Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan
Kekuasaan eksekutif memiliki dan bertanggung jawab kepada kekuasaan parlementer
Dalam kekuasaan eksekutif oleh presiden ditunjuk oleh legislatif/parlemen. Sedangkan
raja diseleksi menurut Undang-undang.
Legislatif memiliki kekuasaan dalam menjatuhkan kekuasaan eksekutif
Kabinet/Menteri-menteri beranggung jawab kepada kekuasaan legislatif
Perdana menteri mempunyai hak perogratif (hak istimewa) dalam mengangkat dan
memberhentikan para menteri-menteri yang baik itu memimpin suatu departemen dan
non departemen.
Kedudukan badan eksekutif atau kabinet bergantung dari mayoritas dukungan parlemen
sehingga sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen
Dalam masa jabatan badan eksekutif atau kabinet tidak dapat ditentukan berakhir sesuai
dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu dapat dibubarkan oleh legislatif
Parlemen menjadi sebuah tempat dalam kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Menurut dari pengalaman para anggota parlemen yang menjadi bekal dalam menjadi
menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Kabinet/menteri-menteri dapat mengendalikan legislatif, jika sejumlah para anggota
kabinet berasal dari partai mayoritas dalam parlemen, karena pengaruh mereka yang
besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen.
Mengenal Ciri-Ciri Negara Hukum| Apa sih yang menandakan bahwa negara ini adalah negara
hukum ?..., teman-teman dapat mengetahui dengan melihat ciri-ciri negara hukum. tapi sebelum
itu mari kita lihat pengertian negara hukum. Pengertian Negara Hukumadalah negara yang
mengambil tindakan didasarkan pada aturan hukum yang telah ada, jadi dalam Tugas
Negara adalah menjalankan kesadaran hukum berdasarkan hukum yang berlaku yang harus
ditaati oleh seluruh warga negara tersebut. sedangkan
dalam Pengertian Negara Hukum berdasarkan kekuasaan adalahnegara yang bersandar pada
keyakinan bahwa kekuasaan negara dijalankan dengan adil dan juga baik. Negara hukum
terdapat 2 unsur. Unsur-unsur negara hukum adalah pertama : adanya hubungan antara
pemerintah dan diperintah berdasarkan norma objektif yang memikat keduanya, sedangkan
unsur yang kedua : norma objektif bersifat formal dan juga dapat dipertahankan dengan
berhadapan idea hukum.
Wakil kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya sepenuhnya bertanggung jawab kepada
kepala daerah. Wakil kepala daerah daerah menggantikan kepala daerah sampai masa
jabatannya habis atau kepala daerah meninggal duna, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
memenuhi segala kewajibannya selama enam bulan secara terus menerus dalam masa
jabatannya. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia,
permintaan sendiri, atau diberhentikan.
. Apakah Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Presidensial ?..
Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Presidensial - Dalam menentukan sistem pemerintahan suatu
negara adalah dengan mengetahui macam-macam karekteristik/ciri-ciri dari seluruh sistem
pemerintahan didunia. seperti halnya ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial yang dapat anda
lihat dibawah ini..
Kekuasaan eksekutif lebih stabil karena tidak bergantung dan tidak terganggu pada
parlemen
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dalam kurun waktu tertentu. Seperti di
indonesia masa jabatan presiden 5 tahun.
Legislatif bukan tempat kaderisasi mengenai jabatan-jabatan eksekutif karena diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri
Dalam penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu
masa jabatannya
Istilah ideologi berasal dari kata 'idea' (inggris) yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan kata 'logi' yang dalam bahasa Yunani logos artinya ilmu atau pengetahuan. Secara
Harfiah, Pengertian Ideologi adalah pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan
tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari "idea" yang berarti 'cita-cita'. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-
cita yang bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus
merupakan dasar, pandangan atau paham. Ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide,
pengertian dasar, gagasan dan cita-cita. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang luas, sebagai
cara memandang segala sesuatu. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya
sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga pembuat konsep ini
menjadi intisari politik.
Pengertian Ideologi Menurut Definisi Para Ahli - Berikut beberapa pengertian ideologi yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh kenegaraan.
Alfian : Menurut definisi Alfian, pengertian ideologi adalah suatu pandangan atau sistem
nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu
secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai
segi kehidupan.
C.C. Rodee : Menurut pendapat C.C. Rodee yang menyatakan bahwa pengertian
ideologi adalah sekumpulan yang secara logis berkaitan dan mengindentifikasikan nilai-
nilai yang memberi keabsahan bagi institusi dan pelakunya.
Ali Syariati : Menurut Ali Syariati mengenai pendapat tentang pengertian ideologi yang
mengatakan bahwa ideologi adalah sebagai keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan
yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa atau suatu ras
tertentu.
Dari hasil pendapat para ahli mengenai pengertian ideologi, yang disimpulkan bahwa pengertian
ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, yang menyeluruh
dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.
Pengertian Ideologi : Apa itu Ideologi| Apa sih itu Pengertian Ideologi yang sebenarnya
?...Ada banyak definisi para ahli tentang pengertian ideologi, dimana dari pendapat-pendapat
para ahli tersebut dapat disimpulkan mengenai pengertian ideologi sesungguhnya. Lalu apasih
itu Pengertian ideologi ?.. Secara umum, Pengertian Ideologi adalah suatu kumpulan
gagasan, ide-ide dasar, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis dengan arah dan
tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan nasional suatu bangsa dan negara.
Istilah ideologi berasal dari kata 'idea' (inggris) yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan kata 'logi' yang dalam bahasa Yunani logos artinya ilmu atau pengetahuan. Secara
Harfiah, Pengertian Ideologi adalah pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan
tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari "idea" yang berarti 'cita-cita'. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-
cita yang bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus
merupakan dasar, pandangan atau paham. Ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide,
pengertian dasar, gagasan dan cita-cita. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang luas, sebagai
cara memandang segala sesuatu. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya
sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga pembuat konsep ini
menjadi intisari politik.
Pengertian Ideologi Menurut Definisi Para Ahli - Berikut beberapa pengertian ideologi yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh kenegaraan.
Alfian : Menurut definisi Alfian, pengertian ideologi adalah suatu pandangan atau sistem
nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu
secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai
segi kehidupan.
C.C. Rodee : Menurut pendapat C.C. Rodee yang menyatakan bahwa pengertian
ideologi adalah sekumpulan yang secara logis berkaitan dan mengindentifikasikan nilai-
nilai yang memberi keabsahan bagi institusi dan pelakunya.
Ali Syariati : Menurut Ali Syariati mengenai pendapat tentang pengertian ideologi yang
mengatakan bahwa ideologi adalah sebagai keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan
yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa atau suatu ras
tertentu.
Dari hasil pendapat para ahli mengenai pengertian ideologi, yang disimpulkan bahwa pengertian
ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, yang menyeluruh
dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.
Pengertian Amandemen UUD 1945
Amandemen adalah proses perubahan terhadap ketentuan dalam sebuah peraturan.
Berupa penambahan maupun pengurangan/penghilangan ketentuan tertentu. Amandemen hanya
merubah sebagai ( kecil ) dari peraturan. Sedangkan penggantian peraturan terhadap ketentuan
dalam UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali. Keempat tahap amandemen tersebut adalah
sebagai berikut:
Amandemen pertama: dalam sidang umum MPR oktober 1999
Amandemen kedua: dalam sidang tahunan MPR tahun 2000
Amandemen ketiga: dalam sidang tahunan MPR oktober 2001
Amandemen keempat: dalam siding tahunan MPR Agustus 2002
1. Kompetensi Pedagogik
2. Kompetensi Profesional.
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan
ilmu terkini karena perkembangan ilmu selalu dinamis. Kompetensi profesional yang
harus terus dikembangkan guru dengan belajar dan tindakan reflektif. Kompetensi
profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran
materi ajar
Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial bisa dilihat apakah seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja
sama dengan peserta didik serta guru-guru lainnya. Kompetensi sosial yang harus
dikuasai guru meliputi:
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia
Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru
4. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi ini terkait dengan guru sebagai teladan, beberapa aspek kompetensi ini
misalnya:
Dewasa
Stabil
Berwibawa
Mantap
Berakhlak mulia
Keempat kriteria tersebut biasanya didapat dan dikembangkan ketika menjadi calon
guru dengan menempuh pendidikan di perguruan tinggi khususnya jurusan
kependidikan. Perlu adanya kesadaran dan keseriusan dari guru untuk
Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara
kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007). Padahal cara
ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau siswa akan menyimpan dendam,
makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung melampiaskan kemarahan dan
agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran negatif ini jika terus
berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat.
Untuk itu, pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai kekerasan pada
siswa dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait.
Definisi Kekerasan pada siswa
Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras yang dilakukan terhadap
siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa (Charters dalam Anshori,
2007). Ada beberapa bentuk kekerasan yang umumnya dialami atau dilakukan
siswa.
Dari Guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada
siswanya, yaitu:
Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif
untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan
trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.
Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap anak
punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan
tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap
melanggar batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda
/ sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan
sebatas menangani tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang
melandasi tindakan / sikap siswa.
Dari siswa
Salah satu factor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah
dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi
psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri.
Kecenderungansadomasochism tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara
siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas. Perasaan
bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak berharga, tidak dicintai,
kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat seorang
siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah memancing orang
tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara yang
tidak sehat. Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian
dengan bertingkah yang memancing amarah, agresifitas,atau pun hukuman.
Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian.
Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan
dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.
Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat dari
factor kesejarahan mereka.
Pola Asuh
Anak yang dididik dalam pola asih yang indulgent, highly privilege(orang tua
sangat memanjakan anak dan memmenuhi semua keinginan anak), tumbuh
dengan lack of internal control and lack of sense of responsibility. Mengapa?
Dengan memenuhi semua keinginan dan tuntutan mereka, anak tidak belajar
mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan,
dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Ini jadi bahaya karena anak merasa
jadi raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut
orang lain melakukan keinginannya. Jadi anak akan memaksa orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya, dengan cara apapun juga asalkan tujuannya
tercapai. Anak juga tak memiliki sense of responsibilitykarena kemudahan yang
ia dapatkan, membuat anak tidak berpikiraction-consequences, aksi reaksi,
kalau mau sesuatu ya harus berusaha. Anak di sekolah ingin dapat nilai bagus
tapi tidak mau belajar, akhirnya mencontek, atau memaksa siswa lain memberi
contekan dengan ancaman atau pun bribe .
Keluarga disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap sang
anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik
atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau keluarga yang sering konflik
terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah berkepanjangan yang dialami oleh
keluarga hingga menyita energy psikis dan fisik, hingga mempengaruhi
interaksi, komunikasi dan bahkan kemampuan belajar, kemampuan kerja
beberapa anggota keluarga yang lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi
emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Sering dijumpai siswa bermasalah, setelah diteliti ternyata memiliki latar
belakang keluarga yang disfungsional.
Dari Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi
karena adanya faktor lingkungan, yaitu:
Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam,
menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya
inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri,
inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat
dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
Bagi Sekolah
Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak
dengan mengatakan tidak pada kekerasan dan menentang segala bentuk
kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru
dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa,
mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek
pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan
guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati,
2007).
Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab ada
akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya.Dengan
menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan siswa
yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang
tidak rasional.
Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun
mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau
pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak
asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan
memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa. Menurut Rini (2008),
perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran
yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis
namun membutuhkan keterlibatan mental, dan berusaha mengubah suasana
belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis
siswa.
Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid
untuk memantau perkembangan anaknya.
Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan
sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik,
malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka
satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan
setiap persoalan dengan baik.
Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan
siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat,
namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat
dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk
mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak
TINDAK KEKERASAN GURU TERHADAP SISWA
PADA SAAT PEMBELAJARAN
21 Votes
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi
sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya
dalam dunia pendidikan. Istilah tegas dalam membina sikap disiplin pada anak didik, sudah lazim
digantikan dengan kata keras. Hal ini kemudian ditunjang dengan penggunaan kekerasan dalam
membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran. Ketika kemudian cara-cara
pendidikan kemiliteran itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara keras ini istilah sekarang
Kekerasan dapat terjadi dimana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang
terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai
seorang guru yang menganiaya salah satu siswanya akibatnya siswa tersebut harus dirawat di rumah sakit.
Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi
tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa
oleh guru. Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan
penggaris, dijemur di lapangan, dan dipukul. Di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam
bentuk bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan sebagainya.
Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif
untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007). Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau
siswa akan menyimpan dendam, makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung melampiaskan
kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran negatif ini jika terus berputar
Kita sering mendengar kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada murid di tv dan koran,
diantaranya adalah:
Pamekasan Seorang guru agama Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pamekasan, Madura, menggampar
seorang siswa kelas 2. Akibatnya, telinga kiri siswa tersebut terus berdengung dan nyaris tidak bisa
mendengar.
Siswa tersebut tidak mengetahui penyebab hingga dirinya menjadi sasaran pemukulan guru wanita itu.
Aksi pemukulan itu sendiri terjadi Selasa (15/12/2009) siang di ruang kelas. Siswa yang saat itu sedang di
ruang kelas tiba-tiba dihampiri sang guru. Setelah mendekat, tiba-tiba tangan kanan guru meninju wajah
siswa.
Surabaya Kepala Sekolah SMAN 16, membantah melakukan pemukulan terhadap siswa kelas XII IPS 1.
Menurutnya, dirinya tidak mempunyai niatan memukul siswanya. Dia mengatakan siswa tersebut dikenal
sebagai anak yang nakal dan sering berbuat onar. Ia juga dikenal sebagai ketua kelompok siswa-siswa
yang nakal. Pihak sekolah juga sudah mencatat kenakalannya sebanyak 3 kali melakukan pelanggaran di
sekolah. Diantaranya, sering mengolok-ngolok gurunya, sering memalak siswa lainnya. Bahkan, saat
senam pagi, ia dan kawan-kawannya bercanda dan tidak mau berolah raga. Sumber Berita
:http://surabaya.detik.com/read/2009/10/17/183214/1223371/466/kepsek-sman-16-bantah-pukul-muridnya.
Dan masih banyak lagi kasus yang mengkaji tentang pemukulan guru kepada siswa.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
3. Menetapkan solusi yang yang tepat untuk mengatasi kekerasan pada siswa.
ISI
Kekerasan adalah tindakan yang tidak terpuji dan tentunya sangat bertentangan dengan berbagai
landasan dalam pendidikan. Berikut paparan mengenai kekerasan bila ditinjau dari berbagai landasan
pendidikan di Indonesia:
1. pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
2. pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demikratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
3. Tentang kekerasan fisik, pada pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan
terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
Selanjutnya secara khusus, undang-undang ini bahkan mengamanatkan bahwa anak-anak wajib dilindungi
dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk guru di sekolah.
Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.
Jika melihat undang-undang tersebut, sesungguhnya sudah sangat nyata bahwa tindakan kekerasan
terhadap anak merupakan tindakan kriminal yang pelakunya akan diproses secara hukum. Tindakan
kekerasan dengan bungkus pendidikan juga dapat mengakibatkan pelaku dikenai tindak pidana,
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan fisik
dapat diidentifikasi berupa tindakan pemukulan (menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan
tendangan. Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh,
bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur
menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang
lain.
Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat
menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik,
penanggulangannya menjadi cukup sulit karena biasanya si korban enggan mengungkapkan atau
menceritakannya.
Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan
canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar,
dan dalam beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, Havingrust dalam Pidarta (2007:199) menyatakan bahwa
perkembangan psikologi pada masa anak-anak adalah membentuk sikap diri sendiri, bergaul secara rukun,
membuat kebebasan diri, membentuk kata hati, moral dan nilai, dan mengembangkan sikap terhadap
kelompok serta lembaga-lembaga sosial. Tentu saja perkembangan ini akan terhambat dengan adanya
Kekerasan yang dilakukan oleh guru sangat bertentangan dengan pendapat Freedman (Pidarta, 2007:220)
yang menyatakan bahwa guru harus mampu membangkitkan kesan pertama yang positif dan tetap positif
untuk hari-hari berikutnya. Sikap dan perilaku guru sangat penting artinya bagi kemauan dan semangat
belajar anak-anak. Jadi, hukuman yang dilakukan oleh guru akan menjadi kesan negatif yang berdampak
Sekecil apapun dampak yang timbul terhadap praktek kekerasan dalam pendidikan, tetap saja hal ini
adalah suatu kesalahan. Sekolah sepatutnya tempat bagi siswa untuk berkembang. Namun, di saat
Menurut Sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait, pada tahun 2009 telah terjadi aksi bullying atau kekerasan di
sekolah sebanyak 472 kasus. Angka ini meningkat dari tahun 2008, yang jumlahnya sebanyak 362 kasus
(http://www.lautanindonesia.com/forum/berita-(news)/kekerasan-smun-jakarta-970-82-34-dll)/).
Begitu banyak kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan hal yang menyedihkan bagi dunia pendidikan.
Kekerasan seharusnya tidak terjadi di negara kita yang berfalsafah Pancasila, apalagi ini terjadi dalam
dunia pendidikan. Bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai
dengan sila kedua Pancasila. Segala bentuk kekerasan tentunya melanggar nilai-nilai kemanusiaan
khususnya hak asasi manusia. Dan pelanggaran hakasasi manusia akan mendapatkan konsekuensi hukum
Pada landasan sosial budaya, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan hubungan antarindividu,
individu dan kelompok dan antarkelompok serta mengembangkan nilai-nilai budaya Indonesia. Namun, hal
tersebut hanya menjadi wacana saat kekerasan terjadi dalam pendidikan. Siswa tidak dapat
mengembangkan hubungan yang baik antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok ketika
budaya senioritas masih melekat di sekolah. Di sisi lain, terkikisnya budaya bangsa yang dikenal dunia
dengan sopan santunnya akibat maraknya tindak kekerasan khususnya dalam dunia pendidikan.
Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau
merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik
semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis
yang cukup lama bagi si korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan
istilah bullying. Pada kenyataannya, praktik bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman
sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan
apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan,
Menurut Blask (1951) kekerasan, violence, adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak adil, dan tidak
dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba,
bertenaga, kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak
umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum, sehingga bertentangan dengan hukum. Menurut
Webster, kekerasan adalah rough or injurious physical force, action, or treatment, or an unjust or
unwarranted exertion of force or power, as against rights, laws, etc. (Webster). Menurut UU Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 tahun 2004, pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan
terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah
tangga. Menurut KUHP, pasal 89, melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau
dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya, sehingga orang yang terkena
Maraknya tayangan-tayangan kekerasan dalam dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh guru
terhadap siswanya ataupun oleh siswa terhadap temannya, seharusnya mampu membuka atau
menggugah hati kita sebagai seorang pendidik, bahwa tidak tertutup kemungkinan praktik bullying
generasi muda. Karena itu, tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan harus sesegera
mungkin di tiadakan, agar lingkaran setan yang menjadi bencana dunia pendidikan dapat segera terputus.
Penyebab kekerasan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan
dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera karena hukuman fisik. Sebaliknya,
mereka membenci dan tidak respek lagi padanya. Kekerasan dalam pendidikan terjadi karena kurangnya
kasih sayang guru. Seharusnya guru memperlakukan murid sebagai subyek, yang memiliki individual
differences (Eko Indarwanto,2004). Juga, karena kurang kompetensi kepala sekolah membimbing dan
mengevaluasi pendidik di sekolahnya. Orangtua mesti ikut mengurangi mengatasi kekerasan di sekolah
dalam bentuk hukuman fisik, karena sekolah bukan gedung pengadilan. Komite Sekolah mesti mengatasi
dan meniadakan praktik kererasan, yang bertentangan dengan tujuan pendidikan di sekolah, agar tidak
muncul kelak guru yang kasar, tidak menghormati orang lain, pemarah, pembenci dan sebagainya.
Kekerasan bisa terjadi karena pendidik sudah tidak atau sangat kurang memiliki rasa kasih sayang
Selain itu kekerasan oleh guru pada siswa disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kurangnya pengetahuan guru bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa atau
merubah perilaku,
b. Persepsi guru yang parsial dalam menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan sebatas
c. Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam mengelola masalah guru lebih sensitive dan reaktif,
d. Adanya tekanan kerja guru: target yang harus dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum, materi,
prestasi yang harus dicapai siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,
e. Pola yang dianut guru adalah mengedepankan factor kepatuhan dan ketaatan pada siswa, mengajar
f. Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan
kemampuan efektif, sehingga guru dalam mengajar suasananya kering, stressful, tidak menarik, padahal
g. Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak
stabil,seperti berpikir pendek, emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-rencana yang sulit
diwujudkan.
generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan
inventif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat pada anak-anak sekolah saat ini yang cenderung pasif dan
takut berbicara dimuka kelas, bolos ketika guru galak mengajar. Sedangkan dalam keluarga, anak yang
sering diberi hukuman fisik akan mengalami gangguan psikologis dan akan berperilaku lebih banyak diam
dan selalu menyendiri selain itu terkadang melakukan kekerasan yang sama terhadap teman main,
kekerasan terhadap adik kelas, terjadi senioritas dan kekerasan lain dalam dunia pendidikan.
Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat
kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar,
luka-luka, dll.
trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya
konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya
diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan
prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari
lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara
teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan
sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari
pergaulan.
Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru di bawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh
perilaku murid. Akibat langsung pada pendidik sesudah melaksanakan hukuman fisik yaitu naiknya
tekanan darah, disusul dengan turunnya ketegangan emosi. Ini sebenarnya timbul dari kehendaknya
sendiri, self reinforced. Si guru akan berkata Sekarang aku sudah merasa baik lagi. Situasi ini
menuntut kendali-diri pendidik demi kepentingan jangka panjang peserta didik.
Murid yang mengalami hukuman fisik akan memakai kekerasan di keluarganya nanti, sehingga siklus
kekerasan makin kuat. Gershoff, yang meneliti kasus ini selama 60 tahun sejak 1938, menemukan
sejumlah perilaku negatif akibat dari kekerasan, seperti perilaku bermasalah dalam agresi, anti-sosial,
dan gangguan kesehatan mental. Kekerasan tidak mengajar murid untuk bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, dan tidak menghentikan perilaku keliru jika mereka ada di luar pantauan
orangtua dan guru (Ad hoc Corporal Punishment Committee (2003)
Murid itu, sebagai korban, kehilangan haknya atas pendidikan, dan haknya untuk bebas dari segala
bentuk kekerasan fiisik dan mental yang tidak manusiawi. Martabat mereka direndahkan. Pertumbuhan
dan perkembangan diri mereka dihambat.
E. SOLUSI MASALAH
Karena sekolah dan guru yang kurang tegas maka murid jadi bebas sehingga tidak mengindahkan norma-
norma dan peraturan yang ada. Misalnya murid akan berpenampilan seenaknya sendiri seperti preman
atau spg, bebas bolos sekolah tanpa hukuman yang berat, bebas melakukan kenakalan di luar batas
Oleh karena itulah maka diperlukan peran pemerintah untuk membuat delapan standar pendidikan yang
baik yang dapat membuat murid takut dalam artian yang baik. Guru seharusnya boleh menghukum siswa
yang nakal dan tidak disiplin dengan sedikit kekerasan dan hukuman fisik agar para siswa-siswi takut dan
terpacu untuk belajar, patuh, taat, hormat, disiplin, bertanggung jawab, tahu aturan, dan lain sebagainya.
Beberapa solusi yang diberikan untuk mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah diantaranyan adalah
sebagai berikut:
Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan
yang integral.
d. Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan, pengalaman
e. Konseling.Bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga mengalami
masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang
terbaik.
f. Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan di
Secara yuridis, tindakan kekerasan diselesaikan secara hukum, litigasi atau non-litigasi. Menurut pasal
1365 KUHPdt, Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal
1366 menetapkan bahwa Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hati-
hatinya. Pasal 1367 menetapkan bahwa guru sekolah bertanggung-jawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka, kecuali, jika mereka
dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan yang mesti mereka seharusnya
bertanggungjawab. Dalam Hukum Pidana, perbuatan kekerasan bisa digolongkan sebagai perbuatan
Ada 7 hal yang harus dipahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik untuk memperoleh kepercayaan
anak didik agar mencapai maksud dari pendidikan itu, tanpa harus menggunakan kekerasan.
1. Tindakan alternatif
Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara ketiga atau alternatif ketiga, setelah
tindakan menyalahkan dan aksi kekerasan karena hal itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan
seorang siswa, mempunyai tiga pilihan setelah itu, apakah dia akan menyalahkannya, menggunakan
kekerasan untuk memaksa siswa memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang tanpa
kekerasan.
Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara mudah bagi orang dewasa apabila melihat
sebuah kesalahan dilakukan oleh anak di depan matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan
bagaimanapun akan berbuah balasan dari anak, karena secara insting dia akan mempertahankan
dirinya. Reaksi atas sikap anak yang membela diri inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan dari
Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak membeda-bedakan anak-anak didik, dan
terbuka adalah tidak menutup-nutupi hal apa pun atau mencoba mengambil keuntungan dari hal-hal yang
tidak diketahui siswa. Sebuah keakraban yang penuh keterbukaan hanya bisa terjalin apabila adalah rasa
Di dalam keakraban ada kasih sayang, keramahan, sopan-santun, saling menghargai dan
menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsur kejujuran, kerelaan dan menerima apa adanya.
Keakraban yang terbuka ini ibarat pintu bagi masuknya sebuah kepercayaan. Ketika anak didik sudah
merasakan keakraban yang terbuka dari gurunya, maka dia dengan senang akan mendengarkan apa pun
Penipuan adalah sesuatu yang sulit dipisahkan dari kekerasan, disebabkan kurangnya rasa hormat kepada
orang lain atau takut terhadap kenyataan. Tindakan dengan kasih sayang didasarkan pada ukurannya
dalam kebenarannya setiap orang, yang tidak bisa memisahkan dirinya dari kebenaran dan kenyataan.
Jadi, untuk menjadi benar kepada diri sendiri, kita juga harus benar terhadap orang lain. Sampaikan
kepada anak didik kebenarannya; arahkan kemarahan kita terhadap kesalahannya, bukan kepada
orangnya. Temukan solusi dalam konflik dan kesalahpahaman, dan itu tidak bisa dibangun apabila kita
Di dalam pendidikan tanpa kekerasan ini, kita semuanya bebas dan setara, setiap orang mendengarkan
suara nurani sendiri dan saling berbagi perhatian. Lalu kemudian dengan bebas diputuskan, berdasarkan
pada semua pertimbangan individu-individu, bagaimana keinginan bersama ingin diwujudkan. Dengan
demikian kita harus mengenali dengan jelas kebebasan memilih dan hak yang sama setiap orang untuk
Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari persamaan semua manusia dan menghormati kebebasan
anak didik sama seperti kita menghendaki kebebasan kita sendiri dihormati. Tindakan tanpa kekerasan
bukanlah bentuk usaha untuk mengendalikan yang lain atau penggunaan paksaan terhadap mereka. Jika
kita mencintai anak didik, kita menghormati otonomi mereka untuk membuat keputusan-keputusan
mereka sendiri. Kita pasti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan kita bahkan dapat menghadapi
mereka dengan kehadiran kita untuk memaksa mereka tanpa kekerasan untuk membuat sebuah pilihan,
jika kita yakin mereka telah melakukan kesalahan. Perbedaan yang penting adalah kita tidak memaksa
mereka secara fisik atau dengan kasar untuk mencapai apa yang kita inginkan.
Bertentangan dengan kepercayaan umum, pendidikan tanpa kekerasan bukan sebuah metoda pasif dan
lemah, dan itu pasti bukan untuk para penakut. Tindakan tanpa kekerasan lebih banyak membutuhkan
keberanian dibanding perkelahian dengan kekerasan seperti dalam peperangan, meski tampaknya itu
semacam keberanian. Karena jika kita melihat lebih jauh penggunaan senjata merupakan kompensasi dari
rasa takut terhadap lawan. Dan tindakan kekerasan merupakan bukti adanya perasaan takut lawan lebih
dulu melakukannya terhadap kita. Jadi melakukan tindakan tanpa kekerasan menunjukkan ketinggian
Rasa kasihan adalah anugerah kepada hati kita. Rasa kasihan bisa digambarkan sebagai kasih yang tidak
hanya berempati terhadap orang lain di dalam merasakan apa yang mereka alami, tetapi juga mempunyai
keberanian dan kebijaksanaan untuk melakukan sesuatu terhadap hal itu. Di dalam rasa kasihan, kita
tidak melampiaskan kemarahan dan rasa benci kepada anak didik yang melakukan kesalahan, namun
dengan kemurahan hati dan kepedulian, kita memperbaikinya. Rasa kasihan datang dari rasa kesatuan
dengan orang lain, memperluas hati kita sehingga kita bisa merasakan empati atas penderitaan orang lain
Cara dengan kasih sayang didasarkan pada keyakinan bahwa jika kita bertindak dengan cara yang baik
tidak akan pernah merugikan bagi siapapun, dan akan menghasilkan kebaikan juga. Alih-alih
mengendalikan anak didik dengan ancaman dan kekuasaan kita, lebih baik menggunakan kecerdasan
masing-masing pihak untuk memecahkan masalah dengan komunikasi yang baik dan negosiasi.
Untuk mempercayai anak didik secara penuh kita harus melepaskan kepercayaan itu dari kendali kita
sendiri, dan membiarkan situasi memprosesnya. Tentu saja melepaskan kepercayaan tidak berarti kita
mempercayai dengan membabi buta. Kita harus tetap memonitor apa yang terjadi dan memantau
hasilnya secara terus menerus.
7. Ketekunan dan kesabaran
Dalam pendidikan tanpa kekerasan, kesabaran adalah kebaikan yang bersifat revolusioner. Kesabaran
bukanlah sebuah pembiaran tanpa tindakan apa pun, tetapi peningkatan kualitas dari sebuah pertolongan
yang bertahan pada tuntutannya, dan melanjutkannya dengan cara cerdas penuh ketenangan. Ketika kita
terperangkap dalam situasi konflik, emosi kita sering sangat aktif dan bergolak. Kita harus hati-hati
dengan reaksi tanpa pemikiran atas apa yang sedang kita lakukan dan konsekuensi-konsekuensi yang
mungkin terjadi. Kesabaran memberikan kepada kita waktu untuk berpikir tentang tindakan-tindakan kita
agar terhindar dari kekerasan dan bertindak efektif. Lebih baik menunggu dan kehilangan sebuah peluang
kecil dibandingkan terburu-buru namun menemui sesuatu yang bodoh dan tidak dipersiapkan. Peluang
baru pasti akan muncul kemudian, jika kita berusaha memecahkan persoalan, karena di lain waktu kita
Tidak seperti cara militer yang cepat dan kasar, pendidikan tanpa kekerasan bersifat melambat dan dimulai
dengan peringatan-peringatan untuk memberikan kesempatan kepada anak didik secara sadar berpikir
bagaimana seharusnya. Kita tidak menghendaki anak didik bereaksi dengan cepat secara insting. Kita
menghendaki anak didik mengetahui metoda-metoda kita sehingga mereka dapat menanggapi sama
Ketekunan juga berarti kita harus fleksibel di dalam strategi dan taktik kita. Jika metodanya tidak berhasil,
kita perlu mencoba cara lain. Jika jalannya mendapatkan halangan, kita dapat beralih ke hal lain yang
juga memerlukan perhatian. Jika anak didik seperti kehilangan minatnya, kita dapat dengan kreatif
Pendidikan tanpa kekerasan harus dipenuhi kesabaran dan memaafkan dan di saat yang sama gigih dalam
membantu. Ketika anak didik mengakui bahwa mereka sudah melakukan kesalahan, kita harus
menunjukkan sifat pemaaf kepada mereka. Sasaran terakhir dari pendidikan tanpa kekerasan bukanlah
kemenangan atas anak-anak didik kita tetapi menemukan sebuah kehidupan yang harmonis antara
pendidik sebagai orang tua, bersama-sama dengan anak didik dalam damai dan keadilan.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas, yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah
adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah,
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan antara lain,
landasan hukum, psikologi, sosial budaya dan filsafat. Hal ini dapat dicegah apabila guru melaksanakan 7
siswanya dengan marah-marah atau menampar. Dan diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan
tindakan kekerasan terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap menerima sanksi.
Kita semua berharap kisah-kisah suram kekerasan oleh pendidik dan orang tua secara umum tidak terjadi
lagi. Pendidikan dengan kekerasan hanya akan melahirkan traumatis-traumatis yang berujung pada
pembalasan dendam, dan kita semua pasti tidak menghendaki hal demikian terus berlanjut tanpa
1. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum
Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia.
Urutannya yaitu :
1) UUD 1945;
2) Ketetapan MPR;
3) UU;
4) Peraturan Pemerintah;
5) Keputusan Presiden;
6) Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
2. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang.
Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu :
1) UUD 1945;
2) Tap MPR;
3) UU;
4) Peraturan pemerintah pengganti UU;
5) PP;
6) Keppres;
7) Peraturan Daerah;
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
Definisi :
1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
2. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar (konstitusi) yang tertulis yang
merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.
3. Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR, yang terdiri dari 2 (dua)
macam yaitu : Ketetapan yaitu putusan MPR yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis, Keputusan
yaitu putusan MPR yang mengikat ke dalam majelis saja.
4. Undang-Undang (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan Persetujuan bersama Presiden.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan : Perppu diajukan
ke DPR dalam persidangan berikut; DPR dapat menerima/menolak Perppu tanpa melakukan
perubahan; Bila disetujui oleh DPR, Perrpu ditetapkan menjadi Undang-Undang; Bila ditolak oleh DPR,
Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
7. Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
8. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan Gubernur.
9. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota.
1. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib
hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia.
Urutannya yaitu :
1) UUD 1945;
2) Ketetapan MPR;
3) UU;
4) Peraturan Pemerintah;
5) Keputusan Presiden;
6) Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
2. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-
Undang.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Ketetapan MPR;
3) UU/Perppu;
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden;
6) Peraturan Daerah Provinsi;
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sehingga dengan adanya Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 ini menggantikan Undang-
undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 10 tahun 2004. Perubahan yang mencolok
terdapat pada Hirarkhi Peraturan Perundang-undanganya dimana dalam UU No 10 tahun 2004.
Definisi :
Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:
1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan
gubernur;
2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota
bersama bupati/walikota;
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya
bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Jenis dan bentuk produk hukum daerah terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah, pasal
tersebut menyebutkan jenis dan bentuk produk hukum daerah terdiri atas:
1. Peraturan Daerah;
Sumber Hukum
1. Undang-Undang 1945;
2. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai
sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan
Republik Indonesia;
3. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Undang-Undang;
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;