Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan studi kasus, dan manfaat studi kasus.

A. Latar Belakang Masalah

Sectio caesarea merupakan solusi dari persalinan beresiko, namun sectio


caesarea sendiri bukannya tanpa resiko. Sectio caesarea adalah suatu
pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding
perut dan dinding Rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
(Harnawati dalam Maryunani, 2016). Adapun indikasi dilakukannya Operasi
caesar yaitu Riwayat sectio sebelumnya, Presentasi bokong, Distosia, Gawat
janin/letal distress. Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes, Ibu
dengan HIV positif sebelum inpartu, Gemelli (hamil ganda) menurut east man,
seksio sesarea dianjurkan: Bila janin pertama letak lintang, presentasi bahu. Bila
terjadi interlock; distosia oleh karena tumor; IUFD (Intra Uterinr Fetal Death/
kematian janin dalam kandungan) (Rasjidi dalam maryunani, 2016).
Angka insidensi berdasarkan Riskesdas tahun 2010, presentase persalinan
dengan sectio caesarea di Indonesia masih besar yaitu 15,3% dengan rentang
tertinggi 27,2% di DKI Jakarta dan terendah 5,5% di Sulawesi Tenggara,
sedangkan hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan sectio
caesarea sebesar 9,8% dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta sebesar 19,9%
dan terendah di Sulawesi Tenggara sebesar 3,3%.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi >160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. (Agus Abadi, 2008).
Pembedahan menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan rasa nyeri
(Sarwono dalam Jitowiyono, 2010). Nyeri merupakan pengalaman emosional

1
dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan
secara aktual atau menunjukkan adanya kerusakan (Maryunani, 2010) .
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu secara
farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis dapat dengan obat
obatan analgesic dan penenang, sedangkan secara non farmakologis dapat
dilakukan dengan cara bimbingan antisipasi, terapi es dan panas/kompres panas
dan dingin, TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation), distraksi
relaksasi, imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, massage, serta terapi musik
(Andarmoyo, 2013).
Terapi musik adalah suatu proses yang meng-gabungkan antara aspek
penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi; fisik/tubuh, emosi,
mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (dian natalina, 2013).
Mengacu pada hal di atas penulis tertarik untuk menerapkan prosedur terapi
musik pada pasien post operasi sectio caesarea di rumah sakit cipto
mangunkusumo.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien post operasi
sectio caesarea dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Mendapatkan gambaran asuhan keperawatan pada pasien post operasi sectio
caesarea dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri.

D. Manfaat Studi Kasus


Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap penanganan nyeri post
operasi sectio caesarea dengan terapi musik
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

2
Memperluas ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi sectio
caesarea dengan menggunakan terapi musik.
3. Penulis
Memperluas wawasan dan pengalaman dalam pelaksanaan pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea
dan dapat memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada pasien post
operasi sectio caesarea dengan menggunakan terapi musik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang konsep sectio caesarea, konsep
nyeri, asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi
sectio caesarea, penerapan prosedur mengatasi nyeri secara non farmakologi: terapi
musik

A. Konsep Sectio Caesarea


1. Definisi sectio caesarea
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding Rahim agar anak
lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawati dalam Maryunani, 2016).
Section caesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana
irisan dilakukan diperut (laparatomi) dan Rahim (histeretomi) untuk
mengeluarkan bayi (Juditha Dan Cynthia dalam Maryunani, 2016)
Section caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu (laparotomy) dan uterus (histeretomi) untuk mengeluarkan satu
bayi atau lebih (Dewi Y Dan Fauzi dalam Maryunani, 2016).

2. Jenis-jenis sectio caesarea


Sectio caesarea abdominalis tipe operasi sectio caesaria:
a. Sectio caesarea transperitonialis yang terdiri dari:
1) Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri.
2) Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim
b. Sectio caesarea ekstraperitonalis dengan demikian tidak membuka
kavum abdominalis (Jitowiyono, 2012)

4
3. Indikasi sectio caesarea
a. Indikasi mutlak
1) Indikasi Ibu:
a) Panggul sempit absolut (CPD).
b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang
adekuatnya stimulasi.
c) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
d) Stenosis serviks atau vagina.
e) Plasenta pervia.
f) Disdistribusi frekuensi sefalopelvik.
g) Rupture uteri membakat.
b. Indikasi janin
a) Malpresentasi janin.
b) Gawat janin.
c) Prolapse plasenta.
d) Perkembangan bayi yang terhambat.
e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena pre-eklamsi.
c. Indikasi Relatif
a) Riwayat sectio sebelumnya.
b) Presentasi bokong.
c) Distosia.
d) Gawat janin/letal distress.
e) Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes.
f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu.
g) Gemelli (hamil ganda) menurut east man, seksio sesarea
dianjurkan: Bila janin pertama letak lintang, presentasi bahu.
Bila terjadi interlock; distosia oleh karena tumor; IUFD (Intra
Uterinr Fetal Death/ kematian janin dalam kandungan)
d. Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya.

5
b) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena selama
persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul.
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan. (Rasjidi dalam
maryunani, 2016).

4. Kontraindikasi sectio caesarea


Mengenai kontra indikas sectio caesarea dilakukan baik untuk
kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio
caesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa apabila
misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau apabila janin terlalu
kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti menderita
cacat seperti hidrosefalus, anensefalus, dan sebagainya (Manuaba I.B.G,
2010).
Pada umumnya sectio caesaria tidak dilakukan pada janin mati,
syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (sarwono
dalam jitowiyono, 2012)

5. Komplikasi sectio caesarea


Komplikasi yang akan terjadi setelah sectio caesarea adalah nyeri pada
daerah insisi, potensi terjadinya thrombosis, potensi terjadinya penurunan
kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot dasar panggul,
perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada extremitas bawah,
dan gangguan laktasi (Kurniawati, 2008).

B. Konsep Nyeri
1) Definisi nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respons individu terhadap sensasi
nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut

6
menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. (Asmadi,
2008).
Nyeri diartikan berbeda beda antarindividu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi
nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang
tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain lain. (Asmadi, 2008).

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Hidayat (2016), pengalaman nyeri pada seseorang dapat oleh
beberapa hal, diantaranya yaitu:
a. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya
pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi ini dipengaruhi
oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi nyeri
Toleransi nyeri merupakan kemampuan seseorang menahan nyeri.
Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri yaitu
alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sementara itu
faktor yang menurunkan toleransi nyeri yaitu kelelahan, rasa marah,
bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri

7
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap
nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit.
Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri,
pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik
dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lainnya.

3) Proses terjadinya nyeri


Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan
reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung- ujung
saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang
kuat.munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-
stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta
mekanikDeskripsi mekanisme dasar terjadinya nyeri secara klasik
dijelaskan dengan empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Rangkain proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap
transduksi, dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada
bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor
biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi dan lain-lain. Serabut saraf
tertentu bereaksi atas stimulus tertentu, sebagaimana juga telah
disebutkan dalam klasifikasi reseptor sebelumnya.
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal yaitu
serabut saraf A-Delta), sedangkang slow pain (nyeri lambat) biasanya
dicetuskan oleh serabut saraf C). sserabut saraf A delta mempunyai
karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta bermielinasi, dan
serabut saraf C yang tidak bermielisasi, berukuran sangat kecil dan
bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri. Serabut A mengirim sensasi
yang tajam, terlokalisasi, dan jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan impuls yang tidak
terlokalisasi (bersifat difusi), visceral dan terus- menerus. Sebagai contoh
mekanisme kerja serabut A-delta dan serabut C dalam suatutrauma adalah

8
ketika seseorang menginjak paku, sesaat setelah kejadian orang tersebut
dalam waktu kurang dari 1 detik akan merasakan nyeri yang terlokalisasi
dan tajam, yang merupakan transmisi dari serabut A. Dalam beberapa
detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena
persarafan serabut C.Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls
nyeri kemudian ditransmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medulla
spinallis melalui dorsal horn, dimana disini impuls akan bersinapsis di
substansiagelatinosa (lamina II dan III). Impuls kemudian menyeberang
keatas melewati traktus spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa
impulsyang melewati traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung
ke thalamus tanpa singgah di formatio retikularis membawa impuls fast
pain.
Dibagian thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian dapat
mempresepsikan, menggambarkan, melokalisasi, menginterprestasikan
dan mulai berespon terhadap nyeri.Beberapa impuls nyeri ditransmisikan
melalui traktus paleospinothalamus pada bagian tengah medulla spinalis.
Impuls ini memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang
mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta integrasi dari sistem saraf
otonom. Slow pain yang terjadi akan mengakibatkan emosi, sehingga
timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar
keringat dingin dan jantung berdebar- debar.

4) Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.
2) Deep pain , yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ organ tubuh visceral.

9
3) Referral pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bekan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain lain.
a. Nyeri berdsarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3) Proximal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap 10 15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
b. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas tinggi.
c. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka,
seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada
arteri coroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.
Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan bulan
bahkan bertahun tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri lalu
timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu
timbul kembali lagi nyeri. Dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri
kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa
makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah
diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.

10
Tidak ada dua individu mengalami nyeri yang sama dan tidak
ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan sensasi nyeri atau
respon nyeri yang identik sama pada seorang individu karena nyeri
bersifat subjektif (Perry & Potter, 2010).

C. Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien Post


Operasi Sectio Caesarea
a. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang terkini, lengkap dan akurat akan memudahkan
perawat di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan
memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang
diberikan (Prasetyo, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat. Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering
ditemukan adalah nyeri. Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat
membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai
(Muttaqin, 2011).
Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011):

Variabel Deskripsi dan Pertanyaan


Faktor Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi
Pencetus predisposisi nyeri.
(P: Provoking Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
Incident) Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Kualitas Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan
(Q: Quality of secara subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari
Pain) nyeri sulit ditafsirkan.
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?

11
Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara
tepat, adanya radiasi dan penyebabnya.
Lokasi
Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling
(R: Region)
hebat mulai dirasakan?
Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?
Pengkajian untuk menentukan seberapa dirasakan pasien.
Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skala nyeri dan
pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi
kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan nyeri
bersifat subyektif.
Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
Keparahan
Dengan menggunakan rentang 0-9.
(S: Scale of
Keterangan:
Pain)
0 = Tidak ada nyeri
1-2-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang
6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat
10 = Nyeri paling hebat
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang
hari.
Kapan nyeri muncul?
Waktu
Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-
(T: Time)
lahan atau seketika itu juga?
Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secaraterus-
menerus atau hilang timbul.
Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman
atau merasa sangat sehat.

12
b. Diagnosa
Menurut Wilkinson (2007), salah satu diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada klien post sectio caesarea adalah :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik
Wilkinson (2007).

c. Perencanaan
Menurut (Tamsuri, 2012) intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri akut
adalah sebagai berikut:
a. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik

b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) nyeri berkurang
2) pasien tidak meringis kesakitan
3) ekspresi wajah pasien rileks
(NANDA, 2015)

d. Kriteria hasil
1) Klien mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik
2) Perilaku klien atau gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang
atau hilang
3) Klien menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri

c. Rencana Keperawatan
1) Kaji derajat nyeri

13
2) Tingkatkan pengetahuan: jelaskan penyebab nyeri, jelaskan berapa
lama nyeri berlangsung, jelaskan karakteristik nyeri yang mungkin
timbul selama prosedur diagnostik
3) Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut
4) Diskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan
penurunan nyeri akut
5) Ajarkan distraksi selama nyeri akut
6) Ajarkan tindakan penurunan nyeri noninvasif
7) Berikan analgesik

e. Implementasi
1) Mengkaji derajat nyeri
2) Meningkatkan pengetahuan: jelaskan penyebab nyeri, jelaskan berapa lama
nyeri berlangsung, jelaskan karakteristik nyeri yang mungkin timbul selama
prosedur diagnostik
3) Memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut
4) Mendiskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan
penurunan nyeri akut
5) Mengajarkan distraksi selama nyeri akut
6) Mengajarkan tindakan penurunan nyeri noninvasif
7) Memberikan analgesik

f. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespons rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya perasaa nyeri menurunnya
intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu
melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan nyeri (Hidayat, A. Aziz Alimul.,
2008)

14
D. Penerapan Prosedur Mengatasi Nyeri Secara Non Farmakologi: Terapi
Musik

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu secara
farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis dapat dengan obat
obatan analgesic dan penenang, sedangkan secara non farmakologis dapat
dilakukan dengan cara bimbingan antisipasi, terapi es dan panas/kompres panas
dan dingin, TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation), distraksi
relaksasi, imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, massage, serta terapi musik
(Andarmoyo, 2013).

1. Definisi
Terapi musik adalah suatu proses yang meng-gabungkan antara aspek
penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi; fisik/tubuh, emosi,
mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (dian natalina, 2013).
Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam terapi musik, yaitu:
a. Terapi Musik Aktif.
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main
menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu
singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik.
Untuk melakukan Terapi Musik katif tentu saja dibutuhkan bimbingan
seorang pakar terapi musik yang kompeten.
b. Terapi Musik Pasif.
Inilah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien tinggal
mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan
dengan masalahnya. Hal terpenting dalam Terapi Musik Pasif adalah
pemilihan jenis musik harus tepat dengan kebutuhan pasien.

15
2. Manfaat musik
Musik adalah pengatur yang baik membentuk tubuh dan pikiran untuk
saling bekerjasama. Musik berguna untuk :
a. Menurunkan intensitas nyeri
b. Menurunkan tingkat kecemasan
c. Intervensi alami non invansif yang dapat diterapkan secara sederhana
tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi harga terjangkau dan
tidak menimbulkan efek samping (Faradisi, 2012)
Hasil riset menunjukan bahwa musik mampu untuk menurunkan
intensitas nyeri pada pasien post operasi caesar, pada pasien stroke dan
pada pasien kanker. (Satiadarma,2013)

3. Tujuan Prosedur Terapi Musik


a. Mengalihkan perhatian kepada hal lain sehingga kesadaran terhadap nyeri
berkurang
b. Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan kesehatan spiritual pasien.

4. Persiapan alat dan bahan:


a. Tape music / Radio
b. CD Musik
c. Headset
d. Alat-alat musik yang sesuai

5. Langkah- langkah prosedur:


a. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
b. Siapkan alat-alat
c. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi
d. Cuci tangan, beri salam dan panggil klien dengan namanya
e. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
f. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan,
Menanyakan keluhan utama klien

16
g. Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
h. Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan
seperti relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit.
i. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik, Identifikasi pilihan musik
klien.
j. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik,
Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien
k. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
l. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan
telepon selama mendengarkan musik.
m. Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien, Pastikan tape
musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik, Dukung dengan
headphone jika diperlukan.
n. Nyalakan music dan lakukan terapi music, Pastikan volume musik sesuai
dan tidak terlalu keras.
o. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang
lama, Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat
musik atau bernyanyi jikan diinginkan dan memungkinkan saat itu.
p. Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut, Menetapkan
perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti
relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit.
q. Identifikasi pilihan musik klien.
r. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien), Simpulkan hasil kegiatan
s. Berikan umpan balik positif, Kontrak pertemuan selanjutnya
t. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik, Bereskan alat-alat
u. Cuci tangan, Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan
Nama Px, Umur, Jenis kelamin, dll, Keluhan utama, Tindakan yang
dilakukan (terapi musik), Lama tindakan, Jenis terapi music yang
diberikan, Reaksi selama, setelah terapi pemberian terapi musik, Respon
pasien, Nama perawat, Tanggal pemeriksaan.

17
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang rancangan studi, subyek studi kasus,
focus studi, definisi operasional, instrument studi kasus, prosedur pengumpulan data,
tempat dan waktu studi kasus, analisis data dan penyajian data, etika studi kasus.

A. Rancangan Studi Kasus


Peneliti menggunakan rancangan multiple case study yang dikemukakan
cresswell (2007). Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus deskriptif. Studi
kasus deskriptif bertujuan memaparkan peristiwa penting yang terjadi pada masa
kini (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini peneliti menganalisis 2 kasus yang mengalami gangguan
rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea dan penerapan prosedur
terapi musik. Peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan
menggunakan prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah di tentukan

B. Subyek Studi Kasus


Subjek dalam studi kasus adalah dua pasien dengan gangguan rasa nyaman: nyeri
post operasi sectio caesarea yang diamati secara mendalam untuk menggambarkan
penerapan prosedur relaksasi genggam jari. Dalam penelitian ini, pengambilan
sumber data menggunakan metode sampling non probabilitas yaitu purposive
sampling. Menurut sugiyono (2013) purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampling yang dipilih dalam
penelitian yaitu untuk menggambarkan penerapan prosedur terapi musik pada
pasien post operasi sectio caesarea.

18
C. Fokus Studi
Pada studi kasus ini yang menjadi fokus studi adalah penerapan prosedur terapi
musik pada pasien post operasi sectio Caesarea.

D. Definisi Operasional
Penerapan prosedur terapi musik adalah suatu proses yang meng-gabungkan
antara aspek penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi; fisik/tubuh,
emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (dian natalina,
2013).
Nyeri merupakan sensasi rasa sakit yang disebabkan oleh berbagai hal, salah
satunya akibat dari perlukaan pembedahan dan hanya dapat dirasakan oleh individu
itu sendiri. Karena nyeri untuk setiap individu itu berbeda. Oleh karena untuk
menurunkan intensitas nyeri dapat dilakukan dengan cara terapi musik

E. Instrumen Studi Kasus


Instrumen kasus ini menggunakan 5 bagian jenis instrument (Nursalam, 2008),
yaitu:

1. Biofisiologis
Pengukuran yang berorientasi pada dimensi fisiologis manusia. Dalam studi
kasus ini menggunakan alat kesehatan.
2. Observasi
Observasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model
instrument, antara lain:
a) Catatan anecdotal mencatat gejala gejala khusus atau luar biasa menurut
urutan kejadian.
b) Catatan berkala mencatat gejala secara berurutan menurut waktu namun tidak
terus menerus.
c) Daftar ceklist: menggunakan daftar yang memuat nama observer disertai jenis
gejala yang diamati.
3. Wawancara

19
Alat yang dibutuhkan untuk wawancara antara lain buku catatan, alat tulis dan
alat untuk merekam audio.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dan observasi instrumen
yang digunakan adalah pedoman wawancara dan observasi.

F. Prosedur Pengumpulan Data


Secara garis besar tahap-tahap yang dilalui dalam penelitian ini meliputi:
1. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap persiapan merupakan langkah awal dalam penelitian. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap persiapan ialah: menyusun usulan penelitian, mengkaji
berbagai referensi yang berkaitan usulan penelitian secara sepintas, konsultasi
dengan dosen pembimbing, penyempurnaan proposal dengan memperhatikan
masukan dari dosen penguji.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Setelah izin penelitian dikeluarkan selanjutnya peneliti langsung terjun ke
lapangan untuk melakukan penelitian sampai titik jenuh data dan kemudian
dilanjutkan ke tahap penulisan laporan.
3. Tahap Laporan
Laporan penelitian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing I dan II untuk
memperoleh masukan demi penyempurnaan laporan.

G. Tempat Dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus Dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Gd.A Lantai 2 Zona
B. Selama 8 hari mulai tanggal 13 April 2017 21 April 2017.

H. Analisis Data Dan Penyajian Data


Menurut Sugiyono (2013) analisis data adalah proses mencari dan menyusun data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain secara
sistematis sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau
interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna

20
dibandingkan dengan sekedar angka-angka. Langkah-langkahnya adalah reduksi data,
penyajian data dengan bagan dan teks, kemudian penarikan kesimpulan. Dalam studi
kasus ini peneliti menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Studi kasus disajikan
dalam bentuk tekstular/narasi dan dapat disertakan cuplikan ungkapan verbal dari
subjek studi kasus yang merupakan data pendukungnya.

I. Etika Studi Kasus


Menurut Hidayat (2007) etika penelitian meliputi:
1. Informent Consent (Lembar persetujuan)
Informent Consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informend Consert ini
berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden, dengan tujuan pemberiannya
agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya.
Jika subjek bersedia,maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan
jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak mereka.

2. Anominity (Tanpa Nama)


Anominity menjelaskan bentuk penulisan dengan tidak perlu mencantumkan nama
pada lembar pengumpulan data, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan
dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh penelit, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
dalam hasil penelitian.

21
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil studi kasus yang dimulai dari pengkajian
hingga intervensi, serta penulis akan menguraikan tentang pembahasan. Data didapat
dengan cara mewawancarai pasien, melalui perawat di ruangan, dan cacatan rekam
medis pasien serta melakukan observasi pada pasien tersebut.

A. Hasil Studi Kasus


1. Data dasar Pada Kasus 1
a.Pengkajian

a) Identitas Pasien
Pasien berinisial Ny. A berusia 37 tahun. Status perkawinan menikah.
Pasien beragama islam. Tempat tinggal di Jakarta Timur dan pasien
berasal dari suku betawi. Pendidikan terakhir pasien adalah SMU.
Nama suami pasien Tn.F. Alamat rumah pasien di Jalan Nusa Indah
Raya Blok K 40 RT02//01, Pondok Kopi, Duren Sawit. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Diagnosa medis pasien adalah pospartum
sectio caesarea indikasi Preeklamsia Berat. Pasien masuk rumah sakit
pada tanggal 14 april 2017 dengan G2P1A0 pada postpartum dengan
SC atas indikasi PEB (Preeklamsia Berat)
b) Riwayat Keperawatan
(a) Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien masuk ruang rawat postpartum dengan SC pada tanggal 16
april 2017 dengan keluhan nyeri pada luka insisi.
c) Riwayat Menstruasi
Pasien pertama kali menstruasi pada umur 13 tahun, siklus
menstruasi pasien teratur setiap 28 hari, lamanya menstruasi adalah 6
hari. Pada saat menstruasi pasien mengatakan nyeri di perut.

22
d) Riwayat Persalinan Sekarang
Pasien melahirkan anaknya pada tanggal 15 april 2017 pukul 03.00
WIB dengan usia kehamilan 38 minggu. Dengan tipe persalinan SC
(sectio caesarea) dengan menggunakan anestesi spinal. Persalinan
dibantu oleh dokter, penyulit persalinan Ny. A tidak ada. Bayi lahir
dengan jenis kelamin laki-laki 2800 gram dan panjang 43 cm,
keadaan fisik baik dengan nilai APGAR score 9 dimenit pertama dan
10 dimenit ke 5. Persalinan dimulai pukul 01.00 WIB dan selesai
pada pukul 03.00 WIB.
e) Riwayat obstetri
Pasien pernah mengalami operasi sectio caesarea sebelumnya pada
tahun 2008 dengan indikasi PEB (Preeklamsia Berat). Anak
pertama berjenis kelamin laki-laki dengan BB: 2700 gram, PB:
45cm.
f) Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien mengatakan setelah melahirkan anak pertama pasien
menggunakan KB pil selama 6 bulan.
g) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit karena
suatu penyakit.
h) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan memiliki penyakit keturunan hipertensi.
i) Riwayat kebiasaan sehari-hari
(a) Pola nutrisi
Pasien mengatakan frekuensi makan 3 kali sehari dengan nafsu
makan yang baik, jenis makanan yang biasa di konsumsi
dirumah adalah nasi, ikan, ayam, telur serta sayur-sayuran,
pasien mengatakan setiap makan selalu habis satu porsi. Pasien
mengatakan tidak ada pantangan makanan atau alergi, kebiasaan
pasien sebelum makan adalah minum teh manis hangat.
(b) Pola eliminasi

23
Pasien mengatakan frekuensi BAK 5 kali dalam sehari,
berwarna kuning, bau khas urin dan tidak ada keluhan saat
berkemih. Pasien mengatakan frekuensi BAB 1 kali dalam sehari
dan teratur, berwarna coklat, konsistensi lunak, bau khas feses
dan tidak ada keluhan saat BAB serta pasien tidak pernah
menggunakan obat pelancar BAB.
(c) Pola personal hygiene
Pasien mengatakan mandi sehari 3 kali menggunakan sabun,
menyikat gigi 2 kali sehari saat bangun tidur dan sebelum tidur,
pasien keramas 2 kali seminggu menggunakan shampoo.
(d) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan lama tidur 7 jam per hari dan tidak pernah
tidur siang, kebiasaan pasien sebelum tidur adalah menonton
televisi dan tidak ada keluhan saat tidur maupun saat bangun
tidur.
(e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga,
membersihkan rumah, menyapu, mencuci baju, menyetrika,
memasak. Pasien biasanya melakukan olahraga dipagi hari
dengan berjalan kaki disekitar rumah pasien, frekuensi olahraga
pasien cukup sering terutama selama masa kehamilan.
(f) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengtakan tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman
keras, dan tidak memiliki ketergantungan obat.
(g) Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan senang dengan kelahiran bayi keduanya serta
anggota keluarga yang lain senang atas kelahiran anak kedua
pasien, pasien mengatakan sudah sangat siap menjadi ibu, pasien
berencana merawat bayinya sendiri dan dibantu oleh suami,
pasien mengatakan mengetahui tentang cara merawat bayi,

24
tentang breast care, KB, cara menyusui yang baik dan benar,
nutrisi yang baik untuk bayinya dan senam nifas.
j) Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Ny. A teridentifikasi
keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 130/70 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 22x/menit, suhu
36,4C. BB: 62 kg dan TB: 155 cm. pasien mengeluh nyeri dibagian
luka insisi dan pusing, pasien tampak kesakitan saat bergerak.
Sistem penglihatan: kedua mata simetris, konjungtiva anemis, sklera
anikterik, pergerakan bola mata normal, kelopak dan gerak mata
normal, kornea normal. Sistem pernafasan: simetris, tidak ada
sputum, bersih, tidak sesak, pernafasan 22x/menit, irama teratur,
tidak ada batuk, suara nafas normal, nafas tidak berbunyi. Sistem
kardiovaskular: nadi 90x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat,
tekanan darah 130/70 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis,
temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, tidak ada edema,
irama jantung normal, tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada
sakit dada. Sistem pencernaan: keadaan mulut bersih, tidaka da
karies, tidaka da stomatitis, lidah tidak kotor, tidak menggunakan gigi
palsu, tidak ada muntah, tidak ada kesulitan menelan, tidak ada mual,
nafsu makan baik, tidak ada nyeri dibagian perut, tidak ada masalah
saat BAK, urin berwarna kuning, tidak ada distensi pada kandung
kemih, BAB teratur, tidak ada konstipasi, lochea rubra, warna coklat
gelap, tidak berbau, 2 kali ganti pembalut dalam sehari, tidak ada
oedem, tidak ada luka episiotomi. Sistem integumen: turgor kulit
baik elastis, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik dan terdapat
luka insisi, kebersihan kulit: bersih, rambut: sedikit rontok, tidak ada
ketombe, tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada kontraktur
pada persendian ekstremitas. Dada Axilla: mammae membesar,
areolla mammae hitam, papilla mammae menonjol, collostrum belum
keluar. Perut/Abdomen: TFU 2 jari dibawah perut,kontraksi,

25
konsistensi uterus, luka bekas operasi lebar 16 cm dengan posisi
insisi transversal rendah tertutup dengan balutan kasa, tidak ada
tanda-tanda infeksi.

k) Pemeriksaan lpenunjang
(a) Pemeriksaan labolatorium
Pada tanggal 16 april 2017 Ny. A melakukan pemeriksaan darah,
hasil yang didapat adalah kadar haemoglobin 13.5 g/dL,
hematokrit 38.8%, leukosit 13.9 ribu/mm, trombosit 198
ribu/mm, MCV/VER 89.8 fL, MCH/HER 31.2 pg, MCHC/KHER
34.7 g/dL.
l) Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan terapi medis obat: dexamethasone, dosis: 6mg,
frekuensi: 2x1, cara pemberian: IV, obat: Nipedipin, dosis: 10 mg
frekuensi: 4x1, cara pemberian: oral, obat: keterolak, dosis:30mg,
frekuensi: per 8 jam, cara pemberian: IV, obat: henobion dosis:360
mg, frekuensi: per 24 jam, cara pemberian: oral, obat: profenid,
dosis: 100mg, frekuensi: 3x1, cara pemberian: suppos, obat: adalat,
dosis: 30, frekuensi: per 24 jam, cara pemberian: oral.
m) Resume
Pasien bernama ny. A usia 37 tahun, dirawat di lantai 2 zona B
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan postpartum secsio
caesarea dengan PEB. Pasien sudah dilakukan operasi SC pada
tanggal 15 april 2017 pukul 03.00 WIB di ruang bedah sentral
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan anestesi spinal. Setelah
operasi pasien dipindahkan ke ruang rawat lantai 2 zona b. saat
pengkajian postpartum hari kedua, pasien terpasang vemplon di
tangan kirinya. Terdapat luka operasi sepanjang 16cm. Pasien tampak
kesakitan saat bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak
memegangi perutnya saat ingin bergerak agar bisa menahan nyeri di
perutnya dengan secara perlahan, saat dikaji pasien mengatakan skala

26
nyeri 7, nyeri hilang timbul, seperti tertusuk- tusuk, nyeri timbul saat
bergerak, durasi nyeri 10 menit, nyeri hilang setelah diberi obat,
nyeri timbul kapan saja, nyeri hanya dirasakan di daerah insisi,
pasien mengatakan tidak pernah tidak merasakan nyeri, nyeri timbul
saat bergerak, dan bersin, Tekanan darah: 142/100 mmHg, Nadi:
90x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,3C. pasien mengatakan pernah
operasi sectio caesaria sebelumnya pada tahun 2008, pasien
mengatakan tahu tentang terapi musik sebelumnya karena anak
pertamanya mengalami autis ringan.
c. data fokus

Setelah melakukan pengkajian , penulis mendapatkan data diantaranya


adalah:
subjektif: pasien mengatakan skala nyeri 7, pasien mengatakan nyeri
hilang timbul, pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk- tusuk, pasien
mengatakan nyeri timbul saat bergerak, pasien mengatakan durasi nyeri
10 menit, pasien mengatakan nyeri hilang setelah diberi obat, pasien
mengatakan nyeri timbul kapan saja, pasien mengeluh nyeri hanya
dirasakan di daerah insisi, pasien mengatakan tidak pernah tidak
merasakan nyeri, pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, dan
bersin. pasien mengatakan pernah operasi sectio caesaria sebelumnya
pada tahun 2008, pasien mengatakan tahu tentang terapi musik
sebelumnya karena anak pertamanya mengalami autis ringan.
objektif: Pasien tampak kesakitan saat bergerak, pasien tampak meringis,
pasien tampak memegangi perutnya saat ingin bergerak agar bisa
menahan nyeri di perutnya dengan secara perlahan, skala nyeri 7,
Tekanan darah: 142/100 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 22x/menit, suhu:
36,3C.

27
2. Data dasar pada kasus 2
a.Pengkajian
a) Identitas pasien
Pasien berinisial Ny. E berusia 30 tahun. Status perkawinan menikah.
Pasien beragama islam. Tempat tinggal di Bekasi dan pasien berasal dari
suku jawa. Pendidikan terakhir pasien adalah SMU. Nama suami pasien
Tn.Z. Alamat rumah pasien di Jalan Eka Cipta RT 005/003, Jatirahayu,
Pondok Gede. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Diagnosa medis
pasien adalah pospartum sectio caesarea indikasi Preeklamsia Berat.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 16 april 2017 dengan G3P2A0
pada postpartum dengan SC atas indikasi PEB (Preeklamsia Berat)
b) Riwayat Keperawatan
(a) Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien masuk ruang rawat postpartum dengan SC pada tanggal 18
april 2017 dengan keluhan nyeri pada luka insisi.
c) Riwayat Menstruasi
Pasien pertama kali menstruasi pada umur 14 tahun, siklus menstruasi
pasien teratur setiap 28 hari, lamanya menstruasi adalah 7 hari. Pada saat
menstruasi pasien mengatakan nyeri, mulas di perut.
d) Riwayat Persalinan Sekarang
Pasien melahirkan anaknya pada tanggal 17 april 2017 pukul 20.15 WIB
dengan usia kehamilan 38 minggu. Dengan tipe persalinan SC (sectio
caesarea) dengan menggunakan anestesi spinal. Persalinan dibantu oleh
dokter, penyulit persalinan Ny. E tidak ada. Bayi lahir dengan jenis
kelamin perempuan 2600 gram dan panjang 40 cm, keadaan fisik baik
dengan nilai APGAR score 9 dimenit pertama dan 10 dimenit ke 5.
Persalinan dimulai pukul 19.00 WIB dan selesai pada pukul 20.15 WIB.
e) Riwayat obstetri
Pasien belum pernah mengalami operasi sectio caesarea sebelumnya,
kelahiran anak pertama dan keduanya dengan persalinan normal.

28
f) Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien mengatakan setelah melahirkan anak kedua pasien menggunakan
KB suntik selama 6 bulan.
g) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit karena suatu
penyakit.
h) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan memiliki penyakit keturunan hipertensi.
i) Riwayat kebiasaan sehari-hari
(a) Pola nutrisi
Pasien mengatakan frekuensi makan 3 kali sehari dengan nafsu
makan yang baik, jenis makanan yang biasa di konsumsi dirumah
adalah nasi, daging sapi, ayam, telur serta sayur-sayuran, tempe,
dan tahu.Ppasien mengatakan setiap makan selalu habis satu porsi.
Pasien mengatakan tidak ada pantangan makanan atau alergi,
kebiasaan pasien sebelum makan tidak ada.
(b) Pola eliminasi
Pasien mengatakan frekuensi BAK 6 kali dalam sehari, berwarna
kuning, bau khas urin dan tidak ada keluhan saat berkemih. Pasien
mengatakan frekuensi BAB 1 kali dalam 2 hari dan teratur,
berwarna coklat, konsistensi lunak, bau khas feses dan tidak ada
keluhan saat BAB serta pasien tidak pernah menggunakan obat
pelancar BAB.
(c) Pola personal hygiene
Pasien mengatakan mandi sehari 3 kali menggunakan sabun,
menyikat gigi 2 kali sehari saat bangun tidur dan sebelum tidur,
pasien keramas 3 kali seminggu menggunakan shampoo.
(d) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan lama tidur 8 jam per hari dan tidak pernah
tidur siang, kebiasaan pasien sebelum tidur adalah tidak ada
dan tidak ada keluhan saat tidur maupun saat bangun tidur.

29
(e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga,
membersihkan rumah, menyapu, mencuci baju, menyetrika,
memasak. Pasien biasanya melakukan olahraga dipagi hari
dengan berjalan kaki disekitar rumah pasien, frekuensi olahraga
pasien hanya seminggu sekali.
(f) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengtakan tidak merokok, tidak mengkonsumsi
minuman keras, dan tidak memiliki ketergantungan obat.
(g) Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan senang dengan kelahiran bayi ketiganya
serta anggota keluarga yang lain juga ikut senang atas kelahiran
anak ketiga pasien, pasien mengatakan sudah siap menjadi
seorang ibu, pasien berencana merawat bayinya sendiri dan
dibantu oleh suami, pasien mengatakan mengetahui tentang
cara merawat bayi, KB, cara menyusui yang baik dan benar.
j) Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Ny. E
teridentifikasi keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos
mentis. Tekanan darah 140/110 mmHg, nadi 86x/menit,
respirasi 22x/menit, suhu 36,6C. BB: 86 kg dan TB: 162 cm.
pasien mengeluh nyeri dibagian luka insisi, pasien tampak
kesakitan saat bergerak.
Sistem penglihatan: kedua mata simetris, konjungtiva anemis,
sklera anikterik, pergerakan bola mata normal, kelopak dan
gerak mata normal, kornea normal. Sistem pernafasan:
simetris, tidak ada sputum, bersih, tidak sesak, pernafasan
24x/menit, irama teratur, tidak ada batuk, suara nafas normal,
nafas tidak berbunyi. Sistem kardiovaskular: nadi 92x/menit,
irama teratur, denyut nadi kuat, tekanan darah 140/110

30
mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit
hangat, warna kulit kemerahan, tidak ada edema, irama
jantung normal, tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada
sakit dada. Sistem pencernaan: keadaan mulut bersih, tidaka
da karies, tidaka da stomatitis, lidah tidak kotor, tidak
menggunakan gigi palsu, tidak ada muntah, tidak ada
kesulitan menelan, tidak ada mual, nafsu makan baik, tidak
ada nyeri dibagian perut, tidak ada masalah saat BAK, urin
berwarna kuning, tidak ada distensi pada kandung kemih,
BAB teratur, tidak ada konstipasi, lochea rubra, warna coklat
gelap, tidak berbau, 3 kali ganti pembalut dalam sehari, tidak
ada oedem, tidak ada luka episiotomi. Sistem integumen:
turgor kulit baik elastis, warna kulit kemerahan, keadaan kulit
baik dan terdapat luka insisi, kebersihan kulit: bersih, rambut:
sedikit rontok, tidak ada ketombe, tidak ada kesulitan dalam
pergerakan, tidak ada kontraktur pada persendian ekstremitas.
Dada Axilla: mammae membesar, areolla mammae hitam,
papilla mammae menonjol, collostrum belum keluar.
Perut/Abdomen: TFU 2 jari dibawah perut,kontraksi,
konsistensi uterus, luka bekas operasi lebar 16 cm dengan
posisi insisi transversal rendah tertutup dengan balutan kasa,
tidak ada tanda-tanda infeksi.
k) Pemeriksaan penunjang
(a)Pemeriksaan labolatorium
Pada tanggal 19 april 2017 Ny. E melakukan pemeriksaan
darah, hasil yang didapat adalah kadar haemoglobin 11.5
g/dL, hematokrit 32.5%, leukosit 20.9 ribu/mm, trombosit
224 ribu/mm, MCV/VER 84.7 fL, MCH/HER 29.2 pg,
MCHC/KHER 34.5 g/dL.

31
l) Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan terapi medis, obat: Nipedipin, dosis: 10
mg frekuensi: 4x1, cara pemberian: oral, obat: hemobion
dosis:360 g, frekuensi: per 24 jam, cara pemberian: oral,
obat: profenid, dosis: 100mg, frekuensi: 3x1, cara
pemberian: suppos, obat: adalat, dosis: 30, frekuensi: per 24
jam, cara pemberian: oral, obat: asam mefenamat, dosis:
500mg, frekuensi: 3x1, cara pemberian: oral, obat:
metildopin, dosis: 500mg, frekuensi: 3x1, cara pemberian:
oral.
m) Resume
Pasien bernama ny. E usia 30 tahun, dirawat di lantai 2
zona B RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan
postpartum secsio caesarea dengan PEB. Pasien sudah
dilakukan operasi SC pada tanggal 18 april 2017 pukul
03.00 WIB di ruang bedah sentral RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dengan anestesi spinal. Setelah operasi
pasien dipindahkan ke ruang rawat lantai 2 zona b. saat
pengkajian postpartum hari kedua, pasien terpasang
vemplon di tangan kirinya. Terdapat luka operasi
sepanjang 16cm. Pasien tampak kesakitan saat ingin
bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak
memegangi perutnya,pasien tampak bergerak perlahan-
lahan karena nyeri di daerah insisi, saat dikaji pasien
mengatakan skala nyeri 8, nyeri hilang timbul, seperti
terkena benda tajam, nyeri timbul saat bergerak,bersin,
batuk dan tertawa, durasi nyeri 10 menit, nyeri hilang
setelah diberi obat, nyeri timbul kapan saja, nyeri hanya
dirasakan di daerah insisi, pasien mengatakan tidak pernah
tidak merasakan nyeri, Tekanan darah: 140/110 mmHg,
Nadi: 92x/menit, RR: 24x/menit, suhu: 36,7C. pasien

32
mengatakan belum pernah operasi sectio caesaria
sebelumnya, pasien mengatakan tahu tentang terapi musik
tapi hanya sekilas saja.

data fokus

setelah melakukan pengkajian , penulis mendapatkan data diantaranya


adalah:

subjektif: pasien mengatakan skala nyeri 7, pasien mengatakan nyeri hilang


timbul, pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk- tusuk, pasien mengatakan
nyeri timbul saat bergerak, pasien mengatakan durasi nyeri 10 menit,
pasien mengatakan nyeri hilang setelah diberi obat, pasien mengatakan nyeri
timbul kapan saja, pasien mengeluh nyeri hanya dirasakan di daerah insisi,
pasien mengatakan tidak pernah tidak merasakan nyeri, pasien mengatakan
nyeri timbul saat bergerak, dan bersin. pasien mengatakan pernah operasi
sectio caesaria sebelumnya pada tahun 2008, pasien mengatakan tahu
tentang terapi musik sebelumnya karena anak pertamanya mengalami autis
ringan.

objektif: Pasien tampak kesakitan saat bergerak, pasien tampak meringis,


pasien tampak memegangi perutnya saat ingin bergerak agar bisa menahan
nyeri di perutnya dengan secara perlahan, skala nyeri 7, Tekanan darah:
142/100 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 36,3C.

b. Diagnosa

Menurut Wilkinson (2007), salah satu diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien post sectio caesarea adalah :

1) Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan,


efek anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik Wilkinson (2007).

33
c. Perencanaan

Menurut (Tamsuri, 2012) intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri akut adalah
sebagai berikut:

a. Diagnosa Keperawatan

Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek
anestesi, distensi kandung kemih, agen cidera fisik

b. Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat dapat teratasi dengan
kriteria hasil:

1) nyeri berkurang

2) pasien tidak meringis kesakitan

3) ekspresi wajah pasien rileks

(NANDA, 2015)

d. Kriteria hasil

1) Klien mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik

2) Perilaku klien atau gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang atau hilang

3) Klien menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan


penurunan rasa nyeri

c. Rencana Keperawatan
34
1) Kaji derajat nyeri

2) Tingkatkan pengetahuan: jelaskan penyebab nyeri, jelaskan berapa lama nyeri


berlangsung, jelaskan karakteristik nyeri yang mungkin timbul selama prosedur
diagnostik

3) Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut

4) Diskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan penurunan


nyeri akut

5) Ajarkan distraksi selama nyeri akut

6) Ajarkan tindakan penurunan nyeri noninvasif

7) Berikan analgesik

e. Implementasi

1) Mengkaji derajat nyeri

2) Meningkatkan pengetahuan: jelaskan penyebab nyeri, jelaskan berapa lama nyeri


berlangsung, jelaskan karakteristik nyeri yang mungkin timbul selama prosedur
diagnostik

3) Memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut

4) Mendiskusikan alasan mengapa individu mengalami peningkatan dan penurunan


nyeri akut

5) Mengajarkan distraksi selama nyeri akut

6) Mengajarkan tindakan penurunan nyeri noninvasif

7) Memberikan analgesik

35
B. Pembahasan

C. Keterbatasan Studi Kasus

Keterbatasan dalam studi kasus ini adalah pada saat penulis ingin melakukan
penerapan prosedur terapi musik suasa ruangan terlalu ramai sehingga sedikit
tidak efektif dalam melakukan penerapan prosedur, salah satu pasien yang
berpartisipasi dalam studi kasus ini sudah rawat gabung dengan bayinya
sehingga pada saat penulis ingin melakukan penerapan bayi terkadang menangis
dan membuat pasien harus menenangkan bayinya untuk waktu yang cukup lama
sehingga membuat penerapan prosedur terapi musik tidak efektif dan
membuthkan waktu yang cukup lama.

36
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa intervensi
terapi musik untuk mengurangi Nyeri pada fase akut menunjukkan bahwa
intervensi tersebut mampu mengurangi masalah nyeri dan kecemasan pada
fase akut. Dengan demikian musik merupakan sarana / alat terapi
nonfarmakologi yang efektif dan praktis dan untuk masalah nyeri fase akut.

B. Saran
1. Intervensi Musik sebagai salah satu terapi yang efektif dalam
menurunkan masalah nyeri pada fase akut diharapkan dapat dijalankan
oleh setiap perawat baik dibagian perawatan kritis dan emergensi maupun
diruang lain yang memerlukan management nyeri terutama di ruang
operasi.
2. Rumah sakit yang sudah memasang pengeras suara yang sudah terpasang
seluruh ruangan perawatan maupun nonperawatan, lebih baik apabila
digunakan untuk memutar musik- musik klasik atau yang lembut
sehingga mampu memberikan pengaruh terapetik bagi pasien.

37
3. Studi lanjut dengan metode yang lebih baik sangat diperlukan untuk
mencapai hasil yang lebih valid

38
39
40
41
DAFTAR PUSTAKA

A.Alimul Hidayat. 2007. Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data. Surabaya:
Salemba Medika.

Andarmoyo, S. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


42
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika.

Caterini, Et Al. Fetal Risk In Hyperextension Of The Fetal Head In Breech Presentation.

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan


Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dewi Y., dkk. 2007. Operasi Caesar, pengantar dari A sampai Z.Jakarta: EDSA
Mahkota.

Hidayat, A.Aziz. Alimul. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi.

Jitowiyono, S. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Muha Medika.

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.

Maryunani, Anik. 2016. Manajemen Kebidanan Terlengkap.Jakarta: TIM.

Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: EGC.

Natalina, Dian.2013. Terapi Musik Bidang Keperawatan. Jakarta: Mitra Wacana Media

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurarif, A.H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose


Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:Medication Jogjakarta.

Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

43
Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Dan Konsep Praktik. Jakarta:
Salemba Medika

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Prasetyo, S. 2010. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T Yayasan Bina Pustaka.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan


R&D). Bandung: Alfabeta.

Tamsuri, Anas. 2012. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta. EGC

Willkinson, M. Judith. 2007. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Raii Rawiti. (2013).SOP Terapi Musik. Diakses dari


https://www.scribd.com/doc/181262705/SOP-TERAPI-MUSIK-doc, tanggal 20 mei
2017 jam 18:41

RSPAD. SOP PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL


PADA PASIEN DENGAN NYERI PADA CEDERA ACL
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7522-LAMPIRAN-
LAMPIRAN.pdf

44
45

Anda mungkin juga menyukai