonomi. Secara tidak langsung hutan akan memberikan pengaruh pada

kehidupan di hilirnya.

Hutan juga mempunyai fungsi perlindungan terhadap tata air.

Dengan adanya seresah di lantai hutan dan struktur tanah gembur, air

hujan terserap seresah dan masuk ke dalam tanah. Karena itu dalam musim

hujan debit maksimum air dapat dikurangi, dengan demikian bahaya banjir

berkurang.

Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke

dalam tanah dalam bentuk infiltrasi, perkolasi, kapiler. Aliran air tanah

dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah dalam, aliran

tanah antara dan aliran tanah dasar. Disebut aliran tanah dasar karena

aliran ini merupakan aliran yang mengisi sisten jaringan sungai. Hal ini

dapat di lihat pada musim kemarau aliran ini akan tetap secara kontinyu

apabila kondisi hutan baik. Oleh sebab itu kita perlu melestarikan hutan.

Banyaknya air hujan yang meresap ke dalam tanah, persediaan air

tanah akan bertambah. Sebagian air tanah akan keluar lagi di daerah yang

lebih rendah sebagai mata air, dengan bertambahnya cadangan air tanah,

51
mata air serta sumur yang hidup di musim kemarau juga lebih banyak

daripada tanpa adanya hutan. Jadi, efek hutan adalah mengurangi resiko

kekurangan air dalam musim kemarau.

Air sebagai sumber kehidupan mempunyai berbagai macam

fungsi. Di sisi lain air juga merupakan bagian dari sumber daya alam .

Fungsi air sebagai sumber kehidupan adalah memenuhi kebutuhan air

baku untuk rumah tangga, pertanian, industri , pariwisata, pertahanan,

pertambangan, ketenagaan dan perhubungan. Sebagai sumber daya alam

air juga harus dilestarikan agar ketersediaan air dipermukaan bumi ini bisa

berkesinambungan. Dengan melestarikan hutan berarti kita juga

melestarikan ketersediaan air sebagai sumber daya alam.

Banyaknya air yang tersedia di permukaan bumi ini akan sangat

membantu kehidupan manusia karena air diantaranya akan banyak

memberikan manfaat ekonomi. Di daerah daerah yang pengairannya baik

pertanian tidak lagi bergantung pada hujan , petani dapat merencanakan

pola pergiliran tanaman dengan lebih baik.

Daerah-daerah tara kombot hutan pegunungan masyarakatnya akan

merasakan manfaat yang sangat menguntungkan bila pelestarian hutan

terjaga, keseimbangan ekosistem dalam hutan akan memelihara tata air di

sekitarnya , masyarakat yang ada di dataran rendah bisa memanfaatkan

sumberdaya air yang tersedia untuk keperluan hidupnya maupun untuk

aktivitas perekonomian.

52
Secara tidak langsung sumber daya air akan memberikan manfaat

ekonomi pada rumah tangga dan pertanian . Rumah tangga yang

mempunyai industri akan membutuhkan air untuk usahanya, petani dalam

berusaha tani juga sangat membutuhkan air, baik untuk penyemprotan

maupun untuk kebutuhan tanaman itu sendiri. Tanaman yang kekurangan

air pertumbuhannya akan terganggu, produktivitas akan berkurang bahkan

akan terancam mati. Sebaliknya bila sumber air tersedia tanaman akan

tumbuh dengan baik dan produksinya akan tinggi.

Selain dari manfaat yang tidak langsung , masyarakat disekitar

kawasan hutan juga bisa memanfaatkan hasil hutan langsung dengan tidak

secara berlebihan dan tetap berusaha adanya pembaharuan untuk menjaga

kelestariannya. Hasil hutan yang didapatkan bisa untuk konsumsi sendiri

atau untuk di jual sehingga dapat menjadi pendapatan tambahan.

Manusia harus ingat bahwa kebutuhan terus meningkat dan

berubah dari waktu ke waktu, untuk dapat mendukung kebutuhan yang

meningkat dan berubah itu perlu adanya sumberdaya yang

berkesinambungan . Lingkungan kita merupakan sumberdaya, karena itu

harus kita manfaatkan dengan bijaksana agar daya dukung terlanjutkan

dapat terpelihara untuk dapat menjamin tingkat hidup yang makin tinggi.

Dari uraian uraian yang telah disebutkan sebelumnya jelas bahwa

banyak manfaat ekonomi yang akan diperoleh bila kita melestarikan

53
hutan. Selain dari dalam hutan itu sendiri di wilayah sekitar hutan dan di

daerah hilirnya manfaat ekonomi akan banyak diperoleh.

D. Pendidikian Lingkuangan Dan Strategi Pelestarian Hutan

Pendidikan sadar lingkungan juga sangat penting untuk dilakukan

untuk merubah persepsi tentang hutan. Berkomunikasi dengan masyarakat

sekitar hutan dan masyarakat kota yang menerima manfaat sangat banyak

dari jasa lingkungan.

Memberikan pengetahuan kepada mereka-mereka yang berada dan

tinggal jauh di hutanyang nasibnya belum baik, sebagian dari mereka

berbuat karena memang terpaksa. Bahwa kekayaan dari hutan itu dijaga,

bisa dimanfaatkan dan didayagunakan.

Orang melihat kayu dari hutan, tetapi dibalik dari kayu ada banyak

mamfaat yang bisa dinikmati dengan rakyat. Seperti fungsi hutan untuk

menjaga sumber air. Hal penting juga, sudah saatnya hutan menjadi sentra

penelitian tentang ekosistem hutan tropis Sumatra dan dunia.

Oleh karena itu, penting untuk pemerintah memikitkan strategi-

strategi bagaimana caranya masyarakat agar mempunyai sumber ekonomi

berkelanjutan, dengan tidak menebang hutan. Ini sesuatu yang harus kita

fikirkan bersama. Saatnya untuk kita fikirkan bersama strategi dan jalan

keluar untuk hutan yang lestari.

54
Strategi mengalihkan perhatian masyarakat yang suka menebang

hutan, untuk jangan lagi menebang kayu di hutan, karena alasan desakan

ekonomi. Selama ini kalau hanya dengan larangan-larangan saja,

nampaknya tidak ampuh. Bagaimana caranya untuk mengalihkan dengan

usaha-usaha lain yang bisa menimbulkan dan memberi rezeki yang cukup

kepada masyarakat, sehingga orang akan lupa pada uang pada pohon

pohon kayu.

3.2 Upaya Pemerintah Kabupaten Bolaag Mongdow Timur Dalam

Hubungan Pelestarian Hutan Produksi Terbatas(HPT) Dari Aspek UU N0 10

Tahun 2010

A. Kewenangan Pemerintah Dalam Pelestarian Hutan Produksi

Terbatas

Indonesia memiliki sekitar 27 juta hektar kawasan konservasi.

Kawasan konservasi yang mempunyai fungsi perlindungan, pengawetan

dan pemanfaatan secara lestari hendaknya tetap dipelihara demi

meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat di sekitar

kawasan konservasi. Namun kini hampir sebagian besar kawasan tersebut

mengalami degradasi ataupun terancam terdegradasi, selain karena faktor

alam namun juga disebabkan karena tingginya tingkat ketergantungan

masyarakat terhadap sumberdaya alam yang ada di kawasan konservasi.

Sebagian masyarakat di sekitar kawasan konservasi memenuhi berbagai

kebutuhan hidup seperti pangan, sandang dan bahan bangunan dari dalam

55
kawasan konservasi Selain itu mereka juga bertani dan bermukim dalam

kawasan konservasi. Pada umumnya masyarakat setempat telah hidup

sejak sebelum daerah tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Mereka telah turun temurun menjalankan kehidupan tradisional yang

dicirikan dengan eratnya hubungan mereka dengan alam sekitar.

Pendekatan penegakan hukum untuk melindungi kawasan

konservasi dari masyarakat yang hidup di sekitarnya sulit mencapai

keberhasilan. Sebaliknya, membiarkan masyarakat untuk terus memanen

hasil alam secara tidak terkendali dari kawasan konservasi akan secara

langsung berkibat buruk bagi kelestarian kawasan dan keanekaragaman

hayati di dalamnya dan pada akhirnya dapat merugikan masyarakat di

sekitarnya. Keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting dalam upaya

pelestarian kawasan-kawasan konservasi tersebut. Upaya pendekatan

pengelolaan kawasan konservasi yang partisipatif dan kolaboratif

merupakan alternatif untuk menjawab tantangan pengelolaan kawasan

konservasi tersebut. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa masyarakat lokal

memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumberdaya alam di

sekitarnya sehingga penting dilibatkan dalam pengelolaan kawasan

konservasi.

Dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan sejak

tahun 1999 sebagaimana tertuang pada UU No. 22 tahun 1999 dan

revisinya pada UU No. 32 tahun 2004 menjadi salah satu landasan

perubahan sistem tata kelola pemerintahan daerah. Pemerintah Daerah

56
Kabupaten sebagai penyelenggara pemerintahan Daerah Otonom secara

desentralisasi mempunyai berbagai kewenangan yang cukup luas, antara

lain termasuk kewenangan konservasi sumber daya alam yang meliputi

konservasi dan pendayagunaan sumber daya alam hutan dengan segala

isinya, dengan berasaskan pemanfaatan yang lestari.

Lokasi kawasan konservasi yang berada di wilayah administratif

Kabupaten menjadikan sebagian tanggung jawab perlindungan,

pengamanan, pemeliharaan dan pemanfaatan lestari berada pada

Pemerintah Daerah, termasuk desa yang dalam hal ini merupakan tataran

pelaksana pemerintah daerah terendah beserta dengan seluruh

masyarakatnya. Selain itu, kawasan konservasi merupakan bagian integral

dari tata ruang daerah, sehingga pengelolaan terbaik juga sangat terkait

dengan kepentingan pembangunan daerah.

Desa menurut PP No. 72/2005 memiliki kewenangan yang salah

satunya mencakup urusan pemerintah yang menjadi kewenangan

kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Artinya, seluruh

jajaran Pemerintah Desa secara struktural seperti halnya Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota yaitu mempunyai kewenangan dalam bentuk

rekomendasi untuk memberikan atau menolak perlakuan oleh siapapun

terhadap kawasan-kawasan hutan/kawasan konservasi yang berada di

wilayah desa dengan alasan-alasan yang kuat baik secara teknis maupun

administratif yang menyangkut kepentingan sosial, budaya, ekonomi dan

strategi. Berdasarkan PP No. 72/2005, Kepala desa yang merupakan

57
pimpinan tertinggi di tingkat desa mengemban tugas dan kewajiban yang

berat, sebagai penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang

pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan urusan pemerintahan

umum, termasuk mendukung upaya pelestarian lingkungan baik di

lingkungan desa maupun di sekitarnya. Untuk desa yang berbatasan

dengan kawasan konservasi maka Kepala desa memiliki kewajiban untuk

mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam di kawasan konservasi.

B. Peran Kepala Desa Terhadap Pelestarian Hutan Lindung

Secara formal para kepala desa memiliki posisi sosial tertinggi di

desanya sehingga memiliki peran strategis dalam mendukung pelestarian

lingkungan. Kepala Desa dengan menggerakan mekanisme organisasi

Pemerintahan Desa dan organisasi-organisasi masyarakat yang berada

dalam wilayah kekuasaan koordinasinya serta seluruh lapisan masyarakat

desa, akan dengan mudah mencegah gangguan keamanan kawasan

konservasi seperti kegiatan penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran

hutan, pencurian kayu dan tumbuhan liar yang dilindungi, dan perburuan

satwa liar yang dilindungi.

Kharisma Kepala Desa mempunyai pengaruh yang besar dan luas

untuk membimbing jajaran pemerintah desa serta seluruh masyarakat desa

untuk mendukung upaya pelestarian kawasan konservasi. Beberapa peran

strategis Kepala Desa dalam rangka mendukung upaya pelestarian di

kawasan konservasi adalah :

58
DAFTAR PUSTAK

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya. Cet. IX.
Jakarta: djambatan, 2003.
Santoso, Urip. Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah. Cet. 2. Jakarta:
Kencana,2006
Harsono, Boedi. Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Cet. XVIII.
Jakarta: Djambatan, 2007
Sarjita, Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan Dalam Era Otonomi Daerah,
tugu jogja Pustaka, Yogyakarta,2005.

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan pendaftaran, (Jakarta : Sinar
Grafika Offset,2007)

Salim H.S., Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta,2002.

Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan Di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2010

Salim, H.S., Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Sinar grafika, cet. 2,Jakarta, 2004

Sylviani, Kajian Dampak Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Terhadap


Masyarakat Sekitar, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan
Vol. 5 No.3 september 2008.

Suswono, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Perspektif Pembangunan


Nasional, Artikel,2008

Sumber : Cerdas Berbahasa indonesia, Hal : 86 Penerbit :Erlangga. 2006. Jakarta,


Penulis :Engkos Kosasih

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

59
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang


Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak atas Tanah Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan

Peraturan pemerintah nomor: 44 tahun 2004

60

Anda mungkin juga menyukai