Anda di halaman 1dari 15

Pengaturan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan bertujuan untuk memberikan

acuan bagi pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota dan Pihak terkait yang menyelenggarakan Jaminan Persalinan
dalam rangka:

1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan


pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, Keluarga Berencana pasca
persalinan dan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru
lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel.

Sasaran

Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan
AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan
tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:

1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)

Sasaran yang dimaksud tersebut adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat
pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal
maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari
suatu proses persalinan. Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai
dengan 28 hari pada bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas
waktu pelayanan post-natal care (PNC) dan tidak dimaksudkan sebagai batas
waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan
dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan.
Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan

Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas Pelayanan


Obstetri Neonatal Emergensi Dasar /PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta
jaringannya termasuk Pos Bersalin Desa /Polindes dan Pos Kesehatan Desa
/Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang
memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

Pelayanan antenatal care /ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4
kali
Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
Pertolongan persalinan normal
Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang
merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
Pelayanan Nifas (post-natal care /PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar
pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya

Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis


Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas perawatan kelas III di
Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS)
dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Persalinan di tingkat
lanjutan meliputi:

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)


Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di
pelayanan tingkat pertama.
Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat
persalinan.
Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.

Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan terjadinya


kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan
tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat
lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena


keterbatasan SDM, peralatan dan obat-obatan
Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih
baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan

Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai
dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan
proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

Stabilisasi keadaan umum:

Tekanan darah stabil/ terkendali

Nadi teraba
Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar

Terpasang infus

Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali

Perdarahan terkendali:
Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
Perdarahan terkendali
Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
Tersedia kelengkapan ambulansi pasien:
Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4- 6 jam) atau sesuai
kondisi pasien
Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

KAJIAN KRITIS

1. Analisis Kebijakan Jaminan Persalinan Berdasarkan Pendekatan Segitiga


Kebijakan

Content / Isi Kebijakan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011


Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Jampersal merupakan produk
kebijakan publik yang diciptakan oleh pemerintah sebagai bentuk dari tanggung
jawab pemerintah dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang
kesehatan untuk mencapai target MDGs (Millennium Development Goals). Oleh
karena itu, Jampersal dimaksudkan untuk memberikan pembiayaan persalinan
serta penjarangan kehamilan dan pembatasan kehamilan menjadi bagian penting
yang tidak terpisahkan dari Jampersal sehingga pengaturan mengenai Keluarga
Berencana yang selanjutnya disingkat KB dapat berjalan. Lewat program tersebut
diharapkan hambatan biaya bagi ibu untuk mengakses fasilitas dan tenaga
kesehatan terpecahkan sehingga angka kematian ibu dan anak menurun.

Pelaku Kebijakan

Pembuat Kebijakan Jampersal adalah Menteri Kesehatan dengan payung hukum


Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 2562/Menkes/ Per/XII/2011, yang isinya
berupa petunjuk teknis bagi pelaksana kebijakan Jampersal di lapangan.
Pemerintah kabupaten-kota mempunyai kewenangan mengurus masalah
kesehatan di daerahnya, termasuk hal-hal yang secara teknis tercantum dalam
PMK No 2562/Menkes/ Per/ XII/2011.

Konteks

Dampak kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan belum banyak


diperhitungkan. Di berbagai daerah anggaran untuk Jampersal masih rendah.

Proses

Kebijakan Pemerintah dimulai dari Undang- Undang Dasar 1945 kemudian


menjadi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Nomor 40 Tahun 2004
dan Pemerintah mengeluarkan Permenkes Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan yang tujuannya untuk menurunkan
AKI dan AKB dan khususnya bagi ibu yang melahirkan dengan dilatarbelakangi
oleh keterbatasan biaya, sehingga melalui kebijakan ini setiap ibu melahirkan
diberi bantuan sosial melalui progam Jaminan Persalinan.

Untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh


bidan atau dokter dalam rangka menurunkan AKI dan AKB untuk angka kematian
ibu ditargetkan turun menjadi 120/100.000 kelahiran hidup, maka pemerintah
membuat Permenkes Nomor 515/ MENKES/ SK/ III/2011 tentang penerimaan
dana penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Jaminan Persalinan di
pelayanan dasar tiap Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011. Adapun dalam
memberikan jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan (Jampersal), maka
pemerintah menetapkan program ini dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor Permenkes Nomor 2562/ Menkes/ Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis
Jaminan Persalinan.

2. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan

Dalam implementasinya, kebijakan Jampersal tidak memberikan efek atau


dampak yang berarti terhadap kesehatan ibu. Hal ini dikarenakan kebijakan
Jampersal ternyata tidak didukung secara utuh dan substansial oleh Pemda kab-
kota dan unit-unit kerja di bawahnya. Permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan adalah sebagai berikut:

Standar pelayanan medis kurang spesifik

Selama ini rumah sakit pemerintah yang ditunjuk menjadi pelaksana Jampersal
banyak yang kebingungan dalam memberikan layanan kesehatan kepada para
penerima Jampersal karena tidak adanya standar pelayanan medis yang harus
diberikan. Pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi berbeda antar rumah
sakit. Tidak jarang terjadi kebimbangan pada tenaga kesehatan ketika mereka
harus melayani pasien Jampersal. Mereka jelas tidak mungkin memberikan
pelayanan dengan kelas eksekutif misalnya, sementara pasien hanya
menggunakan biaya dari Jampersal. Mereka juga tidak mungkin memberikan
pelayanan minimalis sementara pasien dalam kondisi yang sangat membutuhkan
perawatan lebih. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan menjadi ragu
mengambil tindakan. Padahal seharusnya tindakan segeralah yang diterima.
Ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan fasilitas yang tersedia

Fasilitas kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan jaminan


persalinan. Fasilitas kesehatan terdiri dari sarana prasarana, peralatan medis,
ruangan, dan tempat tidur yang terdapat di tempat persalinan, seperti di bidan
praktik mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas di bidan praktik
mandiri sudah ditingkatkan dan dipenuhi setiap tahunnya. Namun, dengan
berjalannya Jampersal, banyak pasien yang memerlukan perawatan medis
sehingga membuat tidak terpenuhinya fasilitas medis. Pihak bidan praktik mandiri
telah mengusahakan untuk meningkatkan fasilitas menjadi lebih baik agar pasien
dapat tertampung keseluruhan. Saat ini pasien yang mendapat jaminan persalinan
seperti pasien bersalin, nifas yang memerlukan fasilitas lebih tidak dapat
tertampung, karena jumlah yang sangat besar.

Tenaga kesehatan

Pelayanan Jaminan Persalinan yang baik dan maksimal sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti tenaga kesehatan. Menurut hasil penelitian, pelayanan
jampersal sudah dilakukan sesuai dengan Permenkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Namun,
masih ada kendala dalam memberikan pelayanan jampersal berupa dana,
pelayanan kebidanan, jumlah bidan, obat, dan tempat. Dalam kenyataannya,
masih terdapat pelayanan kebidanan yang tidak sesuai dengan tindakan misalnya
pada diagnosa kebidanan. Selain itu, masih terdapat tenaga kesehatan yang kurang
aktif berpartisipasi dalam melaksanakan program Jampersal dan masih melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian kerjasama maupun kesepakatan di luar perjanjian
kerjasama tersebut dengan Dinas Kesehatan. Sehingga menyulitkan masyarakat
yang ingin mendapatkan fasilitas dari program Jampersal karena banyak tenaga
kesehatan yang tidak mengikuti program tersebut secara sukarela dan konsekuen.

Obat-obatan
Obat-obatan merupakan faktor penting dalam pelayanan jaminan persalinan.
Pasien yang menerima pelayanan kesehatan, termasuk jaminan persalinan, berhak
untuk mendapatkan obat-obatan. Pemberian obat-obatan kepada peserta Jampersal
masih mengalami kendala, terlebih lagi peserta Jampersal yang berasal dari
tempat yang jauh dari perkotaan. Jumlah stok obat yang sangat terbatas dari
Puskesmas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan jaminan persalinan. Pasien
dengan jumlah yang banyak tetapi obat yang tersedia sangat dibatasi. Selain itu,
dana yang disubsidikan untuk penyediaan obat-obatan ini juga masih terbatas.

Masalah pendanaan

Seluruh kebutuhan pendanaan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini adalah
Kementrian Kesehatan yang bertanggung jawab. Rumah sakit dan layanan
kesehatan di bawahnya yang ditunjuk pun dipilih yang milik pemerintah agar
lebih mudah dalam pengoordinasiannya. Pendanaan Jaminan Persalinan
merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya
pada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan Kota/Kab tidak dilakukan secara terpisah
baik untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan
tingkat lanjutan/rujukan. Namun pada kenyataannya, organisasi milik pemerintah
sekalipun seperti rumah sakit, PONEK, PONED, atau puskesmas, tidak bersedia
menjalankan program bila dana tak kunjung diberikan.

Kesimpangsiuran informasi mengenai Jampersal yang ada di masyarakat

Hal tersebut diakibatkan karena penyebaran informasi mengenai program ini yang
tidak merata. Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa mengurus
Jampersal itu susah dan berbelit-belit. Serta adanya anggapan bahwa Jampersal
sama dengan Jamkesmas yang diperuntukan hanya untuk masyarakat yang kurang
mampu. Sehingga menimbulkan asumsi terhadap pelayanan yang akan diterima
mengenai pembedaan pelayanan yang akan didapatkan oleh peserta pengguna
program Jampersal ini. Mereka menganggap bahwa penanganan pelayanan
persalinan akan kurang optimal jika menggunakan Jampersal. Sehingga banyak
masyarakat memilih untuk tidak menggunakan program Jampersal.

Dukungan secara nyata dari pemerintah masih rendah

Hal ini ditunjukan dengan belum adanya turunan kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Kota untuk memperkuat implementasi Jampersal di lapangan,
misalnya dengan menetapkan peraturan walikota untuk menyelaraskan besaran
tarif dengan peraturan daerah, membuat petunjuk teknis turunan, serta membuat
kesepakatan dengan para pihak terkait dalam penyelenggaraan Program
Jampersal. Karena saat ini pelaksanaan Jampersal khususnya pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama swasta yang melalui bidan praktik mandiri, hanya
berdasar pada perjanjian kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota yang pada
perjanjian tersebut tidak memiliki ketegasan dalam hal pemberian sanksi apabila
ada bidan yang melanggar kesepakatan tersebut. Sehingga Pelaksanaan program
Jaminan Persalinan (Jampersal) membutuhkan komitmen pemerintah daerah. Baik
dalam hal mengupayakan kelancaran pembayaran klaim agar tepat waktu,
penyediaan fasilitas dan tenaga persalinan, maupun sosialisasi ke masyarakat.

3. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Terhadap Pelaksanaan Jampersal

Harus dibuat pedoman yang jelas dalam implementasi Jampersal, bila perlu yang
berkekuatan hukum sehingga baik pemerintah sebagai penyelenggara, rumah sakit
dan layanan kesehatan lain di bawahnya sebagai pelaksana, maupun masyarakat
penerima, tidak ada yang merasa dirugikan atau dibohongi. Pemerintah tidak bisa
membiarkan sebuah kebijakan yang telah digulirkan berjalan begitu saja tanpa
pertanggungjawaban yang jelas.
Seharusnya terlebih dahulu pemerintah meninjau kondisi layanan kesehatan yang
ditunjuk sebagai pelaksana Jampersal, memperbaiki fasilitas dan sumberdaya
yang dibutuhkan, sebelum menggulirkan sebuah kebijakan agar kebijakan dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat yang memang berhak untuk menikmatinya
sehingga tujuan akhir kebijakan dalam memecahkan sebuah masalah
terealisasikan.
Perlu kiranya diadakan sebuah organisasi khusus untuk memanajemen
implementasi program Jampersal di lapangan. Stok pendanaan yang cukup,
fasilitas kesehatan yang memadai, sumber daya manusia medis yang terampil dan
terdidik, semuanya perlu ditataulang kembali. Penggelontoran dana dari pihak
penyandang dana harus transparan, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
penggunaan. Tidak sedikit jumlah dana yang digelontorkan berubah jumlahnya di
perjalanan, mengalami pemotongan oleh berbagai kepentingan. Hal itu
menandakan perlu adanya sebuah sistem monitoring dan evaluasi yang
terintegrasi yang mengawasi perjalanan dan penggunaan dana alokasi program.
Untuk mengatasi minimnya informasi mengenai jampersal, pemerintah daerah
dapat melakukan sosialisasi program. Dalam menyosialisasikan Jampersal agar
dapat diakses maksimal oleh ibu, misalnya, pemerintah daerah dapat
menggerakkan kader posyandu dan petugas puskesmas. Dan bagi tenaga
kesehatan yang melayani Jampersal sudah seharusnya memberikan penjelasan
selengkap lengkapnya kepada pasien dan mengajak pasien sejak masa awal
pemeriksaan kehamilan untuk mengikuti Jampersal, jadi bukan sekedar menawari
atau pasif dengan artian baru memberikan penjelasan mengenai Jampersal ketika
pasien bertanya.
Dinas Kesehatan mengedukasi dan memberikan arahan kepada para tenaga
kesehatan terkait pelaksanaan Jampersal, meningkatkan pengawasan dan
pembinaan kepada tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan Jampersal
sehingga pelaksanaan Jampersal dapat terlaksana berdasarkan perjanjian
kerjasama dan petunjuk teknis Jampersal. Serta melakukan verifikasi langsung ke
peserta pengguna program Jampersal dengan cepat, efektif dan efisien.
KESIMPULAN

Jampersal menjadi komponen kebijakan yang dibuat oleh pemerintah melalui


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011 Tentang
Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, untuk mengurangi hambatan finansial bagi
masyarakat berupa memberi jaminan pembiayaan pelayanan persalinan kepada
ibu hamil. Jampersal diharapkan mampu meningkatkan akses ibu hamil dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan saat melakukan persalinan sehingga tidak
terjadi keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan persalinan.

Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses
pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan
KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat
menekan angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan Jaminan Persalinan dibagi
menjadi tiga tahap, yakni pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan
persalinan tingkat lanjutan, dan pelayanan persiapan rujukan.

Dalam pelaksanaannya, program Jaminan Persalinan menemui hambatan-


hambatan yang dapat mempengaruhi keefektifan berjalannya program, sehingga
target yang hendak dicapai tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Hambatan-hambatan tersebut antara lain standar pelayanan medis yang kurang
spesifik, ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan fasilitas yang tersedia,
tenaga kesehatan, obat-obatan, masalah pendanaan, kesimpangsiuran informasi
mengenai Jampersal yang ada di masyarakat, dan dukungan secara nyata dari
pemerintah yang masih rendah.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, solusi yang dapat dilakukan


Pemerintah adalah dengan membuat pedoman yang jelas dalam implementasi
Jampersal, meninjau kondisi layanan kesehatan yang ditunjuk sebagai pelaksana
Jampersal, memperbaiki fasilitas dan sumberdaya yang dibutuhkan, membentuk
sebuah organisasi khusus untuk memanajemen implementasi program Jampersal
di lapangan, menyediakan stok pendanaan yang cukup, memberikan edukasi dan
arahan kepada para tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan Jampersal, dan
melakukan sosialisasi program Jampersal kepada masyarakat untuk mengatasi
minimnya informasi.

REFERENSI

http://sainsmedika.fkunissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/
viewFile/152/121 Diakses 25 Desember 2014

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/viewFile/28
49/2905 Diakses 25 Desember 2014

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=187794&val
=6466&title=IMPLEMENTASI%20PERATURAN%20MENTE
RI%20KESEHATAN%20NOMOR%202562/MENKES/PER/XII
/2011%20TERKAIT%20PELAKSANAAN%20JAMINAN%20P
ERSALINAN%20PADA%20FASILITAS%20KESEHATAN%2
0TINGKAT%20PERTAMA%20MELALUI%20BIDAN%20PR
AKTIK%20MANDIRI%20%28Studi%20di%20Kantor%20Dina
s%20Kesehatan%20Kota%20Malang%29 Diakses 25 Desember
2014

http://jurnal.kebijakankesehatanindonesia.net/images/PDF_Volu
me/September_2013/03_Gurendro_Putro.pdf Diakses 21
Desember 2014
http://www.pekalongankab.go.id/peraturan/peraturan-
menteri/1749-permenkes-ri-no2562menkesperxii2011-tentang-
petunjuk-teknis-jaminan-persalinan-jampersal.html Diakses 25
November 2014

http://www.perdhaki.org/content/jampersal-2012 Diakses 25
Desember 2014

Permenkes No. 97 Tahun 2014 Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi persalinan
harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) tidak berarti
adanya larangan bidan untuk melakukan persalinan di luar Fasyankes.

Bidan justru dapat melakukan persalinan di luar Fasyankes jika Fasyankes


tersebut sulit dijangkau oleh warga. Hal itu jelas dikatakan dalam PP No. 61
Tahun 2014 pasal 16 angka 4.

''Ketentuan ini muncul dengan dilatarbelakangi adanya disparitas geografis


di negara kita baik dari sisi alam maupun transportasi yang tidak
memungkinkan. Pelayanan kesehatan harus sama dilakukan di setiap daerah
di Indonesia,'' jelas Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kementerian
Kesehatan, Sundoyo, SH., MKM, M.Hum, Minggu (23/7) dalam klarifikasi tertulis
atas pemberitaan yang dimuat disalah satu portal berita pada Rabu (19/7).
Pada media tersebut diberitakan bahwa bidan tidak mau datang ke rumah
pasien karena dilarang Permenkes No. 97 Tahun 2014 dan akan
mendapatkan sanksi denda. Padahal, penafsiran atas Permenkes tersebut
tidak seperti itu.

Ketentuan persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan


merupakan kebijakan Pemerintah dalam menjaga kesehatan ibu dan
mengurangi angka kematian ibu. Di samping adanya pengecualian pada
kondisi tertentu dapat dilakukan di luar Fasyankes.

Selain itu, pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan adanya 5 aspek
dasar dalam persalinan yang merupakan bagian dari standar Asuhan
Persalinan Normal (APN), yakni, membuat keputusan klinik, asuhan sayang
ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi, pencatatan (rekam medis) asuhan
persalinan, dan rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Semua
aspek tersebut hanya dapat dilakukan di Fasyankes.

''Ketentuan persalinan harus dilakukan di Fasyankes tidak melarang tenaga


kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam melakukan
persalinan untuk menolong persalinan di luar Fasyankes, sehingga sejalan
dengan ketentuan Pasal 16 ayat (4) PP No. 61 Tahun 2014,'' kata Sundoyo.

Selanjutnya, tambah Sundoyo, Permenkes No. 97 Tahun 2014 tidak memiliki


ketentuan sanksi apalagi sanksi pidana yang ketentuannya hanya ada di
Undang-undang dan Peraturan Daerah. Tidak dicantumkannya sanksi dalam
Permenkes ini dilatarbelakangi bahwa substansi pengaturan hanya berisi
program-program kebijakan pemerintah. Tujuannya untuk menjaga
kesehatan ibu dan mengurangi angka kematian ibu.

Artinya, substansi dalam Permenkes merupakan tanggung jawab pemerintah


dan pemerintah daerah pada pelayanan kesehatan ibu.

Dengan demikian apabila ditemukan ada Peraturan Daerah yang


memberikan sanksi denda kepada tenaga kesehatan dalam melakukan
pertolongan persalinan diluar Fasyankes adalah berlebihan dan tidak sesuai
dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang disusun oleh
pemerintah, yakni PP No. 61 Tahun 2014, dan Permenkes No. 97 Tahun 2014,
jelasnya.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan


Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat
menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567,SMS
081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan
alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.

Anda mungkin juga menyukai