Pembangunan di Kota
Abaikan Tata Ruang
Masyarakat harus dijadikan mitra yang
setara, bukan menjadi objek pembangunan
atau ditinggalkan.
Yusur Riaman
ERSOALAN serius pem-
bangunan dikota, yang
sudah menyimpang
jauh darirencana tata
ruang wilayah (RTRW), mem-
buat beberapa daerah di Tanah
Air sulit mewujudkan konsep
kota hijau.
Seperti diungkapkan Kepala
Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Nusa Tenggara Timur Andre
Koreh, Menurutnya, arah pem-
bangunan di Kota Kupang
tidak mengikuti RTRW yang
sudah ditetapkan, tetapi sesuai
kemauan pimpinan.
‘Ada pimpinan yang menolak
membangun gedung di sepan-
jang pantai itu salah, tetapi
pemimpin di atasnya membo-
lehkan.
“Memang selama ini tata
ruang dibuat untuk dilang-
gar. Banyak perda dibuat dan
banyak perda pula dilanggar,
tetapi tidak satu pun pelang-
gar dikenai sanksi,” ujarnya,
kemarin.
Saat menanggapipernyataan
itu, Wakil Wali Kota Kupang
Herman Man mengatakan ke-
salahan pembangunan di Kota
Kupang merupakan warisan
wali kota periode sebelumnya.
Kendati demikian, bangunan
yang sudah telanjur dibangun
di pantai tidak akan diroboh-
kan. Sebaliknya, ruang yang
masih ada akan dimanfaatkan
menjadi ruang terbuka hijau
(RTH).
Perihal RTH, Kalimantan
Barat (Kalbar) baru menca-
pai 17%-18% dari total luas
wilayah. “Ditargetkan, ruang
terbuka hijau di Kalbar men-
capai 30% pada 2015, terutama
Pontia ebagai ibu kota
provinsi,” jelas Listyowati,
Kepala Seksi Tata Ruang Di-
nas Pekerjaan Umum Kalbar,
kemarin,
Implikasi terbatasnya RTH
membuat suatu kawasan juga
krisis air bersih. Seperti terja
di di Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat (NTB), yang
mengalami defisit air seba-
nyak 1,3 miliar kubik. Hal itu
terjadi karena penebangan
kayu secara liar dan pesatnya
pertumbuhan pembangunan
sehingga kebutuhan air men-
jadi tinggi.
Karena itu, menurut Menteri
Pekerjaan Umum Djoko Kir-
manto, penyelesaian Perda
RTRW harus disiapkan dan
tahapan lanjutan diimplemen:
tasikan dengan rencana detail
tata ruang dan peraturan zo-
nasi pada kawasan strategis.
Makna tersirat
Lebih lanjut, praktisi Ikatan
Ahli Perencanaan (IAP) Dani
Riaman menilai perintah Un-
dang-Undang No 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang,
dapat dimaknakan secara ter-
sirat, bahwa masyarakat harus
dijadikan mitra yang setara,
bukan menjadi objek pemba-
ngunan atau ditinggalkan.
“Meninggalkan aspirasi rak-
yat atau meniadakan peran
serta masyarakat dalam pena-
taan ruang berarti menafikan
perintah undang-undang,”
katanya.
Menurut Dani, banyaknya
kasus pelanggaran tata ruang
oleh masyarakat seperti yang
terjadi di kawasan Puncak,
kawasan Gunung Leuser, ting-
ginya erosi dan luasnya lahan
kritis di Pulau Jawa, serta ting-
ginya angka penyimpangan
pemanfaatan lahan di bebera-
pa daerah di pinggiran kota
(suburban), mengindikasikan
jaubnya harapan peran masya-
rakat dalam penataan ruang.
Praktisi tata ruang lainnya,
Zulfikar, mengatakan, pada
2004 telah disusun grand scena-
rio gerakan peningkatan kepe
dulian publik dalam penataan
ruang. Diharapkan, penetapan-
nya grand scenario ini menjadi
salah satu simpul dalam proses
meningkatkan kepedulian ma-
syarakat dalam penataan ruang.
(PO/AR/NV/N-3)
yusuf@mediaindonesia.com