Anda di halaman 1dari 3

BAB 1`

KERANGKA KONSEPTUAL
Beberapa masalah dan kemungkinan penjelasan
Studi tentang hubungan antara ekonomi dan politik di Indonesia setelah tahun
1966 adalah langkah awal sederhana untuk memahami otoritarianisme di Indonesia,
mengapa otoritatisme berulang di Indonesia? Untuk bisa menjawab pertanyaan ini
dimulai dari suatu perdebatan tentang historiografi Indonesia di tahun 1960-an yang
dilakukan dua orang ahli tentang negara ini, yaitu Herbert Feith dan Harry J. Benda
dalam buku Feith The decline of constitutional democracy in Indonesia ia menelaah
awal mula otoriterisme pada zaman soekarno karena menangnya kelompok solidarity
makers atas kelompok administrator, lengserlah demokrasi liberalis dan digantikannya
oleh demokrasi terpimpin yang otoritarian.
Menurut Benda penyebab munculnya otoriterisme itu jauh berakar dalam
sejarah bangsa Indonesia. Sejak zaman prapenjajahan sampai akhir penjajahan, sejarah
politik Indonesia hanya mengenal gaya pemerintahan patrimonialisme dan otoriterisme
dan paternalistik. Karena itu sifat demokrasi yang masih asing gagal, Benda
berpendapat, sejak awal kemungkinan keberhasilan demokrasi konstitusional jauh lebih
kecil di Indonesia. Benda melihat munculnya otoriterisme di Indonesia sebagai
kebangkitan kembali tradisi politik asli (terutama jawa) sejak zaman sebelum
penjajahan.
Bagaimana sifat otoritarianisime pada masa orde baru?
Kehidupan politik setelah 1966, yaitu periode orde baru, dalam kadar tertentu
mirip dengan ciri-ciri otoriterisme birokratik dan korporatisme-Negara yang
dikemukakan oleh Guillermo ODonnell.dan Philippe Schmitter.
Menurut O Donnell, Rezim OB memiliki sifat-sifat berikut ini :
1. Pemerintah dipegang oleh militer, tidak sebagai dictator pribadi, melainkan sebagai
suatu lembaga, berkolaborasi dengan tektonat sipil.
2. Ia didukung oleh entrepreneur oligopolistikl, yang bersama negara berkolaborasi
dengan masyarakat bisnis internasional`.
3. Pengambilan keputusan pada rezim OB bersifat birokrasi-tektokratik, sebagai
lawan pendekatan politik dalam pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan suatu
proses bargaining yang lama diantara berbagai kelom kepentingan.
4. Massa dimobilisasikan.
5. Untuk mengendalikan oposisi, pemerintah melakukan tindakan-tindakan represif.

Definisi rezim OB diatas sedikitpun tidak menyinggung tentang perwakilan


kepentingan rakyat- sesuatu yang tidak mungkin diabaikan pemerintah yang bertekad
melakukan perubahan ekonomi dengan cepat. Demi kepentingannya sendiri , pemerintah yang
berniat melakukan perubahan ekonomi dengan cepat, seperti rezim OB, tidak dapat
mengabaikan masalah perwakilan kepentingan negaranya. 1) pertumbuhan ekonomi yang
cepat akan selalu memunculkan kelompok-kelompok baru, dengan kepentingan sendiri, yang
melahirkan tuntutan baru kepada pemerintah. 2) proses modernisasi ekonomi yang cepat juga
menimbulkan akibat yang membahayakan, paling tidak pada tahap-tahap awal, terhadap
beberapa bagian penduduk, pengorganisasia kelompok-kelompok frustasi oleh suatu kekuatan
yang anti rezim dapat menimbulkan masalah besar bagi pemerintah . dalam menghadapi
masalah pertama yang berupa tuntutan yang meningkat , pemerintah walaupun terbatas harus
memperhitungkan tingkah laku kelompok-kelompok besar yang ada dalam masyarakat dan
mencoba mengakomodasikan kelompok tersebut begitu rupa tanpa mengganggu keutuhan
rezim. Sedangkan, untuk masalah kedua , pemerintah harus seiap mengendalikannya dengan
cara memanipulasi saluran-saluran perwakilan kepentingan .

Atas dasar alasan-alasan yang dibicarakan, model korporatisme-negara dari schmitter dapat
melengkapi model OB. Menurut schmitter, korporatisme adalah suatu system perwakilan
kepentingan dimana unit-unit yang membentuknya diatur dalam organisasi-prganisasi yang
jumlahnya terbatas dan bersifat tunggal, mewajibkan (keanggotaan), tidak saling beraing,
diatur secara hirakis; yang diakui atau diberi izin (kalau tidak diciptakan sendiri) oleh negara
dan diberi hak monopoli untuk mewakili kepentingan dalam bidangnya masing-masing sebagai
imbalan atas kesediaan mematuhi pengendalian-pengendalian tertrntu dalanm pemilihan
pimpinan mereka dan artikulasi tuntutan dan dukungan.

Menjelaskan politik orde baru

Munculnya kembali otoritarian pada masa orde baru paling tepat dapat dijelaskan dengan
melihat warisan rezim sebelumnya, sifat koalisi kekuasaan dominan yang mendukung rezim
baru itu dan cara pimpinan baru memahami serta memberi tanggapan terhadap berbagai
tantangan dan dan kesempatan tertentu.

Untuk memahami orde baru, kita harus menengok rezim demokrasi terpimpin Soekarno
sebelumnya. Seperti akan ditunjukan dalam bab II , rezim ini ditandai oleh perimbangan
kekuatan 3 kutub yang sangat kompetitif, yakni: presiden Soekarno,angkatan darat dan partai
komunis (1957-1965) sementara partai lainnya dikebiri. Presiden meraih kekuatan yang sangat
besar, dan berkat bantuannya kaum komunis menjadi sangat kuat. Didalam rezim ini Angkatan
Darat juga memperoleh beberapa kesempatan untuk membangun basis politik dan ekonominya
sendiri dan berhasil memperoleh pengakuan bukan hanya sebagai administrator masalah-
masalah keamanan tetapi juga sebagai pemein politik utama.hubungan persaingan diantara tiga
kekuatan polityik utama tersebut menyedot sebagian besar tenaga, dan lain halnmya. Sehingga
banyak masalah poliytik dan ekonomi terabaikan,bertahannya dalam situasi seperti itu
menimbulkan krisis-krisis politik dan ekonomi yang memuncsk pada percobaan kudeta 30
september 1965 dan berlanjut sampai kemudian hari.

Rezim orde baru menemukan suatu resep baru untuk memperoleh keabsahan dengan
menciptakan kepuasan material rakyat. 1) pemerintah mnerapkan kebijaksanaan stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi, didukung oleh bantuan asing . tindakan-tindakan tersebut berhasil
menstabilkan ekonomi dan secara positif mendorong kegiatan-kegiatan ekspor. Dan ketika
ekonomi dipandang telah cukup stabil. Pemerintah melancarkan pembangunan ekonomi yang
cepat dengan dukungan luar negeri.

Walaupuin kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi itu menguntungkan koalisi-inti dan


pemilik modal internasional. Namun tidaklah berarti semua pihak menyetujuinya. Sejak emula,
kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut ditentang oleh beberapa intelektual yang ada didalam
koalisi maupun didalam partai-partai. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi tersebut juga
mengecewakan para pengusaha kecil dan menengah yang kebanyakan pribumi, yang benar-
benar terpukul dan bangkrut karena akibat-akibat negative kebijaksanaan stabilitasi, seperti
kebijakan kredit yang ketat, liberalisasi impor dan penghapusan perlakuan istimewa untuk
mereka.

Anda mungkin juga menyukai