Anda di halaman 1dari 3

http://eightsun66.blogspot.com/2012/02/ilmu-bebas-nilai-atau-tidak-bebas-nilai.

html

Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai


A. Ilmu Pengetahuan
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahamanmanusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal
yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia
jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang
kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang
berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang
pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Adapun syarat-syarat dari ilmu yakni Berbeda denganpengetahuan, ilmu merupakan


pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan
mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada
lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji
keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif;
bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari
upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari kata Yunani Metodos yang berarti: cara, jalan. Secara umum
metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode
ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu
objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis
sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu ,
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang
ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang
bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180.
Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu
sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan
tertentu pula.
B` . Bebas Nilai
Bebas nilai merupakan tuntutan agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu
pengetahuan dan karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan
pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan.
Namun tuntutan bebas nilai ini tidak mutlak karena tuntutan ini hanya berlaku bagi nilai lain
di luar nilai yang menjadi taruhan utama dan perjuangan ilmu pengetahuan bahwa ilmu
pengetahuan harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.
C. Teori Tentang Nilai
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru
karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan
nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara
netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu
pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan
penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan
produk penelitian.
Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan
terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata
melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai
sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah
masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung bukan lagi Goethe yang
melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe.
D. ILMU, Antara Bebas atau Terikat Nilai
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan
yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide baru bisa saja muncul berupa
kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas ilmu pengetahuan kemudian rentan
permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang
berbau mitologi. Dengan demikian netralitas ilmu semakin dipertanyakan.
Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan
aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu
dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut epistemologi,
sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan sains empirikal. Sains formal
berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan
implikasi-implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di
dalam pikiran kita dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral.
Sains empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab
akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang
menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya.
Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi
bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya
mengharuskan dia menentukan sikap.
Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang
mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan
dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya
sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga
untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya
seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan,
jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan
manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas
bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema
konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma.
Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis
tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan
dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat.
Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah
mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima
kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang
dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya
dapat diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu?
Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering
menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali
menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi
pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat diwujudkan dalam visi, misi,
keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral.
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau terikat nilai
(valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan
dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu yang terikat nilai jelas tidak
mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis,
ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.inilahjalanku.com/ilmu-antara-bebas-atau-terikat-nilai/
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1872677-filsafat-ilmu-sebuah-
pengantar-populer/
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2003335-ilmu-bebas-nilai-atau-tidak/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu
http://kelikwardiono.wordpress.com/2010/12/21/ilmu-pengetahuan-yang-bebas-nilai/

Anda mungkin juga menyukai