Sasaran
Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan
AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan
tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:
1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Sasaran yang dimaksud tersebut adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat
pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal
maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari
suatu proses persalinan. Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai
dengan 28 hari pada bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas
waktu pelayanan post-natal care (PNC) dan tidak dimaksudkan sebagai batas
waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan
dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan.
Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan
Pelayanan antenatal care /ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4
kali
Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
Pertolongan persalinan normal
Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang
merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
Pelayanan Nifas (post-natal care /PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar
pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya
Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai
dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan
proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
Nadi teraba
Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar
Terpasang infus
Perdarahan terkendali:
Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
Perdarahan terkendali
Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
Tersedia kelengkapan ambulansi pasien:
Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4- 6 jam) atau sesuai
kondisi pasien
Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.
KAJIAN KRITIS
Pelaku Kebijakan
Konteks
Proses
Selama ini rumah sakit pemerintah yang ditunjuk menjadi pelaksana Jampersal
banyak yang kebingungan dalam memberikan layanan kesehatan kepada para
penerima Jampersal karena tidak adanya standar pelayanan medis yang harus
diberikan. Pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi berbeda antar rumah
sakit. Tidak jarang terjadi kebimbangan pada tenaga kesehatan ketika mereka
harus melayani pasien Jampersal. Mereka jelas tidak mungkin memberikan
pelayanan dengan kelas eksekutif misalnya, sementara pasien hanya
menggunakan biaya dari Jampersal. Mereka juga tidak mungkin memberikan
pelayanan minimalis sementara pasien dalam kondisi yang sangat membutuhkan
perawatan lebih. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan menjadi ragu
mengambil tindakan. Padahal seharusnya tindakan segeralah yang diterima.
Ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan fasilitas yang tersedia
Tenaga kesehatan
Pelayanan Jaminan Persalinan yang baik dan maksimal sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti tenaga kesehatan. Menurut hasil penelitian, pelayanan
jampersal sudah dilakukan sesuai dengan Permenkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Namun,
masih ada kendala dalam memberikan pelayanan jampersal berupa dana,
pelayanan kebidanan, jumlah bidan, obat, dan tempat. Dalam kenyataannya,
masih terdapat pelayanan kebidanan yang tidak sesuai dengan tindakan misalnya
pada diagnosa kebidanan. Selain itu, masih terdapat tenaga kesehatan yang kurang
aktif berpartisipasi dalam melaksanakan program Jampersal dan masih melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian kerjasama maupun kesepakatan di luar perjanjian
kerjasama tersebut dengan Dinas Kesehatan. Sehingga menyulitkan masyarakat
yang ingin mendapatkan fasilitas dari program Jampersal karena banyak tenaga
kesehatan yang tidak mengikuti program tersebut secara sukarela dan konsekuen.
Obat-obatan
Obat-obatan merupakan faktor penting dalam pelayanan jaminan persalinan.
Pasien yang menerima pelayanan kesehatan, termasuk jaminan persalinan, berhak
untuk mendapatkan obat-obatan. Pemberian obat-obatan kepada peserta Jampersal
masih mengalami kendala, terlebih lagi peserta Jampersal yang berasal dari
tempat yang jauh dari perkotaan. Jumlah stok obat yang sangat terbatas dari
Puskesmas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan jaminan persalinan. Pasien
dengan jumlah yang banyak tetapi obat yang tersedia sangat dibatasi. Selain itu,
dana yang disubsidikan untuk penyediaan obat-obatan ini juga masih terbatas.
Masalah pendanaan
Seluruh kebutuhan pendanaan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini adalah
Kementrian Kesehatan yang bertanggung jawab. Rumah sakit dan layanan
kesehatan di bawahnya yang ditunjuk pun dipilih yang milik pemerintah agar
lebih mudah dalam pengoordinasiannya. Pendanaan Jaminan Persalinan
merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya
pada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan Kota/Kab tidak dilakukan secara terpisah
baik untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan
tingkat lanjutan/rujukan. Namun pada kenyataannya, organisasi milik pemerintah
sekalipun seperti rumah sakit, PONEK, PONED, atau puskesmas, tidak bersedia
menjalankan program bila dana tak kunjung diberikan.
Hal tersebut diakibatkan karena penyebaran informasi mengenai program ini yang
tidak merata. Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa mengurus
Jampersal itu susah dan berbelit-belit. Serta adanya anggapan bahwa Jampersal
sama dengan Jamkesmas yang diperuntukan hanya untuk masyarakat yang kurang
mampu. Sehingga menimbulkan asumsi terhadap pelayanan yang akan diterima
mengenai pembedaan pelayanan yang akan didapatkan oleh peserta pengguna
program Jampersal ini. Mereka menganggap bahwa penanganan pelayanan
persalinan akan kurang optimal jika menggunakan Jampersal. Sehingga banyak
masyarakat memilih untuk tidak menggunakan program Jampersal.
Hal ini ditunjukan dengan belum adanya turunan kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Kota untuk memperkuat implementasi Jampersal di lapangan,
misalnya dengan menetapkan peraturan walikota untuk menyelaraskan besaran
tarif dengan peraturan daerah, membuat petunjuk teknis turunan, serta membuat
kesepakatan dengan para pihak terkait dalam penyelenggaraan Program
Jampersal. Karena saat ini pelaksanaan Jampersal khususnya pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama swasta yang melalui bidan praktik mandiri, hanya
berdasar pada perjanjian kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota yang pada
perjanjian tersebut tidak memiliki ketegasan dalam hal pemberian sanksi apabila
ada bidan yang melanggar kesepakatan tersebut. Sehingga Pelaksanaan program
Jaminan Persalinan (Jampersal) membutuhkan komitmen pemerintah daerah. Baik
dalam hal mengupayakan kelancaran pembayaran klaim agar tepat waktu,
penyediaan fasilitas dan tenaga persalinan, maupun sosialisasi ke masyarakat.
Harus dibuat pedoman yang jelas dalam implementasi Jampersal, bila perlu yang
berkekuatan hukum sehingga baik pemerintah sebagai penyelenggara, rumah sakit
dan layanan kesehatan lain di bawahnya sebagai pelaksana, maupun masyarakat
penerima, tidak ada yang merasa dirugikan atau dibohongi. Pemerintah tidak bisa
membiarkan sebuah kebijakan yang telah digulirkan berjalan begitu saja tanpa
pertanggungjawaban yang jelas.
Seharusnya terlebih dahulu pemerintah meninjau kondisi layanan kesehatan yang
ditunjuk sebagai pelaksana Jampersal, memperbaiki fasilitas dan sumberdaya
yang dibutuhkan, sebelum menggulirkan sebuah kebijakan agar kebijakan dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat yang memang berhak untuk menikmatinya
sehingga tujuan akhir kebijakan dalam memecahkan sebuah masalah
terealisasikan.
Perlu kiranya diadakan sebuah organisasi khusus untuk memanajemen
implementasi program Jampersal di lapangan. Stok pendanaan yang cukup,
fasilitas kesehatan yang memadai, sumber daya manusia medis yang terampil dan
terdidik, semuanya perlu ditataulang kembali. Penggelontoran dana dari pihak
penyandang dana harus transparan, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
penggunaan. Tidak sedikit jumlah dana yang digelontorkan berubah jumlahnya di
perjalanan, mengalami pemotongan oleh berbagai kepentingan. Hal itu
menandakan perlu adanya sebuah sistem monitoring dan evaluasi yang
terintegrasi yang mengawasi perjalanan dan penggunaan dana alokasi program.
Untuk mengatasi minimnya informasi mengenai jampersal, pemerintah daerah
dapat melakukan sosialisasi program. Dalam menyosialisasikan Jampersal agar
dapat diakses maksimal oleh ibu, misalnya, pemerintah daerah dapat
menggerakkan kader posyandu dan petugas puskesmas. Dan bagi tenaga
kesehatan yang melayani Jampersal sudah seharusnya memberikan penjelasan
selengkap lengkapnya kepada pasien dan mengajak pasien sejak masa awal
pemeriksaan kehamilan untuk mengikuti Jampersal, jadi bukan sekedar menawari
atau pasif dengan artian baru memberikan penjelasan mengenai Jampersal ketika
pasien bertanya.
Dinas Kesehatan mengedukasi dan memberikan arahan kepada para tenaga
kesehatan terkait pelaksanaan Jampersal, meningkatkan pengawasan dan
pembinaan kepada tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan Jampersal
sehingga pelaksanaan Jampersal dapat terlaksana berdasarkan perjanjian
kerjasama dan petunjuk teknis Jampersal. Serta melakukan verifikasi langsung ke
peserta pengguna program Jampersal dengan cepat, efektif dan efisien.
KESIMPULAN
Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses
pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan
KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat
menekan angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan Jaminan Persalinan dibagi
menjadi tiga tahap, yakni pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan
persalinan tingkat lanjutan, dan pelayanan persiapan rujukan.
REFERENSI
http://sainsmedika.fkunissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/
viewFile/152/121 Diakses 25 Desember 2014
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/viewFile/28
49/2905 Diakses 25 Desember 2014
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=187794&val
=6466&title=IMPLEMENTASI%20PERATURAN%20MENTE
RI%20KESEHATAN%20NOMOR%202562/MENKES/PER/XII
/2011%20TERKAIT%20PELAKSANAAN%20JAMINAN%20P
ERSALINAN%20PADA%20FASILITAS%20KESEHATAN%2
0TINGKAT%20PERTAMA%20MELALUI%20BIDAN%20PR
AKTIK%20MANDIRI%20%28Studi%20di%20Kantor%20Dina
s%20Kesehatan%20Kota%20Malang%29 Diakses 25 Desember
2014
http://jurnal.kebijakankesehatanindonesia.net/images/PDF_Volu
me/September_2013/03_Gurendro_Putro.pdf Diakses 21
Desember 2014
http://www.pekalongankab.go.id/peraturan/peraturan-
menteri/1749-permenkes-ri-no2562menkesperxii2011-tentang-
petunjuk-teknis-jaminan-persalinan-jampersal.html Diakses 25
November 2014
http://www.perdhaki.org/content/jampersal-2012 Diakses 25
Desember 2014
Permenkes No. 97 Tahun 2014 Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi persalinan
harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) tidak berarti
adanya larangan bidan untuk melakukan persalinan di luar Fasyankes.
Selain itu, pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan adanya 5 aspek
dasar dalam persalinan yang merupakan bagian dari standar Asuhan
Persalinan Normal (APN), yakni, membuat keputusan klinik, asuhan sayang
ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi, pencatatan (rekam medis) asuhan
persalinan, dan rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Semua
aspek tersebut hanya dapat dilakukan di Fasyankes.